Pengertian NAPZA Penggolongan NAPZA

13

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian NAPZA

NAPZA Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya dikenal pula dengan sebutan Narkoba Narkotika, Psikotropika dan ObatBahan berbahaya, yaitu bahanobatzat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otaksusunan saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan adiksi serta ketergantungan dependensi terhadap Napza Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2008:4. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psiko-aktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Sedangkan yang dimaksud dengan Zatbahan adiktif adalah bahanzat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut narkotika dan psikotropika Lydia Harlina M. dan Satya Joewana, 2008:26-27. 14

2.1.2 Penggolongan NAPZA

2.1.2.1 Narkotika Menurut Undang-undang RI Nomor 22 tahun 1997, Narkotika dibedakan dalam golongan-golongan: 2.1.2.1.1 Narkotika Golongan I: Narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh: heroinputauw, kokain, ganja. 2.1.2.1.2 Narkotika Golongan II: Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh: morfin dan petidin. 2.1.2.1.3 Narkotika Golongan III: Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan menimbulkan ketergantungan. Contoh: kodein. 2.1.2.2 Psikotropika Psikotropika digolongkan menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika: 1 Psikotropika Golongan I: Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: ekstasi, shabu dan LSD. 15 2 Psikotropika Golongan II: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, danatau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.Contoh: Amfetamin, Metilfenidat atau Ritalin. 3 Psikotropika Golongan III: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi, danatau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: Pentobarbital dan Flunitrazepam. 4 Psikotropika Golongan IV: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi, danatau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: Diazepam, Bromazepam, Fenobarbital, Klorazepam, Klordiazepoxide, dan Nitrazepam. 2.1.2.3 Zat Adiktif Zat adiktif atau bahan berbahaya yang sering disalahgunakan antara lain: 1 Alkohol Alkohol adalah hasil peragianfermentasi madu, gula, sari buah atau umbi- umbian. Alkohol menimbulkan adiksi karena efek psikologis dan keseimbangan kimia darah yang dipengaruhinya. Metanol sering mencemari sehingga menyebabkan kerusakan saraf mata, dan dapat merusak sel hati pada penggunaan lama. 2 Nikotin Nikotin adalah obat yang bersifat adiktif dari daun tembakau yang dihisap dalam bentuk rokok, cerutu dan pipa. Nikotin dalam darah menyebabkan ketidakseimbangan kimia darah, sehingga terjadi adiksi rokok. 16 3 Inhalansia Inhalansia adalah uap dari pelarut yang mudah menguap saat dihirup. Contoh inhalansia antara lain aerosol, aica aibo, uap bensin, cat semprot, semir sepatu dan tinner Lydia Harlina M. dan Satya Joewana, 2008: 27-28.

2.1.3 Ketergantungan Napza