Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010

(1)

PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: OKVIANUS P.P NIM. 061000028

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

OKVIANUS P.P NIM. 061000028

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul:

PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : OKVIANUS P.P

NIM. 061000028

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 29 September 2010

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Linda T Maas, MPH Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes NIP. 19521022 198003 2 002 NIP. 19690922 199403 2 002

Penguji II Penguji III

Drs. Alam Bakti Keloko, M.kes Drs. Tukiman, MKM NIP. 19620604 199203 1 001 NIP. 19611024 199003 1 003

Medan, September 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 19611031 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) merupakan salah satu dari program pengurangan dampak buruk Napza atau dikenal dengan istilah Harm Reduction. Istilah pengurangan dampak buruk Napza (Harm Reduction) semakin banyak digunakan ketika pola penularan HIV/AIDS bergeser dari faktor penularan melalui perilaku seksual berpindah ke perilaku penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Para pengguna Napza suntik cenderung menggunakan obat dengan cara yang tidak steril melalui suntikan sehingga selain mengalami ketergantungan obat juga dapat mengalami terjadinya penularan penyakit seperti HIV, Hepatitis, dan Tuberkulosis. Metadon adalah suatu zat opioid sintetik yang memiliki efek yang sama seperti heroin dan dipakai dengan cara diminum. Penggunaan metadon bertujuan untuk mengurangi penggunaan Napza yang disuntikkan, sehingga jumlah penyebaran HIV/AIDS dapat berkurang, selain itu metadon juga dapat meningkatkan fungsi psikologis dan sosial, mengurangi risiko kematian dini, dan mengurangi tindak kriminal. Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan sudah berjalan sejak tahun 2007, akan tetapi jumlah pasien yang terus menurun diperkirakan karena ketidakpatuhan pasien selama mengikuti program terapi rumatan metadon.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku pengguna Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon, yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan pengguna Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi di dalam penelitian ini adalah semua pengguna Napza suntik yang mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan. Banyaknya sampel berjumlah 57 orang, dengan teknik pengambilan sampel secara acak. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan pertanyaan ketika melakukan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang program terapi rumatan metadon dikategorikan sedang yaitu sebanyak 41 orang (71,9%), sikap responden dikategorikan baik sebanyak 57 orang (100%), dan tindakan responden dikategorikan sedang yaitu sebanyak 48 orang (84,2%).

Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan perlunya memperluas informasi mengenai program terapi rumatan metadon baik dari media cetak maupun media elektronik dan petugas kesehatan perlu meningkatkan pemantauan dan konseling bagi pasien demi kesembuhan pasien dari ketergantungan Napza.


(5)

ABSTRACT

Metha done Ma intenance Thera py Progra m (MMTP) is one of ha rm reduction program known as ‘Harm Reduction’. The term ha rm reduction for drug (Ha rm Reduction) more used a s the pa ttern of tra nsmission of HIV / AIDS shifts from tra nsmission through sexua l behavior fa ctors migra te to the beha vior of the use of non-sterile syringes. Injecting drug users tend to use drugs in wa ys tha t a re not sterile by injection so tha t in a ddition to experiencing drug dependence a re a lso a ble to experience the occurrence of disea se tra nsmission such a s HIV, Hepa titis, a nd Tuberculosis. Metha done is a synthetic opioid substa nces which have the sa me effect a s heroin a nd is used by mouth. The use of metha done is a imed a t reducing the use of drugs tha t a re injected, ma king a tota l sprea d of HIV / AIDS ca n be reduced, besides metha done ca n a lso improve psychologica l a nd socia l function, r educe the risk of ea rly dea th, a nd reduce crime. Metha done ma intena nce therapy progra m in the genera l hospita l center of H. Ada m Ma lik ha s been running since 2007, but the number of pa tients who continued to decline expected beca use of non -complia nce of pa tients during methadone ma intenance therapy progra m.

This resea rch a imed to investiga te the beha vior of injecting drug users in metha done ma intena nce thera py progra m, which includes knowledge, a ttitude a nd a ction of injecting drug users in metha done ma intenance thera py progra m in the genera l hospita l center of H. Ada m Ma lik Meda n.

Kind resea rch used descriptive survey resea rch with a qua ntita tive a pproach. The popula tion in this study a re a ll injecting drug users tha t metha done main tena nce thera py progra m in the genera l hospita l center of H. Ada m Ma lik Meda n. Number of sa mples tota ling 57 people, with ra ndom sa mpling technique. Da ta were collected by using questionna ires a s a guide when doing the interview questions.

Results showed tha t most respondents' knowledge a bout metha done ma intena nce thera py progra m tha t is ca tegorized a s being a s much a s 41 people (71.9%), a ttitudes of respondents a re ca tegorized either a s 57 people (100%), a nd the a ctions of respondents were ca tegorized a s ma ny a s 48 people (84, 2%).

Ba sed on the resea rch results suggested the need to expa nd informa tion on metha done ma intena nce thera py progra m from the media both print a nd electronic media and hea lth workers need to improve monitoring a nd counseling for pa tie nts to cure pa tients of drug dependence.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Okvianus P.P

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 03 Oktober 1986

Agama : Kristen Protestan

Suku : Batak

Jumlah Saudara : 2 orang

Nama Orang Tua : J. Pangaribuan & T. Magdalena Br. Silitonga Alamat Rumah : Jl. Bambu Runcing No. 32 Medan Perjuangan Riwayat pendidikan :

1. TK Swasta Budi Utomo Medan 1992-1993

2. SD Swasta Budi Utomo Medan 1993-1999

3. SLTP Swasta Budi Utomo Medan 1999-2002 4. SLTA Swasta Budi Utomo Medan 2002-2005 5. Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 2006-2010


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas Berkat dan Kasih Karunia-Nya telah memberi kesehatan dan kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010”.

Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan material dan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu dr. Linda T. Maas, MPH dan ibu Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari awal sampai berakhirnya pembuatan skripsi. 2. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes dan Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini menjadi lebih baik.

3. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Penasihat Akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

6. Seluruh Dosen dan Staf Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu kelancaran penulisan skripsi. 7. Koordinator dan seluruh staf pegawai Klinik Program Terapi Rumatan Metadon

di RSUP H. Adam Malik Medan yang telah banyak membantu penulis untuk penulisan skripsi ini.

8. Abang Chandra, LSM Galatea, yang telah membantu penulis dalam memberikan informasi dan saran untuk penulisan skripsi ini.

9. Secara khusus buat Papa saya J. Pangaribuan dan mama saya T. Magdalena br Silitonga yang penulis sangat sayangi, terima kasih buat segala perhatian, semangat, dukungan material dan moral, semoga Tuhan Yesus membalas semuanya dengan kebahagiaan dan sukacita.

10. Buat kakakku Martina Lusiana br Pangaribuan dan adikku Romi Roenaldo Pangaribuan terima kasih atas dukungan dan doanya.

11. Buat opung boru Silitonga dan Tante Berli beserta seluruh keluarga Silitonga yang saya sayangi.

12. Buat seluruh keluarga pangaribuan yang saya sayangi.

13. Buat rekan-rekan seperjuangan stambuk 2006 : Nina, Wilda, Lafandi, Eva, Arito, dan Christina yang telah menemani penulis dari awal masuk kuliah, organisasi, dan sampai sekarang ini, terima kasih buat dukungan dan doanya.

14. Buat senior-senior GMKI FKM USU : Kakak Vutry, abang Gibeon, abang Jasmen, Kakak siska, dan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.


(9)

Terima kasih sudah mau menjadi abang dan kakak yang baik selama perkuliahan di FKM USU.

15. Buat adik-adik GMKI FKM USU : Rini, Devi, Raisa, Febrinto, Joshia, Indra, Berto, Horas, Marlina, Happy, Fitri, Christivani, berta, desima, fredy, philip, thomson, hotman dan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 16. Teman-teman PKIP Seperjuangan : neni, asri, icha, karlina, Dila, nelly

panggabean, Kakak Afnidar, Kakak Dwi, Kakak Nova, abang Dermawan, abang Muklis, Andre anda Nst, B’Jondry, Arliza, Tia. Terima kasih buat pertemanan kita selama di peminatan.

17. Buat kakak kelompok kecil Kakak Maria Chrsitin dan teman kelompok kecil Leo dan Caprin. Terima kasih buat dukungan dan doanya.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat. Tinggilah Iman, Ilmu dan Pengabdian Kita. Amin.

Medan, September 2010 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan

Abstrak ... i

Abstract ... i

Daftar Riwayat Hidup ... ii

Kata Pengantar... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Umum ... 7

1.3.2. Tujuan Khusus ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku... 9

2.1.1. Perilaku Dalam Bentuk Pengetahuan ... 10

2.1.2. Perilaku Dalam Bentuk Sikap ... 13

2.1.3. Perilaku Dalam Bentuk Tindakan ... 17

2.2. Determinan Perilaku ... 18

2.3. Model Keyakinan Kesehatan (Health Belief Model) ... 20

2.3.1. Komponen Model Keyakinan Kesehatan ... 22

2.4. Narkoba atau Napza ... 23

2.4.1. Defenisi Narkoba ... 23

2.4.2. Jenis dan Penggolongan Narkoba Menurut Undang-Undang ... 25

2.4.3. Pengguna Napza Suntik (penasun) ... 27

2.4.4. Napza Suntik ... 28

2.4.5. Cara Penyalahgunaan Narkoba ... 28

2.4.6. Efek yang Timbul Akibat Penggunaan Heroin ... 29

2.4.7. Penyalahguna Narkotika ... 29

2.4.8. Dukungan Orang Tua dan Keluarga ... 31

2.4.9. Dukungan Teman Sebaya ... 32

2.4.10. Dukungan Lingkungan ... 33

2.5. Program Harm Reduction ... 33

2.6. Program Terapi Rumatan Metadon ... 35

2.6.1. Terapi Metadon ... 35


(11)

2.6.3. Manfaat Terapi Metadon ... 36

2.6.4. Farmakologi dan Farmakokinetik Metadon ... 37

2.6.5. Komponen Dalam Program Terapi Metadon ... 38

2.6.6. Efek Metadon ... 40

2.6.7. Kelemahan Metadon ... 40

2.6.8. Pelayanan Metadon ... 41

2.6.9. Pemberian Dosis Awal Metadon ... 42

2.6.10. Fase Stabilisasi Terapi Substitusi Metadon ... 43

2.6.11. Fase Rumatan Terapi Substitusi Metadon ... 44

2.6.12. Pemeriksaan Urin ... 45

2.6.13. Fase Penghentian Metadon... 45

2.6.14. Kambuh (Slip atau Relapse) ... 45

2.7. Kerangka Konsep ... 46

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 48

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 48

3.2.2. Waktu Penelitian ... 48

3.3. Populasi dan Sampel ... 48

3.3.1. Populasi ... 48

3.3.2. Sampel ... 49

3.3.2.1. Besar Sampel ... 49

3.3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel ... 49

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 49

3.4.1. Pengumpulan Data ... 49

3.4.1.1. Data Primer ... 49

3.4.1.2. Data Sekunder ... 50

3.4.2. Pengolahan Data ... 50

3.5. Defenisi Operasional ... 51

3.6. Aspek Pengukuran ... 55

3.6.1. Pengetahuan... 55

3.6.2. Sikap ... 56

3.6.3. Tindakan ... 57

3.6.4. Peran Keluarga ... 57

3.6.5. Peran Petugas Kesehatan ... 58

3.6.6. Peran LSM Pendamping ... 59

3.6.7. Peran Teman Sebaya ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian... 61

4.2. Karakteristik Responden ... 64


(12)

4.2.2. Jenis Kelamin ... 64

4.2.3. Pendidikan ... 65

4.2.4. Pekerjaan ... 65

4.2.5. Penghasilan ... 66

4.2.6. Lama Memakai Napza ... 66

4.2.7. Orang yang Menganjurkan Responden Untuk Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon ... 67

4.3. Peran Keluarga ... 67

4.3.1. Peran Keluarga Dalam Memberikan Saran Agar Rutin Mengikuti PTRM ... 68

4.3.2. Peran Keluarga Dalam Memberikan Bantuan Dana Selama Mengikuti PTRM ... 68

4.3.3. Peran Keluarga Dalam Mendampingi Responden Mengikuti PTRM ... 69

4.4. Peran Petugas Kesehatan ... 70

4.4.1. Peran Petugas Kesehatan Dalam Memberikan Anjuran Agar Rutin Mengikuti PTRM ... 70

4.4.2. Peran Petugas Kesehatan Dalam Memberikan Pertolongan Bila Pasien Mengalami Efek Samping Dari Metadon... 71

4.4.3. Peran Petugas Kesehatan Dalam Menghubungi Pasien Bila Tidak Hadir Dalam PTRM ... 72

4.5. Peran LSM Pendamping ... 72

4.5.1. Peran LSM Pendamping Dalam Memberikan Penjelasan Mengenai PTRM ... 73

4.5.2. Peran LSM Pendamping Dalam Mendampingi Responden Setiap Kali Berkunjung Ke Klinik PTRM .... 74

4.5.3. Peran LSM Pendamping Dalam Menghubungi Responden Bila Tidak Datang Ke Klinik PTRM... 74

4.6. Peran Teman Sebaya ... 75

4.6.1. Peran Teman Sebaya Dalam Memberikan Informasi Mengenai PTRM... 75

4.6.2. Peran Teman Sebaya Dalam Menemani Responden Setiap Kali Berkunjung Ke Klinik PTRM... 76

4.6.3. Peran Teman Sebaya Mengajak Responden Memakai Napza Selama Mengikuti PTRM ... 77

4.7. Sumber Informasi ... 77

4.7.1. Sumber Informasi Responden Mengenai PTRM ... 77

4.8. Perilaku Responden ... 78

4.8.1. Pengetahuan Responden ... 78

4.8.2. Sikap Responden ... 90


(13)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Faktor Internal Penasun ... 101

5.1.1. Umur ... 101

5.1.2. Jenis Kelamin ... 102

5.1.3. Pendidikan ... 102

5.1.4. Pekerjaan ... 103

5.1.5. Penghasilan ... 104

5.1.6. Lama Memakai Napza ... 104

5.2. Faktor Eksternal Penasun ... 105

5.2.1. Peran Keluarga ... 105

5.2.2. Peran Petugas Kesehatan ... 106

5.2.3. Peran LSM Pendamping ... 107

5.2.4. Peran Teman Sebaya ... 109

5.2.5. Sumber Informasi ... 110

5.3. Pengetahuan Responden Mengenai Program Terapi Rumatan Metadon ... 111

5.3.1. Pengetahuan Responden Tentang Dampak Buruk Yang Diperoleh Pengguna Napza Suntik Di Dalam Penyalahgunaan Napza ... 112

5.3.2. Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Metadon dan Terapi Rumatan Metadon ... 112

5.3.3. Pengetahuan Responden Tentang Kelemahan Dari Metadon... 113

5.3.4. Pengetahuan Responden Tentang Hal Yang Dilakukan Agar Tidak Terjadi Penyalahgunaan Metadon ... 113

5.4. Sikap Responden Terhadap Program Terapi Rumatan Metadon ... 114

5.4.1. Sikap Responden Terhadap Pesan Yang Disampaikan Petugas Kesehatan Mengenai Terapi Metadon Agar Dapat Mengerti Mengenai Terapi Metadon ... 114

5.4.2. Sikap Responden Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Agar Terhindar Dari Bahaya Dampak Buruk Penyalahgunaan Napza ... 115

5.4.3. Sikap Responden Untuk Tidak Memakai Napza Lain Setelah Mengikuti Terapi Metadon Agar Tidak Terjadi Kematian Akibat Overdosis ... 115

5.4.4. Sikap Responden Untuk Mengajak Teman Agar Ikut Dalam Program Terapi Rumatan Metadon... 115

5.5. Tindakan Responden ... 116

5.5.1. Tindakan Responden Berdasarkan Hal Yang Dilakukan Agar Terhindar Dari Dampak Buruk Penyalahgunaan Napza ... 117


(14)

5.5.2. Tindakan Responden Berdasarkan Jumlah Kunjungan

Ke PTRM Dalam Seminggu ... 117 5.5.3. Tindakan Responden Berdasarkan Pemakaian Napza

Lain Selama Mengikuti Program Terapi Rumatan

Metadon ... 117 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 120 6.2. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Master Data

Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Prevalensi HIV Pada Populasi Kunci Di 8 Kota Menurut Hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku HIV/IMS Tahun 2007. Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan Tertinggi yang pernah/Sedang Diduduki Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Penghasilan per Bulan Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010. Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Memakai Napza

sebagai Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010. Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Orang yang Menganjurkan

Responden untuk Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Peran Keluarga Responden Terhadap Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Tahun 2010. Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Keluarga Dalam

Memberikan Saran Agar Rutin Mengikuti PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.


(16)

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Keluarga Dalam Memberikan Bantuan Dana Selama Mengikuti PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Keluarga Dalam Mendampingi Responden Mengikuti PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Peran Petugas Kesehatan Responden Terhadap Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010. Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Petugas Kesehatan

Dalam Memberikan Anjuran Agar Rutin Mengikuti PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Petugas Kesehatan Dalam Memberikan Pertolongan Bila Pasien Mengalami Efek Samping Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010. Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Petugas Kesehatan

Dalam Menghubungi Pasien Bila Tidak Hadir Dalam PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Peran LSM Pendamping Responden Terhadap Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010. Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Petugas Kesehatan

Dalam Memberikan Penjelasan Mengenai PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran LSM Pendamping Dalam Mendampingi Responden Setiap Kali Berkunjung Ke Klinik PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran LSM Pendamping Dalam Menghubungi Responden Bila Tidak Datang Ke Klinik PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.


(17)

Tabel 4.20. Distribusi Frekuensi Peran Teman Sebaya Responden Terhadap

Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010. Tabel 4.21. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Teman Sebaya Dalam

Memberikan Informasi Mengenai PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.22. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Teman Sebaya Dalam Menemani Responden Setiap Kali Berkunjung Ke Klinik PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.23. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Peran Teman Sebaya Mengajak Responden Memakai Napza Selama mengikuti PTRM. Tabel 4.24. Jenis Sumber Informasi Mengenai PTRM

Tabel 4.25. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sumber Informasi

Responden Mengenai PTRM Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.26. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Manfaat Napza Di Dalam Bidang Pengobatan.

Tabel 4.27. Dampak Buruk Yang Diperoleh Pengguna Napza Suntik Di Dalam Penyalahgunaan Napza

Tabel 4.28. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Dampak Buruk Yang Diperoleh Pengguna Napza Suntik Di Dalam Penyalahgunaan Napza Tabel 4.29. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pengertian Metadon. Tabel 4.30. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pengertian Terapi Rumatan

Metadon.

Tabel 4.31. Tujuan Terapi Rumatan Metadon

Tabel 4.32. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Tujuan Terapi Rumatan Metadon.

Tabel 4.33. Alasan Metadon Digunakan Sebagai Terapi Penyembuhan Terhadap Ketergantungan Napza


(18)

Tabel 4.34. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Alasan Metadon Digunakan Sebagai Terapi Penyembuhan Terhadap Ketergantungan Napza. Tabel 4.35. Efek Samping Metadon

Tabel 4.36. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Efek Samping Metadon. Tabel 4.37. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Kelebihan Dari Metadon. Tabel 4.38. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Kelemahan Dari Metadon. Tabel 4.39. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Hal Yang Dilakukan Agar

Tidak Terjadi Penyalahgunaan Metadon.

Tabel 4.40. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Pemberian Metadon Dapat Diberikan Pada Pasien Overdosis.

Tabel 4.41. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Penambahan Dosis Perlu Dilakukan Pada Pasien PTRM Yang Masih Menggunakan Heroin. Tabel 4.42. Akibat Bila Pengguna Napza Suntik Tidak Ikut PTRM.

Tabel 4.43. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Akibat Bila Pengguna Napza Suntik Tidak Ikut PTRM.

Tabel 4.44. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Penyebab Terjadinya Relapse (Kambuh).

Tabel 4.45. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Kemungkinan Yang Akan Terjadi Bila Tidak Ada Pencegahan Dampak Buruk Napza Di Indonesia.

Tabel 4.46. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Kriteria Seorang Pasien Metadon Dapat Dikatakan Sembuh Dari Penyalahgunaan Napza. Tabel 4.47. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Terhadap Perilaku

Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010. Tabel 4.48. Distribusi Sikap Responden Terhadap Beberapa Pernyataan.


(19)

Tabel 4.49. Distribusi Frekuensi Sikap Responden Terhadap Perilaku Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Tabel 4.50. Hal Yang Dilakukan Agar Terhindar Dari Dampak Buruk Penyalahgunaan Napza

Tabel 4.51. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Hal Yang Dilakukan Agar Terhindar Dari Dampak Buruk Penyalahgunaan Napza.

Tabel 4.52. Alasan Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon.

Tabel 4.53. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Alasan Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon.

Tabel 4.54. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Jumlah Kunjungan Ke PTRM Dalam Seminggu.

Tabel 4.55. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Kejadian Drop Out Yang Dialami Pasien PTRM.

Tabel 4.56. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Menyatakan Keluhan Pada Petugas Kesehatan Bila Mengalami Efek Samping Metadon.

Tabel 4.57. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Pemakaian Napza Lain Selama Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon. Tabel 4.58. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Pemakaian

Napza Suntik Secara Bersama-sama Dengan Teman Selama Mengikuti Terapi Metadon.

Tabel 4.59. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Berdasarkan Pernah

Mengalami Overdosis/intoksifikasi Karena Penyalahgunaan Metadon. Tabel 4.60. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Terhadap Perilaku

Pengguna Napza Suntik Di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.


(20)

ABSTRAK

Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) merupakan salah satu dari program pengurangan dampak buruk Napza atau dikenal dengan istilah Harm Reduction. Istilah pengurangan dampak buruk Napza (Harm Reduction) semakin banyak digunakan ketika pola penularan HIV/AIDS bergeser dari faktor penularan melalui perilaku seksual berpindah ke perilaku penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Para pengguna Napza suntik cenderung menggunakan obat dengan cara yang tidak steril melalui suntikan sehingga selain mengalami ketergantungan obat juga dapat mengalami terjadinya penularan penyakit seperti HIV, Hepatitis, dan Tuberkulosis. Metadon adalah suatu zat opioid sintetik yang memiliki efek yang sama seperti heroin dan dipakai dengan cara diminum. Penggunaan metadon bertujuan untuk mengurangi penggunaan Napza yang disuntikkan, sehingga jumlah penyebaran HIV/AIDS dapat berkurang, selain itu metadon juga dapat meningkatkan fungsi psikologis dan sosial, mengurangi risiko kematian dini, dan mengurangi tindak kriminal. Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan sudah berjalan sejak tahun 2007, akan tetapi jumlah pasien yang terus menurun diperkirakan karena ketidakpatuhan pasien selama mengikuti program terapi rumatan metadon.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku pengguna Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon, yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan pengguna Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi di dalam penelitian ini adalah semua pengguna Napza suntik yang mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan. Banyaknya sampel berjumlah 57 orang, dengan teknik pengambilan sampel secara acak. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan pertanyaan ketika melakukan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang program terapi rumatan metadon dikategorikan sedang yaitu sebanyak 41 orang (71,9%), sikap responden dikategorikan baik sebanyak 57 orang (100%), dan tindakan responden dikategorikan sedang yaitu sebanyak 48 orang (84,2%).

Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan perlunya memperluas informasi mengenai program terapi rumatan metadon baik dari media cetak maupun media elektronik dan petugas kesehatan perlu meningkatkan pemantauan dan konseling bagi pasien demi kesembuhan pasien dari ketergantungan Napza.


(21)

ABSTRACT

Metha done Ma intenance Thera py Progra m (MMTP) is one of ha rm reduction program known as ‘Harm Reduction’. The term ha rm reduction for drug (Ha rm Reduction) more used a s the pa ttern of tra nsmission of HIV / AIDS shifts from tra nsmission through sexua l behavior fa ctors migra te to the beha vior of the use of non-sterile syringes. Injecting drug users tend to use drugs in wa ys tha t a re not sterile by injection so tha t in a ddition to experiencing drug dependence a re a lso a ble to experience the occurrence of disea se tra nsmission such a s HIV, Hepa titis, a nd Tuberculosis. Metha done is a synthetic opioid substa nces which have the sa me effect a s heroin a nd is used by mouth. The use of metha done is a imed a t reducing the use of drugs tha t a re injected, ma king a tota l sprea d of HIV / AIDS ca n be reduced, besides metha done ca n a lso improve psychologica l a nd socia l function, r educe the risk of ea rly dea th, a nd reduce crime. Metha done ma intena nce therapy progra m in the genera l hospita l center of H. Ada m Ma lik ha s been running since 2007, but the number of pa tients who continued to decline expected beca use of non -complia nce of pa tients during methadone ma intenance therapy progra m.

This resea rch a imed to investiga te the beha vior of injecting drug users in metha done ma intena nce thera py progra m, which includes knowledge, a ttitude a nd a ction of injecting drug users in metha done ma intenance thera py progra m in the genera l hospita l center of H. Ada m Ma lik Meda n.

Kind resea rch used descriptive survey resea rch with a qua ntita tive a pproach. The popula tion in this study a re a ll injecting drug users tha t metha done main tena nce thera py progra m in the genera l hospita l center of H. Ada m Ma lik Meda n. Number of sa mples tota ling 57 people, with ra ndom sa mpling technique. Da ta were collected by using questionna ires a s a guide when doing the interview questions.

Results showed tha t most respondents' knowledge a bout metha done ma intena nce thera py progra m tha t is ca tegorized a s being a s much a s 41 people (71.9%), a ttitudes of respondents a re ca tegorized either a s 57 people (100%), a nd the a ctions of respondents were ca tegorized a s ma ny a s 48 people (84, 2%).

Ba sed on the resea rch results suggested the need to expa nd informa tion on metha done ma intena nce thera py progra m from the media both print a nd electronic media and hea lth workers need to improve monitoring a nd counseling for pa tie nts to cure pa tients of drug dependence.


(22)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 pasal 46 dan 47 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan.

Pemerintah perlu segera meningkatkan upaya kesehatan yang berorientasi pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan yang mewujudkan manusia Indonesia Sehat 2010 dan membebaskan ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap dokter dan obat. Upaya kesehatan di masa datang harus mampu mendorong masyarakat untuk lebih memiliki pengetahuan, sikap, dan tindakan untuk menghindarkan diri dari perilaku atau gaya hidup yang dapat menimbulkan risiko terhadap suatu penyakit (Depkes RI, 1999).

Napza (Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) merupakan obat, bahan, zat bukan makanan yang jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan berpengaruh pada kerja otak (susunan saraf pusat) dan sering menyebabkan ketergantungan. Masalah ketergantungan Napza dengan cepat telah menjadi masalah bagi sebagian besar Negara di dunia. Hal ini dapat dimengerti karena penyalahgunaan Napza menimbulkan masalah ketergantungan yang sangat


(23)

merugikan. Menjalarnya penyalahgunaan Napza dapat disamakan dengan penyakit epidemi yang menularnya secara cepat sekali, dimana agentnya adalah obat narkotika, host adalah para pecandu narkotika dan environmentnya adalah masyarakat tertentu (kelompok penasun).

Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Napza dapat menimbulkan dampak negatif yang menjadi masalah nasional dengan kompleksitas persoalan dapat menghancurkan generasi muda, kelangsungan kehidupan bangsa dan negara. Napza sebenarnya merupakan zat-zat berguna di bidang pengobatan, kedokteran, dan ilmu pengetahuan lainnya bila digunakan dalam dosis yang tepat. Namun sayangnya sering disalahgunakan oleh sebagian orang sehingga menimbulkan ketagihan (addiction) dan pada akhirnya sampai pada stadium ketergantungan (dependence) (Bahri, 2005).

Pada abad ke-20, intervensi nasional dan internasional untuk menanggulangi narkoba terus-menerus diperkuat. Hukuman untuk menanam, membuat, mengangkut, mengedarkan, menjual, atau memakai zat psikoaktif semakin berat (kecuali untuk alkohol dan tembakau). Ketika narkoba menjadi susah didapatkan akibat upaya penanggulangan narkoba, pengguna narkoba mengganggap menghisap atau menghirup narkoba sebagai hal yang tidak ekonomis, karena sebagian besar narkoba terbuang percuma menjadi asap. Inilah alasan utama kenapa pengguna narkoba beralih ke penyuntikan, karena dengan cara ini dapat dipastikan semua narkoba terpakai dan tidak ada yang terbuang (Warta AIDS, 2001).


(24)

Berdasarkan Laporan Narkoba Dunia (World Drug Report) dari UNODC (2005) yang dikutip oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah penyalahguna narkoba di dunia sebesar 200 juta orang (5% dari populasi dunia), 13,7 juta orang (kokain), 15,9 juta orang (opiat) dan 10,6 juta orang (heroin). Bianchi (2004) melaporkan peningkatan jumlah penyalahguna narkoba, dari 180 juta tahun 2000 menjadi 185 juta tahun 2002, atau 4,2% penduduk usia 15 - 64 tahun (Sukini, 2009).

Dewasa ini, penyalahguna ketergantungan Napza di Indonesia telah sampai pada titik yang mengkhawatirkan. Jumlah kasus Napza meningkat dari sebanyak 3.478 kasus pada tahun 2000 menjadi 8.401 pada tahun 2004, atau meningkat rata-rata 28,9% per tahun. Jumlah tersangka tindak kejahatan narkoba pun meningkat dari 4.955 orang pada tahun 2000 menjadi 11.315 kasus pada tahun 2004, atau meningkat rata-rata 28,6% per tahun (Sukini, 2009).

Sebuah penelitian yang dilaksanakan di sebuah klinik ketergantungan obat di Jakarta menunjukkan 543 (75 persen) pecandu adalah Inject Drugs Using (IDU) dan 71 persen diantaranya telah menyuntik selama 1-4 tahun. Survei lain yang dilakukan akhir 1990-an pada dua kelurahan di Jakarta menunjukkan bahwa 60-70 persen dari remaja/dewasa muda merupakan pengguna narkoba, dan 60 persen dari pengguna tersebut adalah IDU (Warta AIDS, 2001).

Pengguna narkoba melalui jarum suntik merupakan cara yang paling populer digunakan oleh pengguna narkoba. Untuk wilayah kota Medan diperkirakan 33.370 orang, Deli Serdang 16.970 orang, dan Labuhan Batu 9.850 orang (Yuni, 2009).


(25)

Di sebagian besar dunia berkembang, karena berbagai alasan, kerap sekali terjadi penggunaan peralatan suntik yang sama secara berulang-ulang oleh orang yang berbeda, tanpa dibersihkan dengan baik antara setiap penyuntikan. Hal ini dapat menjadi media penularan virus yang diangkut aliran darah seperti HIV (virus penyebab AIDS), serta virus hepatitis B dan C. Penyuntikan juga dapat mengakibatkan penyakit lain di kalangan IDU, termasuk septicaemia, penyakit jantung, tetanus, dan terkadang juga penjangkitan malaria (Warta AIDS, 2001). Saat ini yang menjadi permasalahan besar di Indonesia adalah HIV/AIDS. Hal ini dapat dilihat bahwa pengguna jarum suntik memberi pengaruh besar dalam penularan HIV/AIDS.

Tabel 1.1. Prevalensi HIV pada populasi kunci di 8 kota menurut hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku HIV/IMS Tahun 2007

City

Direct sex worker

Indirect sex worker

Transgender MSM IDUs¹ High risk men

Medan 6% 4% 56% 0.2%

Semarang 7% 2% 0.4%

Surabaya 7% 2% 25% 6% 56% 0.8%

Jakarta 10% 6% 34% 8% 55%

Batam 12% 9% 0.4%

Bandung 12% 14% 2% 43%

Bali 14%

Papua 16% 6% 1.8%

Average 10% 5% 29% 7% 54% 0.75%

Sumber : Depkes, 2007

Seiring dengan hal tersebut muncul pemikiran bahwa telah saatnya Indonesia memerlukan suatu intervensi untuk mencegah penularan dan penanggulangan HIV/AIDS pada kelompok pengguna Napza suntik (penasun). Dalam rangka


(26)

mencegah penyebaran HIV di kalangan pengguna Napza suntik tersebut perlu pengembangan dan perpaduan tiga pendekatan, yaitu pengurangan pemasokan (supply reduction), pengurangan permintaan (demand reduction), dan pengurangan dampak buruk (harm reduction). Salah satu kegiatan pendekatan harm reduction adalah terapi substitusi dengan metadon dalam sediaan cair, dengan cara diminum. Hal tersebut dikenal sebagai Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) yang dulunya dikenal dengan Program Rumatan Metadon (PRM) (Warta AIDS, 2001).

PTRM merupakan program jangka panjang, dengan dosis individual. Artinya setiap klien diberi dosis metadon sesuai tingkat keparahannya hingga sembuh. Metadon tidak disuntik tetapi diminum, dosisnya naik perlahan, stabil (optimal), dan turun perlahan, serta diminum setiap hari. Pemakaian metadon akan berbahaya jika disertai pemakaian narkoba dan alkohol atau obat penenang. Metadon adalah opiat (narkotik) sintetis yang kuat seperti heroin, tetapi tidak menimbulkan efek sedatif yang kuat. Biasanya metadon disediakan sebagai program substitusi atau pengganti (rumatan) heroin yang sebelumnya dipakai pecandu (KPA, 2007).

Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) terdapat di RSUP H. Adam Malik Medan sudah berjalan sejak 27 Oktober 2007. Sejak program ini dijalankan jumlah pasien yang mendaftar sebanyak 317 orang. Namun data terakhir pada bulan Agustus 2010 jumlah pasien yang masih mengikuti terapi sebanyak 133 orang. Diperkirakan sebanyak 184 orang atau 58,04% dari jumlah pasien yang mendaftar telah keluar atau Drop Out, dikarenakan oleh ketidakpatuhan pasien. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 494 Tahun 2006 tentang Penetapan Rumah Sakit dan Satelit Uji


(27)

Coba Pelayanan Terapi Rumatan Metadon, salah satu permasalahan dalam penerapan Program Terapi Rumatan Metadon ini adalah kepatuhan pasien. Berdasarkan Surveilans Terpadu Biologi Perilaku (STBP) tahun 2007 menyatakan bahwa penasun yang terjangkau PTRM saat ini cukup besar, tetapi banyak yang terjangkau oleh program tersebut juga tetap menyuntik. Hal ini bisa saja disebabkan karena keinginan pasien yang kuat untuk terus menggunakan narkoba dan lingkungan sosial yang mempengaruhi untuk terus menggunakan narkoba.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk mengangkat topik terapi metadon sebagai usaha preventif yang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan derajat kesehatan penasun. Program Terapi Rumatan Metadon akan memperlihatkan hasil yang optimal bilamana diikuti sesuai dengan anjuran dari petugas kesehatan, untuk itu perlu kiranya diketahui tentang perilaku pengguna Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan agar dapat mengungkap potensi dan risiko yang ada serta menjadi bahan untuk membuat rencana intervensi terhadap perilaku tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku pengguna Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.


(28)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perilaku pengguna Napza suntik di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010. 1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran faktor internal penasun di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon.

2. Untuk mengetahui gambaran faktor eksternal penasun di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon.

3. Untuk mengetahui pengetahuan penasun di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon.

4. Untuk mengetahui sikap penasun di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon.

5. Untuk mengetahui tindakan penasun di dalam mengikuti program terapi rumatan metadon.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan kota Medan, Badan Narkotika Nasional, dan Komisi Penanggulangan AIDS terkait dalam pencegahan dampak buruk penyalahgunaan narkoba dengan terapi metadon.


(29)

2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan terapi metadon.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku

Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus, organisme, dan respon sehingga teori Skinner ini disebut “S-O-R” (Stimulus-Organisme-Respons). Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a) Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)

Perilaku tertutup terjadi bila respons stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus bersangkutan.

b) Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observea ble beha viour”.

Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu : 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan

rangsangan.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan mencetak


(31)

perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini merupakan keadaan masyarakat dan segala budi daya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan terhadap situasi dan rangsangan dari luar.

2.1.1. Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.


(32)

Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu :

1. Tahu (Know)

Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan, mengatakan.

2. Pemahaman (Comprehension)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah memahami atau harus dapat menjelaskan objek (materi), menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode, prinsip dalam konteks, atau situasi lain. Misalnya adalah dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan.


(33)

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2003).


(34)

2.1.2. Perilaku dalam Bentuk Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 1993).

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang. Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Allport (1954) dalam Soekidjo (1993), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu :


(35)

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan yaitu : 1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi. 2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Va luing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.


(36)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Ciri-ciri sikap adalah :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, atau kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau berubah senantiasa.

4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang (Purwanto, 1999).

Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi milik bersama.


(37)

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi


(38)

sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap seseorang, kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut. Dengan mengetahui keadaan sikap itu, kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).

2.1.3. Perilaku dalam Bentuk Tindakan

Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 1993).

Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu : 1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided Response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara optimis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.


(39)

Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.2. Determinan Perilaku

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni :

1. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Soekidjo, 2003). Tim ahli WHO (1984) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku ada empat alasan pokok yaitu :

1. Pemikiran dan perasaan.

Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap, dan lain-lain.

2. Orang penting sebagai referensi.

Apabila seseorang itu penting bagi kita maka apapun yang ia katakan dan lakukan cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok referensi seperti guru, kepala suku, dan lain-lain.


(40)

3. Sumber-sumber daya.

Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu, uang, tenaga kerja, keterampilan, pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.

4. kebudayaan

Perilaku norma, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku.

Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut sebagai faktor internal dan sebagian terletak di luar dirinya atau disebut dengan factor eksternal yaitu faktor lingkungan.

Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

1. perubahan alamiah (natural change) ialah perubahan yang dikarenakan perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi dimana dia hidup dan beraktivitas.

2. Perubahan terencana (planned change), perubahan ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.

3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change) ialah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program


(41)

baru, maka yang akan terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda.

2.3. Model Keyakinan Kesehatan (Health Belief Model)

Hea lth Belief Model (HBM) menurut Rosenstock pertama kali dikembangkan pada tahun lima puluhan oleh sekelompok ahli psikologi sosial dalam usaha untuk menjelaskan sebab kegagalan sekelompok individu dalam menjalani program pencegahan penyakit atau dalam deteksi dini suatu penyakit. Hochbaum (1958) dan Rosenstock (1960, 1966, 1974) dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan dalam perilaku kesehatan menggunakan pendekatan Model Keyakinan Kesehatan (Health Belief Model). Dalam perkembangan, model ini digunakan antara lain untuk menganalisis faktor-faktor yang menjadi prediktor dan respons seseorang terhadap gejala penyakit. Pada tahun 1974, Becker memperluas model tersebut dalam usaha untuk mempelajari perilaku seseorang terhadap diagnosis yang ditegakkan, khususnya kepatuhan (compliance) dengan regimen pengobatan. HBM juga merupakan model yang sering digunakan untuk menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventive health behaviour ).

Pada tahun 1952, Hochbaum mencari faktor pendorong dan faktor penghambat dari masyarakat untuk dating memeriksakan diri pada program skrining TBC yang disediakan secara cuma-cuma di daerah tersebut dengan menggunakan mobile X-ray unit. Diteliti 1200 orang dewasa dan dinilai kesediaan mereka untuk menjalani pemeriksaan X-ray, yang mencakup keyakinan mereka bahwa mereka


(42)

rentan terhadap penyakit TBC, serta keyakinan mereka bahwa ada manfaat menjalani deteksi dini.

Dalam studi ini, Hochbaum mendapatkan korelasi dengan derajat kemaknaan yang tinggi antara tindakan menjalani skrining dengan hal-hal berikut :

 Persepsi mereka tentang kerentanan terhadap penyakit.

 Persepsi mereka tentang manfaat yang akan diperoleh bila menjalani suatu tindakan tertentu.

Dari dua faktor tersebut di atas, ternyata bahwa persepsi tentang kerentanan terhadap penyakit merupakan variabel yang lebih kuat dibandingkan dengan persepsi tentang manfaat yang diperoleh. Hochbaum juga berpendapat bahwa kesediaan untuk melakukan deteksi dini penyakit juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, khususnya oleh “cues to a ction” seperti kegiatan yang secara fisik terlihat, atau publikasi melalui media masa.

2.3.1. Komponen Model Keyakinan Kesehatan Komponen utama HBM terdiri dari :

a. Merasa adanya kerentanan (perceived susceptibility) yaitu seseorang akan bertindak untuk mencegah dan mengobati penyakitnya, apabila ia telah merasakan bahwa ia maupun keluarganya rentan terhadap penyakit tersebut. b. Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) adalah tindakan individu

untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu maupun masyarakat. Penyakit


(43)

polio misalnya akan dirasakan lebih serius jika dibandingkan dengan flu. Oleh karena itu, tindakan untuk pencegahan polio akan lebih serius dilakukan jika dibandingkan dengan pencegahan dan pengobatan terhadap flu.

c. Manfaat yang dirasakan (perceived benefits), apabila seseorang merasakan dirinya rentan terhadap penyakit-penyakit yang dianggap gawat/serius, ia akan melakukan suatu tindakan tertentu.

d. Adanya rintangan (perceived barriers) ialah hambatan-hambatan yang mungkin dijumpai dalam melakukan tindakan tertentu.

e. Isyarat/Pendorong untuk bertindak (cues to action) yaitu untuk mendapat tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan, dan keuntungan tindakan maka diperlukan isyarat-isyarat/stimulus dari luar untuk memicu perilaku yang diharapkan. Faktor-faktor luar tersebut misalnya pesan-pesan dari media massa, nasihat, atau anjuran dari anggota keluarga maupun dari orang lain.

Secara jelas Model Keyakinan Kesehatan dapat dilihat pada bagan berikut : 2.4. Narkoba atau Napza

2.4.1. Definisi Narkoba

Narkoba merupakan istilah yang sering dipakai untuk narkotika dan obat berbahaya. Narkoba merupakan sebutan bagi bahan yang tergolong narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Disamping lazim dinamakan narkoba, bahan-bahan serupa biasa juga disebut dengan nama lain, seperti NAZA (Narkotika,


(44)

Alkohol, dan Zat adiktif lainnya) dan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya) (Witarsa, 2006).

Narkoba adalah istilah yang digunakan oleh penegak hukum dan masyarakat. Bahan berbahaya adalah bahan yang tidak aman digunakan atau membahayakan dan penggunaannya bertentangan dengan hukum atau melanggar hukum (illegal). Napza adalah istilah kedokteran untuk kelompok zat yang jika masuk ke dalam tubuh

menyebabkan ketergantungan (adiktif) dan berpengaruh pada kerja otak (psikoaktif). Termasuk dalam hal ini adalah obat, bahan, atau zat, baik yang diatur

undang–undang dan peraturan hukum lain maupun yang tidak tetapi sering disalahgunakan, seperti alkohol, heroin, ganja, kokain dan lain-lain.

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, zat yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (Redaksi Penerbit Asa Mandiri, 2007).

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1997, yang dimaksud dengan Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Redaksi Penerbit Asa Mandiri, 2007).


(45)

Sedangkan yang dimaksud dengan Bahan/Zat adiktif lainnya adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan. Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman yang mengandung etanol (Darmono, 2006).

2.4.2. Jenis dan Penggolongan Narkoba Menurut Undang-Undang

Di bawah ini uraian tentang jenis narkoba dan beberapa zat yang termasuk dalam golongannya :

1. Narkotika adalah zat atau bahan aktif yang bekerja pada sistem saraf pusat (otak), yang dapat menyebabkan penurunan sampai hilangnya kesadaran dari rasa sakit (nyeri) serta dapat menimbulkan ketergantungan (ketagihan). Zat yang termasuk golongan ini antara lain : morfin, putaw (heroin), ganja, kokain, opium, codein, metadon. Metadon adalah opioida sintetik yang mempunyai daya kerja lebih lama serta lebih efektif daripada morfin dengan pemakaian ditelan. Metadon dipakai untuk methadone ma intena nce progra m, yaitu untuk mengobati ketergantungan terhadap morfin atau heroin dan opiat lainnya.

2. Alkohol adalah jenis minuman yang mengandung etil-alkohol (dibagi dalam 3 kelompok), disesuaikan dengan kadar etil-alkoholnya. Alkohol dapat menimbulkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan).


(46)

Efek penggunaan alkohol tergantung dari jumlah yang dikonsumsi, ukuran fisik pemakai serta kepribadian pemakai. Pada dasarnya alkohol dapat mempengaruhi koordinasi anggota tubuh, akal sehat, tingkat energi, dorongan seksual, dan nafsu makan.

Menurut keputusan Presiden RI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, minuman beralkohol dikelompokkan dalam 3 golongan dilihat dari kandungan alkoholnya yaitu :

 Golongan A yaitu berbagai jenis minuman keras yang mengandung kadar alkohol antara 1% sampai dengan 5%. Contoh minuman keras ini adalah bir, green sand, dan lain-lain.

 Golongan B yaitu berbagai jenis minuman keras yang mengandung kadar alkohol antara 5% sampai dengan 20%. Contohnya adalah anggur Malaga, dan lain-lain.

 Golongan C yaitu minuman keras yang mengandung kadar alkohol antara 20% sampai dengan 50%. Yang termasuk jenis ini adalah brandy, vodka, wine, rhum, champagne, whiski, dan lain-lain (Joewana, 2005).

Kebanyakan orang mulai terganggu tugas sehari-harinya bila kadar alkohol dalam darah mencapai 0,5% dan hamper semua akan mengalami gangguan koordinasi bila kadar alkohol dalam darah 0,10%.


(47)

3. Psikotropika adalah zat atau bahan aktif bukan narkotika, bekerja pada sistem saraf pusat (otak) dan dapat menyebabkan perasaan khas pada aktifitas mental dan perilaku serta dapat menimbulkan ketagihan atau bahan ketergantungan. Zat yang termasuk golongan ini menurut Karsono (2004) antara lain : psikostimulan (shabu-shabu, ekstasi, amphetamine), inhalansia seperti aerosol, bensin, perekat, solvent, butyl nitrites (pengharum ruangan). Obat penenang dan obat tidur (nipam, mogadon, diazepam, bromazepam, nitrazepam, flunitrazepam, estazolam, pil KB, dan obat antidepresi.

4. Zat adiktif adalah zat atau bahan aktif bukan narkotika atau psikotropika, bekerja pada system saraf pusat dan dapat menimbulkan ketergantungan/ketagihan. Zat yang termasuk dalam golongan ini antara lain : nikotin, LSD (Lysergic acid diethylamide), psilosin, psilosibin, meskalin, dan lain-lain.

2.4.3. Pengguna Napza Suntik (Penasun)

Istilah penasun berasal dari pengguna Napza suntik yang umumnya disebut IDU (Injecting Drug User ) yang berarti individu yang menggunakan obat terlarang (narkotika) dengan cara disuntikkan menggunakan alat suntik ke dalam aliran darah.

Penyuntikan narkoba telah menjadi hal yang umum sejak akhir abad 20, dan melibatkan sekitar 5-10 juta orang di 125 negara. Di seluruh dunia, Napza yang umum dipakai melalui suntikan adalah heroin, amfetamin, dan kokain walaupun


(48)

banyak Napza yang lain yang juga disuntikkan, khususnya termasuk obat penenang dan obat farmasi lainnya (Lubis, 2009).

2.4.4. Napza Suntik

Secara umum Napza suntik adalah penyalahgunaan narkotika yang cara mengkonsumsinya adalah dengan memasukkan obat-obatan berbahaya ke dalam tubuh melalui alat bantu jarum suntik. Narkotika yang dipakai adalah termasuk dalam jenis narkotika yang masuk pada golongan I yaitu heroin. Pada kadar yang lebih rendah dikenal dengan sebutan putaw dan ini adalah jenis yang paling banyak dikonsumsi oleh para pengguna Napza suntik (Lubis, 2009).

2.4.5. Cara Penyalahgunaan Narkoba

Cara penyalahgunaan narkoba biasanya disesuaikan dengan bentuk dan jenis dari narkoba itu sendiri, sebagaimana diketahui bahwa narkoba terdiri dari berbagai jenis dan bentuk, ada yang berbentuk tablet, serbuk, cair. Putaw dan heroin merupakan jenis narkoba yang berbentuk serbuk berwarna putih. Bahan berbahaya sejenis ini dikonsumsi dengan berbagai cara dan alat, berikut merupakan cara penyalahgunaan dari heroin dan putaw :

a. Serbuk heroin atau putaw dicampur dengan air. Setelah tercampur, larutan tersebut disaring menggunakan kapas, lalu air hasil saringannya disedot menggunakan alat suntik, untuk kemudian cairan tersebut disuntikkan ke dalam urat nadi tangan.

b. Serbuk putaw atau heroin diletakkan di atas kertas aluminium foil, kemudian bagian bawah dari kertas aluminium foil yang telah ditaburi serbuk putaw tersebut dibakar. Setelah berasap, asap tersebut dihirup


(49)

dengan menggunakan bong atau sejenis pipa yang terbuat dari plastik atau kaca yang dirancang khusus untuk menggunakan putaw. Jika tidak tersedia pipa kaca, sebagian konsumen memakai uang kertas yang masih kuat dan keras. Ada juga yang memakai langsung menyedot serbuk tersebut melalui mulut atau hidung (Utami, Sanjaya, dan Nazlatunihayah, 2006).

2.4.6. Efek yang Timbul Akibat Penggunaan Heroin

Menurut National Institute Drug Abuse (NIDA), (Japardi, 2002), efek heroin dibagi menjadi efek segera (short term) dan efek jangka panjang (long term), yaitu :

2.4.7. Penyalahguna Narkotika

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (pasal 1 ayat 14), yang dimaksud dengan Penyalahguna Narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter (Joewana, 2005).

Seorang penyalahguna narkotika mempunyai masalah-masalah langsung yang berhubungan dengan obat-obatan dan alkohol dalam hidup mereka. Masalah-masalah tersebut dapat muncul secara fisik, mental, emosional, dan/atau bahkan spiritual.

1. Gelisah

2. Depresi pernafasan 3. Fungsi mental berkabut 4. Mual dan muntah 5. Menekan nyeri 6. Abortus spontan

1. Adiksi 2. HIV, Hepatitis 3. Kolaps vena 4. Infeksi bakteri 5. Penyakit paru

(pneumonia, TBC) Efek Jangka Panjang Efek Segera


(50)

Ada beberapa ciri yang mudah dilihat pada seseorang yang sudah terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dan minuman keras menurut Karsono (2004), antara lain :

1. Adanya perubahan tingkah laku yang tiba-tiba terhadap kegiatan sekolah, keluarga, dan teman-teman. Misalnya bertindak kasar, tidak sopan, mudah curiga dan penuh rahasia terhadap orang lain.

2. Suka marah yang tidak terkendali.

3. Pembangkangan terhadap disiplin yang tiba-tiba, baik di rumah maupun di sekolah.

4. Mencuri uang di rumah, sekolah, atau took untuk membeli narkoba atau minuman keras.

5. Mencuri barang berharga yang berada di dalam rumah untuk dijual guna pembelian narkoba dan minuman keras.

6. Selalu menggunakan kacamata gelap pada saat tidak tepat untuk menyembunyikan matanya yang bengkak dan merah.

7. Suka mengasingkan diri atau bersembunyi di kamar mandi atau di tempat-tempat yang janggal, seperti di gudang dan di bawah tangga dalam waktu lama serta berulang kali.

8. Penurunan tingkat kehadiran di kelas dan prestasi belajar di sekolah secara drastis (sering membolos).

9. Lebih banyak menyendiri, sering bengong, dan berhalusinasi. 10.Sering menipu karena kehabisan uang jajan.


(51)

11.Berat badan turun drastis, karena nafsu makan yang tidak menentu.

12.Selalu mengenakan pakaian secara sembarangan dan senang mengenakan kemeja lengan panjang untuk menyembunyikan bekas suntikan di lengan. 13.Sering dikunjungi oleh orang-orang yang belum dikenal keluarga atau

teman-temannya.

2.4.8 Dukungan orang tua dan keluarga

Keberadaan orang tua merupakan pendidik utama bagi putra-putrinya sekaligus menjadi figur untuk menjadi panutan, teladan, dan yang dihormati. Sebagai orang tua tentunya akan mengharapkan anaknya berlaku dan bertindak dalam kehidupan sehari-harinya, terutama di lingkungan teman-teman hadir sebagai sosok seorang anak yang selalu bertindak dan berpikir positif untuk selalu menghindari perbuatan negatif, termasuk menjauhi penggunaan obat-obat terlarang dan minuman keras (Karsono, 2004).

Keluarga mempunyai peranan penting dalam perubahan perilaku seseorang. Keluarga adalah unit social paling kecil dalam masyarakat yang perannya sangat besar, terlebih pada tahap awal-awal perkembangan yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya. Adakalanya orang tua bersikap sebagai patokan, sebagai contoh atau model dasar agar ditiru dan kemudian akan meresap dalam dirinya menjadi bagian dari kebiasaannya bersikap dan bertingkah laku atau bagian dari kepribadiannya. Hubungan antar pribadi dalam keluarga yang meliputi pula hubungan antar saudara menjadi faktor yang penting terhadap perilaku. Agar terjamin hubungan yang baik dalam keluarga, dibutuhkan peran aktif dari orang tua


(1)

VII. SUMBER INFORMASI 1. Anda memperoleh informasi mengenai

Program Terapi Rumatan Metadon dari : (jawa ban boleh lebih dari satu)

a. Orang tua

b. LSM Harm Reduction c. Petugas kesehatan d. Teman

e. Poster f. Brosur g. Leaflet h. Internet

i. lainnya, sebutkan...

2. Bagaimana cara penyampaian informasi yang diberikan oleh orang tua anda mengenai terapi metadon ?

... 3. Bagaimana cara penyampaian informasi

yang diberikan oleh LSM Harm Reduction mengenai terapi metadon ?

... 4. Bagaimana cara penyampaian informasi

yang diberikan oleh petugas kesehatan mengenai terapi metadon ?

... 5. Bila dari media cetak (poster, leaflet,

brosur), apa saja informasi yang disampaikan tentang metadon ?

...

VII. PENGETAHUAN 1. Apakah anda tahu manfaat Napza di dalam

bidang pengobatan ?

a. Sebagai penghilang rasa nyeri (3) b. Sebagai obat penenang (2)

c. Sebagai terapi penyembuhan untuk ketergantungan Napza (1)

d. Tidak tahu (0) 2. Apakah anda tahu dampak buruk yang

diperoleh oleh pengguna Napza suntik di dalam penyalahgunaan Napza ?

a. Ketagihan (1) b. Ketergantungan (1)

c. Kematian akibat overdosis (1) d. Terkena penyakit HIV/AIDS (1) e. Terkena penyakit Hepatitis C (1) f. Lainnya, sebutkan... (1) g. Tidak tahu (0)

Penilaian :

Jawaban < 3 : sumber informasi kurang Jawaban 4-7: sumber informasi cukup Jawaban > 8 : sumber informasi banyak

Penilaian :

Jawaban < 2 skor : 1 Jawaban 3-5 skor : 2 Jawaban > 6 skor : 3


(2)

3. Apa yang dimaksud dengan metadon ? a. Suatu zat yang memiliki efek yang sama dengan heroin (3)

b. Jenis Napza yang berbentuk cairan dan digunakan dengan cara diminum (2) c. Suatu zat yang digunakan sebagai terapi penyembuhan bagi pengguna Napza suntik (1)

d. Tidak tahu (0) 4. Apa yang dimaksud dengan terapi rumatan

metadon ?

a. Terapi yang menggantikan narkotika jenis heroin yang menggunakan jarum suntik, menjadi metadon yang berbentuk cair yang pemakaiannya dilakukan dengan cara diminum (2)

b. Merupakan tindakan untuk mengurangi dampak buruk dari penyalahgunaan Napza terutama melalui jarum suntik (1)

c. Tidak tahu (0) 5. Apa tujuan dari terapi rumatan metadon ?

(jawa ban boleh lebih dari satu)

a. Mengurangi penggunaan Napza yang disuntikkan (1)

b. Mencegah penyebaran penyakit HIV/AIDS (1)

c. Meningkatkan kualitas hidup pengguna Napza suntik baik secara psikologis, medis maupun sosial (1)

d. Mengurangi resiko kematian akibat overdosis (1)

e. Mengurangi tindakan kriminal (1) f. Mengurangi dampak buruk dari penyalahgunaan Napza (1) g. lainnya, sebutkan... (1) h. Tidak tahu (0)

6. Mengapa metadon digunakan sebagai terapi penyembuhan terhadap ketergantungan Napza ? (ja waban boleh lebih dari satu)

a. Karena metadon memiliki efek yang sama terhadap heroin (1)

b. Karena metadon dapat bertahan lama di dalam tubuh (1)

c. Karena metadon tidak menimbulkan gejala putus obat yang berat (1)

d. Karena metadon diserap baik di dalam tubuh (1)

e. Lainnya, sebutkan... (1) f. Tidak tahu (0)

7. Apakah anda tahu bahwa metadon dapat menimbulkan beberapa efek samping setelah meminumnya ?

a. Tahu (1) b. Tidak tahu (0)

Penilaian :

Jawaban < 2 skor : 1 Jawaban 3-5 skor : 2 Jawaban > 6 skor : 3

Penilaian :

Jawaban < 1 skor : 1 Jawaban 2-4 skor : 2 Jawaban > 5 skor : 3


(3)

8. Apa saja efek samping yang terjadi setelah minum metadon ?

(jawa ban boleh lebih dari satu)

a. Mual/muntah (1) b. Konstipasi (1) c. Berkeringat (1) d. Mengantuk (1)

e. Susah buang air kecil (1) f. Gangguan menstruasi (1)

g. Penurunan rangsangan seksual (1) h. Lainnya, sebutkan...(1)

9. Apa kelebihan dari metadon ? a. Memiliki efek yang sama seperti heroin sehingga dapat digunakan sebagai terapi substitusi (3)

b. Memiliki gejala putus obat yang lebih ringan dari pada heroin (2)

c. Masa kerjanya di dalam tubuh lebih lama sehingga dapat mengurangi pemakaian Napza suntik (1)

d. Tidak tahu (0) 10.Apa kelemahan dari metadon ? a. Tahu (1)

b. Tidak tahu (0)

11.Apa akibat dari penyalahgunaan metadon ? a. Terjadinya kematian akibat overdosis (2) b. Tidak dapat sembuh dari ketergantungan Napza (1)

c. Tidak tahu (0) 12.Apa yang harus dilakukan agar tidak terjadi

penyalahgunaan metadon ?

a. Pemantauan oleh tenaga kesehatan saat pemberian metadon (2)

b. Pemantauan oleh keluarga bila metadon diminum di rumah (1)

c. Tidak tahu (0) 13.Pelayanan apa saja yang disediakan di

Klinik Program Terapi Rumatan Metadon ?

a. Pemberian metadon (2)

b. Pelayanan konseling metadon (1) c. Tidak tahu (0)

14.Apakah pemberian metadon dapat diberikan pada pasien dalam keadaan overdosis ?

a. Bisa diberikan (0) b. Tidak bisa diberikan (1) 15.Apakah penambahan dosis metadon perlu

dilakukan apabila seorang pasien program terapi rumatan metadon masih menggunakan heroin ?

a. Perlu (1) b. Tidak perlu (0)

16.Apa akibatnya bila seorang pengguna Napza suntik tidak mengikuti program terapi rumatan metadon ?

(jawa ban boleh lebih dari satu)

a. Beresiko terkena penyakit HIV/AIDS (1) b. Beresiko terkena penyakit hepatitis C (1) c. Beresiko terkena Tuberkulosis (1) d. Tidak dapat sembuh dari ketergantungan Napza (1)

e. Mengalami kematian akibat overdosis (1) f. Lainnya, sebutkan... (1)

Penilaian :

Jawaban < 3 skor : 1 Jawaban 4-6 skor : 2 Jawaban > 7 skor : 3


(4)

17.Apa yang dimaksud dengan r elapse

(kambuh) ?

a. Seseorang yang sedang dalam pemulihan memakai Napza lagi (1)

b. Tidak tahu (0)

18.Mengapa bisa terjadi relapse (kambuh) ? a. Karena adanya rasa rindu untuk memakai Napza kembali (2)

b. Adanya rasa ketagihan untuk memakai Napza lagi (1)

c. Tidak tahu (0) 19.Apa yang mungkin akan terjadi bila tidak

ada pencegahan dampak buruk penyalahgunaan Napza di Indonesia ?

a. Status kesehatan di Indonesia semakin memburuk

b. Hilangnya generasi penerus bangsa c. Tingginya angka kematian akibat overdosis d. Tingginya kejadian penyakit HIV/AIDS e. Lainnya, sebutkan...

20.Kriteria seperti apakah seorang pasien program terapi rumatan metadon dapat dikatakan sembuh dari penyalahgunaan Napza ?

...

VIII. SIKAP

PERNYATAAN SIKAP

SETUJU TIDAK SETUJU 1. Agar dapat mengetahui manfaat metadon,

saya harus mendapat informasi metadon dari sumber manapun.

2 1 2. Agar dapat mengerti mengenai terapi

metadon, saya harus mendengarkan pesan yang disampaikan oleh petugas kesehatan.

2 1 3. Agar dapat mengerti mengenai dampak

buruk penyalahgunaan Napza, saya harus bersedia untuk mengikuti penyuluhan dari

LSM Harm Reduction.

2 1

4. Agar dapat mengerti mengenai metadon, saya harus bersedia mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh LSM Harm Reduction.

2 1 5. Agar terhindar dari bahaya dampak buruk

penyalahgunaan Napza, saya harus mengikuti program terapi rumatan metadon.

2 1 6. Agar terhindar dari penyakit HIV/AIDS,

saya harus menggunakan jarum suntik steril.

2 1 7. Agar terhindar dari penyakit HIV/AIDS,

Penilaian :

Jawaban < 2 skor : 1 Jawaban 3-5 skor : 2 Jawaban > 6 skor : 3

Penilaian :

Jawaban < 1 skor : 1 Jawaban 2-4 skor : 2 Jawaban > 5 skor : 3


(5)

saya tidak boleh menggunakan jarum suntik secara bersamaan dengan teman saya.

2 1 8. Agar terhindar dari penyakit hepatitis C,

saya harus menggunakan jarum suntik steril.

2 1 9. Agar terhindar dari penyakit hepatitis C,

saya tidak boleh menggunakan jarum suntik secara bersamaan dengan teman saya.

2 1 10.Agar tidak terjadi kematian akibat overdosis,

saya tidak boleh memakai Napza lain setelah mengikuti terapi metadon.

2 1 11.Agar dapat sembuh dari ketergantungan

terhadap Napza, saya harus rutin mengikuti program terapi rumatan metadon.

2 1 12.Agar tidak terjadi penularan penyakit akibat

pemakaian Napza melalui jarum suntik, saya harus menggunakan metadon yang dipakai dengan cara diminum.

2 1

13.Saya harus mengajak teman saya yang adalah pengguna Napza suntik untuk ikut dalam program terapi rumatan metadon agar dapat berhenti dari penyalahgunaan Napza.

2 1

14.Saya harus mengajak teman saya yang adalah pengguna Napza suntik untuk ikut dalam program terapi rumatan metadon agar terhindar dari dampak buruk penyalahgunaan Napza.

2 1

15.Saya harus mengikuti konseling setiap kali berkunjung ke klinik program terapi

rumatan metadon terkait

kemajuan/kemunduran yang saya alami selama mengikuti terapi metadon.

2 1

16.Saya harus sembuh dari ketergantungan Napza meskipun kebanyakan teman saya adalah pengguna Napza suntik.

2 1 17.Saya harus tetap patuh di dalam mengikuti

program terapi rumatan metadon meskipun timbul keinginan untuk memakai Napza lagi.

2 1

IX. TINDAKAN 1. Apa yang anda lakukan agar terhindar dari

dampak buruk penyalahgunaan Napza ?

a. Tidak memakai Napza melalui jarum suntik (1)

b. Menggunakan jarum suntik steril (1) c. Tidak menggunakan jarum suntik

bersama-sama (1)

d. Mengikuti program terapi rumatan metadon (1)

e. Mengurangi pemakaian Napza (1)

f. Mengikuti penyuluhan mengenai Napza (1) g. Lainnya, sebutkan... (1) Penilaian :

Jawaban < 2 skor : 1 Jawaban 3-5 skor : 2 Jawaban > 6 skor : 3


(6)

h. Tidak melakukan apa-apa (0)

2. Apa alasan anda mengikuti program terapi rumatan metadon ?

a. Agar berhenti dari penyalahgunaan Napza b. Agar terhindar dari penyakit menular seperti

HIV dan Hepatitis

c. Menghindari kematian akibat overdosis d. Agar sehat secara fisik dan psikologis e. Lainnya, sebutkan...

3. Apakah anda mengikuti program terapi rumatan metadon secara rutin setiap hari ?

a. Ya (1) b. Tidak (0) 4. Berapa kali dalam satu minggu biasanya

anda pergi ke klinik program terapi rumatan metadon ?

a. Setiap hari

b. 3-5 kali dalam seminggu c. 1-2 kali dalam seminggu 5. Berapa kali anda pernah di Drop Out (DO) ? a. Satu kali

b. Lebih dari satu kali c. Tidak pernah 6. Apakah anda meminum metadon sampai

habis di depan petugas ?

a. Ya (1) b. Tidak (0) 7. Bila mengalami efek dari metadon, apakah

anda menyatakan keluhan anda pada petugas kesehatan ?

a. Ya (1) b. Tidak (0) 8. Selama anda mengikuti program terapi

rumatan metadon, apakah anda memakai Napza lain ?

a. Ya (0) b. Tidak (1) 9. Selama mengikuti program terapi rumatan

metadon, apakah anda masih menggunakan Napza melalui jarum suntik secara bersama-sama ?

a. Ya (0) b. Tidak (1)

10.Apakah anda pernah mengalami overdosis akibat penyalahgunaan metadon ?

a. Ya (0) b. Tidak (1) 11.Apa yang anda lakukan agar teman-teman

anda yang adalah pengguna Napza suntik terhindar dari dampak buruk penyalahgunaan Napza ?

...

Ket : Sangat Sering

: 6-7 hari

Sering

: 4-5 hari

Jarang

: 2-3 hari

Sangat Jarang

: 1 hari

Tidak Pernah

: 0 hari

Penilaian :

Jawaban < 1 skor : 1 Jawaban 2-4 skor : 2 Jawaban > 5 skor : 3