22
b. Kasus kambuh Relaps yaitu pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif apusan atau
kultur. c.
Kasus setelah putus berobat Default yaitu pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
d. Kasus setelah gagal Failure yaitu pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya
tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e. Kasus Pindahan Transfer In yaitu pasien yang dipindahkan dari UPK yang
memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya Depkes RI., 2008.
2.5 Klasifikasi Resistensi pada Tuberkulosis Paru
Secara umum resitensi terhadap obat anti tuberkulosis dibagi menjadi: 1. Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat
pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1 bulan; 2. Resistensi initial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasien sudah ada
riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah; 3. Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah mempunyai riwayat pengobatan OAT minimal 1 bulan
Soepandi, 2008. Terdapat lima jenis kategori resistensi terhadap OAT, yaitu:
a. Mono-resistance kekebalan terhadap salah satu OAT b. Poly-resistance kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi
isoniazid dan rifampisin
Universitas Sumatera Utara
23
c. Multidrug-resistance MDR kekebalan terhadap sekurang-kurangnya isoniazid dan rifampisin
d. Extensive Drug-resistanceXDR MDR TB ditambah kekebalan terhadap salah salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT
injeksi lini kedua, diantaranya kapreomisin, kanamisin, dan amikasin e. Totally drug-resistanceTDR dikenal juga dengan super XDR TB, yaitu:
kuman sudah resisten dengan seluruh OAT lini pertama RHZES dan obat lini kedua amikasin, kanamisin, kapreomisin, fluorokuinolon, tionamid, PAS
Soedarsono, 2010.
2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan kasus resistensi sangat mahal, lebih toksik, kurang efektif pada infeksi laten sehingga sering mengalami kegagalan. Oleh karena itu, strategi
dalam program pengendalian resistensi TB harus ditekankan pada pentingnya pencegahan transmisi galur resisten Soedarsono, 2010.
Standar ke-15 pada International Standards for Tuberculosis Care berisikan standar penatalaksanaan TB resistensi OAT yaitu
a. Pasien tuberkulosis yang disebakan kuman resisten obat khususnya MDR
seharusnya diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua.
b. Paling tidak harus digunakan empat obat yang masih efektif dan pengobatan
harus diberikan paling sedikit 18 bulan. c.
Cara-cara yang berpihak kepada pasien diisyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
Universitas Sumatera Utara
24
d. Konsultasi dalam penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam
pengobatan pasien dengan MDR TB harus dilakukan Nawas, 2010. MDR TB terjadi bila strain Mycobacterium tuberculosis yang resisten
terhadap isoniazid dan rifampisin yang merupakan dua obat yang paling kuat dari lini pertama. Pada pengobatan MDR, petugas kesehatan harus mengubah
kombinasi obat dengan menambahkan lini kedua. Obat lini kedua memiliki lebih banyak efek samping, praktis pengobatan lebih lama, dan biaya mungkin 100 kali
lebih besar dibandingkan terapi lini pertama. TB jenis MDR juga dapat tumbuh resisten terhadap obat lini kedua yang akan lebih menyulitkan pengobatan lagi
Soedarsono, 2010. Pengobatan MDR TB memerlukan waktu yang lebih lama yaitu 18-24
bulan. Terdiri atas dua tahap: tahap awal dan tahap lanjutan. Pedoman WHO membagi pengobatan MDR TB menjadi lima group berdasarkan potensi dan
efikasinya. Klasifikasi OAT yang dipergunakan dalam pengobatan MDR TB dibagi dalam 5 kelompok berdasarkan potensi dan efikasinya, yaitu: Kelompok
pertama: pirazinamid dan etambutol, paling efektif dan ditoleransi dengan baik; Kelompok kedua: injeksi kanamisin atau amikasin, jika alergi diganti dengan
kapreomisin atau viomisin, yang bersifat bakterisidal; Kelompok ketiga: fluoroquinolone, diantaranya: levofloksasin, moksifloksasin, ofloksasin, yang
bersifat bakterisidal tinggi; Kelompok keempat: PAS, etionamid, protionamid dan Sikloserin, merupakan bakteriostatik lini kedua; Kelompok kelima: amoksisilin
asam klavulanat, makrolide baru klaritromisin, dan linezolid, masih belum jelas efikasinya Soedarsono, 2010.
Universitas Sumatera Utara
25
Program penanggulangan TB dunia dimulai pada awal tahun 1990-an dimana WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi penanggulangan TB
yang dikenal sebagai strategi DOTS Directly Observed Treatment Short-course dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling
efektif cost-efective. Strategi ini dikembangkan dari berbagi studi, uji coba klinik clinical trials, pengalaman-pengalaman terbaik best practices, dan hasil
implementasi program penanggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan strategi DOTS yang baik, disamping secara cepat menekan penularan,
juga akan mencegah berkembangnya MDR TB. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe
menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien
merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB Depkes RI.,
2008.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci yakni: a.
Komitmen politis. b.
Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya. c.
Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
d. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
e. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap
hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. Penanggulangan Tuberkulosis TB di Indonesia sudah berlangsung sejak
zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah
Universitas Sumatera Utara
26
perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru BP-4. Sejak tahun 1969 penanggulangan dilakukan secara nasional melalui
Puskesmas. Obat anti tuberkulosis OAT yang digunakan adalah paduan standar INH, PAS dan streptomisin selama satu sampai dua tahun. para amino acid PAS
kemudian diganti dengan pirazinamid. Sejak 1977 mulai digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH, rifampisin dan ethambutol selama 6 bulan.
Pada tahun 1995, program nasional penanggulangan TB mulai menerapkan strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000
strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Sampai tahun 2005,
program Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS menjangkau 98 Puskesmas, sementara rumah sakit dan BP4RSP baru sekitar 30 Depkes RI.,
2008. Target program pengendalian TB Stop TB Partnership bahwa pada
tahun 2015, angka prevalensi dan mortalitas TB relatif berkurang 50 dibandingkan tahun 1990 dan minimal 70 infeksi TB dapat dideteksi dengan
strategi DOTS, 85 diantaranya dinyatakan sembuh. Serta tahun 2050 TB bukan lagi masalah kesehatan masyarakat global. Salah satu tujuan Rencana Global
2006-2015 mencegahmenangani kasus TB resistensi OAT MDR TB dengan
cara menjalankan program DOTS WHO, 2010.
Pada penatalaksanaan MDR TB yang diterapkan adalah strategi DOTS- Plus Directly Observed Treatment Strategy-Plus. Pengobatan jangka pendek
untuk MDR TB tidak tepat. Karena itu pada program DOTS-Plus huruf “S” diartikan Strategy, bukan Short–course therapy, sedangkan “Plus” artinya
Universitas Sumatera Utara
27
menggunakan OAT lini kedua dengan kontrol infeksi Soepandi, 2008.
Perbandingan prinsip strategi DOTS-plus dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1
Perbandingan antara Prinsip Strategi DOTS dengan DOTS-plus Strategi DOTS
Strategi DOTS-plus Komitmen administratif dan politik
pemerintah. Komitmen administratif dan politik
pemerintah yang lebih lama. Diagnosis dengan kualitas yang baik
menggunakan pemeriksaan sputum mikroskopis
Diagnosis yang akurat dengan pemeriksaan kultur dan uji resistensi
Pengobatan yang berkesinambungan terhadap lini pertama untuk pasien
rawat jalan. Pengobatan yang berkesinambungan
terhadap obat lini pertama dan kedua. pemberian obat lini kedua dilakukan
dibawah pengawasan yang ketat Pengawasan obat secara langsung
Pengawasan obat secara langsung. Pencatatan yang sistematik dan
bertanggung jawab Sistem pelaporan dan perekaman data
yang memungkinkan untuk evaluasi terhadap tahap akhir pencatatan
Penatalaksanaan MDR TB harus sesuai dengan guideline, dosis, regimen, dan
lama pengobatan yang tepat serta menerapkan strategi DOTS-Plus tersebut. Hal ini akan meningkatkan angka kesembuhan serta mencegah resistensi
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006.
Universitas Sumatera Utara
28
BAB III METODE PENELITIAN