Karakteristik Tingkat Pendidikan Karakteristik Jenis Pekerjaan

37 biologi, sosial budaya termasuk stigma TB Nofizar, 2010. Penelitian Granich, dkk. 2005, memperoleh perbandingan penderita MDR TB laki-laki 241 orang 59 sedangkan perempuan 166 orang 41. Begitu juga Iseman 1993, yang memperoleh rasio laki-laki dibanding perempuan sebesar 71 : 29. Namun berbeda dengan penelitian di Taiwan oleh Suo, dkk. 1996, yang mendapatkan MDR TB lebih banyak terdapat pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki yaitu 7 36 : 11 64. Munir 2010, menyatakan secara epidemiologi terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal penyakit infeksi, progresivitas penyakit, insidens dan kematian akibat TB. Perkembangan penyakit juga mempunyai perbedaan antara laki-laki dan perempuan yaitu perempuan mempunyai penyakit lebih berat pada saat datang ke rumah sakit. Munir juga melaporkan pada perempuan ditemukan diagnosis yang terlambat sedangkan pada laki-laki cenderung pergi ke pelayanan kesehatan ketika mereka mengetahui pengobatan TB gratis sedangkan perempuan tidak. Hal ini dapat berhubungan dengan aib dan rasa malu lebih dirasakan pada perempuan dibanding laki-laki. Hambatan ekonomi dan faktor sosial ekonomi kultural turut berperan termasuk pemahaman tentang penyakit paru. Namun menurut Aditama, angka kejadian tuberkulosis pada perempuan di negara yang lebih maju memiliki jumlah yang lebih tinggi dari laki- laki Aditama, 2005.

4.3 Karakteristik Tingkat Pendidikan

Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan pada subjek penelitian ini didapatkan bahwa tingkat pendidikan tamatan dari sekolah lanjutan tingkat atas SLTA merupakan yang terbanyak yakni 20 orang 50. Tamatan sekolah dasar SD 8 orang 20 dan tamatan Strata Satu S1 Perguruan Tinggi 5 orang Universitas Sumatera Utara 38 12,50, tamatan sekolah lanjutan tingkat pertama SLTP sebanyak 6 orang 15, tidak sekolah tidak tamat SD sebanyak 1 orang 2,50. Gambaran karakteristik tingkat pendidikan subjek penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Distribusi Frekuesi Tingkat Pendidikan n = 40 Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase Tidak Sekolah 1 2,50 Tamat SD 8 20,00 Tamat SLTP 6 15,00 Tamat SLTA 20 50,00 Tamat S1PT 5 12,50 Total 40 100,00 Keterangan: n = jumlah subjek Tirtana mengutip bahwa Albuquerque dalam penelitiannya pada tahun 2008 mendapatkan penderita TB dengan status pendidikan yang rendah lebih banyak mengalami kesulitan dalam menerima informasi yang diberikan petugas kesehatan. Hal ini akan mengakibatkan terhentinya dalam melanjutkan pengobatan OAT yang semestinya dikonsumsi secara teratur Tirtana, 2010. Namun pada penelitian ini belum bisa disimpulkan bahwa tingkat pendidikan rendah cenderung menjadi risiko untuk terjadinya MDR TB. Tingkat pendidikan seringkali berkaitan dengan pekerjaan seseorang, dimana seorang dengan tingkat pendidikan rendah cenderung bekerja pada jenis pekerjaan yang berstatus sosial dan penghasilan rendah pula termasuk pekerjaan yang berisiko terinfeksi TB.

4.4 Karakteristik Jenis Pekerjaan

Berdasarkan karakteristik jenis pekerjaan pada subjek penelitian ini didapatkan bahwa pekerjaan yang terbanyak adalah wiraswasta sebesar 27 orang 67,50. Jenis pekerjaan pegawai negeri sebanyak 3 orang 7,50, pelajar atau mahasiswa sebanyak 1 orang 2,50, dan subyek penelitian ibu rumah Universitas Sumatera Utara 39 tanggatidak bekerja sebanyak 9 orang 22,22. Gambaran karakteristik jenis pekerjaan subjek penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Distribusi Frekuesi Jenis Pekerjaan n = 40 Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase Ibu Rumah Tangga 9 22,50 PelajarMahasiswa 1 7,50 Pegawai Negeri 3 3,70 Wiraswasta 27 67,50 Total 40 100,00 Keterangan: n = jumlah subjek Berdasarkan karakteristik jenis pekerjaan terbanyak yakni wiraswasta pada subyek penelitian ini didapatkan informasi bahwa rincian pekerjaannya antara lain petani, supir angkutan umum dan pedagang. Studi di Yogyakarta menemukan bahwa sebagian besar pasien TB resisten OAT adalah bekerja sebagai pedagang wiraswasta 38,5. Menurut Dimitrova di Rusia, semua jenis pekerjaan yang menyebabkan subyek penelitian terpapar oleh zat-zat yang dapat mengganggu fungsi paru dan pekerjaan yang memungkinkan subyek penelitian yang kontak dengan pasien TB dianggap sebagai pekerjaan yang berisiko, sedangkan jenis pekerjaan yang lain dianggap tidak berisiko. Jenis pekerjaan sopir, tukang parkir, pekerja pabrik tekstil, montir, pekerja bengkel las, penjahit, dan buruh bangunan pada penelitian ini dikelompokkan sebagai jenis pekerjaan yang berisiko Tirtana, 2011.

4.5 Karakteristik Status Perkawinan