POTENSI EKONOMI Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia selaku Pembimbing 2. Bambang Kurniawan selaku Penyedia Bahan Baku

cair seperti besi, kobalt, nikel, dan seng 0,02; 0,004; 0,003 mgg produksi asam asetat. Sedangkan kadar logam berat terlarut yang direkomendasikan per liter reaktor adalah 1 mg FeCl 2 ; 0,1 mg CaCl 2 ; NiCl 2 ; dan 0,1 mg ZnCl 2 . Penambahan logam logam ini meningkatkan aktifitas mikroba dan sangat menguntungkan pada proses anaerobik untuk limbah cair [29].

2.5 POTENSI EKONOMI

Perbandingan terbaik dari penelitian ini yaitu pada perbandingan komposisi limbah cair industri tapioka dan air 100:0 vv sehingga berdasarkan hal ini dapat disimpulkan potensi ekonominya yaitu: Bahan Baku: a. Limbah Cair Rp. 0,- Bahan Tambahan a. Kotoran Sapi Rp. 10.000,- karung b. Molase Rp. 5.000,- kg Biaya lain-lain kapur, digester Rp.300.000,- digester Produksi tepung tapioka untuk Sumatera Utara tahun 2012 adalah sebesar 1.192.124 ton [31]. Sebanyak 1000 kg ubi kayu yang telah bersih dan terkupas kulitnya kandungan bahan kering 35 dapat menghasilkan limbah cair sebesar 514kg [32]. Jadi pada tahun 2012 akan dihasilkan limbah cair sebanyak 100.000.000 ton. Untuk perbandingan komposisi limbah cair industri tapioka dan air 100:0 vv dengan volume limbah sebanyak 225 L menghasilkan 205,617 L gas bio dengan lama fermentasi 24 hari. Pemanfaatan limbah tapioka ini cukup menjanjikan. Untuk 100.000.000 ton limbah cair industri tapioka dan gas bio yang dihasilkan sebanyak: x = 91.385.333.333 L Universitas Sumatera Utara Kotoran sapi dan air = 25 dari volume digester terisi = Total limbah 75 Volume digester terisi = 100.000.000.000 0,75 = 133.333.333.333 L Volume digester total = Volume digester terisi60 = 222.222.222.222 L Anggap 1 digester sekitar 2.000 L, maka dibutuhkan sekitar 111.111.111 digester Kotoran sapi dan air = 25 x 133.333.333.333 L = 33.333.333.333 L Kotoran sapi : air = 1:1 ww maka diperlukan Kotoran sapi = 16.666.666.667 kg 50 kgkarung sehingga dibutuhkan 333.333.333 karung = Rp. 3.333.333.333.000,- Molase = 5kg 500L volume digester total = 2.222.222.222 kg = Rp.11.111.111.111.000,- Biaya lain-lain Kapur = Rp. 10.000,- x 111.111.111 digester =Rp. 1.111.111.110.000,- Transportasi = Rp. 9.999.999.900.000,- Digester = Rp. 200.000,- x 111.111.111 digester =Rp. 22.222.222.000.000,- Total Biaya Rp.47.777.777.454.000,- Kandungan metana CH 4 dalam gas bio berkisar 50-70 [33] jadi dianggap kandungan metana dalam gas bio adalah 60. Volume metana yang terbentuk = 60 x 91.385.333.333 L = 54.831.200.000 L = 54.831.200.000 m 3 Diketahui: ρCH4 = 0,6800 kg m 3 [34] Massa Metana CH4 = ρCH4 x Volume CH4 = 0,6800 kg m 3 x 54.831.200.000 m 3 = 37.285.216.000 kg Massa gas bio = = 37.285.216.000 kg 0,60 = 62.142.026.667 kg Harga gas bio adalah Rp.1.167kg [35], sehingga total penjualan 62.142.026.667 kg gas bio adalah Rp. 72.519.745.120.000,-. Total Penjualan Total Biaya Pengeluaran sehingga potensi ekonomi dari pemanfaatan campuran limbah cair industri tapioka dan air menjadi gas bio menguntungkan sehingga layak untuk dikembangkan. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.6 Perhitungan Potensi Ekonomi BAHAN DIBUTUHKAN BIAYA Baku Limbah Cair 100.000.000.000 L - Rp. 0,- Tambahan Kotoran sapi 333.333.333 karung Rp. 10.000 Rp. 3.333.333.333.000,- Molase 2.222.222.222 kg Rp. 5.000 Rp.11.111.111.111.000,- Digester 111.111.111 digester Rp. 300.000 Rp. 22.222.222.000.000,- Kapur Rp. 1.111.111.110.000,- Transportasi Rp. 9.999.999.900.000,- Total Biaya Pengeluaran Rp.47.777.777.454.000,- Gas bio 62.142.026.667 kg Rp.1.167 Rp. 72.519.745.120.000,- Total Biaya Penjualan Rp. 72.519.745.120.000,- LABA Rp. 27.741.967.666.000,- Adapun keuntungan pemanfaatan pengolahan campuran limbah cair industri tapioka dan air menjadi gas bio antara lain:  Mengurangi pencemaran terhadap lingkungan.  Sebagai sumber energi yang dapat diperbaharui.  Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil  1 m 3 gas bio diperoleh menyalakan lampu 50 – 100 watt selama 6 jam [36], mengahasilkan daya 1,25 Kwh dan juga menjalankan mesin 1 PK selama 2 jam [37]. Universitas Sumatera Utara BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN