menguatkan security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah,
meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara bahan bakar
ramah lingkungan dan berpotensi mendorong ekspor komoditi baru [8]. Model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi
bersih dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini:
Gambar 2.2 Model Proses Produksi Industri Tapioka Ramah Lingkungan Berbasis Produksi Bersih [14]
2.3 LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA
Limbah cair industri tapioka dihasilkan dari proses pembuatan, baik dari pencucian bahan baku sampai pada proses pemisahan pati dari airnya atau proses
pengendapan. Limbah padat berasal dari proses pengupasan ketela pohon dari kulitnya yaitu berupa kotoran dan kulit dan pada waktu pemrosesan yang berupa
ampas yang sebagian besar berupa serat dan pati. Penanganan yang kurang tepat terhadap hasil buangan padat dan cair akan menghasilkan gas yang dapat mencemari
Universitas Sumatera Utara
udara. Limbah cair industri tapioka yang masih baru berwarna putih kekuningan, sedangkan limbah yang sudah busuk berwarna abu-abu gelap. Kekeruhan yang
terjadi pada limbah disebabkan oleh adanya bahan organik, seperti pati yang terlarut, jasad renik dan koloid lainnya yang tidak dapat mengendap dengan cepat [19]. Bau
tersebut dihasilkan pada proses penguraian senyawa mengandung nitrogen, sulfur dan fosfor dari bahan berprotein [20].
Selain itu, limbah cair tapioka proses ekstraksi dengan kadar COD 33600-38223 mgL tercatat mengandung 425-1850 mgL glukosa dan 22614-29725 mgL gula
yang dapat dihidrolisis menjadi glukosa [21]. Umbi singkong memiliki senyawa HCN asam sianida secara alami dalam sel-
selnya. Sianida adalah suatu senyawa yang sangat beracun, larut dalam air dan mudah menguap pada suhu kamar [20]. Singkong jenis tertentu singkong pahit dan
apabila dipotong- potong warnanya berubah menjadi biru. Ubi kayu berkadar racun tinggi sebaiknya dibuat menjadi tepung tapioka [7]. Pada saat proses pemerasan dan
ekstraksi, HCN yang terdapat dalam sel-sel singkong akan terlepas terlarut dengan air. Air limbah yang mengandung HCN apabila dibuang ke perairan dan
terakumulasi dapat membahayakan kehidupan biota air tesebut dan secara tidak langsung dapat membahayakan manusia [22].
Berdasarkan penelitian, HCN yang terdapat dalam limbah cair industri tapioka dapat diuraikan dengan menggunakan Effective Microorganism. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa EM 1 1 ml EM dalam 1 liter limbah cair merupakan konsentrasi yang cocok untuk menguraikan HCN tersebut. Oleh karena itu, Pengaruh
EM terhadap HCN pada limbah cair tapioka dapat terlihat pada tabel 2.2 berikut ini: Tabel 2.2 Pengaruh EM terhadap HCN pada Limbah Cair Tapioka [23]
Universitas Sumatera Utara
Adapun kandungan dan baku mutu limbah cair industri tapioka yang diizinkan pemerintah sesuai dengan Lampiran B. VIII KEP-51 MNLH 10 1995
sebelum dibuang ke lingkungan dapat ditunjukkan dalam tabel di bawah ini. Tabel 2.3 Kandungan dan Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Tapioka [24]
Dari tabel di atas, dapat kita simpulkan bahwa limbah cair industri tapioka yang dihasilkan saat ini harus diolah terlebih dahulu mengingat kandungan COD
yang cukup tinggi, yaitu 13.500-22.000 mgliter. Sedangkan untuk TSS dapat terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.4 Komposisi Total Solid TS Limbah Cair Tapioka [25]
2.4 GAS BIO