Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden yang melaksanakan antenatal
≥4 kali dan 4 kali kunjungan menyatakan kualitas pelayanan baik. Menurut Wahyuningsih 2006 kualitas berkaitan erat dengan mutu pelayanan
yang diberikan. Pelayanan yang bermutu akan menimbulkan kepuasan pada pasien dan sebaliknya pelayanan yang tidak bermutu menimbulkan ketidakpuasan
pasien. Sejalan dengan penelitian Noviana 2010 yang dilakukan di Pangarengan Sampang Madura yang menyatakan ada hubungan antara pelaksanaan antenatal
care dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan. Tenaga kesehatan yang ramah, sopan, bijaksana, dan suka membesarkan
hati pasiennya akan cenderung mengikuti saran-saran untuk melakukan kunjungan antenatal yang teratur Mochtar, 2009. Menurut Niven 2002 pemberian
penyuluhan tentang antenatal antara tenaga kesehatan dan pasien jika dilakukan dengan sifat kekeluargaan dan keramahan menyebabkan sebagian besar pasien
patuh dalam melakukan kunjungan antenatal.
8. Faktor Sosial Budaya
Kebudayaan adalah keseluruhan cara hidup manusia yang diperoleh secara individu dengan kultur yang berbeda-beda dari suatu kelompok masyarakat
Kluckhohn dalam Marasmis 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden yang melaksanakan antenatal
≥4 kali dan 4 kali kunjungan menyatakan sosial budaya mendukung untuk melaksanakan antenatal care.
Sejalan dengan penelitian Widiawati 2007 menyatakan bahwa kunjungan antenatal care berhubungan dengan sosial budaya. Hal yang sama dinyatakan oleh
Universitas Sumatera Utara
penelitian Siregar 2011 bahwa sosial budaya mempengaruhi pelaksanaan antenatal care.
Menurut Notoatmodjo 2003 kepercayaan budaya tentang kehamilan memiliki pengaruh pada penggunaan pelayanan antenatal. Setiap masyarakat
memiliki cara masing-masing untuk memahami dan menanggapi peristiwa kehamilan dan kelahiran bayi yang sudah dipraktekkan jauh sebelum masuknya
system medis biomedikal. Dengan banyaknya variasi budaya tetap diharapkan ibu melakukan pemeriksaan kehamilan untuk memastikan hasil yang baik.
9. Faktor Jarak Pelayanan Kesehatan
Jarak pelayanan kesehatan adalah penyebaran sarana kesehatan atau rumah sakit yang tersedia di masyarakat sehingga memudahkan untuk datang ke
pelayanan Mochtar, 1998. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden yang melaksanakan antenatal
≥4 kali dan 4 kali kunjungan menyatakan jarak pelayanan dekat.
Menurut Notoatmodjo 2003 jarak pelayanan kesehatan mempengaruhi melaksanakan antenatal care. Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan faktor
pendukung dalam melakukan antenatal care. Ibu hamil yang mau periksa kehamilan tidak hanya karena dia tahu dan sadar manfaat pemeriksaan kehamilan
saja melainkan ibu dengan mudah dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa kehamilan. Kemudahan dalam memperoleh fasilitas pelayanan merupakan faktor
penguat untuk melakukan pemeriksaan kehamilan. Hal ini sesuai dengan penelitian Amiruddin 2005 mengatakan kemudahan jarak ke tempat pelayanan
merupakan salah satu faktor yang membuat ibu hamil memanfaatkan pelayanan
Universitas Sumatera Utara
antenatal. Sejalan dengan pendapat Yeyeh 2009 menyatakan bahwa jarak yang mudah terjangkau dan tersedianya fasilitas yang memadai akan memberikan
kemudahan bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya dan bisa melaksanakan antenatal care.
Penduduk pedesaan yang jauh dari tempat pelayanan kesehatan sebagai tempat pemeriksaan kehamilan seringkali menyebabkan ibu hamil sulit untuk
melakukan pemeriksaan kehamilan Depkes, 2006. Sejalan dengan penelitian Ardi 2008 tentang faktor-faktor yang mempengaruhi cakupan program antenatal
care di Puskesmas Ruding Kota Subulussalam menyatakan ada hubungan yang bermakna antara jarak pelayanan dengan kunjungan antenatal care.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN