kehamilannya sehingga ibu paritas tinggi lebih cenderung untuk tidak melakukan kunjungan antenatal.
Ibu multigravida merasa sudah berpengalaman dalam kehamilan yang tidak beresiko tanpa ada jadwal pemeriksaan antenatal care dan kurang
mengetahui bahwa dalam setiap proses kehamilan tidak ada yang sama dengan proses kehamilan sebelumnya, sehingga hal ini membuat ibu multigravida merasa
tidak perlu melaksanakan antenatal care. Hal yang sama disebutkan penelitian Suprapto 1993 paritas tinggi akan meyebabkan kurangnya perhatian ibu
terhadap kehamilannya karena kesibukan mengurus keluarga dan anak yang jarak kelahiran anak yang satu dengan yang lain sangat dekat sehingga tidak
melaksanakan kunjungan antenatal sesuai standar. Hal ini sejalan dengan penelitian Budiarti 2012 tentang tingkat kepatuhan dalam melakukan kujungan
antenatal yang menyatakan bahwa ibu multigravida cenderung tidak patuh dalam melakukan kunjungan antenatal care. Swenson 2004 dalam Siregar 2011 juga
menyatakan paritas tinggi cenderung kurang memanfaatkan perawatan kehamilan, lebih percaya diri tentang kehamilannya dan merasa kurang perlu untuk
melakukan perawatan kehamilan.
2. Faktor usia
Usia ibu hamil merupakan keadaan kematangan ibu hamil selama masa kehamilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden yang
melaksanakan antenatal ≥ 4 kali dan 4 kali kunjungan pada usia 20-35 tahun.
Menurut Manauba 2005 usia reproduksi optimal bagi seorang wanita berada pada usia 20-35 tahun. Ibu yang mempunyai usia produktif akan lebih
Universitas Sumatera Utara
berpikir secara rasional dan matang tentang pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan. Hal ini disebabkan karena berada pada rentang usia yang masih belum
memasuki kehamilan resiko tinggi. Sejalan dengan penelitian Kusumaning 2008 yang dilakukan di Puskesmas Pojong II Gunung Kidul Yogyakarta bahwa yang
melakukan antenatal cenderung pada usia 20-35 tahun. Menurut Depkes 2001 usia reproduksi optimal juga berada pada usia 20-
35 tahun, pada usia tersebut rahim wanita sudah siap menerima kehamilan, mental sudah matang dan sudah mampu merawat bayi dan dirinya. Apabila usia kurang
dari 20 tahun, maka akan meningkatkan resiko kehamilan karena pada usia muda organ-organ reproduksi wanita belum sempurna secara keseluruhan dan
perkembangan jiwa belum siap dalam menerima kehamilan, maka cenderung kurang memperhatikan kehamilannya sehingga tidak melaksanakan antenatal
sesuai standar. Penelitian
Amiruddin 2005 menyatakan
perempuan di bawah 35 tahun lebih sering melakukan kunjungan ke klinik untuk meyakinkan bahwa bayi
mereka tumbuh. Hal yang sama dengan penelitian Siregar 2011 menyatakan ada hubungan yang signifikan antara usia dengan pemeriksaan kehamilan. Sejalan
dengan penelitian Dora 2010 bahwa ada hubungan usia ibu hamil dengan pelaksanaan antenatal care.
3. Faktor pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus predisposing yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat
Depkes, 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pendidikan responden yang melaksanakan antenatal
≥4 kali kunjungan adalah SMA dan
Universitas Sumatera Utara
mayoritas pendidikan responden yang melaksanakan antenatal 4 kali kunjungan adalah SMP.
Pendidikan formal pada dasarnya memberikan kemampuan pada seseorang untuk berpikir rasional dan objektif dalam menghadapi masalah hidup dan akan
berdampak timbulnya suatu proses pengembangan atau pematangan pandangan hidup pribadi Muzaham, 1995. Menurut Manauba 2001 dampak dari
rendahnya pendidikan pada kehamilan menyebabkan sulit menerima pelayanan obstetri modern khususnya pelayanan antenatal.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu, semakin meningkat kesadarannya terhadap pelaksanaan antenatal care secara teratur Prichard, 1991.
Hal yang sama dinyatakan oleh Nielsen 2001 bahwa status pendidikan seseorang akan mempengaruhi seseorang dalam menggunakan pelayanan kesehatan.
Penggunaan layanan kesehatan meningkat seiring dengan peningkatan jenjang pendidikan. Wanita yang berpendidikan tinggi cenderung mempunyai jumlah
pemeriksaan kehamilan lebih baik dan memulai pemeriksaan kehamilan lebih awal daripada wanita yang berpendidikan rendah. Sejalan dengan penelitian Ulina
2004 tentang karakteristik ibu hamil terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal menunjukkan ibu yang mempunyai pendidikan tinggi melakukan kunjungan
teratur. Penelitian Simanjuntak 2000 menyatakan hal yang sama bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu terhadap kunjungan antenatal
care.
Universitas Sumatera Utara
4. Faktor Pengetahuan