Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
saat ini masih diakui sebagai bagian dari hukum pidana pada pasal 10 KUHP. Dalam KUHP terdapat dua pasal ancaman pidana mati yaitu pasal 104 dan
340. Adapun terhadap pengedar tentu tidak layak dijatuhi sanksi hukum yang
ringan atau diberi keringanan. Sebab selain melakukan kejahatan narkoba, mereka juga telah membahayakan masyarakat. Sementara untuk gembong
narkoba produsen atau pengedar besar yang sangat membahayakan masyarakat, maka layak dijatuhi hukuman berat bahkan sampai hukuman
mati. Dalam hal ini, vonis tidak bisa berubah. Artinya, jika vonis telah dijatuhkan, vonis ini harus segera dilaksanakan dan tidak boleh dikurangi atau
bahkan dibatalkan seperti yang terjadi sekarang. Sementara Meningkatnya jumlah pengkonsumsi narkoba di negeri ini, dan
itu telah menjadi persoalan nasional, salah satunya ditengarai oleh penegakan undang-undang atau menegakan hukum atau kebijakan kriminal yang
inkonsistensi, jika tidak disebut lemah. Indikasi itu dapat terlihat dengan mengacu kepada amanah undang-undang tentang narkoba, yaitu, Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebagai revisi atas UU No 5 dan 22 Tahun 1997 tentang Narkoba. Dalam undang-undang itu dijelaskan
tentang pelaku-pelaku tindak pidana narkoba, mulai dari pengedar ada pada Pasal 111-125,
4
dan termasuk di dalamnya diatur tentang posisi pecandu
4
Pengedar adalah orang yang mealakukan kegiatan penyaluran dan penyerahan narkotika yang berorientasi kepada dimensi pejual, pembeli untuk diedarkan, mengangkut, menyimpan,
menguasai, menyediakan, melakukan kegiatan mengekspor dan mengimpor narkotika.
narkoba.
5
Hak pecandu dalam undang-undang itu disebutkan, pada Pasal 54, wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Sebab, pecandu
disebut kategori “korban” yaitu korban dari akibat perbuatannya sendiri atau pelaku sekaligus korban self victimizing victim atau mutual victim.
6
Artinya, jika pecandu narkoba adalah korban berarti pemerintah wajib memberikan
pelayanan medis dan rehabilitasi sesuai standar sebagaimana amanat undang- undang 2009 tentang narkotika. Pecandu harusnya mendapatkan treatment di
pusat-pusat rehabilitasi atau sejenisnya dan bukan ditahan di dalam pemasyarakatan penjara.
Hal tersebut sebagaimana yang tertuang dalam konsep ta‟zir dan
mukhalafat, vonis Qadhi itu jika telah ditetapkan, maka telah mengikat seluruh kaum Muslim. Oleh karena itu tidak boleh dibatalkan, dihapus,
diubah, diringankan atau yang lain, selama vonis itu masih berada dalam koridor syariah. Sebab hukum itu ketika sudah ditetapkan oleh Qadhi, maka
tidak bisa dibatalkan sama sekali. Pemaafan atau remisi adalah bentuk dari pembatalan vonis baik sebagian atau total dan itu tidak boleh”. Adapun dari
sisi waktu eksekusinya, maka pelaksanaan hukuman yang dijatuhkan itu harus dilakukan secepatnya, tanpa jeda waktu lama setelah dijatuhkan vonis. Selain
itu, pelaksanaannya pun hendaknya diketahui atau bahkan disaksikan oleh
5
Pecandu adalah orang yang menggunakan zat atau obat yang berasal dari tanaman baik sintesis maupun semi sentesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan- golongan sebagaimana terlampir dalam unang-undang narkotika.
6
Mustofa, Muhammad. Kriminologi, Kajian Sosiologis Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum
. Depok: Fisip UI Press, 2007, hal, 41
masyarakat.
7
Sehingga, masyarakat paham bahwa itu adalah sanksi kejahatan tersebut dan merasa ngeri. Dengan begitu setiap orang akan berpikir ribuan
kali untuk melakukan kejahatan serupa, dan sanksi yang diterapkan bisa memberi efek jera.
Narkoba pada dasarnya adalah sesuatu hal yang dilarang oleh agama. Namun kenyataannya masih banyak warga Negara di Indonesia yang
melakukan penyalahgunaan narkoba di negeri yang mayoritas Muslim. Hal ini sangat memprihatinkan, sehingga pemerintah sendiri menyebut Indonesia
sudah mengalami darurat narkoba. Dari tahun ke tahun, jumlah kasus narkoba terus meningkat tanpa bisa dibendung.
Bahkan bisa dikatakan bahwa persoalan ini sudah menjadi ancaman tersendiri, khususnya bagi generasi kita di masa depan, karena narkoba bukan
hanya membunuh individu-individu, tapi membunuh satu generasi. Oleh karenanya Penulis tertarik menulis skripsi dengan judul
“Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pecandu Narkoba Menurut Hukum Islam dan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika” B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembatasan Masalah Kejahatan narkoba yang melanda negeri ini, termasuk di dalamnya
pecandu narkoba yang diperkirakan berjumlah lebih dari 5,1 juta jiwa telah dianggap menjadi permasalahan serius dan dianggap menjadi ancaman bagi
7
Syaikh Abdurrahman al-Maliki, Kitab Nizhâm al- „Uqûbât, Darul Ummah, cet. ii.
1990 h. 110.
kehidupan berbangsa dan bernegara yang berpotensi merusak kestabilan politik, sosial, ekonomi dan pertahanan yang menghambat laju pembangunan
bangsa. Disadari bahwa persoalan narkoba dapat merusak berbagai sendi kehidupan bernegara, maka berbagai produk kebijakan politik hukum
termasuksanksi pinjara dilakukan untuk dapat mencegah preventif, menghukum represif, dan pengobatan kuratif. Kebijakan kriminal itu
tertuang melalui terbitnya undang-undang tentang narkoba Nomor 35 tahun 2009 revisi dari UU No 5 dan 22 tahun 1997 tentang narkoba. Dan ditambah
kebijakan berupa Peraturan Pemerintah. Terkait dengan pecandu narkoba, meskipun agama Islam secara tegas melarang dan mengkategorikan narkoba
termasuk barang yang haram jika tidak sesuai dengan peruntukannya. Dan secara regulasi, pemerintah Indonesia menerbitkan undang-undang
nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika tadi telah mendorong pemerintah agar memperlakukan khusus bagi pecandu narkoba agar mendapatkan saksi
rehabilitasi baik medis dan sosial sebagaimana terdapat pada Pasal 54, bahwa pecandu narkoba wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Dengan arti lain, pecandu bukan di tempatkan pada lembaga pemasyarakatan atau sanksi pinjara. Oleh karena itu, ketersediaan terhadap fasilitas rehabilitasi
medis dan sosial itu adalah suatu keharusan dari pemerintah untuk korban pecandu narkoba. Jika korban narkoba berjumlah 5,1 juta orang atau
diperkirakan jumlahnya lebih dari itu, setidaknya jumlah ketersedian fasilitasnya mampu menampung korban-korban pecandu narkoba tadi.
Mengacu dari jumlah 5,1 juta itu tadi, akanlah menjadi persoalan pula jika
keberadaan fasilitasnya masih sangat kurang. Dengan arti lain, bahwa sanksi pinjara bagi pecandu narkoba tidak efektif untuk mengurangi jumlah pecandu
narkoba, bahkan terlihat sebaliknya, bahwa penghuni penjara lebih banyak didiami oleh narapidan tersangkut kasus narkoba, khusus pecandu narkoba.
Selanjutnya, agar dalam pembahasan penelitian ini terarah dan tersusun secarasis tematis pada tema bahasan yang menjadi titik sentral, maka perlu
penulis uraikan tentang pokok-pokok bahasan dengan memberikan perumusan dan pembatasan masalah. Untuk mendapatkan pembahasan yang objektif,
maka dalam skripsi ini penulis membatasinya dengan pembahasan mengenai pembatasan
“Pertanggungjawaban Sanksi Pidana Penjara Terhadap Pecandu Narkoba Analisa Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika”
1.
Perumusan Masalah
a. Bagaimana pertanggungjawaban pidana pecandu narkotika menurut
sistem hukum pidana? b.
Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pecandu narkotika dalam hukum Islam?
c. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana menurut Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika?