Peredaran Narkotika Tingkat Nasional

menengah keatas, penghuni kampus juga kerap mengikuti gaya hidup berlebihan. Narkoba dinilai menjadi bagian dari gaya hidup seperti itu. 26 26 REPUBLIKA. Awas, Kampus Lahan Subur Peredaran Narkoba. Kamis, 13 Oktober 2011. Diunduh Senin, 21 Rabiul Awwal 1433 13 Pebruari 2012 | 08:51 WIB 40

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PECANDU NARKOTIKA DALAM

SISTEM HUKUM POSTIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM A. Kedudukan Narkotika dalam Perundang-undangan Negara Indonesia Sebelum tahun 1976, istilah Narkotika belum dikenal dalam perundang- undangan Indonesia. Peraturan yang berlaku pada saat itu adalah Undang- Undang Obat Bius Verdoovende-Middelen Ordonantie Tanggal 12 Mei 1927 S. 27-278 JO 536 yang mulai diberlakukan tanggal 1 Januari 1928. Baru sekitar akhir dekade 60- an istilah “Narkotika” diperkenalkan dalam rangka pencegahan dan pembinaan para pelanggar hukum pidana terkait narkotika. Antara istilah Narkotika dan Obat Bius tidaklah ada perbedaan semula narkotika merupakan obat yang diperlukan dalam dunia medis dan dalam dunia penelitian. Karena itulah tidak ada larangan dalam menggunakan Obat Bius Narkotika guna kepentingan kedokteran dan ilmu pengetahuan. Temuan Saefullah dalam penelitiannya mengatakan, bahwa melalui pengundangan UU RI No. 8 tahun 1976, Indonesia sudah secara resmi dan berdasarkan hukum “mengesahkan konvensi tunggal Narkotika New York 1961 beserta protokol perbaikannya” di Jenewa 1972. Peristiwa itu mengandung pengertian bahwa Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Protokol perbaikannya berlaku dan mengikat Indonesia didalam kerangka Organisasi PBB yang bergerak di Bidang Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika Internasional. Konvensi tunggal Narkotika 1961 ini terdiri dari 51 pasal yang berisi berbagai ketentuan mengenai Narkotika menerangkan tentang jenis-jenisnya, jarak pengawasan termasuk lalu lintas, tindakan-tindakan yang harus diambil dan sebagainya. Sehingga dengan demikian dapat menjadi pedoman bagi tiap negara dan ikut serta menanggulangi penyalahgunaan Narkotika. Kemudian setelah UU No. 9 tahun 1979 tentang Narkotika diberlakukan LN 1976 No. 37, istilah Narkotika secara resmi digunakan dalam perundang-undangan Indonesia. Di Dalam UU itu, Psikotropika atau zat-zat kimia sintetis merupakan bagian dari Narkotika. Narkotika itu dibagi menjadi dua golongan, yaitu: a Narkotika yang berasal dari tanaman atau dari hasil pemprosesan seperti opiat opium, morfin, dan heroin, kokain dan kanabis. b Narkotika yang berasal dari zat-zat kimia sintetis, yang berupa “ Psychotropic substences Deppressant, stimulant dan hallucinogen. Tetapi dalam perkembangannya, terjadi banyak penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan Psikotropika lainnya yang menyebabkan UU No. 9 tahun 1976 mengenai narkotika tidak relevan lagi. Menyadari akan bahaya yang ditimbulkannya dari penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika, yaitu dapat merusak bagi pemakai itu sendiri, merusak tatanan masyarakat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, budaya, agama, ekonomi sampai kepada penyakit sosial lainnya, maka Pemerintah bersama DPR RI menetapkan secara terpisah UU tentang Narkotika dan UU Psikotropika yang lebih luas cakupannya serta lebih spesipik pula, jika dibandingkan dengan UU No. 9 tahun 1976 tentang Narkotika Saefullah, 2007. 27 Sejalan dengan putaran waktu dan perkembangan zaman, peraturan perundang-undangan tersebut dianggap tidak sesuai lagi, karena di dalamnya hanyalah mengatur mengenai perdagangan dan penggunaan narkotika, yang di dalam peraturan itu dikenal dengan istilah Verdoovende Middelen atau obat bius, sedangkan tentang pemberian pelayanan kesehatan untuk usaha penyembuhan pecandunya tidak diatur. Narkotika merupakan salah satu obat yang diperlukan dalam dunia pengobatan, demikian juga dalam bidang penelitian untuk tujuan ilmu pengetahuan, baik penerapannya maupun pengembangannya. Meskipun ada bahayanya, namun masih dapat dibenarkan untuk tujuan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, karena untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan, maka dalam undang-undang ini dibuka kemungkinan untuk mengimpor narkotika, mengekspor obat-obatan yang mengandung narkotika, menanam, memelihara Papaver, Koka dan Ganja. Di Dalam Undang-undang No 9 tahun 1976 tentang narkotika mengatur beberapa ketentuan tentang pengertian dan jenis narkotika. Ketentuan tentang kegiatan yang menyangkut narkotika, seperti: penanaman, peracikan produksi, perdagangan, lalu lintas, pengangkutan, serta penggunaan narkotika. Di samping itu juga mengatur tentang pengobatan dan rehabilitasi. Ketentuan lain yang diatur dalam undang-undang tersebut adalah juga mengatur mengenai penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di depan pengadilan dan perkara 27 Acep Syaifullah, Narkoba dalam Perspektif Hukum islam dan Hukum Positif Sebuah Studi Perbandingan, UIN Jakarta, 2007, h. 55. yang berhubungan dengan narkotika yang karena kekhususannya dan untuk mempercepat prosedur dan mempermudah penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di depan pengadilan. Dan ketentuan-ketentuan lain yang menyangkut tindakan preventif dan represif. 28 Namun pada waktu berikutnya undang-undang No 9 tahun 1976 tentang Narkotika itu dipandang tidak lagi sesuai dengan perkembangan yang ada. Salah satu alasannya adalh karena UU tersebut tidak mengatur secara rinci pembagian jenisjenis pengelompokan narkoba seperti apa jenis narkotika dan jenis psikotropika. Kemudian pada tahun 1997, diberlakukan UU baru mengenai dua hal tersebut dengan harapan agar dapat menekan jumlah pengguna maupun pengedar narkoba. Dimana istilah Narkotika dan Psikotropika dalam UU No. 9 tahun 1976 merupakan satu kesatuan, dan pada UU yang baru ini dibedakan dan masing-masing terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berbeda yaitu UU No. 5 tahun 1997 tentang Narkotika LN tahun 1997 No. 10 dan UU No. 22 tahun 1997 tentang Psikotropika LN tahun 1997 No. 67. Lahirnya kedua UU tersebut didahului dengan keluarnya UU No. 8 tahun 1996 tentang pengesahan Konvensi Psikotropika dan UU No. 7 tahun 1997 tentang pengesahan Konvensi Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika. Berikut perjalanan Undang-Undang Narkoba di Indonesia sampai pada tahap Undang- Undang 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika: 28 Lihat Kompilasi Peraturan Perundang-undangan tentang Narkoba. Kencana, Jakarta, h, 67-69

Dokumen yang terkait

Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

4 89 158

Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Mengenai Penyalahgunaan Metilon Salah Satu Senyawa Turunan Katinona sebagai Tindak Pidana Narkotika)

0 85 174

Sistem Penghukuman Bagi Pecandu Narkotika Pada Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

0 51 207

Peranan Badan Narkotika Nasional (BNN) Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

33 230 74

PENULISAN HUKUM PEMBUKTIAN UNSUR TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN ZAT NARKOTIKA DAN AKIBAT HUKUMNYA (Tinjauan Yuridis terhadap Penyalahgunaan Zat Narkotika Menurut Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika)

0 4 31

Sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam undang-undang nomor 35 tahun 2009 ditinjau dari hukum Islam

3 29 81

Sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam undang-undang nomor 35 tahun 2009 ditinjau dari hukum Islam

1 4 81

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PENETAPAN SANKSI PIDANA DENDA TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA.

0 0 1

undang undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika

0 0 92

ASPEK HUKUM ASESMEN TERPADU BAGI PENGGUNA DAN PECANDU NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA - repo unpas

0 2 29