Telisik Deskripsi Tentang Narkoba

sebelumnya, yaitu UU No. 22 tahun 1997. Dalam UU itu diatur, disebutkan jenis-jenis narkoba dan turunannya serta sanksi-sanksi pidananya. Sebagaimana dijelaskan dalam Kitab UU Narkoba, secara umum, keberadaan narkoba narkotika dan psikotropika dapat mendukung pelayanan kesehatan, dan juga memegang peranan yang penting. Di samping itu narkoba juga digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan meliputi penelitian, pengembangan, pendidikan, dan pengajaran sehingga ketersediaanya perlu dijamin melalui kegiatan produksi dan impor. Namun di sisi lain, narkoba dapat mengakibatkan sindrom ketergantungan apabila penggunanya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Hal ini tidak saja merugikan bagi penyalahguna, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, sehingga hal ini merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara. Oleh karena adanya beberapa kepentingan di atas, maka perlu diatur melalui per-undang-undangan yang disebut dengan Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. UU tahun 2009 tentang narkotika adalah hasil revisi dari UU No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Undang-undang narkoba itu mengatur tentang produksi, peredaran, penyaluran, penyerahan, ekspor dan impor, pengangkutan, transit, pemeriksaan, label, dan iklan, prekursor, pembinaan dan pengawasan, pemusnahan peran serta masyarakat, penyidikan dan ketentuan pidana. 12 Dengan adanya undang-undang tersebut diharapkan mempunyai cakupan yang luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi, maupun ancaman pidana yang diperberat. Demikianlah kiranya pembuatan Undang-Undang No 5 dan No 22 Tahun 1997 tentang narkoba. Tujuan dan harapan Undang- Undang tersebut adalah untuk mengatur semua aspek penanggulangan permasalahan narkoba serta dapat mewujudkan pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, yang dilakukan melalui berbagai upaya kesehatan, di antaranya penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Meskipun narkoba sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan, namun apabila disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan, terlebih jika disertai dengan peredaran narkoba secara gelap akan menimbulkan akibat yang sangat merugikan perorangan maupun masyarakat khususnya generasi muda, bahkan dapat menimbulkan bahwa yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional. Masalah narkoba di Indonesia diharapkan dapat ditanggulangi dengan menjalankan suatu kebijakan hukum. Hukum menjadi dasar kebijakan dalam 12 . Lihat KPPUN rangka pembangunan negara yang menyeluruh sehingga sekaligus dapat menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Hukum juga diberi fungsi sebagai mekanisme operasional dalam upaya merubah kondisi masyarakat melalui pemerataan kesejahteraan, sebab dalam hukum melekat sifat keadilan. Adapun jenis-jenis narkoba narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif yang termasuk dalam UU adalah: 1. Narkotika Alami a Ganja adalah tanaman perdu dengan daun menyerupai daun singkong yang tepinya bergerigi dan berbulu halus. Jumlah jarinya selalu ganjil, yaitu 5, 7, atau 9. Tumbuhan ini banyak tumbuh diberbagai daerah di Indonesia, seperti Aceh, Sumatera Utara, dan Pulau Sumatera pada umumnya,serta tumbuh pula di pulau Jawa, cara penyalahgunaannya adalah dikeringkan dan dicampur dengan tembakau rokok lalu dibakar dan dihisap. b Hasis adalah berasal dari tanaman serupa sejenis pohon ganja. Hasis lebih banyak tumbuh di Amerika Latin dan Eropa. Daun ganja, Hasis dan Mariyuana dapat disuling dan diambil sarinya. Dalam bentuk cair, harganya sangat mahal. c Koka adalah tanaman perdu mirip pohon kopi. Buahnya yang matang berwarna merah seperti biji kopi. Dalam tradisi masyarakat Indian kuno, biji koka sering dipergunakan untuk menambah kekuatan orang yang berperang atau memburu binatang. Koka kemudian diolah menjadi KOKAIN. d Opium adalah bunga dengan bentuk dan warna yang indah. Dari getah opium dihasilkan candu opiat. Dulunya bangsa Mesir dan Cina sering dipergunakan untuk mengobati berbagai penyakit, memberi kekuatan, atau menghilangkan rasa sakit pada tentara yang terluka sewaktu berperang atau berburu. 2. Narkotika Semisintetis Narkotika semisintetis adalah narkotika alami yang diolah dan diambil zat aktifnya intisarinya agar memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, terutama kepentingan medis. Termasuk dalam jenis ini adalah: a Morfin Morfin dipakai dalam dunia kedokteran untuk menahan rasa sakit atau pembiusan saat operasi. b Kodein Kodein dipakai untuk penghilang batuk. c Heroin Heroin belum dipakai dalam pengobatan karena daya aktifnya sangat besar dan manfaatnya secara medis belum ditemukan. Dalam perdagangan gelap narkotika, Heroin diberi nama Putaw, atau PeTe. Bentuknya seperti tepung terigu: halus, putih, dan agak kotor. d Kokain Kokain adalah hasil olahan dari biji kokain e Narkotika Sintetis Narkotika sintetis adalah narkoba palsu yang terbuat dari bahan kimia. Narkotika jenis ini, dipergunakan untuk pembiusan dan pengobatan bagi orang yang menderita ketergantungan narkoba substitusi. Contohnya: Petidin, Methadon, dan Naltrexon. f Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat bukan bukan narkotika, baik alamiah maupun sentetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku. 13 Psikotropika adalah obat yang digunakan oleh para medis untuk mengobati pasien gangguan jiwa. kategori Psikotropika ini, dikelompokkan dalam beberapa golongan. Golongan I: MDMA, ekstasi, LSD, dan STP. Golongan II: amfetamin, metamfetamin, metakolon. Golongan III: lumibal, buprenorsina, fleenitrazepam. Golongan IV: nitrazepam pil BK, mogadon, dan dumolid, diazepam, dan termasuk kelompok depresan, stimulan atau anti tidur, dan kelompok halusinogen seperti tanaman kaktus, kecubung, dan jamur tertentu. g Bahan Adiktif Lainnya Bahan adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan. Seperti 13 . Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba dan Musuhi Penyelahgunanya, Jakarta, Erlangga, h, 15-17. rokok, alkohol dan minuman lain yang menimbulkan ketagihan, Thinner dan zat lain, seperti lem kayu atau lem Aibon yang dapat memabukkan ketika dihirup.

B. Pecandu Narkotika Sebagai Tingkah Laku Menyimpang

Dilihat dari persepektif ilmu kriminologi, mengkonsumsi narkotika dapat dikategorikan perilaku menyimpang dan sampai ketingkat pelanggaran hukum dan disebut menyimpang karena masyarakat mencela dan masyarakat memberi kecaman sebagai tindakan yang tidak bermoral. 14 Dikategorikan melanggar hukum, karena hal itu diatur dalam UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika dan ada sanksi pidananya. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, memberikan pengertian mengenai pecandu narkotika yaitu orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun psikis. Dalam sejarah budaya Indonesia, narkotika sudah dikenal sejak lama, bahkan dahulunya Indonesia nusantara dikenal sebagai pengekspor narkoba dan menjadikannya sebagai komuditas utama dahulu disebut opium yaitu pada masa Vereenigde Oost Indische Compagnie VOC ketika berkuasa di tanah Jawa. Mengkonsumsi opium dianggap sebagian masyarakat kala itu dapat mengembalikan vitalitas, membangkitkan gairah seksual dan membangkitkan 14 Mustofa, Mohammad, Kriminologi: Kajian Sosiologi terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum , 2007, Depok: Fisip UI, h. 76. eforia, hal itu disebut-sebut dalam kesustraan Jawa abad kesembilan belas Suluk Gatoloco Kisah Gatoloco. Namun, pemakaian dan penyebaran opium mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat Muslim dan orang-orang Jawa yang menjunjung etika tradisional Jawa, sebab, menurut kelompok ini mengisap opium adalah hal-hal yang tidak boleh dilakukan, di samping mencuri, melacur, minum-minuman keras atau mabuk, dan berjudi. 15 Penyalahgunaan narkotika adalah termasuk kategori penyimpangan. Dikatakan penyimpangan bahwa pelaku memakai obat drugs secara terus menerus atau sekali-sekali secara berlebihan, serta tidak menurut petunjuk dokter. Arnold dan Brugardt 1983 mengatakan, 16 bahwa penyalahgunaan narkoba adalah dipandang sebagai penyimpangan, karena masyarakat melihatnya sebagai tindakan yang tidak bernilai, tidak disukai dan berbahaya, sehingga menimbulkan celaan sosial. Menurut Becker 1963 bahwa perilaku menyimpang adalah perilaku melanggar aturan yang sederhana yang dilabel menyimpang oleh orang yang memiliki kekuasaan. Aturan-aturan merupakan refleksi dari norma sosial tertentu yang dilakukan oleh mayoritas masyarakat. Anggota masyarakat yang membuat aturan dapat melabel pelanggaran perilaku menyimpang tergantung pada derajad waktu. Mereka yang dianggap menyalahgunakan narkotika adalah mereka yang menggunakan zat-zat tersebut bukan untuk tujuan 15 James R. Rush, Opium to Java: Jawa dalam Cengkraman Bandar-Bandar Opium Cina, Indonesia Kolonial 1860-1910,Mata Bangsa, Yogyakarta, 2000, h, 75. 16 . Becker, H. , Outsider. Glencoe, The Pree Press, 1963, h, 8-10. mengobati, tetapi digunakan untuk mencari dan mencapai “kesadaran tertentu” karena pengaruh obat pada jiwa. Sementara Lemert 1951, 17 mengatakan bahwa ditemui ada beberapa penyimpangan yang mungkin dilakukan seseorang. Pertama disebut dengan penyimpangan primer primary deviance. Pada tahap ini seseorang melakukan penyimpangan walaupun ia masih berperan dan mempunyai status secara normal. Ia tidak mempunyai konsep diri dan konsep peran sebagai penyimpang. Jika penyimpangan yang dilakukannya secara materi tidak membuat konsep diri dan memberikan peran penyimpang pada orang tersebut, maka ia tetap dalam penyimpangan primer. Kedua penyimpangan sekunder secondary deviance dapat berkembang saat peran penyimpang dilakukan melalui keterlibatan lebih jauh di dalam suatu subkebudayaan menyimpang dengan lebih banyak interaksi dengan penyimpang lainnya. Misalnya, seorang pengguna narkotika akan lebih sering berkumpul dengan sesama pengguna narkotika lainnya guna memperoleh dukungan sosial dan suplai narkoba. Penyimpangan sekunder mendapat peran penyimpang dengan partisipasinya yang lebih banyak dalam suatu subkebudayaan, tambahan pengetahuan dan rasionalisasi untuk perilakunya serta cara-cara untuk menghindari pemantauan dan sanksi penegak hukum. Untuk mengukur menyimpang atau tidaknya seseorang bisa diukur dari batasan-batasan norma dan perkembangan budaya masyarakatnya. 17 . Lemert, E. M. Social Pathology, New York: McGraw-Hil, 1951, h. 76. Masyarakat Indonesia yang masih mempertahankan agama dan adat istiadatnya sebagai batasan bersikap, akan merasa asing dengan perilaku seperti homoseksual, lesbian, pelacuran maupun pecandu narkotika. Penolakan masyarakat terhadap perilaku menyimpang itu dapat dirasakan oleh kelompok masyarakat yang melakoni perbuatannya dengan wujud tidak diakuinya komunitas itu oleh kelompok mayoritas yang berbeda. Bahkan acapkali sebagian masyarakat memandang mereka dianggap aib atau cela. Mustofa mengatakan bahwa tingkah laku menyimpang atau pola tingkah laku yang tidak mengikuti atau tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma- norma yang berlaku dalam masyarakat. Norma-norma tersebut tidak hanya yang dirumuskan secara formal dalam hukum atau undang-undang tetapi juga yang hidup dalam masyarakat walaupun tidak dicantumkan dalam hukum atau undang-undang suatu negara. 18 Berkenaan dengan penyalahgunaan narkotika Clinard dan Meier 1989 mengatakan bahwa penggunaan obat-obatan tertentu itu menyimpang atau tidak tergantung pada norma yang juga diciptakan secara sosial. Norma dapat berubah sesuai berlangsungnya waktu sehingga penggunaan obat-obatan di suatu waktu dapat dianggap menyimpang namun di lain waktu dianggap tidak menyimpang. 18 Mustofa, Muhammad, Metodologi Penelitian Kriminologi, Fisip UI Press, Depok, 2005, h, 6

Dokumen yang terkait

Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

4 89 158

Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Mengenai Penyalahgunaan Metilon Salah Satu Senyawa Turunan Katinona sebagai Tindak Pidana Narkotika)

0 85 174

Sistem Penghukuman Bagi Pecandu Narkotika Pada Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

0 51 207

Peranan Badan Narkotika Nasional (BNN) Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

33 230 74

PENULISAN HUKUM PEMBUKTIAN UNSUR TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN ZAT NARKOTIKA DAN AKIBAT HUKUMNYA (Tinjauan Yuridis terhadap Penyalahgunaan Zat Narkotika Menurut Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika)

0 4 31

Sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam undang-undang nomor 35 tahun 2009 ditinjau dari hukum Islam

3 29 81

Sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam undang-undang nomor 35 tahun 2009 ditinjau dari hukum Islam

1 4 81

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PENETAPAN SANKSI PIDANA DENDA TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA.

0 0 1

undang undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika

0 0 92

ASPEK HUKUM ASESMEN TERPADU BAGI PENGGUNA DAN PECANDU NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA - repo unpas

0 2 29