Perubahan Sales
2. Variabel Independen
Variabel independen sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel dependen Sugiyono, 2010: 4. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: a
Operating Leverage X
1
Operating leverage merupakan penggunaan aktiva dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap. Untuk
mengukur operating leverage digunakan degree of operating leverage DOL. Degree of operating leverage DOL merupakan perubahan
persentase dalam laba operasional perusahaan EBIT akibat adanya perubahan satu persen dalam penjualan Ahmad Rodoni dam Herni Ali,
2010.
b Financial Leverage X
2
Financial leverage adalah penggunaan modal pinjaman disamping modal sendiri dan untuk itu perusahaan harus membayar beban tetap
berupa bunga. Untuk mengukur financial leverage digunakan degree of financial leverage DFL. Degree of financial leverage DFL merupakan
persentase perubahan EPS perusahaan dihubungkan dengan besarnya DOL =
Perubahan EBIT
44
persentase perubahan laba operasional EBIT Ahmad Rodoni dam Herni Ali, 2010.
c Compound Leverage Leverage Total X
3
Compound leverage Leverage total atau leverage gabungan dapat dilambangkan dengan degree of compoun leverage DCL. Degree of
compoun leverage DCL merupakan pengaruh perubahan penjualan terhadap perubahan laba setelah pajak ataupun pendapatan per lembar
saham EPS. Leverage gabungan terjadi apabila perusahaan memiliki baik operating leverage maupun financial leverage dalam usahanya
untuk meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham biasa Ahmad Rodoni dam Herni Ali, 2010
.
E. Metode Analisis Data
1. Uji Asumsi Klasik
Untuk mengetahui apakah model yang digunakan dalam regresi benar- benar menunjukkan hubungan yang signifikan dan representatif, maka
model yang digunakan tersebut harus memenuhi uji asumsi klasik regresi.
Berikut ini merupakan pengujian asumsi klasik, yaitu :
DFL = Perubahan EPS
Perubahan EBIT
DCL = DOL x DFL
45
a Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan mengetahui apakah model regresi memenuhi asumsi normalitas yang dilakukan dengan melihat penyebaran
data atau titik pada sumbu diagonal dari grafik pengujian normalitas Normal Probability Plot. Apabila data menyebar disekitar garis
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas Ghozali, 2006.
Uji normalitas data dapat juga menggunakan uji kolmogorov- smirnov untuk mengetahui signifikansi data yang terdistribusi normal.
Dengan pedoman pengambilan keputusan :
1 Nilai sig atau signifikansi atau nilai probabilitas 0,05, distribusi adalah tidak normal.
2 Nilai sig atau signifikansi atau nilai probabilitas 0,05, distribusi adalah normal Ghozali, 2006.
Maka untuk mendeteksi normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test K-S dilakukan dengan membuat hipotesis :
Ho : data residual berdistribusi normal Ha : data residual tidak berdistribusi normal
1 Apabila probabilitas nilai Z uji K-S signifikan secara statistik maka Ho ditolak, yang berarti data tersebut terdistribusi tidak
normal.
46
2 Apabila probabilitas nilai Z uji K-S tidak signifikan secara statistik maka Ho diterima, yang berarti data tersebut terdistribusi
normal.
b Uji Heteroskedastisitas
Menurut Imam Ghozali 2006 uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Cara menguji ada tidaknya heteroskedastisitas, yaitu dengan menggunakan analisis grafik scatterplot. Pengujian scatterplot, model
regresi yang tidak terjadi heteroskedastisitas harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1 Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian
menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2 Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dapat juga menggunakan uji Glejser untuk
mengetahui apakah sebuah model regresi memiliki indikasi
47
heteroskedastisitas dengan cara meregresi absolut residual UbsUt. Dengan pedoman pengambilan keputusan Ghazali, 2011:
1 Nilai sig atau signifikansi atau nilai probabilitas 0,05, tejadi masalah heteroskedastisitas.
2 Nilai sig atau signifikansi atau nilai probabilitas 0,05, tidak terjadi masalah heteroskedastisitasGhozali, 2011.
c Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antar variabel bebas dalam model regresi. Dasar pengambilan
keputusannya adalah apabila nilai VIF Variance Inflation Factor disekitar angka satu. Nilai tolerance mendekati satu, daan korelasi antar
variabel adalah lemah dibawah 0,5, maka dalam model regresi tidak terdapat masalah multikolinearritas Ghozali, 2006.
Pengujian multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas
independent. Menganalisis nilai tolerance dan variance inflation factor VIF yang sifatnya saling berlawanan. Kedua ukuran ini menunjukkan
setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan
adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance 0.10 atau sama dengan nilai VIF 10 Ghozali, 2006.
48
d Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode t-1 sebelumnya.
Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah
dengan uji Durbin Watson DW. Pengambilan keputusan ada tidaknya
autokorelasi Ghozali, 2006 :
1 Bahwa nilai DW terletak diantara batas atas atau upper bound du dan 4-du, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol
berarti tidak ada autokorelasi positif. 2 Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower
bound dl, maka koefisien autokorelasi lebih besar dari nol berarti ada autokorelasi positif.
3 Bila nilai DW lebih besar daripada batas bawah atau lower bound 4-dl, maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol berarti ada
autokorelasi negatif. 4 Bila nilai DW terletak antara batas atas du dan batas bawah dl
atau DW terletak antara 4-du dan 4-dl, maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
49
Tabel 3.2 Keputusan Ada Tidaknya Autokorelasi
Hipotesis nol Keputusan
Jika
Tidak ada autokorelasi positif
Tolak 0 dw dl
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak dapat disimpulkan
dl ≤ dw ≤ du Tidak ada korelasi
negative Tolak
4-dl dw 4 Tidak ada korelasi
negative Tidak dapat
disimpulkan 4-
du ≤ dw ≤ 4-dl Tidak ada autokorelasi
Tidak ditolak du ≤ dw ≤ 4-du
Sumber : Ghozali, 2006 Jika nilai Durbin-Watson tidak dapat memberikan kesimpulan
apakah data yang digunakan terbebas dari autokorelasi atau tidak, maka perlu dilakukan Run-Test. Pengambilan keputusan didasarkan pada acak
atau tidaknya data, apabila bersifat acak maka dapat diambil kesimpulan bahwa data tidak terkena autokorelasi.
Menurut Ghozali 2006 acak atau tidaknya data didasarkan pada batasan sebagai berikut :
1 Apabila nilai probabilitas ≥ α = 0,05 maka observasi terjadi secar
acak. 2
Apabila nilai probabilitas ≤ α = 0,05 maka observasi terjadi secara tidak acak.
2. Analisis Regresi Linier Berganda