STABILISASI DEDAK PADI TINJAUAN PUSTAKA

7 bebas dioksidasi oleh enzim lipoksigenase menjadi bentuk-bentuk peroksida, keton dan aldehid, sehingga dedak menjadi tengik. Dedak juga banyak mengandung serat dietary fiber yang terdiri atas polisakarida dan lignin. Kelompok utama serat meliputi selulosa, hemiselulosa, pektin, gum dan lignin serta yang berhubungan dengan serat makanan seperti asam fitat, silika, lilin, protein, tanin dan lain-lain Jones,1976.

B. STABILISASI DEDAK PADI

Stabilisasi dedak sangat berhubungan dengan adanya enzim lipase yang terdapat pada lapisan biji dan lapisan melintang pada beras. Untuk memperoleh dedak food grade bermutu tinggi, seluruh komponen penyebab kerusakan harus dieliminasi. Stabilisasi dedak dilakukan dengan prinsip menghentikan aktivitas lipase. Proses penghentian aktivitas enzim lipase harus lengkap bersifat tidak dapat balik dan harus dijaga kandungan komponen berharganya. Tiga cara inaktivasi lipase dedak, yaitu : 1 Pemanasan basah atau kering. 2 Ekstraksi dengan pelarut organik untuk mengeluarkan minyak. 3 Denaturasi etanolik dari lipase dedak dan lipase dari bakteri dan kapang Champagne et al., 1992 dalam Hartanti, 1995. Dari ketiga cara inaktivasi tersebut, hanya pemanasan yang cocok dan aman untuk pengawetan dedak. Proses stabilisasi dedak ada tiga cara, yaitu : a pemanasan dengan kadar air tetap retained-moisture heating, b pemanasan dengan penambahan air added-moisture heating, dan c pemanasan kering pada tekanan atmosfir Sayre et al., 1982. Dari ketiga metode pemanasan tersebut, pemanasan dengan tekanan tinggi dan kadar air tetap merupakan cara terbaik. Metode ini dilakukan berdasarkan pemanfaatan air dalam dedak sebagai penghantar panas heat transfer, denaturasi enzim dan sterilisasi. Dua metode yang tergolong proses ini adalah: 8 1 pengeringan dengan menggunakan alat drum berputar dan 2 ekstrusi. Dalam proses pengeringan dengan menggunakan alat drum berputar, dedak dipanaskan pada suhu 110-120 O C selama 5 menit dengan tekanan 0.3- 0.5 atm. Setelah tekanan dikembalikan pada tekanan normal, dedak dikeluarkan dari drum dan didiamkan hingga dingin dan kering. Pada proses ekstrusi, suhu pemasak ekstruder berkisar 130-140 O C; densitas dedak meningkat dari 0.3 menjadi 0.6 gml, dan kadar air menurun sebesar 5-8. Keuntungan proses ini adalah karena tidak membutuhkan aliran uap dari luar, peralatannya relatif kecil dan kompak, serta mudah operasinya. Dengan demikian unit ini dapat digabungkan dengan unit penggilingan beras dengan sedikit modifikasi Damardjati et al., 1990 dalam Tjahja,1996. Stabilisasi dedak padi komersial di Amerika Serikat dilakukan dengan ekstruder pada suhu 125-135 O C selama 1-3 detik, kadar air 11-15 Randall et al., 1985. Damardjati dan Luh 1986 berdasarkan prosedur Randall et al. 1985 telah mempelajari pengawetan dedak dengan ekstruder. Penggunaan ekstruder sistem ulir tunggal dengan tipe alat Brady Crop Cooker, model 2160, dilengkapi dengan motor elektrik 100 HP, telah memberikan hasil yang baik dalam proses pengawetan dedak. Kondisi proses yang optimal adalah suhu 130 O C pada kadar air dedak 12-13, dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 97-99 O C selama 3 menit, kemudian didinginkan dengan hembusan udara suhu kamar. Pemanasan kering dapat dilakukan dengan proses sangrai roasting pada suhu 100-110 O C, dan proses ini relatif sederhana, mudah dan murah. Akan tetapi proses ini membutuhkan waktu yang cukup lama 20-30 menit, pemanasannya tidak merata, disamping kemungkinan terjadi kerusakan bahan, juga mikroba dan serangga tidak terbasmi semua, serta enzim lipase juga tidak rusak sehingga apabila kadar air bahan meningkat selama total penyimpanan 7 akan terjadi lagi kegiatan hidrolisa minyak Juliano, 1985. Pemanasan basah umumnya lebih efektif dibandingkan pemanasan kering. Inaktivasi lipase pada dedak basah dapat dilakukan pada suhu 100 O C 9 selama 3 menit. Proses pemanasan dedak basah umumnya dilakukan dengan pengukusan pemanasan dengan uap selama 10-30 menit, pengeringan produk hingga kadar air 3-12 dan pendinginan. Pengukusan optimum adalah selama 15 menit pada suhu 100 O C atau selama 5 menit pada suhu 115 O C. Pengeringan optimum adalah 45-60 menit pada 110 O C Juliano, 1985. Otoklaf telah dikenal sejak tahun 1830 sebagai suatu alat untuk memanaskan makanan kaleng dan merupakan gabungan dari ketel bertutup dengan uap panas. Otoklaf digunakan untuk sterilisasi alat dan bahan pangan. Pada bahan pangan, sterilisasi harus cukup mematikan spora bakteri patogen tanpa menimbulkan kerusakan gizi dan penampakan Winarno, 1992. Uap panas yang dihasilkan sangat baik digunakan untuk mendestruksi mikroba dengan cara menginaktivasi beberapa enzim penting yang terdapat dalam mikroba. Untuk menginaktifkan enzim dan membunuh mikroba pada bahan pangan digunakan otoklaf dengan suhu 121 O C selama 15-20 menit Winarno, 1992. Proses pemanasan basah menggunakan otoklaf membutuhkan waktu pemanasan yang lebih pendek, lebih efektif dalam sterilisasi dan pencegahan kegiatan kembali enzim secara permanen. Namun proses pemanasan basah membutuhkan investasi yang mahal dan keterampilan yang tinggi Damardjati et al., 1990 dalam Tjahja,1996. Proses stabilisasi ini harus segera dilakukan setelah dedak dihasilkan dari penggilingan padi. Aktivitas enzim lipase dan lipoksigenase akan hancur akibat denaturasi oleh panas selama proses stabilisasi dedak. Namun, panas dapat meningkatkan reaksi oksidasi non enzimatik. Panas menyebabkan penyebaran minyak, kerusakan antioksidan endogenous dan peningkatan luas permukaaan yang kontak dengan oksigen. Denaturasi hemoprotein katalase dan peroksidase ditemukan pada beras pecah kulit yang mengalami pemanasan. Pembukaan lipatan enzim ini menyebabkan kontak lebih besar dari grup heme ke substrat minyak, sehingga terjadi oksidasi. Kerusakan oksidasi enzimatik dan non enzimatik di dalam beras diperlambat dengan 10 menjaga kadar oksigen yang rendah melalui pengemasan yang optimum selama penyimpanan Kao dan Luh, 1991.

C. Minyak Dedak