Ekstraksi Minyak Dedak TINJAUAN PUSTAKA

14 Menurut Ketaren 1986 pelarut minyaklemak yang biasa digunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum ether, gasoline, karbon disulfida, karbon tetraklorida, benzene dan n-heksan. Menurut Hunnel dan Nowlin 1972 pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi minyak dedak adalah n-heksan, karena bersifat non polar, sedikit mengandung belerang, viskositasnya rendah, tidak beracun dan menpunyai titik didih yang rendah 69 o C.

D. Ekstraksi Minyak Dedak

Ekstraksi adalah suatu metode pemisahan komponen-komponen terlarut dari suatu campuran dengan menggunakan pelarut organik Ekstraksi padat cair merupakan suatu fenomena perpindahan komponen-komponen pembentuk bahan ke dalam cairan lain pelarut . Metode paling sederhana untuk mengekstrak padatan adalah dengan mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut Brown, 1950 . Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut solut di antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat terlarut dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak dapat bercampur. Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian solut dengan perbandingan tertentu. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi, yang dinyatakan dengan rumus: 15 KD : [X]o [X]a Dengan KD adalah koefisien distribusi, [X]o adalah konsentrasi solut pada pelarut organik [X]a adalah konsentrasi solut pada air. Untuk keperluan analisis kimia angka banding distribusi D akan lebih bermakna daripada koefisien distribusi KD. Angka banding distribusi menyatakan perbandingan konsentrasi total zat terlarut dalam pelarut organik fasa organik dan pelarut air fasa air. Ukuran kuantitatif banyaknya solut yang terdapat dalam kedua pelarut dapat dilihat dari koefisien distribusi atau angka banding distribusi, yang dapat dihitung berdasarkan hukum dasar distribusi Nerst. Hukum ini menyatakan bahwa solut akan mendistribusikan diri di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga setelah kesetimbangan distribusi tercapai, perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua fasa pelarut pada suhu konstan akan merupakan suatu tetapan, yang disebut koefisien distribusi K D , jika di dalam kedua fasa pelarut tidak terjadi reaksi. Akan tetapi, jika solut di dalam kedua fasa pelarut mengalami reaksi-reaksi tertentu seperti assosiasi, dissosiasi, maka akan lebih berguna untuk merumuskan besaran yang menyangkut konsentrasi total komponen senyawa yang ada dalam tiap-tiap fasa, yang dinamakan angka banding distribusi D . http:www.malang.ac.idjurnalfmipamipa1998a.htm Pada proses tersebut pelarut ditambahkan pada bahan padat sehingga komponen padat akan dipisahkan menyebar di antara kedua fase tersebut cenderung tetap Earle, 1983 dalam Hartanti, 1995 . Sabel dan Waren 1973 dalam Hartanti 1995 , mengatakan bahwa dua macam cara ekstraksi yang biasa digunakan, yaitu dengan cara soxhlet hot extraction dan cara perkolasi penambahan pelarut ke dalam bahan baku dengan atau tanpa pengaruh panas. Menurut Moestafa 1981 dalam Hartanti 1995, cara perkolasi pada prinsipnya adalah dengan menambahkan pelarut pada bahan yang akan diekstrak dengan perbandingan tertentu, kemudian diaduk dengan magnetic stirer. Larian 1959 dalam Hartanti 1995, mengatakan bahwa proses pengadukan bertujuan untuk 16 mempercepat pelarutan zat padat dengan jalan membentuk suspensi serta melarutkan partikel-partikel ke dalam medium pelarut. Rendemen minyak dedak yang dapat diperoleh dalam proses ekstraksi yang tidak sama disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah besar butiran bahan, uniform butiran, kadar air, campuran bahan kotoran, kemurnian dan benda asing , waktu penyimpanan bahan, cara dan alat yang digunakan, temperatur proses, zat pelarut dan perbandingan antara bahan dan zat pelarut yang digunakan ,dan dedak dari jenis padi yang berbeda Soemardi, 1975 . Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susi Hartanti 1995, kadar minyak dedak kasar 21.12 lebih tinggi daripada dedak halus 15.30 . Hal ini disebabkan karena dedak halus lebih banyak mengandung pati dan patahan beras. Dalam penelitian tersebut juga dikatakan bahwa suhu ekstraksi yang lebih tinggi tidak menaikkan rendemen minyak yang dihasilkan karena dedak akan teroksidasi. Sedangkan suhu yang lebih rendah mengakibatkan proses ekstraksi lebih lama karena koefisien difusi pelarut turun sehingga semakin sedikit partikel bahan yang terlarut. Disebutkan juga dalam penelitian ini bahwa pertambahan waktu ekstraksi dapat menaikkan rendemen minyak karena kesempatan bahan bersentuhan dengan pelarut semakin lama sehingga semakin banyak partikel yang terlarut sampai titik jenuh larutan. Pada penelitian lainnya yang dilakukan Iqri Sulizar 1995, disebutkan bahwa rendemen minyak dedak pada suhu ekstraksi 50 o C dan lama ekstraksi 60, 90, dan 120 menit, masing-masing 5.23, 11.93, dan 9.85. Sedangkan rendemen minyak dedak pada suhu ekstraksi 60 o C dan lama ekstraksi 60, 90, dan 120 menit, masing-masing 5.98, 7.96, dan 5.47. Rata-rata rendemen minyak dedak pada suhu ekstraksi 50 o C lebih tinggi dari rata-rata rendemen minyak dedak pada suhu ekstraksi 60 o C. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya daya larut heksana karena mulai terjadi perubahan fase heksana dari cair ke uap. Berkurangnya daya larut heksana menurunkan laju ekstraksi, sehingga rendemen minyak dedak yang dihasilkan menjadi lebih rendah. 17 Metode ekstraksi yang digunakan mempengaruhi jumlah minyak yang dihasilkan. Tahapan-tahapan yang perlu diperhatikan dalam ekstraksi minyak dedak dengan menggunakan pelarut adalah persiapan bahan baku, pemilihan pelarut dan kondisi proses ekstraksi baik suhu maupun lama proses ekstraksi, proses pemisahan pelarut dan analisis kimia yang digunakan. Pada umumnya proses ekstraksi minyak dedak terdiri atas persiapan bahan, pembersihan, perlakuan panas atau pengeringan, ekstraksi dengan tekanan atau pelarut, perlakuan akhir dan perbaikan mutu minyak Luh, 1991. Pemanasan dedak untuk stabilisasi menyebabkan partikel dedak menggumpal menjadi potongan lebih besar sehingga lebih mudah dalam penanganan untuk ekstraksi daripada dedak tanpa pemanasan Graci et al. ,1953 dalam Hartanti, 1995 . Pengeringan sebelum ekstraksi dimaksudkan untuk memudahkan pengeluaran minyak pada waktu ekstraksi sehingga waktu ekstraksi menjadi lebih singkat, sedangkan suhu pengeringan yang terlalu tinggi akan menyebabkan rendemen minyak yang dihasilkan turun. Bahan yang akan diekstrak sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah kontak antara bahan dengan pelarut, sehingga ekstraksi dapat berlangsung dengan baik Purseglove, et al. , 1981 dalam Hartanti, 1995. Ukuran bahan yang sesuai akan menyebabkan ekstraksi berlangsung dengan sempurna dalam waktu yang singkat. Tetapi bila ukuran bahan terlalu halus maka kadar minyak akan terhidrolisis pada saat penggilingan. Menurut Moestafa 1981 , bahan yang terlalu halus akan menggumpal sehingga sukar untuk ditembus pelarut, sebaliknya bahan yang terlalu besar akan memerlukan waktu ekstraksi yang lebih lama. Kondisi proses yang berpengaruh adalah lama proses ekstraksi, suhu dan jenis pelarut yang digunakan. Menurut Moestafa 1981 dalam Hartanti 1995, ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi, tetapi hal ini akan mengakibatkan beberapa komponen rusak. Menurut Suryandari 1981 , semakin lama waktu ekstraksi kesempatan untuk bersentuhan antara bahan 18 dengan pelarut semakin besar sehingga rendemen juga akan bertambah sampai titik jenuh larutan. E. Pelarut Faktor penting dalam ekstraksi dengan menggunakan pelarut adalah pemilihan pelarutnya, yaitu tidak berbahaya bagi para pekerja dan tidak bersifat racun. Beberapa pelarut yang biasa dipakai adalah aseton, etanol, metanol, heksana dan etilen diklorida. Etilen diklorida adalah pelarut yang banyak dipakai dan dilaporkan paling baik, akan tetapi etanol adalah pelarut yang paling aman dalam arti bahwa pelarut tersebut tidak bersifat racun Somaatmadja, 1981 . Jumlah pelarut juga akan mempengaruhi jumlah ekstrat yang dihasilkan. Menurut Suryandari 1981 semakin besar volume pelarut, maka jumlah yang terekstrak juga semakin besar hingga hasilnya akan bertambah terus sampai larutan jenuh. Tabel 5. Titik Didih Pelarut Jenis Pelarut Titik Didih o C Aseton Metanol Heksana Etil Alkohol Isopropil alkohol Etilen diklorida 56.5 64.7 69.0 78.4 82.3 83.5 Pelarut yang mempunyai gugus hidroksil alkohol dan karbonil keton termasuk pelarut polar, sedangkan hidrokarbon termasuk pelarut non polar. Secara fisika, tingkat polaritas dapat ditunjukkan dengan lebih pasti melalui pengukuran konstanta dielektrikum suatu bahan pelarut. Konstanta dielektrikum ini secara matematis ditunjukkan dalam rumus: D = e e ’ f r 2 Dengan D adalah konstanta dielektrikum, f gaya tolak menolak dua partikel bermuatan listrik e dan e’. Semakin besar konstanta dielektrikum suatu 19 bahan pelarut disebut semakin polar. Konstanta dielektrikum etanol adalah 24.30 lebih besar dari heksana dan aseton yaitu 1.89 dan 20.70. Bahan – bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam bahan pelarut yang sama polaritasnya dengan bahan yang akan dilarutkan Sudarmadji et al, 1989 . Minyak dedak merupakan zat non polar sehingga hanya dapat larut dalam pelarut yang mempunyai nilai kepolaran yang sama dengan minyak dedak, yaitu non polar.

F. Prinsip Ekstraksi