Dominansi Spesies Tumbuhan Asing Invasif

5.2 Spesies Tumbuhan Asing Invasif 5.2.1 Jumlah spesies tumbuhan asing invasif Jumlah spesies yang tergolong tumbuhan asing invasif apabila dibandingkan dengan jumlah tumbuhan secara keseluruhan di sepuluh lokasi penelitian termasuk rendah. Spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di Kampus IPB Darmaga hanya berjumlah 11 spesies. Daftar spesies yang tergolong tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Spesies tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga No. Nama Spesies Famili Habitus 1. Ageratum conyzoides L. Asteraceae Herba 2. Chromolaena odorata L. King H.E. Robins Asteraceae Semak 3. Clidemia hirta G. Don. Melastomataceae Semak 4. Elaeis guineensis Jacq. Arecaceae Palem 5. Lantana camara L. Verbenaceae Semak 6. Mikania micrantha H. B. K. Asteraceae Herba 7. Mimosa pudica Duchass. Walp. Fabaceae Herba 8. Piper aduncum L. Piperaceae Semak 9. Rubus moluccanus L. Rosaceae Semak 10. Spathodea campanulata Beauv. Bignoniaceae Pohon 11. Swietenia macrophylla King. Meliaceae Pohon Sumber: Webber 2003, ISSG 2005 Spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di Kampus IPB Darmaga terdiri dari sembilan famili, dan famili Asteraceae juga termasuk di dalamnya. Famili Asteraceae merupakan famili terbanyak setelah Poaceae yang spesies- spesiesnya termasuk ke dalam gulma berbahaya di dunia Sastroutomo 1990. Selain itu, Famili Asteraceae juga termasuk tumbuhan yang mudah tumbuh liar dan tersebar di beberapa habitat, mulai dari halaman pekarangan, ladang, kebun, sampai di pinggir jalan Pujowati 2006. Dilihat dari segi habitus, spesies tumbuhan asing invasif yang dijumpai di Kampus IPB Darmaga kebanyakan berhabitus semak 5 spesies. Hal ini juga sesuai dengan database spesies tumbuhan asing invasif di dunia yang memang didominasi oleh tumbuhan berhabitus semak ISSG 2005.

5.2.2 Dominansi Spesies Tumbuhan Asing Invasif

Spesies tumbuhan asing invasif di dalam suatu komunitas seharusnya mendominasi komunitas tumbuhan tersebut. Hal ini dikarenakan spesies ini dapat mengefisiensikan sumberdaya yang ada di lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupanya, sehingga dapat bertahan meskipun berada pada lingkungan yang tidak sesuai dengan kebutuhannya habitat alaminya. Namun, berdasarkan jumlah INP, secara umum nilainya tidak menunjukkan adanya dominansi dari spesies-spesies tersebut dalam komunitasnya. Nilai INP spesies asing invasif dan peringkatnya dalam komunitasnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 INP spesies tumbuhan asing invasif dan peringkatnya dalam komunitas No. Nama Spesies INP Peringkat INP Lokasi 1. Elaeis guineensis Jacq. 35,95 2 7 2. Clidemia hirta G. Don. 17,26 2 9 3. Mikania micrantha H. B. K. 8,34 6 2 4. Lantana camara L. 6,95 10 2 5. Swietenia macrophylla King. 6,36 7 1 6. Ageratum conyzoides L. 2,48 29 10 7. Rubus moluccanus L. 2,30 36 5 8. Chromolaena odorata L. King H.E. Robins 1,77 41 2 9. Mimosa pudica Duchass. Walp. 1,50 31 10 10. Spathodea campanulata Beauv. 1,33 34 3 11. Piper aduncum L. 1,08 37 10 Keterangan : 1. Arboretum Fahutan, 2. Arboretum Hutan Tropika, 3. Arboretum Lanskap, 4. Hutan Al- Hurriyyah, 5. Hutan Cikabayan, 7. Tegakan Karet Asrama C4 Silva, 9. Tegakan Pinus Cangkurawok, 10. Tegakan Sengon Rektorat. : Peringkat INP dalam komunitasnya. Spesies tumbuhan asing invasif yang memiliki pengaruh dalam komunitasnya hanyalah Harendong bulu Clidemia hirta dan Kelapa sawit Elaeis guineensis . Hal ini dikarenakan dua spesies tersebut memiliki INP ≥10 Tabel 5. Sementara itu, spesies lainnya dapat dikatakan tidak memiliki peranan signifikan dalam menekan spesies lain yang ada dalam komunitas yang sama. Penyebab berpengaruh atau tidaknya spesies tumbuhan asing invasif di Kampus IPB Darmaga dikarenakan oleh faktor bioekologis dan mekanis berupa pengelolaan tumbuhan bawah yang ada di kampus tersebut. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing spesies tumbuhan asing yang ada di Kampus IPB Darmaga: 1. Elaeis guineensis Jacq. Kelapa sawit Elaeis guineensis Gambar 6 merupakan temuan baru yang dinyatakan invasif di Indonesia. Hal ini juga didukung dengan hasil perhitungan INP spesies ini sebesar 35,95. Tabel 5. Saat ini, di Indonesia, memang belum ada yang mengungkapkan bahwa spesies ini termasuk ke dalam spesies invasif. Namun, spesies ini telah ditemukan sebagai spesies sangat invasif di Negara Bagian Bahia, Timur Laut Brasil ISSG 2005. Gambar 6 Anakan Kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq. E. guineensis berasal dari Afrika Barat, di Negara-negara seperti Nigeria, Liberia, dan Angola ISSG 2005. Pertama kali dintroduksi ke Indonesia pada tahun 1848 di Kebun Raya Bogor, dan dikembangkan pertama kali sebagai tanaman perkebunan pada tahun 1911 di Sumatera Utara Sastrosayono 2006. Daya tarik ekonomi menjadi salah satu alasan dibudidayakannya E. guineensis di Negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Dalam hal ini IPB sebagai Perguruan Tinggi yang berbasis pertanian dalam arti luas, tentu saja berusaha untuk mengembangkan spesies ini sebagai komoditi pertanian yang unggul dan diterima masyarakat. Oleh karena itu, di beberapa lokasi seperti Cikabayan telah ditanam E. guineensis sebagai bahan percobaan dan budidaya. Tingginya INP E. guineensis yang dijumpai di Kampus IPB Darmaga meskipun berada di bawah tegakan erat kaitannya dengan mekanisme kebutuhan cahaya. E. guineensis bersifat intoleran pada saat dewasa dan toleran pada saat anakan juvenile Pahan 2008, sehingga adanya naungan tidak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu, E. guineensis juga dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1300 m dpl, bahkan dengan kondisi tanah asam juga masih memungkinkan untuk dapat tumbuh dan berkembang Pahan 2008. Oleh karena itu, budidaya spesies ini perlu mendapat perhatian serius mengingat sifat invasifnya yang dapat mengganggu ekologi tumbuhan di Kampus IPB Darmaga. 2. Clidemia hirta G. Don. Harendong bulu Clidemia hirta Gambar 7 merupakan spesies tumbuhan asing invasif yang berpengaruh di komunitasnya, dengan INP 17,26 Tabel 5. Berpengaruhnya C. hirta di komunitasnya Tegakan Pinus Cangkurwok tidak terlepas dari kegiatan pemotongan tumbuhan bawah yang belum dilakukan di tegakan tersebut pada saat dilakukan penelitian. Selain itu, meskipun termasuk spesies intoleran, namun untuk tegakan yang relatif tidak rapat seperti di Tegakan Pinus Cangkurawok spesies ini dapat bertahan dan berkembang. Gambar 7 Harendong bulu Clidemia hirta G. Don. C. hirta berasal Amerika Utara Meksiko dan Amerika Selatan daerah tropis dan Karibia Webber 2003. Pertama kali ditemukan di Indonesia di Pulau Jawa Biotrop 2011. C. hirta kemungkinan dapat terus berkembang di Kampus IPB Darmaga apabila tidak dilakukan pengendalian berupa pemotongan atau perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan C. hirta dapat tumbuh di tempat terbuka atau sedikit naungan, berbunga sepanjang tahun, dan dapat hidup pada ketinggian 5-1350 mdpl, sementara Kampus IPB Darmaga memiliki ketinggian rata-rata 175-210 mdpl. Selain itu, C. hirta juga telah tercatat dalam 100 spesies asing paling invasif di dunia Lowe et al. 2004. C. hirta di habitat aslinya dapat tumbuh dengan cepat, intoleran terhadap cahaya matahari, dan merupakan spesies pioner yang tumbuh di hutan primer Webber 2003. Dilihat dari reproduksinya C. hirta memproduksi buah melimpah dan penyebaran biji dibantu oleh burung, namun dapat juga tersebar oleh hewan lain yang melawati koloni tumbuhan ini. Selain itu, menurut Webber 2003 C. hirta juga tidak mudah terbakar, sehingga perlakuan pembakaran untuk pengendaliannya sering menimbulkan ketidakberhasilan. 3. Mikania micrantha H. B. K. Sembung rambat Mikania micrantha Gambar 8 merupakan spesies toleran, sehingga meskipun di bawah naungan tegakan, tetap memiliki INP yang lebih besar dibandingkan spesies yang termasuk spesies tumbuhan asing invasif selain Elaeis guineensis dan Clidemia hirta. Meskipun termasuk spesies toleran, namun spesies ini banyak ditemukan di tepian tegakan yang relatif terbuka dibandingkan dengan di bawah tegakan. Gambar 8 Sembung rambat Mikania micrantha H.B.K M. micrantha berasal dari Amerika Utara Meksiko dan Amerika Selatan daerah tropis Webber 2003. Pertama kali diintroduksi di Kebun Raya Bogor tahun 1949, saat ini telah menyebar di seluruh Indonesia dan menggantikan Mikania cordata spesies asli Indonesia Biotrop 2011. Perkembangan spesies ini di Kampus IPB Darmaga masih memungkinkan karena di habitat aslinya, termasuk toleran terhadap cahaya matahari dan tumbuh dekat danau dan hutan terbuka, kadang-kadang melimpah secara lokal Webber 2003. M. micrantha merupakan tumbuhan memanjat dan merambat di semak- semak dan pohon kecil, kemudian membentuk semak tebal oleh campuran antara batang dan stolon. Spesies ini menyebar cepat setelah terganggu, misalnya karena terbakar dan memperluas populasi dengan pertumbuhan vegetatif, dan mencegah regenerasi tumbuhan alami lainnya. Bijinya tersebar melalui angin, sehingga mudah untuk tersebar dan tak jarang mendominasi di habitat barunya Webber 2003. Oleh karena itu, Lowe et al. 2004 telah mencatat spesies ini dalam 100 spesies asing paling invasif di dunia. 4. Lantana camara L. Tembelekan Lantana camara Gambar 9 termasuk tumbuhan asing invasif yang memiliki INP rendah dalam komunitasnya. Spesies ini hanya memiliki INP sebesar 6,95 atau peringkat 10 dalam komunitasnya. Menurut Sharma et al. 2005 spesies ini merupakan salah satu dari 10 spesies terinvasif di dunia. Dengan kata lain, dominansinya di dalam komunitas yang ada di Kampus IPB Darmaga seharusnya tinggi. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Dobhal et al. 2011 yang mengemukakan bahwa invasi spesies ini telah mengubah kualitas komposisi dan distribusi dan kuantitas pertumbuhan dan jumlah spesies lain yang berada dalam komunitasnya di sekitar Sungai Nayar, Himalaya. L. camara diperkirakan akan terus berkambang di kawasan Kampus IPB Darmaga apabila tidak memperoleh gangguan dari manusia, baik melalui mekanik maupun kimiawi. Hal ini dikarenakan perkembangan L. camara di habitatnya yang baru termasuk cepat ISSG 2005. Sementara itu, Rajwar 2007 diacu dalam Dobhal et al. 2010 menyatakan bahwa dalam waktu seratus tahun L. camara dapat menginvasi daerah sepanjang 110 km di sepanjang Sungai Nayar, Pauri Garhwal, di Himalaya. Gambar 9 Tembelekan Lantana camara L. L. camara berasal dari Amerika Utara Meksiko dan Amerika selatan daerah tropis Webber 2003. Pertama kali ditemukan di Indonesia di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi Bitrop 2011. Spesies ini juga telah tercatat dalam 100 spesies asing paling invasif di dunia Lowe et al. 2004. Hal ini dikarenakan L. camara dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang miskin hara dan mudah beregenerasi seperti kondisi semula setelah terjadi kerusakan. Biji disebar oleh burung. Meskipun termasuk spesies intoleran, koloni spesies ini menjadi semak tebal dapat menghilangkan vegetasi asli dan merubah hutan alam menjadi padang semak Gentle Dugin 1997 diacu dalam Dobhal et al. 2010; Webber 2003. Koloni yang rapat dari L. camara dapat mengganggu area yang ditempatinya, termasuk pertumbuhan spesies lain di area tersebut Webber 2003. Oleh karena itu, perkembangannya di Indonesia, khususnya di Kampus IPB Darmaga perlu diwaspadai untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan akibat invasi spesies tersebut. 5. Swietenia macrophylla King. Mahoni daun lebar Swietenia macrophylla Gambar 10 merupakan spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di Kampus IPB dengan habitus pohon. Keberadaan spesies ini di kampus IPB Darmaga tidak terlepas dari pembangunan ruang terbuka hijau dan kebun percobaan, berupa arboretum- arboretum dan fungsi lainnya. Spesies ini termasuk spesies toleran, sehingga dapat berkembang di bawah tegakan atau naungan. Morris et al. 1999 juga melaporkan bahwa perkecambahan S. macrophylla semakin meningkat dengan meningkatnya naungan yang diberikan. Rendahnya nilai INP S. macrophylla lebih disebabkan faktor reproduksinya, terutama waktu berbuah dan cara penyebaran bijinya. Menurut Joker 2001 S. macrophylla berbuah antara bulan Juni-Agustus, dan penyebaran bijinya melalui angin, sehingga biasanya penyebarannya jauh dari lokasi induknya. S. macrophylla berasal dari Amerika Utara Meksiko dan Amerika Selatan daerah tropis Webber 2003. Pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1872 dan berkembang di Jawa mulai tahun 1892. Spesies ini di Kampus IPB Darmaga diperkirakan akan terus berkembang, selain karena faktor introduksi oleh pengelola, secara ekologis spesies ini juga merupakan spesies yang cepat tumbuh, toleran, dan dapat bertahan di daerah kering. Gambar 10 Mahoni daun lebar Swietenia macrophylla King. Perkembangan S. macrophylla sering menjadi spesies dominan dan menekan spesies asli. Hal ini ditambah dengan setiap proses reproduksi yang menghasilkan biji banyak Webber 2003. Selain itu, pemotongan juga tidak dapat mengatasi perkembangan spesies ini, karena spesies ini juga termasuk spesies yang mudah tumbuh kembali bertunas setelah dilakukan pemotongan Webber 2003. 6. Ageratum conyzoides L. Babandotan Ageratum conyzoides Gambar 11 memiliki INP yang rendah di lokasi contoh penelitian yang dijumpai. Sedikitnya populasi ini erat kaitannya dengan lokasi contoh penelitian yang relatif tertutup dengan tajuk spesies utama penyusun komunitas tumbuhan yang diteliti. Tertutupnya lantai hutan ini menyebabkan spesies tersebut ternaungi sehingga akses untuk mendapatkan cahaya yang digunakan dalam proses fotosintesis tidak berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan spesies tersebut merupakan spesies intoleran dan pertumbuhannya akan teredusir apabila cahaya kurang optimal Moenandir 1993. A. conyzoides berasal dari Amerika Utara Meksiko dan Amerika Selatan daerah tropis Webber 2003. Pertama kali dintroduksi di Pulu Jawa pada tahun 1900-an dan saat ini telah tersebar di seluruh Indonesia Biotrop 2011. Keberadaannya di komunitas tumbuhan Kampus IPB Darmaga dapat menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati. Hal ini berdasarkan penelitian Singh et al. 2005 yang melaporkan bahwa invasi A. conyzoides telah menurunkan jumlah spesies, kepadatan, dan biomassa dan sangat berdampak pada struktur dan komposisi vegetasi alami, serta menurunkan keanekaragaman hayati tumbuhan di sekitar Shivakila, India. Gambar 11 Babandotan Ageratum conyzoides L. A. conyzoides dapat tumbuh di sembarang tempat yang tidak tergenang air dari ketinggian 1-1200 m dpl. Suhu optimum untuk tumbuh yaitu 16 – 24 C dan dapat tumbuh berasosiasi dengan tanaman pertanian seperti padi gogo, palawija, kopi, dan lain-lain Moenadir 1993. 7. Rubus moluccanus L. Hareueus Rubus moluccanus Gambar 12 dengan INP 2,3 menempati peringkat ke-36 dalam komunitasnya Tabel 5. Menurut Daehler 1997, R. moluccanus merupakan tumbuhan memanjat dan seringkali mengikat tumbuhan asli serta menaunginya untuk mendapatkan cahaya, sehingga dapat mengganggu pertumbuhan spesies asli yang dinaunginya. Wiriadinata 2008 mengungkapkan bahwa R. moluccanus merupakan salah satu spesies yang paling dominan di puncak Gunung Lumut . Surya 2008 juga mengungkapkan bahwa spesies ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 2000 m dpl. Sedikitnya populasi R. moluccanus yang ditemukan di lokasi penelitian terkait dengan pemotongan tumbuhan bawah yang dilakukan di lokasi penelitian, terutama di Hutan Cikabayan yang wilayahnya sebagian telah dikonversi menjadi kebun Kelapa sawit Gambar 12. Gambar 12 Hareueus Rubus moluccanus L. A. Hutan Cikabayan yang dikonversi jadi kebun Kelapa sawit B. R. moluccanus berasal dari Himalaya, Australia, New Caledonia, Pulau Solomon dan Fiji ISSG 2005. Spesies ini dapat mengancam spesies lokal melalui kompetisi dan koloninya. Namun, R. moluccanus di habitat aslinya, dilaporkan juga terancam oleh invasi spesies asing yang diintroduksi di daerah tersebut Ang et al. 2010. 8. Chromolaena odorata L. King H.E. Robins Kirinyuh Chromolaena odorata atau Eupatorium odoratum Gambar 13 hanya memiliki INP sebesar 1,77 atau peringkat ke-41 di komunitasnya. Menurut Lai et al. 2006, C. odorata merupakan spesies yang hidup sepanjang tahun dan menginvasi beberapa tipe ekosistem di alam. Hal ini juga sesuai dengan Jaya 2006, yang mengemukakan bahwa spesies ini dapat hidup di berbagai tipe habitat dengan ketinggian yang berbeda-beda. Selain itu, C. odorata juga diketahui dapat menggantikan spesies tumbuhan invasif lainnya seperti Lantana camara dan Imperata cylindrica, sehingga menjadi spesies yang dominan di dalam komunitas yang ditempatinya Lai et al. 2006. C. odorata di lokasi penelitian banyak ditemukan dalam kondisi masih anakan Gambar 13. Hal ini terkait dengan waktu penelitian yang dilakukan pada Bulan Januari sampai Februari. Menurut Muniappan et al. 2005 hal ini erat kaitannya dengan proses reproduksi C. odorata yang memproduksi bunga pada Bulan November dan Desember, bijinya baru tersebar dan tumbuh sekitar Bulan Januari atau Februari setiap tahunnya. A B Gambar 13 Kirinyuh Chromolaena odorata L. King H.E. Robins A, Dan anakannya B. Penyebab sedikitnya jumlah spesies C. odorata juga erat kaitannya dengan lokasi yang dipilih, yang merupakan komunitas tumbuhan dengan tajuk yang sebagian besar menutupi permukaan tanah. Hal ini dikarenakan, meskipun dapat hidup di berbagai tipe habitat, namun syarat utama habitat tersebut harus merupakan daerah terbuka Jaya 2006. Webber 2003 juga melaporkan bahwa spesies ini merupakan spesies pioner, sehingga membutuhkan cahaya penuh intoleran species agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di dalam habitatnya. C. odorata berasal dari Amerika Utara Meksiko dan Amerika Selatan daerah tropis Webber 2003. Pertama kali ditemukan di Indonesia di Lubuk Pakam, Sumatera Utara tahun 1934, dan saat ini telah tersebar di seluruh pulau besar Indonesia, dari Aceh sampai Papua Biotrop 2011. Spesies ini juga telah tercatat dalam 100 spesies asing paling invasif di dunia Lowe et al. 2004. Hal ini dapat dilihat dari sifat ekologis dan mekanisme invasinya di habitatnya yang baru. Menurut Webber 2003, C. odorata merupakan spesies pengambil nutrisi dalam tanah, mudah menggantikan spesies lokal di padang rumput, savana, dan tepi hutan. Ketika menginvasi suatu area, akan berkoloni rapat dan menutupi area tersebut serta berbentuk semak tebal yang bertahan dan mencegah munculnya spesies lain, sehingga dapat menurunkan jumlah spesies asli di hutan, savana, dan juga tepian hutan. Selain itu, C. odorata juga tumbuh cepat dengan produksi biji yang banyak dan dapat tersebar melalui angin Webber 2003. A B 9. Mimosa pudica Duchass. Walp . Putri malu Mimosa pudica Gambar 14 hanya memiliki INP 1,50 atau peringkat ke-31 dalam komunitasnya. Hampir sama dengan Ageratum conyzoides, sedikitnya populasi M. pudica yang ditemukan di lokasi penelitian juga dikarenakan adanya naungan oleh tajuk tegakan di lokasi tersebut. Gambar 14 Putri malu Mimosa pudica Duchass Walp . Penyebab sedikitnya populasi M. pudica di lokasi penelitian dikarenakan spesies ini juga termasuk spesies intoleran ISSG 2005, sehingga kurang berkembang baik di bawah naungan, dan dalam penelitian ini banyak ditemukan di tepi tegakan yang relatif lebih banyak menerima cahaya matahari. M. pudica berasal dari Amerika Selatan Brasil, Peru, Panaman, Ekuador ISSG 2005. Pertama kali ditemukan di Kebun Tembakau, Deli, Sumatera Utara, dan saat ini telah menyebar ke seluruh Indonesia Biotrop 2011. Perkembangan M. pudica di Kampus IPB Darmaga memungkinkan pada daerah-daerah ruderal atau tepian-tepian tegakan pohon. Secara ekologi, M. pudica dapat dijumpai di lahan pertanian, kebun, padang rumput, daerah terbuka, di pinggir jalan, tanah lembab, dan semak-semak ISSG 2005. M. pudica dapat tumbuh sebagai tumbuhan tunggal atau berasosiasi dengan tumbuhan lainnya yang berupa semak-semak. Tumbuhan ini juga dapat tumbuh dari mulai 1-1300 m dpl dengan curah hujan sekitar 1000-2000 mm per tahun ISSG 2005. 10. Spathodea campanulata Beauv. Kiengsrot Spathodea campanulata Gambar 15 hanya memiliki INP 1,33 atau peringkat ke-34 dalam komunitasnya. Rendahnya INP di setiap komunitas yang dijumpai spesies ini juga disebabkan oleh populasi dan frekuensi yang sedikit pada tiap komunitas yang dijumpai tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan adanya naungan pada tegakan yang diteliti, sehingga spesies ini tidak dapat berkembang dengan baik di Kampus IPB Darmaga, terutama di bawah tegakan pohon. Gambar 15 Kiengsrot Spathodea campanulata Beauv. S. campanulata tidak dapat berkembang dengan baik di habitatnya yang baru termasuk di Kampus IPB Darmaga dikarenakan spesies ini termasuk spesies intoleran Orwa et al. 2009. S. campanulata berasal dari Afrika Barat Angola, Ethipia, Ghana, dan Kenya ISSG 2005. Saat ini, S. campanulata telah terbukti menginvasi beberapa kawasan di Hawaii, Fiji, Guam dan Vugu, serta berpotensi menjadi tumbuhan invasif pula di lokasi lainnya, terutama daerah tropis ISSG 2005. Sehubungan dengan itu, perkembangannya di Indonesia, khusunya di Kampus IPB Darmaga masih memungkinkan mengingat di habitat aslinya, S. campanulata dapat berkembang dengan baik pada hutan sekunder, savana, dan daerah ekoton Orwa et al. 2009. Invasifnya S. campanulata juga didukung dengan reproduksinya yang cepat, dan penyebaran bijinya dibantu oleh angin Orwa et al. 2009. Menurut Webber 2003, S. campanulata merupakan spesies yang dapat berkembang cepat di daerah kering hingga lembab dan membentuk koloni yang tebal. Keberadaanya di habitat yang baru dapat menghilangkan spesies lokal karena naungannya yang lebat, sehingga menurunkan kekayaan spesies di bawah kanopi koloninya Webber 2003. Selain itu, Lowe et al. 2004 juga telah menggolongkan S. campanulata ke dalam daftar 100 spesies asing paling invasif di dunia. 11. Piper aduncum L. Seuseureuhan Piper aduncum Gambar 16 merupakan spesies tumbuhan asing invasif dengan INP terendah diantara spesies asing lainnya. INP spesies ini hanya 1,08 atau peringkat ke -37 dalam komunitasnya. Rendahnya INP spesies dipengaruhi oleh jumlah populasi dan frekuensi perjumpaanya yang rendah untuk setiap komunitas yang di teliti. Hal ini juga erat kaitannya dengan kebutuhan spesies ini terhadap cahaya yang berupa cahaya penuh atau termasuk spesies intoleran. Gambar 16 Seuseureuhan Piper aduncum L. P. aduncum berasal dari Amerika Utara Meksiko dan Amerika Selatan daerah tropis dan Karibia Webber 2003. Pertama kali diintroduksi di Kebun Raya Bogor pada tahun 1900-an, dan saat ini telah tersebar ke seluruh Indonesia Biotrop 2011. Dilihat dari sisi ekologis dan tempat tumbuh spesies ini dapat tumbuh pada ketinggian 0-1200 mdpl di sepanjang jalan di daerah hutan terbuka dan tanah lembab Haertmink 2010. Habitat aslinya ada di hutan selalu hijau yang berdekatan dengan sumber air. Berkembang biak dengan biji, dan penyebarannya dibantu oleh angin, kelelawar dan burung, namun dapat juga tersebar oleh aktivitas manusia di dalam hutan Haertmink 2010. Berdasarkan sifat bioekologisnya tersebut, spesies ini dapat berkembang lebih banyak lagi di Kampus IPB Darmaga apabila kondisinya lingkungannya mendukung.

5.2.3 Pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif