SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Review of Definitions, Frameworks and Terminology. Journal of Management Policy and Practice vol. 114
. Neves M, Trombinb V G, dan Kalaki R B. 2013. Competitiveness of the
Orange Juice Chain in Brazil. International Food and Agribusiness Management
ReviewVolume 16,4. Sau-Paulo Brazil.
[PPHP Deptan] Pengelolaan dan Penanganan Hasil Pertanian Departemen Pertanian. 1995. Mutu
Standarisasi Jagung. Jakarta ID Pereira S dan Csillag J M. 2004. Performance Measurement Systems:
Considerations Of An Agrifood Supply Chain In Brazil. Second World Conference on
POM and 15th Annual POM Conference. Cancun Mexico
Pujawan, I N. 2005. Supply Chain Management. Guna Widya. Qhoirunisa A. 2014. Rantai Pasok Padi di Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Thesis. Bogor : IPB Simchi-Levi D, Kaminsky P. dan Simchi-Levi E. 2008. Designing And
Managing The Supply
Chain: Concepts, Strategies, and Case Studies. New York USA : Mc Graw Hill3rd ed, New York.
Setyowati. 2004. Analisis Pemasaran Jambu Mete di Kabupaten Wonogiri. Jurnal Sosek Panen
dan Agrobisnis. Vol 1 No 1 September 2004. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
. Surakarta id Skjoett-Larsen, T. 2000. EuropeanLogistics Beyond 2000. International
Journal of Physical Distribution Logistics Management , 305,
377-387. Soekartawi, 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta ID : Raja
Grafindo Stank, T., Keller, S. dan Daugherty, P. 2001. Supply Chain Collaboration
And Logistical Service Performance. Journal of Business Logistics, 22, 1, 29-48.
Subagya, M S. 1988. Manajemen Logistik. Jakarta ID: Haji Masagung Subhana,
A. 2005.
Strategi Pengembangan Agribisnis Jagung Untuk
Memenuhi Kebutuhan Industri Pakan Ternak. Tesis. Bogor ID : IPB
Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertania. Malang ID: Universitas Muhamadiyah Malang
Tangenjaya B, Yusmichad Y, dan Ilham. 2002. Analisa Ekonomi Permintaanjagung untuk pakan. Diskusi Nasional Agribisnis Jagung
Departemen PertanianBogor. Bogor ID
Van der Vorst JGAJ. Buelens and P.V. Beek, 2005. Innovations In Logistics And ICT In Food Supply Chain Networks. Netherland NL :
Wageningen University Van der Vorst JGAJ.2006.Performance Measurement in Agri-Food Supply
Chain Networks.Netherlands: Logistics and Operations Research Group,
Netherland NL: Wageningen University.
Van der Vorst JGAJ. 2012.Transparency In Complex Dynamic Food Supply Chains. Advanced
Engineering Informatics 26 : 55 –65. Netherland NL: Wageningen
University. Venkatraman, N dan Ramanujam, V. 1986. Measurement of Business
Performance in Strategy Research: a Comparison of Approaches. Academy of Management
Review, v. 11, no 4, p. 801-814.
Venturini, Luciano, dan King. 2002.Vertical Coordination and theDesign Process for Supply Chains To Ensure Food Quality, In
EconomicStudies on Food, Agriculture, and the Environment. New York US : Plenum Publishers
Warisno. 2007. Jagung Hibrida Hal 43-56.. Yogyakarta ID : Kanisius Wood, E. G. , 1978. Added Value -The Key To Prosperity. United Kingdom
UK : The Anchor Press Ltd.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rincian Input Tenaga Kerja Proses Pemipilan Pada Petani Jagung di Provinsi Jawa Barat
Input Tenaga Kerja Jumlah
Pekerja Jumlah Jam
Pekerja Jumlah Hari
Bekerja Total
Jam Total
Biaya Orang
Jam Hari
Rp Rp
Biaya Pengeringan 5
6 4
120 800000
Biaya Pemipilan 5
6 4
120 800000
Jumlah 1600000
Upah Rata-Rata Per Jam
6666.7
Lampiran 2. Rincian Input Tenaga Kerja dan Sumbangan Input Lain Pada Pedagang Pengumpul Desa
Input Tenaga Kerja Harga
Jumlah Pegawai
Lama Bekerja
Total Biaya
Rp Orang
JamPeriode Jam Rp
Tenaga Angkut 100000
2 10
20 200000
Tenaga Pengeringan 50000
3 10
30 150000
Tenaga Kebersihan Gudang 50000
3 10
30 150000
Supir 50000
1 8
8 50000
Pergudangan 50000
2 10
20 100000
Total 650000
Sumbangan Input Lain Satuan
Biaya Jumlah
RpPeriode RpKg
Biaya Informasi Pasar dan Penanggungan Resiko
- 200000
– 900000 10- 45
Ongkos Transportasi 1
Truk 200000
20 Penyusutan
50Kg 150000
15 Total
1050000 - 1250000 45
– 80
Lampiran 3a. Rincian Input Tenaga Kerja dan Input Sumbangan Lain Koperasi
Input Tenaga Kerja Harga
Jumlah Pegawai
Lama Bekerja
Total Biaya
Rp Orang
JamPeriode Jam
Rp Tenaga Angkut
100000 4
10 40
400000 Tenaga Penimbangan
50000 2
10 20
100000 Tenaga Sortir dan
Grading 50000
4 10
40 200000
Supir 500000
1 10
10 500000
Pergudangan 50000
2 10
20 100000
Total 130000
Sumbangan Input Lain Satuan
Biaya Jumlah
RpPeriode RpKg
Processing di Silo
RpPeriode 4000000
200 Ongkos Transportasi
1 Truk 500000
25 Penyusutan
100Kg 300000
15 Total
4800000 240
Lampiran 3b. Rincian Input Tenaga Kerja dan Input Sumbangan Lain Pedagang Pengumpul Kecamatan
Input Tenaga Kerja Harga
Jumlah Pegawai
Lama Bekerja
Total Biaya
Rp Orang
JamPeriode Jam
Rp Tenaga Angkut
100000 8
10 80
800000 Tenaga Penimbangan
50000 2
10 20
100000 Tenaga Pengeringan
50000 4
10 40
200000 Supir
100000 1
40 40
400000 Pergudangan
50000 2
10 20
100000 Total Biaya
1600000
Lampiran 3b Lanjutan. Rincian Input Tenaga Kerja dan Input Sumbangan Lain Pedagang Pengumpul Kecamatan
Sumbangan Input Lain Satuan
Biaya Jumlah
RpPeriode RpKg
Penanggungan Resiko RpKg
1000000 50
Ongkos Transportasi 4 Engkol
1000000 50
Informasi Pasar RpKg
1000000 100
Penyusutan 100Kg
300000 15
Total 3300000
215
Lampiran 4. Rincian Input Tenaga Kerja dan Input Sumbangan Lain Pedagang Besar Tingkat Kabupaten di Provinsi Jawa Barat
Input Tenaga Kerja Harga
Jumlah Pegawai
Lama Bekerja
Total Biaya
Rp Orang
JamPeriode Jam Rp
Tenaga Angkut 100000
4 10
40 400000
Tenaga Penimbangan 50000
6 10
60 300000
Tenaga Sortir dan Grading
50000 6
10 60
300000 Supir dan kenek
500000 2
10 20
500000 Tenaga Pengeringan
50000 4
10 40
200000 Pergudangan
50000 4
10 40
200000 Total
1900000 Sumbangan Input Lain
Satuan Biaya
Jumlah RpPeriode
RpKg Informasi Pasar
- 2000000
- Penanggungan Resiko
1000000 50
Pajak dan Administrasi Perusahaan 600000
30 Ongkos Transportasi
1 Truk 500000
25 Penyusutan
100Kg 300000
15 Total
4400000 120
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purwakarta pada tanggal 31 Juli 1990 dari ayah Drs. Budi Harta Rahayu Yuda Librata, M,Sc dan ibu Ida Djubaedah S, Pd. Penulis adalah
putra pertama dari dua bersaudara. Adik penulis Annisa Maharani Rahayu. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kota Purwakarta pada tahun 2007. Pada tahun
yang sama, penulis lulus seleksi masuk Universitas Padjadjaran UNPAD melalui jalur SNMPTN pada jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian ,
UNPAD dan menamatkannya pada tahun 2011. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada program studi Magister Sains Agribisnis di Institut
Pertanian Bogor IPB diperoleh pada tahun 2012.
1.PENDAHULUAN Latar Belakang
Di Indonesia, jagung saat ini merupakan komoditas strategis yang dibutuhkan untuk banyak industry.Selain untuk pakan ternak, jagung banyak
dibutuhkan untuk industri makanan, baik untuk olahan jagung maupun untuk bahan pelengkap makanan. Selain itu, jagung juga mempunyai peranan penting
terhadap perekonomian nasional dan telah menempatkan jagung sebagai kontributor Produk Domestik Bruto PDB untuk tanaman pangan serealia, oleh
karena itulah dapat dipahami kebutuhan akan jagung sangatlah tinggi Dirjen Tanaman Pangan, 2012. Angka produksi jagung sendiri setiap tahunnya memiliki
kecenderungan naik diiringi angka produktivtias yang juga terus meningkat. Pada Tabel 1 dapat dilihat tingkat produksi jagung dari tahun 2007 yang hanya
13.287.527 ton meningkat setiap tahun hingga tahun 2012 yaitu 18.838.529 ton, sedangkan produktivtias sendiri telah naik pada tahun 2007 dengan nilai 3.66
tonha menjadi 4.84 tonha pada tahun 2012. Tabel 1. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Jagung di Indonesia 2007-2012
Tahun
Produksi Pertumbuhan Luas Panen
Produktivitas Pertumbuhan
Ton Produksi
hektar TonHa
Produktivtias
2007 13.287.527
- 3.630.324
3,66 -
2008 16.317.252
22,8 4.001.724
4,07 11,20
2009 17.629.748
8,04 4.160.659
4,23 3,93
2010 18.327.636
3,96 4.131.676
4,43 4,73
2011 17.643.250
-3,73 3.864.692
4,56 2,93
2012 18.838.529
6,77 3.890.974
4,84 6,14
Rata-Rata 17.007.323.67
7,57 3946675
4,30 5,79
Sumber : Badan Pusat Statistik 2013
Berdasarkan Tabel 1 juga diketahui bahwa dari tahun 2007 hingga 2012 peningkatan angka produksi jagung rata-rata setiap tahun adalah sebesar 7.5,
peningkatan laju produksi jagung dalam negeri ini dipengaruhi oleh tingginya permintaan pakan ternak, hal ini didukung oleh pendapat Haryono 2012 bahwa
proporsi penggunaan jagung untuk pakan terhadap total kebutuhan jagung mencapai 83 dan Tangenjaya et al2002 bahwa komposisi pakan yang berasal
dari jagung, adalah untuk ayam pedaging 54 dan ayam petelur 47,14. Kenaikan angka produksi tersebut harusnya dapat memenuhi kebutuhan jagung
dalam negeri sehingga dapat menahan laju impor jagung, namun kenyataannya data lima tahun terakhir menunjukan kenaikan pada jumlah impor yang
signifikan.Pada Gambar 1 terlihat grafik impor jagung meningkat signifikan dari tahun 2009 hingga tahun 2012, pada tahun 2009 impor jagung berjumlah 338.778
ton hingga tahun 2011 mencapai 3.207.657 ton yang meningkat sebesar 846.77, sementara dari gambar 2 yaitu gambar kebutuhan total pakan ternak Indonesia,
dapat disimpulkan bahwa dalam rentang 2010 hingga 2012 impor juga mensuplai rata-rata 17.6 dari total kebutuhan pakan ternak.
Berdasarkan Gambar 2 terlihat grafik yang memperlihatkan bahwa kebutuhan pakan ternak dari tahun 2010 hingga tahun 2013 rata-rata meningkat sejumlah 9
per tahun, dimana angka ini berada diatas rata-rata kenaikan produksi jagung. Apabila angka produksi jagung nasional masih berada dibawah angka kebutuhan
pabrik pakan, maka kebutuhan jagung nasional akan bergantung pada impor luar negeri sehingga imbasnya dapat mempengaruhi devisa negara. Menurut data yang
didapat dari GPMT 2005 impor jagung terbesar datang dari India dengan total impor 1,1 juta ton dengan nilai US 319 juta, dilanjutkan oleh Argentina dengan
total impor jagung ke Indonesia sebesar 286,3 ribu ton dengan nilai US 89 juta, Pakistan sebesar 146,2 ribu ton dengan nilai US 46 juta, Brazil sebanyak 74,4
ribu ton dengan nilai US 23 juta, dan Amerika Serikat sebanyak 44,2 ribu ton dengan nilai US 15,8 juta..
Gambar 1. Grafik Kenaikan Impor Jagung Indonesia 2007-2012
Sumber : BPS 2013
Ketersediaan jagung memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak saat ini dipengaruhi
oleh harga jagung dimana jagung yang dipakai untuk pakan ternak harus diimpor padahal jagung memakan biaya hampir 70 dari ongkos produksi pakan ternak,
sehingga dengan kondisi seperti itu akan memberatkan peternak-peternak kecil maka dampaknya akan dirasakan yaitu harga daging ayam dan telur meningkat.
Permasalahannya tidak semua jagung dalam negeri memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan pabrikan, terutama kandungan alfatoksin yang tinggi pada jagung
dalam negeri iniSubhana, 2005. Selain itu juga kadar air jagung dalam negeri tidak memenuhi syarat produksi untuk bahan baku pakan ternak dimana jagung
dalam negeri airnya tinggi dan sistem penyimpananannya kurang baik sehingga jagung dalam negeri memiliki jamur dan tidak bisa disimpan dalam jangka waktu
yang dibutuhkan oleh pabrik Subijato, 2004.
701.953 264.665
338.798 1.527.516
3.207.657
1.500.000
2007 2008
2009 2010
2011 2012
Jumlah Impor Juta Ton
Gambar 2 Kebutuhan Jagung Untuk Pakan Ternak Indonesia 2010-2013
Sumber : Gabungan Pengusaha Makanan Ternak 2013
Suplai jagung nasional berasal dari produksi jagung di wilayah Pulau Jawa dengan persentase hampir 60 dari total produksi nasional BPS, 2013, tingkat
presentasi yang besar diakibatkan oleh sarana produksi dan infrastruktur yang lengkap, juga terdapat industri-industri penyerap jagung di Pulau Jawa.
Penanaman jagung di Pulau Jawa sudah lama diusahakan oleh petani, pada awalnya jagung di Pulau Jawa merupakan komoditas pengganti kedelai yang
harganya jatuh bertahun-tahun yang lalu dan akhirnya saat ini jagung menjadi salah satu komoditas wajib yang ditanam selain padi. Keberlanjutan penanaman
jagung di Pulau Jawa dikarenakan kemudahan didalam perawatan disbanding komoditas lainnya. Meskipun begitu, petani jagung di Pulau Jawa memiliki
keterbatasan didalam pengetahuan sehingga mereka masih belum mengerti pentingnya suplai yang terus berlanjut. Hal inilah yang menjadi kaitan penting
antara kebutuhan suplai jagung dalam negeri dan permasalahan yang dihadapi petani.
Di Pulau Jawa salah satu daerah sentra produsen jagung adalah Jawa Barat yang menyumbangkan 18 terhadap produksi jagung nasional BPS, 2013.Dari
data pada Tabel 2 terlihat bahwa setiap tahun produksijagung di Jawa Barat mengalami kenaikan yang signifikan, pada tahun 2011 tercatat produksi jagung
Jawa Barat adalah sebesar 945.104 ton pipilan kering, mengalami peningkatan sebanyak 21.142 ton atau naik sebesar 2,29 persen dibandingkan dengan produksi
jagung pada tahun 2010 sebanyak 923.962 ton pipilan kering. Sejalan dengan volume produksi yang meningkat, ternyata produktivitas jagung juga mengalami
kenaikan 4,75 persen dari 60,08 kuintal per hektar tahun 2010 menjadi 64,23 kuintal per hektar pada tahun 2011, rupanya kenaikan produktivitas ini disebabkan
karena naiknya jumlah produksi namun luas panen menurun karena pada tahun 2011 tercatat luas panen mencapai 147.152 hektar, menurun 6.626 hektar atau
mengalami penurunan -4,31 persen dibanding tahun 2010 yang mencapai 153.778 hektar. Apabila angka ini terus ditingkatkan bukannya tidak mungkin Jawa Barat
akan mampu menjadi pemasok jagung dalam negeri terbesar. Ditambah lagi potensi jagung ditanaman di Jawa Barat didukung beberapa hal seperti
infrastruktur yang baik dan terjangkau oleh berbagai macam pihak, mudahnya petani mendapatkan informasi mengenai komoditas jagung, dan akses terhadap
industri penyerap jagung berkapasitas besar yang berada di Jawa Barat.
Tabel 2. Produksi, Produktivitas, dan Luas Panen Jagung di Jawa Barat Tahun
Produksi Luas Panen
Produktivitas Ton
Ha TonHa
2008 639821
118976 5.38
2009 787599
136707 5.76
2010 923962
153778 6.01
2011 945104
147152 6.42
2012 1028653
148601 6.92
Sumber : Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat 2013
Produksi jagung di Jawa Barat terpusat di Bandung Barat, Sumedang, Garut, Majalengka, dan Tasik Diperta Jabar, 2013, dari survey awal didapatkan
informasi bahwa pengusahaan jagung di Jawa Barat memiliki beberapa permasalahan, diantaranya yaitu hasil produksi jagung tidak dapat diterima oleh
pabrik penyerap jagung dengan alas an pabrik pakanternak memiliki standar mutu kadar air dan tingkat aflatoksin yang rendah dan pabrik pakan ternak juga
menerapkan standar kuantitas besar yang berkelanjutan sementara produksi jagung di Jawa Barat hanya satu tahun dua kali. Permasalahan tersebut
menyebabkan pengusaha jagung kesulitan memasarkan jagungnya padahal pabrik pakan ternak juga kesulitan mendapatkan jagung, padahal menurut Simamora
2006 keberhasilan dalam memperebutkan pasar yang sama sangat tergantung dari besarnya nilai kepuasan yang diberikan kepada konsumen. Saat ini,konsep
pemasaran berorientasi pada persaingan, dimana pengusaha berpikir untuk memperoleh persaingan yang lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya
dalam melayani konsumen yang tidak hanya menekankan untuk melayani konsumen sebaik-baiknya, namun harus pula berusaha untuk tampil meyakinkan
dan memuaskan di mata konsumen dibandingkan dengan pesaing Gitisudarmo, 2000
Apabila ingin memasarkan jagung kepada pabrik pakan ternak, maka produsen jagung di Jawa Barat harus dapat bersaing dengan jagung impor. Maka
produsen jagung di Jawa Barat haruslah dapat memenuhi syarat yang ditentukan oleh pabrik pakan selaku konsumen jagung. Menurut Morgan et al 2004 daya
saing dipengaruhi efektivitas dan efisiensi kinerja rantai pasok, maka dapat disimpulkan bahwa rantai pasok memegang peranan yang penting didalam
memenangkan persaingan untuk memasarkan jagung.
Untuk memenangkan persaingan jagung maka diperlukan optimalisasi rantai pasok dan nilai tambah pada lembaga-lembaga pemasaran jagung. Oleh
karena itu penelitian mengenai analisis rantai pasok perlu dilakukan.
Rumusan Masalah
Saat ini, permintaan jagung yang tinggi terutama dipicu oleh kebutuhan untuk menghasilkan pakan ternak. Pada kenyataannya pemanfaatan jagung yang semula
untuk bahan makanan langsung, kini telah berubah menjadi komoditas industri. Hal ini dipicu oleh pemenuhan gizi masyarakat yang berasal dari protein hewani
seperti, unggas dan ternak ruminansia. Kebutuhan penenuhan gizi yang berasal dari hewan terus mengalami peningkatan dan mendorong berkembangnya usaha
peternakan, meskipun usaha menangkap dari alam bebas masih juga berlangsung. Ternak peliharaan memerlukan pakan buatan yang komponen utamanya adalah
jagung. Maka untuk menyediakan gizi yang ber-mutu, perlu digiatkan produksi jagung domestik, sebab ketergantungan pada impor akan semakin rawan dan
harga jagung impor juga akan semakin mahal. Jagung untuk bahan baku pabrik pakan yaitu jagung gigi kuda Zea Mays
Indentata
yang umumnya berwarna kuning. Jagung tersebut ditanam pada lahan sawah atau lahan kering beriklim basah dengan menerapkan teknologi maju. Di
Indonesia daerah-daerah penghasil tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Pulau Jawa memiliki sentra unggulan produksi jagung, salah satunya adalah Jawa Barat. Jawa Barat
merupakan sentra jagung yang paling dekat dengan lokasi konsumen jagung, maka dari itu Jawa Barat sangat mungkin untuk memenuhi kebutuhan pabrik-
pabrik pakan tersebut. Dalam pemenuhan kebutuhan jagung pabrik pakan, Jawa Barat sendiri
seharusnya memiliki andil besar karena Jawa Barat memiliki kedekatan dengan banyak pabrik pakan yang berada di Provinsi Jawa Barat. Pada Tabel3 terlihat
bahwa Provinsi Jawa Barat memiliki empat pabrik pakan ternak yang dapat menampung jagung, belum lagi pabrik pakan yang berbatasan langsung dengan
Jawa Barat seperti pabrik pakan di Provinsi Bantern 10 unit, Provinsi DKI Jakarta 4Unit, dan Jawa Tengah 3Unit. Namun, potensi Jagung Jawa Barat saat
ini belum bisa memenuhi peluang yang ada.
Berdasarkan jumlah produksi di Jawa Barat pada Tabel 4dapat dilihat bahwa pada produksi tahun 2010 hingga tahun 2011 terjadi peningkatan pada
masing-masing kabupaten sentra produksi jagung di Jawa Barat, namun kenyataannya dibalik peningkatan tersebut terdapat permasalahan didalam
pemasaran jagung sehingga pabrik pakan masih kesulitan mendapatkan jagung di daerah Jawa Barat.
Permasalahan yang dihadapi jagung di Jawa Barat berkaitan dengan kegiatan pemasaran yang dilakukan petani, bandar, dan pedagang. Permasalahan
permasalahan tersebut timbul karena petani tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai kebutuhan pabrik pakan tentang kualitas jagung yang harus
memenuhi syarat yang telah ditentukan yaitu kadar air dibawah 18, sehingga dampaknya pedagang besar kesulitan dalam memenuhi jumlah pasokan yang telah
disepakati antara pedagang besar dan pabrik pakan.
Kesulitan memenuhi jumlah pasokan, maka pedagang besar menerapkan sistem grading jagung kepada pedagang pengumpul desa, dampakanya pedagang
desa berspekulasi mengenai harga sehingga mereka tidak berani membeli jagung di petani dengan harga yang tinggi. Pembentukan koperasi merupakan alternatif
untuk menyalurkan jagung langsung kepada konsumen sehingga petani mendapatkan informasi mengenai kualitas yang diinginkan oleh konsumen,
namun koperasi yang dibentuk memiliki kelemahan yaitu keterbatasan modal. Walaupun harga pembelian kepada petani lebih tinggi dibandingkan pedagang
desa, tapi tidak semua petani dapat menjual jagung kepada koperasi dan koperasi sendiri menerapkan aturan yang ketat untuk petani bila ingin menjadi anggotanya.
Padahal, dengan adanya koperasi dapat memperpendek saluran pemasaran sehingga marjin pemasaran antara petani dan konsumen bisa lebih rendah.
Tabel 3. Jumlah Industrik Pabrik Pakan Menurut Provinsi 2010 Provinsi
Jumlah Pabrik
Produksi Share
Kapasitas Produksi
Unit Juta Ton
Juta Ton Jawa Timur
15 2.71
35.2 3.64
Banten 10
2 25.9
2.71 Jawa Barat
4 0.94
12.2 1.11
Sumatera Utara 8
0.93 12.1
1.33 Jawa Tengah
3 0.48
6.2 1.12
DKI Jakarta 4
0.27 3.4
0.6 Lampung
4 0.25
3.3 0.66
Sulawesi Selatan 2
0.13 1.6
0.14 Total
50 7.7
100 11.3
Sumber: Kementrian Perdagangan dan Perindustrian 2012
Kesulitan memenuhi jumlah pasokan, maka pedagang besar menerapkan sistem grading jagung kepada pedagang pengumpul desa, dampakanya pedagang
desa berspekulasi mengenai harga sehingga mereka tidak berani membeli jagung di petani dengan harga yang tinggi. Pembentukan koperasi merupakan alternatif
untuk menyalurkan jagung langsung kepada konsumen sehingga petani mendapatkan informasi mengenai kualitas yang diinginkan oleh konsumen,
namun koperasi yang dibentuk memiliki kelemahan yaitu keterbatasan modal. Walaupun harga pembelian kepada petani lebih tinggi dibandingkan pedagang
desa, tapi tidak semua petani dapat menjual jagung kepada koperasi dan koperasi sendiri menerapkan aturan yang ketat untuk petani bila ingin menjadi anggotanya.
Padahal, dengan adanya koperasi dapat memperpendek saluran pemasaran sehingga marjin pemasaran antara petani dan konsumen bisa lebih rendah.
Uraian diatas mengindikasikan bahwa rantai pasok jagung di Jawa Barat belum berjalan dengan baik, hal ini tercermin dari spekulasi harga yang dilakukan
oleh pedagang pengumpul desa. Perlu adanya perbaikan didalam rantai pasok sehingga didalam pelaksanaannya rantai pasok pemasaran lebih optimal dalam
menyampaikan produk dari produsen ke konsumen begitu juga dengan konsumen lebih mudah mendapatkan produk dari produsen. Maka diperlukan penelitian
rantai pasok dalam pemasaran jagung di Jawa Barat
Berkaitan dengan suplai jagung Jawa Barat ke industri pakan ternak, tentunya rantai pasok jagung di Jawa Barat merupakan hal yang sangat penting
dan apabila ingin memenuhi kebutuhan pasokan untuk pabrik pakan tentunya dibutuhkan sebuah gambaran kondisi rantai pasok untuk dapat mengoptimalisasi
integrasi rantai pasokan secara kontinyu. Gambaran mengenai kondisi rantai pasok diperlukan untuk melihat sejauh mana sistem pemasaran yang berjalan
antar anggota rantai pasok jagung di Jawa Barat, maka untuk mendapatkan gambaran kondisi rantai pasok dalam pemasaran jagung di Jawa Barat dapat
menggunakan analisis sesuai dengan Vorst 2006 karena kerangka tersebut dapat menjelaskan secara rinci mengenai struktur rantai, sasaran rantai,
manajemen rantai, sumberdaya rantai, dan proses bisnis rantai. Kondisi rantai pasok di Jawa Barat dapat dianalisis pada penelitian ini dengan menjawab
pertanyaan bagaimanakah kondisi rantai pasok jagung di Jawa Barat ?
Tabel 4. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Kabupaten- Kabupaten di Jawa Barat
Kabupaten Tahun
2010 2011
Luas Panen
Hasil Per Hektar
Produksi Luas Panen
Hasil Per
Hektar Produksi
Ha TonHa
Ton Ha
TonHa Ton
Garut 55.717
7,087 394.843
60.568 7,335
444.285 Majalengka
18.577 6,054
112.462 16.062
6,642 106.484
Sumedang 13.888
4,946 68.687
13.118 5,542
72.706 Tasikmalaya 10.092
6,06 61.155
9095 6,325
57.529 Bandung
8.611 6,02
51.682 7061
5,841 42.244
Sumber : Dinasi Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat 2012
Penilaian kinerja rantai pasok sangatlah penting untuk dilakukan, karena pengukuran kinerja diperlukan untuk mengetahui sejauh mana optimalisasi
kegiatan pemasaran yang dilakukan anggota rantai pasok sehingga akan terlihat sejauh mana upaya-upaya yang dilakukan untuk memperbaiki permasalahan
didalam pengelolaan rantai pasok tersebut, Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kinerja rantai pasok diperlukan
integrasi didalam rantai pasok dengan cara perencanaan bersama Frohlich Westbrook 2001, mengurangi biaya pemesanan dengan melakukan outsourcing
bahan baku setengah jadi Scanell et al, 2000, mengurangi waktu siklus dan tingkat persediaan Stanket al, 1999, serta mengurangi ketidakpastian bisnis
Childerhouse et al, 2003 dengan penggunaan teknologi informasi untuk berbagi informasi antar anggota rantai pasok. Maka, pada penelitian akan dijawab
mengenai pertanyaan bagaimanakah kinerja rantai pasok di Jawa Barat?
Peran yang dilakukan masing-masing anggota adalah sumber dari keunggulan
–keunggulan kompetitif suatu rantai pasokan Porter, 1985, dalam memasarkan jagung anggota rantai pasok membentuk sistem pemasaran yang
didalamnya terdapat aliran pemasaran dimana pada setiap tingkatannya akan terbentuk nilai tambah tersendiri. Pada sistem pemasaran jagung terdapat
kegiatan-kegiatan pemasaran yang dilakukan anggota rantai pasok, kegiatan yang dilakukan tersebut memiliki nilai. Nilai yang didapatkan anggota rantai pasok
pada proses pemasara tersebut merupakan nilai tambah Maka penting untuk dikaji, bagaimana nilai tambah yang dilakukan masing-masing anggota rantai
pasok jagung di Provinsi Jawa Barat ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis :
1. Menganalisis kondisirantai pasok jagung di Jawa Barat menggunakan
kerangka Food Supply Chain Network FSCN 2.
Menganalisis kinerja rantai pasok jagung di Jawa Barat 3.
Menganalisis aktivitas-aktivitas nilai tambah yang dilakukan oleh para anggota rantai pasok di Jawa Barat
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan memberi rekomendasi kebijakan yang mendukung pengembangan agribisnis jagung untuk meningkatkan kesejahteraan
petani jagung di Jawa Barat. Selain itu penelitian diharapkan menjadi rujukan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian terkati rantai pasok dan nilai tambah
komoditas jagung.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan utama penelitian ini adalah dalam melihat performa rantai pasok dan saluran pemasaran tidak sampai pada produk hilir jagung, tetapi
dibatasi hanya sampai pada produk jagung pipilan karena disebabkan sulit mengakses data sampai kepada industri selanjutnya. Oleh sebab itu dalam
melakukan pengukuran seperti
farmer share’s yang seharusnya membandingkan harga yang diterima petani jagung dengan harga yang diterima oleh konsumen
akhir, hanya dapat dibatasi dari harga yang diterima petani jagung dengan harga yang diterima oleh bandar sebagai konsumen antara.