adalah biaya yang ditanggung masing-masing saluran perantara yang menghubungkan petani produsen dengan konsumen bisnis seperti PPT dan
PAP. Sebaran biaya dan keuntungan akan mempengarhui tingkat rasio diantara saluran pemasaran.
Saluran nomor satu memiliki total biaya pemasarana Rp. 300Kg dengan total keuntungan Rp. 350Kg. Lembaga pemasaran yang
menanggung biaya pemasaran adalah koperasi sebesar Rp. 350Kg dengan keuntungan Rp. 350Kg. Saluran pemasaran nomor dua memiliki total
biaya Rp. 470kg dengan total keuntungan Rp. 430Kg. Biaya pemasaran ditanggung oleh PPD dan PB, dimana PPD mengeluarkan biaya pemasaran
sebesar Rp. 150Kg dan keuntungan Rp. 250Kg dengan BC rasio 1.67. PB mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp. 320Kg dengan keuntungan Rp.
180Kg, BC rasio yang didapatkan PB adalah 0.56. Saluran pemasaran empat tidak efisien karena ada RC rasio yang didapatkan lembaga
pemasaran bernilai kurang dari satu. Saluran pemasaran nomor tiga memiliki total biaya Rp. 770kg dengan total keuntungan Rp. 330Kg. Biaya
pemasaran ditanggung oleh PPD, PPK, dan PPB, dimana PPD mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp. 150Kg dan keuntungan Rp.
50Kg dengan BC rasio 0.33, PPK mengeluarkan biaya sebesar Rp. 300Kg dengan keuntungan keuntungan Rp100Kg dengan nilai RC rasio
0.33, PB mengeluarkan biaya Rp. 320Kg dan keuntungan Rp. 180 dan RC rasio sebesar 0.56.
Secara keseluruhan saluran pemasaran jagung di Jawa Barat memiliki nilai BC yang tidak merata. Nilai RC yang tidak merata pada
setiap saluran pemasaran menandakan adanya perbedaan biaya pemasaran yang ditanggung masing-masing anggota rantai pasok serta keuntungan
yang berbeda pada setiap ujung saluran pemasaran. Ternyata, dari tiga jenis saluran pemasaran ada dua saluran pemasaran yang memiiliki nilai
perbandingan keuntungan dan biaya dibawah satu, hal ini menandakan bahwa ada ketidakefisienan didalam pengeluaran biaya untuk melakukan
aktivitas didalam rantai pasok
8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK
Menurut Sudiyono 2002 nilai tambah dapat diukur melalui proses pengolahan nilai atau melalui proses peningkatan harga. Nilai tambah
merupakan selisih korbanan dalam perlakuan selama proses pengaliran berlangsung Setiawan, 2009 sehingga tujuan dari pengukuran nilai tambah
adalah melihat bagian sejauh mana balas jasa yang diterima oleh input dari output yang telah diproses tersebut. Pada penelitian kali akan diukur nilai
tambah yang dilakukan oleh Petani, Pedagang Pengumpul Desa, Pedagang Pengumpul Kecamatan, dan Pedagang Besar. Semua data yang
dikumpulkan merupakan data primer, harga yang digunakan adalah harga yang berlaku pada saat panen raya jagung tahun 2013.
Nilai tambah yang diukur merupakan nilai tambah pada proses pemasaran jagung saat sebelum dipipil hingga dipasarkan untuk PPT dan
PAP. Masing-masing anggota Untuk melihat biaya input dan tenaga kerja masing-masing anggota rantai pasok memiliki input, output, harga tenaga
kerja, harga bahan baku, dan sumbangan input lain yang berbeda satu sama lain sehingga akan meghasilkan perhitungan nilai tambah yang berbeda.
Nilai Tambah Pada Petani Jagung
Petani terdapat pada ketiga saluran pemasaran, namun masing- masing petani pada saluran pemasaran tersebut memiliki perbedaan input
yang digunakan. Petani pada saluran pertaman adalah petani yang menyalurkan jagung kepada PPD, kemudian PPD menjual jagungnya
kepada PAP. Petani pada saluran kedua adalah petani yang menyalurkan jagungnya kepada PPD, kemudian PPD menyalurkan jagungnya kepada PB.
Petani pada saluran kegtiga adalah adalah petani yang menjual jagungnya kepada PPK. Jagung yang dijual adalah jagung yang telah dipipil, dengan
proses kehilangan yang terjadi saat proses pemipilan adalah 25. Pada penghitungan nilai tambah kali ini, asumsi lahan yang dipanen adalah satu
hektar, jumlah panen jagung 8600 ton jagung yang belum dipipil, harga pokok produksi per kilogram jagung yang belum dipipil adalah Rp.
1000kg. petani pada saluran pertama menjual jagung pipilan kering dengan harga Rp.3200kg, Petani pada saluran kedua menjual jagung pipilan kering
dengan harga Rp.2950kg, dan petani pada saluran ketiga menjual jagung pipilan kering dengan harga Rp. 2600kg. Harga- harga tersebut adalah
harga yang berlaku pada musim tanam Januari-April tahun 2013.
Petani pada saluran pertama memiliki input yang berbeda dari kedua petain lainnya, karena petani pada saluran pertama memiliki mesin
pemipilan modern. Input lain yang digunakan petani pada saluran pertam berupa bahan baku yang didapatkan dari satu hektar jagung yaitu 8,6 ton
atau 8600 kg yang menghasilkan input sebesar 6,5 ton atau 6500 kg. Untuk memproses bahan baku tersebut maka dibutuhkan mesin pemipil
berkapasitas satu hingga dua ton per jam, kegiatan pemipilan hanya memerlukan kurang lebih delapan jam. Input bahan baku lain antara lain
biaya sewa, solar bahan bakar, karung, dan tali untuk mengemas jagung pipilan, total pengeluaran untuk input bahan baku lain adalah sebesar Rp.
70Kg. Input biaya tenaga kerja untuk satu hari yaitu Rp. 50.000 dan bekerja 4 jam per hari, untuk memipil jagung sebanyak 8,6 ton diperlukan
waktu dua hari atau 8 jam per periode. Petani pada saluran kedua dan ketiga memiliki cara yang berbeda dari
Petani A, mereka menggunakan cara konvensional untuk memipil yaitu dengan memakai ban sepeda atau karet bekas. Input tenaga kerja yang
dipergunakan oleh petani ini sebanyak lima orang yang bekerja sebanyak enam jam per hari dengan upah Rp. 40.000hari, per periode dibutuhkan
waktu kurang lebih delapan hari, sehingga upah rata-rata yang didapatkan per jam pekerja adalah sebesar Rp. 6,666,67.
Nilai output diperoleh dari hasil perkalian rata-rata harga output perkilogram dengan faktor konversi. Nilai output pada petani dalam proses
pemasaran yaitu petani pada saluran pertama mendapatkan output Rp.2, 418.6, petani pada saluran kedua mendapatkan output sebesar Rp. 2,229.65,
dan petani pada saluran ketiga mendapatkan output sebesar Rp.1,965.12.