NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

tenaga kerja sehingga dapat memperoleh keuntungan 80.77 dari nilai tambah. Nilai Tambah Jagung Pada Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan PPK adalah lembaga yang medapatkan input jagung dari PPD dan menjual jagung kepada PB. PPK merupakan lembaga pemasaran di daerah yang bukan merupakan penghasil utama jagung seperti daerah Garut Selatan dan memiliki spesialisasi bukan jagung melainkan hortikultura, namun PPK tetap menyerap jagung yang dihasilkan petani sekitar karena tidak ada lagi yang bersedia menampung jagung yang dihasilkan petani didaerah tersebut. Pada perhitungan nilai tambah Hayami yang dilakukan pada proses pemasaran PPK, didapatkan angka penyaluran jagung setiap periode pengiriman. Setiap memasarkan 20 ton jagung membutuhkan tenaga angkut yaitu sejumlah delapan orang dengan lama bekerja 10 jam perhari selama empat hari dengan biaya Rp. 100.000oranghari. Jumlah tersebut lebih banyak karena diperlukan pegawai lebih banyak untuk mengangkut jagung pipilan dari rumah petani yang jauh ke gudang PPK, tenaga timbang sebanyak dua pegawai dengan lama bekerja 10 jam per hari selama dua hari dengan biaya Rp. 50.000oranghari, tenaga pengeringan sebanyak empat orang denga lama bekerja 10 jam per hari masing-masing bekerja bergiliran selama dua hari dengan biaya Rp. 50.000oranghari, supir dibayar kurang lebih Rp. 100.000 hari selama proses pengiriman, pegawai administrasi gudang sebanyak dua orang dengan lama bekerja 10 jam per hari selama dua hari dengan biaya Rp. 100.000orang hari. Total kebutuhan pegawai adalah 17 orang dengan total lama bekerja 200jam dan upah yaitu Rp. 8. 000Jam. Sumbangan input lain berupa penanggungan resiko, ongkos transportasi, biaya informasi pasar, dan biaya penyusutan. Biaya untuk penanggungan resiko adalah Rp. 50kg, ongkos transportasi yang ditanggung terdiri dari empat engkol dengan kapasitas lima ton dengan biaya Rp. 50kg, biaya informasi pasar biaya komunikasi, pengumpulan informasi, dan biaya tidak terduga yang ditanggung berkisar Rp. 100kg, dan biaya penyusutan Rp. 15Kg sehingga total biaya yang ditanggung menjadi Rp. 215kg. Pada hasil perhitungan nilai tambah hayami didapatkan faktor konversi 0.98 yang berasal dari output dan bahan baku selama proses pemasaran. Faktor koefisien tenaga kerja dari perhitungan nilai tambah yaitu 0.01. Harga output yang harga Rp. 3200kg harga tersebut merupakan harga penjualan kepada PB. PPD adalah Rp. 3200kg, harga tersebut adalah harga rata-rata yang diberikan dari masing-masing konsumen yaitu PB Nilai output diperoleh dari hasil perkalian rata-rata harga output perkilogram dengan faktor konversi. Nilai output dalam proses pemasaran Rp. 3,136.03 dan pada perhitungan nilai tambah mendapatkan nilai tambah sebesar Rp.121.03 dengan rasio nilai tambah sebesar 3.86, nilai tambah tersebut merupakan nilai tambah yang didaptkan dari aktivtias yang pemasaran yang dilakukan oleh PPK. Imbalan tenaga kerja yang diberikan adalah sebesar Rp. 80kg dengan presentase sebesar Rp 66.10, maka keuntungan yang didapatkan oleh PPK yaitu Rp. 41.03. Tabel 20. Perhitungan Nilai Tambah di Tingkat Pedagang Pengumpul Kecamatan No Variabel Satuan Nilai Tambah PPK 1 Output Kg 20000 2 Bahan Baku Kg 20408 3 Tenaga Kerja JamPeriode 200 4 Faktor Konversi 0.98 5 Koefisien Tenaga Kerja 0.01 6 Harga Output RpKg 3,200.00 7 Upah Rata-Rata RpJam 8,000.00 Pendapatan dan Keuntungan 1 Harga Bahan Baku RpKg 2,800.00 2 Sumbangan Input Lain RpKg 215 3 Nilai Output RpKg 3,136.03 4 A. Nilai Tambah RpKg 121.03 B. Rasio Nilai Tambah 3.86 5 A. Imbalan Tenaga Kerja RpKg 80 B. Bagian Tenaga Kerja 66.10 6 A. Keuntungan RpKg 41.03 B. Tingkat Keuntungan 33.9 Sumber : Data Primer Diolah Nilai tambah yang didapatkan PPK adalah sebesar Rp. 121.03 atau 3.8 dari total output, maka PPK seharusnya dapat memaksimalkan nilai tambah yang didapatkan dengan cara melakukan efisiensi kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh tenaga kerja, karena imbalan tenaga kerja nilainya 66.10 lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh. Nilai Tambah Jagung Pada Pedagang Besar PB Tingkat Kabupaten Pedagang Besar Tingkat Kabupaten PB mendapatkan jagung dari dari PPD dan PPK B. Pedagang besar berperan didalam distribusi jagung kepada konsumen-konsumen bisnis seperti Peternak Ayam Petelur PAP dan Produsen Pakan Ternak PPT.PB memiliki aktivtias-aktivtias pemasaran yang memiliki nilai tambah, aktivtias ini banyak macamnya. Didalam perhitungan nilai tambah yang dilakukan PB dapat dilihat pada Tabel 21. Pada perhitungan nilai tambah Hayami yang dilakukan pada proses pemasaran PPD, dibutuhkan 26 orang pegawai untuk memasarkan 20 ton jagung. PB membutuhkan tenaga angkut sejumlah empat orang dengan lama bekerja 10 jam perhari selama dua hari dengan biaya Rp. 100.000oranghari, tenaga penimbangan yang dimiliki PB sebanyak 6 orang dengan upah Rp. 50.000hariorang, tenaga sortir dan grading diperlukan sebanyak 6 orang dengan upah Rp. 50.000oranghari, supir dan kenek untuk transportasi jarak jauh berjumlah 2 orang, tenaga pengeringan sebanyak empat pegawai dengan lama bekerja 10 jam per hari selama tiga hari dengan biaya Rp. 50.000oranghari, tenaga kebersihan gudang sebanyak tiga orang denan lama bekerja 10 jam per hari dan pegawai administrasi gudang sebanyak dua orang dengan lama bekerja 10 jam per hari selama dua hari dengan biaya Rp. 50.000orang hari. Total kebutuhan pegawai adalah 26 orang dengan total lama bekerja 260jam dan upah yaitu Rp. 7,307.69 Jam. Tabel 21. Perhitungan Nilai Tambah Pedagang Besar Tingkat Kabupaten di Jawa Barat Satuan Nilai Tambah No Variabel PB 1 Output Kg 20000 2 Bahan Baku Kg 20408 3 Tenaga Kerja JamPeriode 260 4 Faktor Konversi 0.98 5 Koefisien Tenaga Kerja 0.013 6 Harga Output RpJam 3,600.00 7 Upah Rata-Rata RpJam 7,307.69 Pendapatan dan Keuntungan 1 Harga Bahan Baku RpKg 3,200.00 2 Sumbangan Input Lain RpKg 120.00 3 Nilai Output RpKg 3,528.03 4 A. Nilai Tambah RpKg 208.03 B. Rasio Nilai Tambah 5.90 5 A. Imbalan Tenaga Kerja RpKg 95 B. Bagian Tenaga Kerja 45.67 6 A. Keuntungan RpKg 113.03 B. Tingkat Keuntungan 54.33 Sumber : Data Primer Diolah Sumbangan input lain terdiri dari biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan jagung. Salah satu biaya yang ditanggung oleh PB adalah biaya informasi pasar yang terdiri dari biaya komunikasi, biaya pengumpulan informasi dan harga, dan biaya sosialisasi yaitu Rp. 2.000.000, biaya ini ditanggung oleh PB dari pertama kali pengiriman jagung pengiriman pertama kali hingga pengiriman terakhir akhir masa panen sehingga nilainya akan sangat kecil apabila dibagi dengan total jumlah truk yang dikirimkan dari awal pengiriman jagung kepada konsumen. Biaya lain yang ditanggung oleh PB adalah biaya penanggungan resiko yaitu biaya yang dikeluarkan oleh PB karena kerusakan barang, gagal panen petani, ataupun biaya tidak terduga lainnya sebesar Rp. 50kg, PB juga menanggung pajak dan administrasi perusahaan jumlahnya sebesar Rp. 30kg, ongkos transportasi per kali angkut kurang lebih Rp. 25kg, biaya penyusutan kurang lebih Rp. 15kg. Dari hasil perhitungan nilai tambah hayami didapatkan faktor konversi 0.98 yang berasal dari output dan bahan baku selama proses pemasaran. Faktor koefisien tenaga kerja dari perhitungan nilai tambah adalah 0.013 yang didapatkan dari tenaga kerja dibagi output yang dihasilkan. Harga output yang diperoleh PPK adalah Rp. 3600kg, harga tersebut adalah harga rata-rata yang diberikan dari masing-masing konsumen yaitu PPT dan PAP. Harga bahan baku yaitu harga rata-rata pembelian PPK kepada PPD atau PPK adalah Rp.3200kg Nilai output diperoleh dari hasil perkalian rata-rata harga output per kilogram dengan faktor konversi. Nilai output pada PB dalam proses pemasaran yaitu Rp.3,528.03kg. Pada perhitungan nilai tambah PB mendapatkan nilai tambah sebesar Rp. 208.03kg dengan presentase nilai tambah rasio sebesar 5.90 nilai tambah tersebut merupakan nilai tambah yang didapatkan dari aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh PB. Nilai tersebut belum dikurangi imbalan tenaga kerja, dimana nilai imbalan tenaga kerja didapatkan dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja per HOK yaitu sebesar Rp. 95kg dengan presentase sebesar 45.67, presentase tersebut merupakan imbalan yang diterima oleh tenaga kerja dalam proses pemasaran jagung. Tingkat keuntungan yang dimiliki PB adalah Rp. 113.03kg dengan presentase 54.33 yang berarti persentase tersebut berasal dari nilai tambah merupakan keuntungan pedagang besar karena sudah memperhitungkan imbalan tenaga kerja. Berdasarkan perhitungan nilai tambah maka dapat disimpulkan bahwa nilai tambah yang diperoleh PB adalah 5.9 dari total output. Nilai tersebut masih dapat ditingkatkan apabila aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh PB berjalan dengan efisien, maka yang dapat PB lakukan untuk memaksimalkan nilai tambah adalah memaksimalkan penggunaan tenaga kerja agar dapat memperoleh nilai tambah lebih besar lagi. Distribusi Nilai Tambah Anggota Rantai Pasok Distribusi nilai tambah pada rantai pasok dianalisis untuk melihat perbandingan nilai tambah yang didapatkan masing-masing anggota disepanjang saluran pemasaran yang ada pada rantai pasok. Perhitungan dalam membandingkan distribusi nilai tambah menggunakan ketiga saluran pemasaran yang terdapat pada rantai pasok jagung di Jawa Barat. Rekapitulasi distribusi nilai tambah dapat dilihat pada tabel 22 Saluran pemasaran satu melibatkan petani dan koperasi sebagai anggota rantai pasoknya. Total nilai tambah yang diperoleh saluran pemasaran satu adalah Rp. 1686.63 perkilogram, 79.96 nilai tambah dinikmati oleh petani dan hanya 20.04 nilai tambah yang dinikmati oleh koperasi, maka pada saluran pemasaran petani yang menikmati nilai tambah paling besar diantara anggota saluran pemasaran lainnya. Saluran pemasaran dua melibatkan petani, PPD, dan PB. Total nilai tambah yang diperoleh saluran pemasaran dua adalah Rp. 1533.71 per kilogram, dengan presentase nilai tambah 79.52 dinikmati petani, 6.91 dinikmati PPD, dan 13.56 dinikmati oleh PB. Maka pada saluran dua petani mendapat nilai tambah terbesar dibanding anggota saluran pemasaran lainnya Tabel 22. Analisis Distribusi Nilai Tambah Anggota Biaya Input Harga output Nilai Tambah Presentase Nilai Tambah RpKg Saluran 1 Petani 1,000.00 2,418.60 1,348.60 79.96 Koperasi 2,950.00 3,528.03 338.03 20.04 Total 1,686.63 100 Saluran 2 Petani 1,000.00 2,229.65 1,219.65 79.52 PPD 2,950.00 3,136.03 106.03 6.91 PB 3,200.00 3,528.03 208.03 13.56 Total 1,533.71 100 Saluran 3 Petani 1,000.00 1,965.12 955.12 68.7 PPD 2,950.00 3,136.03 106.03 7.63 PPK 2,800.00 3,136.03 121.03 8.71 PB 3,200.00 3,528.03 208.03 14.96 Total 1390.21 100 Sumber : Data Primer Diolah Saluran pemasaran tiga melibatkan petani, PPD, PPK, dan PB. Total nilai tambah yang diperoleh saluran pemasaran dua adalah Rp. 1390.1 per kilogram, dengan presentase nilai tambah 68.70 dinikmati petani, 7.61 dinikmati oleh PPD, 8.76 dinikmati oleh PPK ,14.56 dinikmati oleh PB. Maka pada saluran tiga petani mendapat nilai tambah terbesar dibanding anggota saluran pemasaran lainnya Petani mendapatkan nilai tambah terbesar pada ketiga saluran pemasaran, ini dikarenakan petani mengeluarkan biaya untuk input rendah sedangkan harga output tinggi. Tabel 22 juga memperlihatkan bahwa saluran pertama memiliki nilai tambah terbesar karena saluran pertama melibatkan anggota rantai pasok lebih sedikit dengan anggota saluran yang memiliki nilai tambah lebih besar dbandingkan dengan anggota pada saluran pemasaran lainnya.

9. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Menjawab tujuan penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Kondisi rantai pasok jagung di Jawa Barat saat ini masih belum berjalan dengan baik. Sasaran pasar memiliki target yang jelas namun terdapat permasalahan dalam optimalisasi sasaran rantai pasok, yaitu petani petani tidak ditunjang dengan pengetahuan mengenai kualitas jagung yang baik. Penerapan manajemen dan jaringan dalam rantai pasok belum berjalan dengan baik,salah satunya dapat dilihat kesepakatan kontraktual antar lembaga pemasaran tanpa perjanjian tertulis. Kesepakatan tidak tertulis menimbulkan kesulitan dalam hal memprediksi jumlah jagung yang harus dijual kepada pabrik sedangkan pabrik memiliki aturan yang harus ditaati. Selain itu, dukungan pemerintah sebelumnya hanya fokus pada sarana fisik pada subsitem hilir, akibatnya pengawasan pada pemasaran jagung tidak diperhatikan. Sedangkan, pada sumberdaya rantai pasok ditemukan fakta bahwa modal masih menjadi kendala bagi pedagang desa serta koperasi padahal keduanya merupakan anggota yang berhubungan langsung dengan petani. Proses bisnis rantai pasok terkendala karena pada aliran produk jagung dari petani hingga PB belum terintegrasi dengan baik, belum ada siklus yang pasti sehingga waktu pengiriman ataupun kuota yang dikirim tidak bisa diprediksi dengan baik. Aliran informasi pada rantai pasok jagung memiliki kelemahan yaitu informasi ketersediaan jagung tidak terprediksi di tingkat PD dan PPK sehinggia informasi yang didapatkan oleh PB simpang siur, akibatnya terjadi fluktuasi harga di tingkat PD, PPK, dan petani. 2. Pengukuran kinerja rantai masih belum mencapai kinerja optimal, dua dari tiga saluran pemasaran memiliki nilai rasio biaya dan keuntungan rendah walaupun marjin dan farmer’s share bernilai tinggi. 3. Analisis nilai tambah menunjukan bahwa aktivitas yang dilakukan petani dapat memberikan nilai tambah lebih besar dibandingkan anggota rantai pasok lainnya, maka anggota rantai pasok lain harus melakukan aktifitas-aktifitas pemasaran dengan lebih efisien. Saran Adapun beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sasaran pengembangan rantai pasok dapat tercapai apabila pengawasan ketat dalam penerapan pola budidaya dan penanganan hasil panen harus dilakukan oleh semua pihak terutama PPD dan koperasi karena kedua lembaga pemasaran tersebut adalah lembaga yang berhubungan langsung dengan petani. agar kualitas jagung yang dihasilkan meningkat. 2. Peningkatan manajemen rantai dan jaringan diperlukan dengan cara masing-masing anggota rantai pasok menentukan kriteria mitra berdasarkan kemampuan bukan berdasarkan kekeluargaan, hal ini juga akan menyebabkan perbaikan didalam kesepakatan yang dilakukan kedua belah pihak. Selain itu juga diperlukan pengawasan yang fokus pada subsistem pemasaran oleh pemerintah sehingga kebijakan pemerintah dapat membantu anggota-anggota rantai pasok dalam hal pemasaran. 3. Sumberdaya rantai pasok berlum berjalan baik karena sumberdaya permodalan terbatas pada koperasi dan PPD, maka diperlukan penguatan permodalan pada koperasi dan PPD agar keduanya dapat mengembangkan sumberdaya rantai lain sehingga dapat bersinergi dengan petani dan menghasilkan jagung yang lebih baik. 4. Pada proses bisnis rantai, para anggota rantai pasok melakukan kesepakatan waktu pengiriman, kuantias, dan kualitas agar aliran produk, finansial, dan informasi lebih tertata dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 2013. Kajian Pengembangan Jagung Pada Lahan Sawah Sebagai Tanaman MT III Di Sulawesi Tenggara. Seminar Nasional Serealia 2013. Jakarta ID Agricultural Development International. 2008. Making Value Chains Work Better for the Poor: A Toolbook for Practitioners of Value Chain Analysis. UK Department for International Development DFID Project . Phnom Penh Cambodia: Agricultural Development International. Ahmad S dan Ullah A. 2013. Driving Forces Of Collaboration In Supply Chain: A Review. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business November 2013 ; 57: 39-69. Baatz, E.B. 1995. Best Practices: The Chain Gang. CIO, Vol.8 No.19, pp.46- 52 . [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data produksi Jagung, Padi, dan Kedelai Indonesia 2008-2013. Jakarta ID: BPS [BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2013. Data Produksi Jagung 2008- 2013. Jawa Barat ID: BPS Provinsi [BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2012. Data Tenaga Kerja Menurut Sektor 2008-2013. Jawa Barat ID: BPS Provinsi Dilana, A I 2013.Pemasaran dan Nilai Tambah Biji Kakao di KabupatenMadiun, Jawa Timur. Tesis. Bogor ID : IPB Anatan L dan Ellitan L. 2007. Supply Chain Management –Teori dan Aplikasi. Bandung ID: Alfabeta. Asmarantaka RW. 2012. Pemasaran Agribisnis Agrimarketing. Bogor ID: Departemen Agribisnis FEM-IPB. Assauri, S. 2007. Manajemen Pemasaran, JakartaID : Rajawali Press Astuti,R.2009. Pengembangan Rantai Pasokan Manggis di Kabupaten Bogor Thesis Bogor ID : IPB Bayuwastha. 1982. Pengantar Bisnis Moderen. Yogyakarta ID :Liberti. Beamon BM. 1999. Measuring supply chain performance. International Journal of Operations and Production Management 1999 ; 193: 275-292. Boadur A. 2004. A Conversation About Value Added Agriculture. Kansas US: Kansas University Bovee, C.L dan Thill J. 1995. Business Communication Today, Fourth Edition,. United States of America US : Mc Graw Hill. Inc. BPS. 2013. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. JakartaID Brown M E dan Laverick S. 1994. Measuring Corporate Performance. Long Range Planning. v. 27, no 4, p. 89-98 Chakravarthy B. S. 1986. Measuring Strategic Performance. Strategic Management Journal. v. 7, p. 437-45 Childerhouse, P. 2002. Enabling Seamless Market-Orientated Supply Chains. [ Thesis]. Wales UK: Cardiff University Chopra S dan Meindl P.2004.Supply Chain Management: Strategy,Planning, and Operation.Third Edition.New JerseyUSA: Pearson Education, Inc. Christien, et al .2006. Quantifying the Agri-Food Supply Chain. Netherlands NL: Spinger International Publisher Science. Collins dan Dunne 2002, Forming And Managing Supply Chain In Agribusiness : Learning From Others. Canberra AUS : Department of Agriculture, Forestry and Fisheries Coltrain D, Barton D dan, Boland M . 2000. Value-Added: Opportunities andStrategies. Kansas US : Kansas State University Cowan T. 2002. Value-Added Agricultural Enterprises in Rural DevelopmentStrategies. Order Code RL31598. Congressional Research Service . United State : TheLibrary of Congress. Dahl DC dan Hammond JW. 1977. Market and Price Analysis The Agricultural Industries. New York US: McGraw-Hill Book Company. [Deptan ]Departemen Pertanian. . 2013. Statistik Pertanian 2012. JakartaID: Departemen Peranian. Dirjen Tanaman Pangan. 2012. Laporan Akuntanbilitas Kinerja Instansi Dirjen Tanaman Pangan Tahun 2012. Jakarta ID [Disperta] Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat.2012. Data Statistik 2010- 2011.Jawa BaratID. Emhar A, JMM Aji, T Agustina. 2014. Analisis rantai pasokan supply chain daging sapi di kabupaten Jember. Berkala Ilmiah Pertanian 13: 53-61 Fairbairn. 2004. Value-Added Agriculture In Canada. Report Of The Standing Senate Committee. Canada CA on Agriculture and Forestry Gitisudarmo dan Sudita.2000. Perilaku Keorganisasian, Edisi Pertama. Jogjakarta: Erlangga. Gumbira- Sa’id E dan Intan AH. 2004. Manajemen Agribisnis. Bogor ID : IPB. Haryono. 2012.Maize for Food, Feed and Fuel in Indonesia: Challenges and Opportunity. Paper presented in International Maize Conference . Gorontalo ID Hayami Y, Kawagoe T, Marooka Y, dan Siregar M.1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java, A Prospective From Sunda Village. Bogor ID: The CGPRT. Hines, J R Jr. 2004 Might Fundamental Tax Reform Increase Criminal Activity? Economica, 71: 483-92. Johnsson, P.2008.Logistic and Supply Chain Management.LondonUK: The McGraw- HillvCompanies. Jackson, et al. 1992. 1992.A.Business : Contemporary Concepts and Practices.New York US: Prentice- Hall JayaramJ, Vickery S, dan Droge C. 2000. The Effects Of Information System Infrastructure And Process Improvements On Supply-Chain Time Performance. International Journal ofPhysicalDistribution Logistics Management, 30: 314-330. Kaplan ,R S E dan Norton, D. P. 1992. The Balanced Scorecard-Measures that Drive Performance. Harvard Business Review. p. 71-79. Kariyasa, I. K. 2003. Keterkaitan Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras di Indonesia.Tesis. BogorID: IPB Kohls, RL dan Uhl, JN. 2002.Marketing of Agricultural Products. New York USA:Macmillan Publishing Company. Kottler, P dan Keller, L. 2003. Manajemen Pemasaran 13 th Edition . Jakarta ID: Erlangga Kotler, P dan Armstrong, G. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran, Jilid 3 . Jakarta ID : Erlangga. Lambert, D.M dan Cooper M C J D. 1998. Supply Chain Management Implementation Issues and Research Opportunities. The International Journal of Logistics Management, 11, 1, 1-17. Lazzarini SG, Chaddad, FR dan Cook ML.2001.Integrating Supply Chain and Network Analysis: The Study of Netchains. Journal on Chain and Network Science.11:7-22. Levens M.2010.Marketing, Defined, Explained, Applied, International Edition, New Jersey USA: Pearson Education, Inc Limbong WM dan Sitorus P. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian, BahanKuliah Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor ID: InstitutPertanian Bogor. Marimin dan Maghfiroh. 2010, Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusandalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor: Unit Penerbit dan Percetakan IPB Press. Martodireso S dan Suryanto. 2002. Agribisnis Kemitraan Usaha bersama: Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani. Yogyakarta: Kanisius Mehmood, et al. 2011. Benefit Cost Ratio Analysis Of Organic And Inorganic Rice Crop Production; Evidence From District Sheikhupura In Punjab Pakistan. Pakistan Journal of Science Vol. 63 No. 3 September, 2011 Naslun D dan Stephen W. 2010. What is Management in Supply Chain Management? A Critical Review of Definitions, Frameworks and Terminology. Journal of Management Policy and Practice vol. 114 . Neves M, Trombinb V G, dan Kalaki R B. 2013. Competitiveness of the Orange Juice Chain in Brazil. International Food and Agribusiness Management ReviewVolume 16,4. Sau-Paulo Brazil. [PPHP Deptan] Pengelolaan dan Penanganan Hasil Pertanian Departemen Pertanian. 1995. Mutu Standarisasi Jagung. Jakarta ID Pereira S dan Csillag J M. 2004. Performance Measurement Systems: Considerations Of An Agrifood Supply Chain In Brazil. Second World Conference on POM and 15th Annual POM Conference. Cancun Mexico Pujawan, I N. 2005. Supply Chain Management. Guna Widya. Qhoirunisa A. 2014. Rantai Pasok Padi di Kabupaten Bogor Jawa Barat. Thesis. Bogor : IPB Simchi-Levi D, Kaminsky P. dan Simchi-Levi E. 2008. Designing And Managing The Supply Chain: Concepts, Strategies, and Case Studies. New York USA : Mc Graw Hill3rd ed, New York. Setyowati. 2004. Analisis Pemasaran Jambu Mete di Kabupaten Wonogiri. Jurnal Sosek Panen dan Agrobisnis. Vol 1 No 1 September 2004. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian . Surakarta id Skjoett-Larsen, T. 2000. EuropeanLogistics Beyond 2000. International Journal of Physical Distribution Logistics Management , 305, 377-387. Soekartawi, 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta ID : Raja Grafindo Stank, T., Keller, S. dan Daugherty, P. 2001. Supply Chain Collaboration And Logistical Service Performance. Journal of Business Logistics, 22, 1, 29-48. Subagya, M S. 1988. Manajemen Logistik. Jakarta ID: Haji Masagung Subhana, A. 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis Jagung Untuk Memenuhi Kebutuhan Industri Pakan Ternak. Tesis. Bogor ID : IPB Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertania. Malang ID: Universitas Muhamadiyah Malang Tangenjaya B, Yusmichad Y, dan Ilham. 2002. Analisa Ekonomi Permintaanjagung untuk pakan. Diskusi Nasional Agribisnis Jagung Departemen PertanianBogor. Bogor ID Van der Vorst JGAJ. Buelens and P.V. Beek, 2005. Innovations In Logistics And ICT In Food Supply Chain Networks. Netherland NL : Wageningen University Van der Vorst JGAJ.2006.Performance Measurement in Agri-Food Supply Chain Networks.Netherlands: Logistics and Operations Research Group, Netherland NL: Wageningen University.