14
III. METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam proses hidrolisis minyak ikan ialah shaker waterbath, motor pengaduk 110 V, batang pengaduk dengan diameter 5,2 cm, wadah gelas berdiameter 6 cm dan 11 cm,
sudip, pipet mikro, gelas piala, voltage converter dan alumunium foil. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk analisa ialah erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes, penangas, alumunium foil, corong
pemisah, dan buret. Pada penelitian ini juga digunakan beberapa peralatan pendukung, seperti neraca analitik, waterbath, dan Gas Chromatography Mass Spectrometry GC-MS.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam hidrolisis antara lain minyak ikan lemuru yang diperoleh dari daerah Muncar Banyuwangi, enzim lipase Aspergillus niger yang diperoleh dari Amano
Pharmaceutical Manufacturing Co., buffer sitrat fosfat 0,1 M, aquades, pelarut organik heksana, metanol, dan gas nitrogen murni. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan untuk analisa ialah alkohol
netral, indikator phenolphtalein, KOH 0,1 N, KOH beralkohol, serta HCl 0,5 N.
3.2 Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Desember 2012. Penelitian pada tahap hidrolisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia, sedangkan tahap analisa dilakukan di
Laboratorium Pengawasan Mutu dan Laboratorium Dasar Ilmu Terapan milik Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium
Forensik MABES POLRI.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri atas karakterisasi minyak ikan sebagai bahan baku untuk
hidrolisis dan penentuan kecepatan pengadukan terbaik. Penelitian utama meliputi penentuan kondisi optimum pada setiap faktor yang mempengaruhi hidrolisis enzimatik minyak ikan, yaitu suhu, pH,
penambahan air, dan kecepatan pengadukan. Diagram alir tahap penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
15
Gambar 7. Diagram alir tahapan penelitian Tahapan persiapan media dan proses hidrolisis enzimatik minyak ikan lemuru untuk
menghasilkan omega-3 dapat dilihat pada Gambar 8. Kondisi proses hidrolisis enzimatik mengacu pada penelitian terdahulu yang dilakukan Octavia 2010 yang menyatakan bahwa kondisi optimum
hidrolisis enzimatik minyak ikan lemuru menggunakan enzim lipase dari Aspergillus niger adalah pada suhu 45
o
C dan pH buffer 5 dengan perbandingan 6 ml buffer terhadap 4 gr minyak, menggunakan minyak ikan lemuru yang ditambahkan pelarut organik heksana sebesar 13 volume
minyak yang telah ditambahkan buffer. Minyak ditambahkan air sebesar 5 vv minyak. Minyak ikan dihidrolisis selama 48 jam. Formulasi media dan desain penggandaan skala lebih rinci dapat dilihat
pada Lampiran 2.
Gambar 8. Diagram alir hidrolisis enzimatik minyak ikan lemuru Karakterisasi minyak ikan
Mulai
Penentuan skala penggandaan hidrolisis Penentuan pengaruh penggandaan skala terhadap bilangan asam dan tingkat
hidrolisis minyak ikan Penentuan hubungan tingkat hidrolisis dengan kandungan total
Selesai
Pelarut Heksana Minyak ikan
Air optimum
Pembilasan dengan gas nitrogen selama 30 detik Larutan enzim
lipase A. niger
Hidrolisis 48 jam pada T,pH,kecepatan pengadukan optimum
Pemisahan produk hidrolisis dan air Lapisan atas
non polar
Air
Analisa produk bilangan asam, GC-MS
16
3.3.1 Karakterisasi Minyak Ikan
Minyak ikan yang digunakan pada penelitian ini telah mengalami proses pemurnian oleh produsen yaitu indutri pengalengan ikan lemuru dari daerah Muncar, Banyuwangi. Karakterisasi
minyak ikan berupa sifat fisikokimia minyak dilakukan pada awal pelaksanaan penelitian sebagai acuan kualitas minyak ikan yang digunakan sebagai bahan baku. Sifat fisikokimia yang diamati
meliputi bilangan asam, bilangan penyabunan, dan kadar asam lemak bebas FFA. Prosedur karakterisasi minyak ikan lemuru dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.3.2 Penentuan Desain Penggandaan skala
Desain penggandaan skala hidrolisis enzimatik minyak ikan lemuru menggunakan lipase A. niger untuk produksi omega-3 meliputi penentuan besaran skala yang digunakan, rasio perbandingan
antara diameter wadah terhadap diameter pengaduk, dan kecepatan pengadukan penggandaan skala. Besaran skala yang didesain adalah 5, 10, 20, dan 50 kali skala hidrolisis enzimatik minyak ikan
lemuru terkecil. Wadah yang digunakan terdiri dari dua, yaitu wadah berukuran kecil dan wadah berukuran besar. Desain kecepatan pengadukan dirancang berdasarkan tingkat hidrolisis optimal yang
dapat digandakan. Desain penggandaan skala lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.3.3 Penentuan Pengaruh Ratio DtDi dan Kecepatan Pengadukan terhadap
Bilangan Asam
Peningkatan skala hidrolisis dengan penggunaan ratio antara diameter wadah dan diameter pengaduk DtDi dan kecepatan pengadukan mempengaruhi produk hidrolisis. Pengaruh ini dapat
diketahui dengan melakukan analisa bilangan asam produk. Analisa bilangan asam produk hidrolisis dilakukan duplo. Prosedur pengujian bilangan asam dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.3.4 Penentuan Pengaruh Ratio DtDi terhadap Tingkat Hidrolisis
Ratio antara diameter wadah dan diameter pengaduk DtDi dan kecepatan pengadukan mempengaruhi produk hidrolisis untuk menghasilkan omega-3 yang diinginkan. Bilangan asam
produk hidrolisis digunakan untuk menghitung tingkat hidrolisis minyak ikan. Analisa tingkat hidrolisis dilakukan duplo. Prosedur perhitungan tingkat hidrolisis dapat dilihat pada Lampiran 3.
3.3.5 Penentuan Hubungan Antara Tingkat Hidrolisis Tertinggi dengan Total
Omega-3 yang Dihasilkan
Hasil hidrolisis dipisahkan dengan menggunakan corong pemisah berdasarkan perbedaan bobot molekul membentuk dua lapisan yang terdiri atas lapisan polar dan non polar. Lapisan non polar
merupakan lapisan atas, sedangkan lapisan polar akan berada di lapisan bawah. Lapisan bawah diuapkan untuk menghilangkan sisa pelarut heksana yang masih tersisah dari proses pemisahan.
Sampel dianalisa menggunakan GC-MS untuk mengetahui persentase total omega-3. Prosedur analisa produk idrolisis menggunakan GC-MS dapat dilihat pada Lampiran 4.
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi Minyak Ikan
Minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak ikan hasil samping industri pengalengan ikan lemuru Sardinella sp. dari daerah Muncar, Banyuwangi. Minyak ikan yang
digunakan telah mengalami proses pemurniaan yang dilakukan oleh pihak produsen yaitu industri pengalengan ikan itu sendiri. Karakterisasi minyak ikan dilakukan untuk mengetahui kondisi dan
karakter bahan baku yang akan digunakan dalam proses hidrolisis enzimatik. Karakterisasi minyak ikan meliputi analisa terhadap bilangan asam, bilangan penyabunan, dan kadar asam lemak bebas
FFA bahan baku. Hasil karakterisasi minyak ikan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil karakterisasi sifat fisikokimia minyak ikan
Karakteristik Satuan
Nilai a
Bilangan asam mg KOHg minyak
2,718 3,26
Bilangan penyabunan mg KOHg minyak
184,38948 204,81
Kadar asam lemak bebas FFA 1,36
1,49
a
Octavia 2010 Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa minyak ikan lemuru yang digunakan sebagai bahan
baku dalam proses hidrolisis enzimatik dengan menggunakan katalisator berupa enzim lipase dari Aspergillus niger memiliki kualitas yang baik sesuai standar International Association of Fish Meal
Manufacturer. Kualitas minyak ikan yang digunakan pada penelitian ini jauh lebih baik dari kualitas minyak ikan yang digunakan pada penelitian terdahulu oleh Octavia 2010, meskipun minyak ikan
yang digunakan berasal dari produsen yang sama. Bilangan asam minyak ikan yang diujikan adalah 2,718 mg KOHg minyak. Nilai ini lebih rendah dari bilangan asam minyak ikan pada penelitian
Octavia 2010 yaitu sebesar 3,26 mg KOH g minyak. Menurut Ketaren 2005, pengukuran bilangan asam digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak dan lemak.
Bilangan asam merupakan ukuran dari jumlah asam lemak bebas yang dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah
miligram KOH 0,1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Besar bilangan asam tergantung dari kemurnian dan umur minyak. Semakin
kecil bilangan asam suatu minyak semakin sedikit jumlah asam lemak bebas dalam minyak tersebut. Asam lemak bebas merupakan indikator terjadinya penurunan mutu minyak. Asam lemak bebas
merupakan asam lemak yang tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi. Asam lemak bebas akan berikatan dengan lemak netral. Pada
konsentrasi lebih dari 15, asam lemak bebas menghasilkan flavor yang tidak disukai. Asam lemak bebas dengan jumlah atom karbon 4, 6, 8, dan 10 dapat menguap dan menimbulkan bau tengik serta
rasa tidak enak dalam bahan pangan berlemak. Asam lemak bebas dapat menimbulkan warna gelap pada saat lemak atau minyak dipanaskan. Bilangan asam minyak ikan yang rendah menunjukkan
bahwa minyak yang digunakan dalam penelitian ini merupakan minyak ikan yang mengandung asam lemak bebas dalam jumlah relatif kecil. Minyak ikan ini dimungkinkan telah melalui proses
18
pemurnian terlebih dahulu. Hal ini diperkuat dari penampakan fisik minyak ikan hasil samping pengalengan ikan lemuru yang berwarna kuning keemasan, jernih, dan berbau segar khas minyak
ikan. Faktor umur minyak ikan juga berpengaruh terhadap jumlah asam lemak bebas dalam minyak ikan. Hasil pengujian bilangan asam menunjukkan bahwa minyak ikan yang digunakan masih relatif
segar atau merupakan minyak hasil samping dari proses pengolahan ikan lemuru terbaru. Minyak ikan belum mengalami proses penyimpanan yang dapat menyebabkan peningkatan jumlah asam lemak
bebasnya. Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu
gram minyak atau lemak. Tiga molekul KOH akan bereaksi dengan satu molekul minyak. Besar bilangan penyabunan tergantung dari berat molekul minyak. Minyak yang terdiri dari asam lemak
berantai panjang memiliki bobot molekul lebih tinggi. Besar bilangan penyabunan dan berat molekul minyak berbanding terbalik Ketaren, 2005. Bilangan penyabunan minyak ikan yang diujikan adalah
184,38948 mg KOHg minyak. Bilangan penyabunan ini lebih kecil dibandingkan dengan bilangan penyabunan minyak ikan yang digunakan dalam penelitian Octavia 2010 yaitu sebesar 204,81 mg
KOHg minyak. Nilai bilangan penyabunan minyak ikan ini nantinya digunakan untuk menghitung besarnya tingkat hidrolisis minyak ikan.
Pada pengukuran bilangan asam dan bilangan penyabunan pada lampiran 1 digunakan faktor pengali sebesar 56,1 untuk KOH dan 39,9 untuk NaOH. Faktor pengali tersebut adalah besar bobot
molekul larutan yang digunakan untuk titrasi dalam pengukuran bilangan asam. Pada pengujian bilangan asam dan bilangan penyabunan minyak ikan pada penelitian ini menggunakan larutan KOH,
sehingga digunakan faktor pengali sebesar 56,1. Kadar FFA Free Fatty Acid merupakan ukuran kualitas minyak ikan dan dinyatakan dalam
FFA atau angka asam. Angka keasaman merupakan salah satu indikator penting penentuan mutu minyak goreng. Kadar FFA minyak ikan yang diujikan adalah sebesar 1,36. Nilai kadar minyak ikan
ini lebih kecil dari kadar minyak ikan yang digunakan dalam penelitian Octavia 2010 sebesar 1,49. Hal ini menunjukkan bahwa minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan minyak
ikan kualitas cukup baik dan proses hidrolitik yang terjadi masih relatif kecil.
4.2 Penggandaan Skala Hidrolisis Enzimatik