Hidrolisis Enzimatik Pengaruh Ratio Dt/Di dan Kecepatan Pengadukan terhadap Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Lemuru Menggunakan Lipase Aspergillus Niger untuk Produksi Asam Lemak Omega-3

9 Gambar 5. Metabolisme asam lemak C20 cis Zamora, 2013 Asam lemak omega-3 dalam ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis makanan, jenis ikan, tahap perkembangan, dan tahap pemijahan ikan. Perbedaan spesies ikan menyebabkan perbedaan kadar asam lemak omega-3. Ikan dari perairan tropis mempunyai kadar asam lemak omega-3 yang lebih rendah dibandingkan ikan yang hidup di perairan subtropis dan dingin. Ikan yang berasal dari perairan dalam cenderung mengandung asam lemak omega-3 lebih tinggi dibandingkan ikan yang hidup di permukaan air Estiasih, 2009.

2.3 Hidrolisis Enzimatik

Hidrolisis merupakan reaksi pembentukan gliserol dan asam lemak bebas melalui pemecahan molekul lemak dan penambahan elemen air. Hidrolisis merupakan salah satu reaksi yang terjadi pada produk atau bahan pangan berlemak Zarevucka dan Wimmer, 2008. Reaksi hidrolisis pada trigliserida terdiri atas tiga tahapan reaksi maju dan mundur. Pada setiap reaksi maju, satu molekul air dikonversi menjadi asam lemak. Pada reaksi mundur gliserol bereaksi dengan asam lemak menjadi monogliserida Minami, 2006. Hidrolisis dapat digolongkan menjadi hidrolisis murni, hidrolisis katalis asam, hidrolisis katalis basa, hidrolisis gabungan alkali dan air, dan hidrolisis dengan katalis enzim. Berdasarkan pada fase reaksi, hidrolisis dikelompokkan menjadi dua, yaitu hidrolisis fase cair dan hidrolisis fase gas. Pada hidrolisis fase gas, air berperan sebagai senyawa penghidrolisis dan reaksi berlangsung pada fase uap. Hidrolisis fase cair terdiri atas empat jenis hidrolisis, yaitu hidrolisis murni, hidrolisis asam berair, hidrolisis alkali berair, dan hidrolisis enzimatik BeMiller, 2009. Hidrolisis murni umumnya digunakan pada reaksi yang menggunakan air sebagai senyawa penghidrolisa. Pada hidrolisis murni tidak semua bahan dapat terhidrolisis dan efek dekomposisi jarang ditimbulkan. Hidrolisis asam berair menggunakan HCl dan H 2 SO 4 banyak diterapkan pada industri bahan pangan. Pada hidrolisis alkali berair, konsentrasi alkali yang digunakan rendah. Hal ini dimaksudkan agar ion H+ bertindak sebagai katalisator. Hidrolisis menggunakan alkali pada konsentrasi tinggi bertujuan agar ion H+ bereaksi dengan asam yang terbentuk. Hidrolisis enzimatik adalah reaksi hidrolisis yang terjadi pada suatu senyawa atau bahan dengan menggunakan enzim sebagai senyawa penghidrolisa BeMiller, 2009. 10 Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi hidrolisis antara lain katalisator, suhu dan tekanan, pencampuran pengadukan, dan perbandingan zat pereaksi. Katalisator merupakan senyawa atau bahan yang digunakan untuk mempercepat terjadinya suatu reaksi. Katalisator yang umum digunakan adalah enzim, karena bekerja secara cepat. Selain enzim, katalisator yang juga banyak digunakan ialah asam. Jenis asam yang digunakan tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap kecepatan reaksi. Faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi adalah konsentrasi ion H+ yang terkandung dalam asam yang digunakan sebagai katalisator. Pemilihan jenis asam berdasarkan pada sifat garam yang terbentuk, sehingga diupayakan penggunaan konsentrasi asam yang rendah. Asam klorida merupakan jenis asam yang banyak digunakan dalam industri. Suhu berpengaruh terhadap kecepatan reaksi. Pengaruh suhu ini mengikuti persamaan Arhenius, dimana semakin tinggi suhu, maka reaksi berjalan semakin cepat. Pencampuran atau pengadukan menyebabkan atom-atom dalam zat pereaksi saling bertumbukkan. Pada sistem curah, pencampuran dilakukan dengan bantuan pengaduk atau alat pengocok. Sedangkan pada proses kontinyu, pencampuran dilakukan dengan mengatur aliran dalam tangki reaktor. Perbandingan zat pereaksi mempengaruhi jalannya reaksi. Pereaksi dalam jumlah berlebih dapat menggeser keseimbangan reaksi ke arah kanan. Trigliserida merupakan ester dari asam lemak dan gliserol. Asam lemak dapat dihasilkan dengan memecah ikatan esternya. Salah satu cara untuk memecah ikatan ester tersebut adalah dengan proses hidrolisis atau yang dikenal dengan istilah hidrolisis trigliserida. Hidrolisis trigliserida dapat dilakukan pada kondisi asam dan basa. Hidrolisis oleh asam bersifat bolak-balik reversible. Hidrolisis oleh basa bersifat tidak dapat balik irreversible pada akhir reaksi, yaitu asam yang terbentuk selama reaksi tidak dapat bereaksi kembali dengan alkohol. Teknik lain yang dapat diterapkan adalah metanolisis atau penggunaan metanol yang dikatalisis oleh basa. Produk yang dihasilkan dari proses metanolisis ialah cairan-cairan heterogen Dvorak, 2001. Cairan ini terbentuk dari pembentukan senyawa baru yang bersifat larut air dan minyak yaitu metil ester asam lemak. Asam lemak dapat dihasilkan melalui proses hidrolisis lanjutan. Hidrolisis lanjutan menghasilkan asam lemak dengan tingkat kemurniaan yang tinggi Morrison, 1992. Komers et al.1998 menyatakan bahwa reaksi hidrolisis pada trigliserida berlangsung secara bertahap, sehingga semua ikatan ester terputus dan diperoleh asam lemak bebasnya. Tahapan hidrolisis triasilgliserol menggunakan katalis enzim lipase ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6. Tahapan hidrolisis triasilgliserol Brockman, 1984 Sejumlah laporan menunjukkan bahwa reaksi hidrolisis enzimatik telah banyak digunakan untuk menghidrolisis sejumlah minyak dan lemak. Minyak dan lemak dapat dihidrolisis oleh enzim 11 yang diperoleh secara alami. Hidrolisis enzimatik memberikan beberapa kemudahan dan keuntungan. Reaksi enzimatik membutuhkan kondisi yang ringan, sedikit pelarut, dan menghasilkan produk yang memenuhi konsep produksi bersih dan green chemistry. Kemudahan dan keuntungan ini menarik minat dan memberikan peluang pada proses hidrolisis minyak dan lemak dalam skala besar. Hal ini dimungkinkan karena reaksi umumnya terjadi pada kondisi reaksi yang ringan dengan kebutuhan suhu dan pH yang relatif aman, sehingga bahaya yang mungkin ditimbulkan menjadi relatif berkurang Gunstone, 2004.

2.4 Lipase Aspergillus niger