Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kota Bogor

BPS, 2010. Persentase KK miskin tertinggi ada di Kec. Bogor Selatan sebesar 22,30 persen. Tabel 6. Jumlah KK miskin per Kecamatan tahun 2010 K K e e c c a a m m a a t t a a n n J J u u m m l l a a h h P P e e n n d d u u d d u u k k J J u u m m l l a a h h K K K K K K K K M M i i s s k k i i n n P P e e r r s s e e n n t t a a s s e e K K K K M M i i s s k k i i n n Bogor Selatan 180.745 45.186 10.092 22,30 Bogor Timur 94.572 23.643 3.670 15,50 Bogor Utara 170.320 42.580 5.231 12,30 Bogor Tengah 102.203 25.551 5.084 19,90 Bogor Barat 210.450 52.613 11.289 21,50 Tanah Sareal 190.776 47.694 6.962 14,60 Kota Bogor 949.066 237.267 42.328 17,80 Sumber : BPS Kota Bogor 2010

5.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kota Bogor

sebagaimana model yang dinamakan pemerataan dengan pertumbuhan atau redistribution with growth RWG yang ide dasarnya adalah pemerintah harus mempengaruhi pola pembangunan sedemikian sehingga produsen yang berpendapatan rendah yang di banyak negara berlokasi di perdesaan dan produsen kecil di perkotaan akan mendapat kesempatan meningkatkan pendapatan dan secara simultan menerima sumber ekonomi yang diperlukan Chenery, et.al, 1974. Model ini dalam kontek otonomi daerah diwujudkan dalam kebijakan yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD terutama kebijakan anggaran daerah baik berupa belanja daerah langsung belanja public maupun tidak langsung belanja apparatus. Cardiman 2006 menyebutkan bahwa belanja aparatur dan belanja public APBD berpengaruh signifikan terhadap Indek Pembangunan Manusia IPM dan pengaruhnya positif. APBD berpengaruh secara signifikan terhadap indek pendapatan dan bersifat positif. Hal ini berarti akan mengurangi angka kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi di suatu daerah dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik langsung maupun tidak langsung. Merujuk pada yang disampaikan Saputro dan Utomo 2007 setidaknya ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemiskinan sebagaimana tertera pada tabel berikut. Tabel 7. Beberapa Faktor Penyebab Kemiskinan di Suatu Daerah Faktor Penyebab Komponen Indikator Faktor Perekonomian Produktifitas, distribusi pendapatan, inflasi, pajak, investasi LPE, pendapatan per kapita, pendapatan asli daerah PAD Faktor Ketenagakerjaan Kesempatan kerja, jenis pekerjaan yang tersedia Jumlah lapangan kerja, angka pengangguran Faktor Pendidikan Kualitas SDM, tingkat penyelenggaraan pendidikan Jumlah buta huruf, penduduk berpendidikan rendah, putus sekolah Faktor Kesehatan Tingkat kesehatan masyarakat, pertumbuhan penduduk, fasilitas kesehatan Angka kesakitan, tingkat KB, jumlah fasilitas kesehatan dasar Faktor Lingkungan Potensi SDA, lingkungan tempat tinggal Jumlah bahan tambang, cakupan air bersih, jamban keluarga Sumber : Saputro dan Utomo 2010, diolah Pada penelitian ini, kemiskinan yang terjadi di Kota Bogor diduga disebabkan oleh faktor perekonomian dan ketenagakerjaan. Faktor perekonomian yang dikaji adalah distribusi pendapatan yang diindikasikan dengan belanja langsung belanja public dalam APBD berdasarkan asumsi bahwa belanja publik adalah belanja pemerintah daerah yang diperuntukkan bagi masyarakat termasuk belanja untuk penanggulangan kemiskinan. Asumsi yang digunakan adalah semakin bertambah belanja langsung dalam APBD akan semakin menurunkan angka kemiskinan. Sedangkan faktor ketenagakerjaan diindikasikan dalam kajian ini dengan jumlah angka pengangguran terbuka. Asumsinya bahwa peningkatan pengangguran akan meningkatkan kemiskinan Hasil analisis regresi berganda multiple regression memperlihatkan bahwa dua variabel eksogen yang dikaji yaitu belanja langsung APBD riil dan jumlah pengangguran berpengaruh nyata terhadap persentase KK miskin di Kota Bogor . Hal ini terlihat P-value dari kedua variable di bawah 0.05. Artinya kedua- duanya berpengaruh nyata pada 5 persen terhadap kemiskinan yang terjadi di Kota Bogor. Persamaan regresi memiliki nilai F yang nyata pada taraf 5 persen, artinya persamaan ini memiliki model yang baik, selanjutnya persamaan regresi berganda ini, dengan dua variabel bebas yang terbentuk memiliki koefisien determinan sebesar 0,806 yang berarti bahwa variabel-variabel independen yang digunakan dalam persamaan tersebut berpengaruh sebesar 80.6 persen, selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain diluar kedua variabel tersebut. Tabel 8. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Faktor - faktor yang Mempengaruhi Persentase KK Miskin di Kota Bogor Uraian Koefisien T Stat P-value F R 2 22.9711698 0.806 Intersep 104.058 7.173 Belanja Langsung APBD BA -11.994 -6.683 3.454E-05 Jumlah Pengangguran PG 5.636998563 4.358 0.0011395 Keterangan: nyata pada taraf uji 1 Secara rinci hasil analisis regresi berganda pada kajian ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Adapun dalam bentuk persamaan dapat dilihat pada persamaan berikut ini: Y =104.058 – 11.994 BA + 5.637 PG

5.3.1. Pengaruh Belanja Langsung APBD Terhadap Kemiskinan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan yang dikelola oleh pemerintah daerah. Di dalam APBD tersusun rencana pencapaian pendapatan daerah dan rencana belanja tidak langsung belanja aparatur dan belanja langsung belanja publik. Dalam kajian ini pada komponen belanja langsung, sesuai nomenklatur perundang- undangan yang baru sebenarnya sama dengan belanja publik, terdapat alokasi untuk berbagai program dan kegiatan yang akan digulirkan kepada masyarakat termasuk program penanggulangan kemiskinan. Alokasi belanja langsung sangat berpengaruh terhadap kondisi pembangunan daerah. Alokasi belanja langung yang tinggi akan memberikan peluang tersedianya berbagai program dan kegiatan yang akan dirasakan oleh masyarakat. Di samping itu belanja langsung juga akan menyerap tenaga kerja dan akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, tanda dari koefisien alokasi belanja langsung APBD riil setelah dihilangkan pengaruh inflasinya sesuai yang diharapkan karena bernilai nigatif dengan jumlah persentase KK miskin, hasil ini sesuai dengan teori yaitu negatif . Oleh karena itu interpretasi dari nilai koefisien belanja langsung adalah jika ada peningkatan belanja langsung APBD sebesar 1 persen, maka akan menurunkan angka persentase KK miskin sebesar 11.99 persen. Hal ini menggambarkan kebijakan untuk terus menambah proporsi belanja langsung sangatlah tepat untuk menekan jumlah angka kemiskinan. Hal ini dapat terjadi, karena belanja langsung merupakan belanja pemerintah yang diperuntukkan bagi masyarakat termasuk masyarakat miskin, sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Di samping itu belanja langsung juga dapat menyerap tenaga kerja dari kalangan keluarga miskin, yang tidak ada tuntutan ketrampilan dan atau kualifikasi tertentu misal program kebersihan saluran atau kali. Belanja langsung dapat juga berupa pembangunan fasilitas umum seperti pembangunan jalan tembus, gedung-gedung pemerintahan, sarana kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya dan dapat juga berupa pengembangan kawasan baru. Kegiatan pembangunan tersebut pada umumnya memerlukan dukungan tenaga dan sarana pendukung yang bisa disediakan oleh kalangan keluarga miskin Perkembangan proporsi alokasi belanja langsung terhadap belanja tidak langsung pada APBD Kota Bogor selama 2004-2012 memperlihatkan adanya fluktuasi, mula-mula ada penurunan kemudian ada peningkatan. Pada tahun 2004 proporsi belanja langsung sebesar 74,3 persen dan menurun menjadi 40,05 persen pada tahun 2009 dan kemudian beranjak naik hingga 49.79 persen pada tahun 2012. Hal ini terlihat seiring dengan penurunan KK miskin. Masih besarnya proporsi untuk belanja tidak langsung selalu lebih dari 50 persen terjadi karena besarnya kebutuhan anggaran untuk belanja aparatur di Kota Bogor yang memiliki 26 Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD dengan jumlah pegawai negeri sipil PNS sebesar 3566 orang. Sumber : BAPPEDA Kota Bogor 2013 Gambar 7. Perkembangan Proporsi Belanja Langsung dan Tidak Langsung APBD Kota Bogor 2004-2012

5.3.2. Pengaruh Angka Pengangguran Terhadap Kemiskinan

Jumlah angka pengangguran di Kota Bogor pada 2004-2012 cenderung menurun dengan jumlah penurunan sebesar 325 orangtahun. Jumlah pengangguran pada tahun 2004 sebesar 65.488 jiwa dan pada tahun 2012 menjadi 39.417 jiwa. Penurunan jumlah pengangguran diduga terjadi karena meningkatnya lapangan kerja seiring dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Penurunan angka pengangguran relatif tajam terjadi pada tahun 2009 hingga 2012. Perkembangan jumlah angka pengangguran di Kota Bogor dapat dilihat pada gambar 8. Gambar 8. Perkembangan Jumlah Angka Pengangguran Kota Bogor Sumber BPS Kota Bogor, 2011 Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, peningkatan jumlah pengangguran berpengaruh nyata terhadap persentase KK miskin. Hal tersebut terlihat dari nilai koefisien variabel angka pengangguran yang positif. Hal ini sesuai dengan teori bahwa peningkatan pengangguran akan meningkatkan angka kemiskinan. Di lihat dari persamaan di atas dapat diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan 1 persen angka pengangguran akan meningkatkan 5.64 persen KK miskin. Kebijakan untuk meningkatkan lapangan kerja serta meningkatkan kapasitas dan kapabilitas tenaga kerja menjadi sangat relevan. BAB VI. PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

6.1. Analisis SWOT Kondisi Kemiskinan Kota Bogor