Beberapa ahli berpendapat pula bahwa pemerataan pendapatan akan meningkatkan penciptaan lapangan kerja Seers, 1970. Menurut teori ini, barang-
barang yang dikonsumsi oleh masyarakat miskin cenderung lebih bersifat padat tenaga kerja dibanding dengan konsumsi masyarakat yang berpendapatan lebih
tinggi. Dengan demikian pemerataan pendapatan akan menyebabkan pergeseran pola permintaan yang pada gilirannya akan menciptakan kesempatan kerja.
Studi kasus yang dilakukan oleh Montgomery et al. 2002 yang terfokus pada sektor pertanian, yakni sektor dimana sebagian besar orang miskin di
Indonesia bekerja, memberikan pelajaran berharga mengenai bagaimana praktek tata kelola pemerintahan yang buruk merugikan kaum miskin di era sebelum
krisis. Gambaran singkat kemiskinan di sektor pertanian menunjukkan bahwa secara nasional sektor ini mempunyai angka kemiskinan per sektor tertinggi, juga
memiliki jumlah orang miskin terbanyak data per Pebruari 1999. Tingkat kemiskinan menurut head count di sektor ini berjumlah 39,7 persen, dan lebih
dari 58,4 persen jumlah total penduduk miskin menyebutkan pertanian sebagai sumber utama pendapatan mereka Pradhan et al,2000. Meskipun sektor
pertanian sarat dengan jumlah pendududk miskin, tetapi sektor ini ternyata menjadi satu-satunya sektor yang mampu menampung sejumlah besar penganggur
baru selama krisis ekonomi berlangsung. Pada saat kesempatan kerja di sektor lain berkurang tajam, penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian justru naik 13 persen
atau 4,6 juta orang dalam waktu setahun, yakni dari 34,8 juta orang pada tahun 1997, meningkat menjadi 39,4 juta pada tahun 1998.
Jasmina, et.al 2001:424 dalam Rusdarti Sebayang 2013 mengungkapkan bahwa berbagai strategi, kebijakan dan program penanggulangan
kemiskinan yang sudah dicanangkan pemerintah daerah pada akhirnya tergantung pada ketersediaan dan mekanisme penggunaan anggaran yang dimiliki daerah.
2.3. Kebijakan Anggaran
Anggaran adalah suatu rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitas, biasanya dalam satuan uang perencanaan keuangan
untuk menunjukkan perolehan dan penggunaan sumber-sumber organisasi. Menurut Edwards, et.al 1959 dalam Hariyandi, Indrajaya, Yuwono 2005,
istilah anggaran mengandung arti tas kecil budget, bahasa Inggris diambil dari kata
“bougette” bahasa Perancis. Anggaran merupakan titik fokus dari persekutuan antara proses
perencanaan dan pengendalian. Penganggaran budgetting adalah proses penerjemahan rencana aktivitas ke dalam rencana keuangan budget. Dalam
makna yang lebih luas, penganggaran meliputi penyiapan, pelaksanaan, pengendalian dan pertanggungjawaban anggaran yang biasa dikenal dengan siklus
anggaran. Dengan demikian, penganggaran memiliki standarisasi dalam berbagai formulir, dokumen, interaksi dan prosedur karena menyangkut dan terkait dengan
operasional sehari-hari Hariyandi, Indrajaya, Yuwono, 2005. Menurut Hariyandi, Indrajaya dan Yuwono, 2005, anggaran memiliki lima
fungsi sebagai berikut : 1 fungsi Perencanaan, 2 fungsi koordinasi dan komunikasi, 3 fungsi motivasi, 4 fungsi pengendalian dan evaluasi, dan 5
fungsi pembelajaran. Dalam sebuah organisasi besar, penganggaran merupakan proses yang
terus menerus. Hal tersebut terjadi karena beberapa bulan anggaran tahun berjalan mulai diimplementasikan, tim anggaran telah kembali bekerja untuk anggaran
tahun berikutnya. Pada organisasi pemerintahan perlu waktu yang lama dalam menyiapkan suatu anggaran agar tersedia tepat di awal tahun berikutnya dan
disetujui semua pihak. Di Amerika Serikat, GASB Codification, Sec. 1100.109 menyatakan
bahwa setiap unit pemerintahan harus membuat anggaran tahunan dan sistem akuntansi harus didesain untuk memungkinkan pengendalian anggaran yang
memadai serta laporan yang membandingkan realisasi dan anggaran harus dibuat Freeman dan Shoulders, 2000
Di Indonesia anggaran diatur di dalam Pasal 23 ayat 1 UUD 1945 dan diimplementasikan dengan disusunnya UU APBN setiap tahun. Selain itu, untuk
melaksanakan UU APBN tersebut pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan perundangan lainnya, seperti UU Pajak, UU Bea Masuk dan Cukai, Keppres
Pelaksanaaan APBN dan peraturan pelaksanaan lainnya. Menurut UU No 32 tahun 2004 pasal 179 disebutkan bahwa APBD
anggaran pendapatan dan belanja daerah adalah merupakan dasar pengelolaan
keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD merupakan produk terakhir dari
serangkaian dokumen perencanaan yang dimulai dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang RPJP, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJMD, Renstra tahunan SKPD dan musrembang daerah, Kebijakan Umum Anggaran KUA dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara PPAS.
Jenis anggaran dalam struktur APBD Permendagri No. 13 Tahun 2006 dalah sebagai berikut :
1. Pendapatan daerah, terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah, dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil sumberdaya alam, DAU, DAK, dana otonomi khusus,
dana penyesuaian, pendapatan dana darurat dan pendapatan bagi hasil lainnya. 2.
Belanja daerah terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung adalah belanja modal dan barang , antara lain modal
peralatan dan mesin, belanja modal gedung dan bangunan, belanja modal jalan, belanja irigasi dan jaringan serta belanja aset tetap lainnya, sedangkan belanja
tidak langsung terdiri dari pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja modal tanah.
3. Pembiayaan daerah, terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran
Pembiayaan Dalam Musrembangnas 2011 terdapat 5 isu yang harus diperhatikan dalam
perumusan kebijakan dan penyusunan APBD, yaitu: 1.
Penguatan ketahanan pangan dalam upaya menjaga ketersediaan bahan pokok dan energi
2. Percepatan pengurangan kemiskinan
3. Peningkatan keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses
pembangunan 4.
Peningkatan nilai tambah pemanfaatn potensi peluang sumber daya alam, bonus demografi, relokasi industri dan pasar domestik yang besar
5. Implementasi upaya-upaya pembangunan berkelanjutan
Untuk mengoptimalkan dan mengelola PAD yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan selanjutnya berimbas pada penekanan tingkat
pengangguran dan mengurangi kemiskinan, maka diperlukan pengelolaan alokasi anggaran sebagai salah satu strategi pengelolaan pendapatan. Strategi alokasi
anggaran ini bisa mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi sekaligus menjadi alat mengurangi kesenjangan ketimpangan regional Kuncoro, 2003.
Pengangguran berhubungan erat dengan ketersediaan lapangan kerja, ketersediaan lapangan kerja berhubungan dengan belanja pembangunan. Dengan
demikian, strategi pengoptimalan dan pengelolaan anggaran akan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui optimalisasi potensi sector - sektor pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi akan menekan tingkat pengangguran dan mengurangi jumlah kemiskinan di daerah Setiyawati, Hamzah, 2007.
BAB III. METODOLOGI