mempertimbangkan kebijakan ketentuan yang akan diterapkan dalam masyarakat,
4.
PEMERINTAHAN NAGARI. Merupakan lembaga pelaksana
pemerintahan. Melaksanakan semua kebijakan atau ketentuan yang telah disepakati oleh lembaga-lembaga dan instrumen yang ada dalam Nagari.
Pemerintahan Nagari ini juga merupakan Lembaga yang mengurusi administrasi Nagari.
Dimensi lain dari sistem pemerintahan Nagari adalah perlunya alokasi ruang untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pemerintahan Nagari. Berdasarkan Perda
Kabupaten Agam No. 31 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari pasal 6 ayat 2 disebutkan bahwa dalam pemekaran Nagari harus memenuhi syarat-syarat
adanya: 1.
babalai bamusajik memiliki balai adat dan mesjid 2.
balabuah batapian memiliki jalan dan sempadannya 3.
basawah baladang memiliki sawah dan ladang 4.
babanda buatan memiliki sistem irigasi dan drainase 5.
batanaman nan bapucuak bercocok tanam yang berpucuk 6.
mamaliaro nan banyao memelihara yang bernyawa 7.
basuku basako memiliki suku dan kelompok 8.
niniak mamak nan ampek suku tetua adat dari empat suku 9.
baadat balimbago memiliki adat dan lembaga 10.
bapandam pakuburan memiliki tempat pemakaman 11.
bapamedanan memiliki „medan‟ atau ruang terbuka sosial 12.
kantua nagari memiliki kantor nagari.
4.2.3. Filosofi dan Nilai-Nilai
Masyarakat lingkar Danau Maninjau merupakan masyarakat Minangkabau. Sesuai dengan penjelasan pada tinjauan pustaka, masyarakat Minangkabau secara
tradisional telah memiliki prinsip filosofis yang mengatur konsepsi hidup dan kehidupan masyarakatnya. Filosofi adat Minang tersebut adalah Alam Takambang
Jadi Guru atau filosofi ekologis. Masyarakat Minang telah memasukkan alam sebagai bagian dari kehidupan mereka secara integral untuk berpikir secara logis.
Mereka belajar dari alam untuk kemudian menjadikannya sebagai inspirasi bagi prinsip hidup dan kehidupannya.
Tergambarkan juga sebagai suatu citra umum bagaimana masyarakat Minangkabau tumbuh dan berkembang secara dinamis, dengan memahami
sepenuhnya prinsip hubungan sebab akibat dalam fenomena alam, dikenal dengan filosofi bakarano bakajadian. Pemahaman mereka akan substansi alamiah seperti
air, udara, tanah dan api sebagai unsur bebas di alam dibarengi dengan pemahaman yang cukup mengenai bagaimana unsur-unsur bebas tersebut dapat
bersatu dan membentuk sebuah kesatuan universal, yaitu dunia. Mereka memahami bagaimana justru perbedaan yang memungkinkan dunia ini
berkembang secara dinamis dan saling melengkapi satu sama lain. Pemahaman filosofis seperti ini diyakini telah melekat pada pribadi orang Minang, melalui
konsepsi keberadaan seseorang dan umat manusia secara umum.
4.2.4. Sistem Adat dan Budaya
Sistem adat yang berlaku di masyarakat lingkar Danau Maninjau adalah adat Minangkabau. Secara mendasar tidak ada perbedaan khusus dari masyarakat
Minangkabau di daerah lainnya. Hal ini karena sejarah asal-usul masyarakatnya adalah masyarakat Minangkabau perantau atau pendatang yang akhirnya menetap.
Sudah umum di Minangkabau ini bahwa adanya Tambo yaitu „Di dalam Sejarah
ada Dongeng, dan di dalam Dongeng ada Sejarah.‟ Maka konon katanya seluruh masyarakat Minangkabau yang tersebar luas di banyak daerah berasal dari puncak
Gunung Marapi, terpecah menjadi tiga luhak, lalu turun secara bertahap hidup nomaden, lalu akhirnya membuat Koto dan Nagari, dan inilah yang diterima
secara umum oleh masyarakat Minangkabau. Begitu pula sama halnya dengan asal mula masyarakat selingkar Danau Maninjau. Mereka turun dari Gunung
Marapi membentuk Luhak Agam, lalu ke Sungai Puar, terus ke bawah, sebagian masuk ke lawang cikal bakal masyarakat Bayur dan Tigo Koto, sebagian lagi ke
puncak bukit Maninjau dan mereka „meninjau‟ lama dari bukit Maninjau ke arah danau karena kahwatir bahwa danau akan meluap dan mengancam kehidupan
mereka inilah cikal bakal toponimi Maninjau dan sekitarnya, begitu pula dengan masyarakat di bagian barat danau Tanjung Sani dsk pendatang berasal dari
daerah pesisir Pariaman. Bahasa atau aksen masyarakat Tanjung Sani cenderung berbeda dengan masyarakat bagian timur danau. Maka secara kesejarahan, adat
budaya yang terdapat di lingkar Danau Maninjau saat ini adalah adat budaya bawaan yang tetap berakar pada adat budaya Minangkabau.
Minangkabau memiliki hierakhi sistem adat yang terdiri dari unsur inti core element dan unsur turunan peripheral element. Masing-masing unsur ini
terbagi lagi menjadi dua tingkatan. Unsur inti core element adat terbagi menjadi adat nan sabana adat adat yang benar-benar adat pada tingkat filosofis dan adat
nan diadatkan adat yang diadatkan pada tingkat teoritis. Unsur inti core element dari adat ini tidak dapat diubah dalam kondisi apapun karena merupakan
dasar atau acuan dari sistem adat tersebut. Tataran di bawahnya, elemen adat turunan peripheral element terbagi menjadi adat nan teradat adat yang teradat
pada tingkat metodologis dan adat istiadat adat yang terlihat pada tingkat praktis. Elemen turunan ini dapat disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan
aktual masyarakat dan umumnya berfungsi praktis dalam menjaga hubungan antar masyarakat, kekeluargaan internal, momen-momen atau kejadian penting, dan
kehidupan sehari-hari.
4.3. Pengaruh Eksternal 4.3.1. Kebijakan dan Peraturan Pemerintah - RTRW