kenaikan dari periode sebelumnya. Hal dikarenakan permintaan rotan olahan naik sebesar 10 tiap tahunnya. Pada periode tahun ke-4 alokasi rotan olahan yang
terbesar masih terjadi di Trangsan karena merupakan klaster sentra industri barang jadi rotan di Sukoharjo dengan permintaan bahan baku rotan olahan terbesar. Dari
gambar 5.8 terlihat bahwa baik dari terminal baki dan Luwang mempunyai pola alokasi yang hampir mirip hasil dari besarnya permintaan tiap - tiap sentra industri
barang jadi rotan. Terminal Baki memasok daerah Baki, Grogol dan Trangsan sedangkan terminal Luwang mendistribusikan rotan olahan ke Trangsan, Luwang,
Tembungan dan Kartasura. Pemilihan ini dipengaruhi oleh jarak antara terminal bahan baku dan lokasi sentra industri barang jadi rotan.
Pada periode tahun ke-5, hampir sama pada periode - periode sebelumnya, dimana masih didominasi Trangsan sebagai penerima alokasi rotan olahan yang
terbesar. Dari gambar 5.9 terlihat bahwa baik dari terminal Baki dan Luwang mempunyai pola alokasi yang hampir mirip hasil dari besarnya permintaan tiap -
tiap sentra industri barang jadi rotan dan daerah distribusinya hampir sama dengan periode-periode sebelumnya.
Gambar 5.9
Grafik Alokasi Rotan Olahan Rotan Periode ke-5
5.3 Analisis Biaya Pengadaan
Analisis biaya pengadaan dilakukan dengan membandingkan total biaya pengadaan yang menerapkan penentuan lokasi alokasi dinamis terminal bahan
baku dengan model mix integer non linear programming dan total biaya pengadaan dengan sistem yang ada saat ini. Perbandingan biaya dapat dilakukan
dengan menggunakan data pembelian dan biaya transportasi. Perbandingan biaya
pengadaan bahan baku digunakan sebagai dasar bahwa penentuan lokasi dan alokasi terminal bahan baku sebagai akan dapat meminimasi biaya khususnya
yang selama ini menjadi permasalahan karena tingginya pengadaan bahan baku sehingga dapat menjadi perbaikan sistem yang berjalan. Berdasarkan sistem
pengadaan bahan baku yang berjalan saat ini, sentra industri barang jadi rotan melakukan pembelian dalam bentuk rotan olahan. Pembelian rotan olahan tersebut
berasal dari pedagang besar antar pulau didaerah asal pemasok dan pedagang besar di Pulau Jawa seperti Surabaya dan Cirebon.
Untuk mendapatkan besarnya biaya pengadaan rotan olahan pada sistem saat ini dengan mengalikan biaya pembelian tiap ton dengan besarnya alokasi
rotan olahan pada sentra industri barang jadi rotan. Perhitungan besarnya biaya pengadaan dapat dilihat pada lampiran 4. Selanjutnya dari hasil perhitungan
diperoleh perbandingan biaya pengadaan rotan olahan pada sistem saat ini dengan biaya pengadaan pada model mix integer non linear programming. Berikut ini
merupakan diagram batang yang menunjukan perbandingan biaya pengadaan aktual yang terjadi pada sistem saat ini dengan biaya pengadaan pada model mix
integer non linear programming .
0.00 50,000,000,000.00
100,000,000,000.00 150,000,000,000.00
1
B ia
y a
R p
Perbandingan Biaya Pengadaan Rotan Olahan
Model MINLP Sistem Saat Ini
Gambar 5.10 Perbandingan Total Biaya Pengadaan
Total biaya pengadaan bahan baku rotan olahan pada sistem saat ini adalah
Rp 113.526.000.000,00 sedangkan biaya pengadaan bahan baku rotan olahan
dengan menerapkan model mix integer non linear programming yaitu Rp 77.567.517.453,00. Sehingga dapat dihitung penghematan biaya dengan
menerapkan model mix integer non linear programming bila dibandingkan
dengan biaya dengan sistem lama yang berjalan saat ini sebagai berikut:
Penghematan Biaya = Rp 113.526.000.000,00 - Rp Rp 77.567.517.453,12
= Rp 35.958.482.546,88 Dari perhitungan di atas terbukti bahwa dengan menggunakan model integer non
linear programming biaya yang dikeluarkan sentra industri barang jadi rotan lebih
kecil minimized cost yaitu sebesar 31,67.
5.4 Analisis Asumsi Model