Implementasi Teknik Simulasi Dinamis Untuk Merencanakan Persediaan Bahan Baku Dan Jumlah Produksi Di PT. Batanghari Tebing Pratama

(1)

No. Dok.: FM-TS-01-06A; Tgl. Efektif : 1 Februari 2010; Rev : 0; Halaman : 1 dari 1 IMPLEMENTASI TEKNIK SIMULASI DINAMIS UNTUK MERENCANAKAN

PERSEDIAAN BAHAN BAKU DAN JUMLAH PRODUKSI DI PT. BATANGHARI TEBING PRATAMA

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

TOMMY SUWANDY NIM. 070403052

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

IMPLEMENTASI TEKNIK SIMULASI DINAMIS UNTUK MERENCANAKAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DAN JUMLAH PRODUKSI

DI PT. BATANGHARI TEBING PRATAMA

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

TOMMY SUWANDY NIM. 070403052

Disetujui Oleh :

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan tugas sarjana ini dengan baik.

Laporan tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi oleh penulis untuk menyelesaikan studi di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Penulis melaksanakan penelitian ini pada PT. Batanghari Tebing Pratama yang bergerak di bidang pengolahan karet mentah menjadi karet remah (crumb rubber). Judul penelitian yang dilaksanakan oleh penulis adalah “Implementasi Teknik Simulasi Dinamis untuk Merencanakan Persediaan Bahan Baku dan Jumlah Produksi di PT. Batanghari Tebing Pratama.”

Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, maka penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan tugas sarjana ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan tugas sarjana ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, PT. Batanghari Tebing Pratama, dan pembaca lainnya.

Medan, Mei 2011

Tommy Suwandy NIM. 070403052


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis yaitu:

1. Kedua orang tua penulis dan saudara-saudara yang telah memberikan dukungan sepenuhnya.

2. Bapak Kawi selaku Direksi PT. Batanghari Tebing Pratama yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan Tugas Akhir ini. 3. Bapak Gunawan selaku pembimbing lapangan yang telah meluangkan waktu

dalam memberikan penjelasan kepada penulis dan membimbing penulis dengan baik sehingga laporan ini dapat diselesaikan dengan baik dan juga kepada seluruh staf dan karyawan PT. Batanghari Tebing Pratama yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Ir. Abadi Ginting SS, MSIE, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya dalam membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan laporan ini.

5. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT selaku Ketua Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan dan juga sebagai dosen wali penulis yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis.

6. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.


(5)

7. Bapak Ir. Mangara M. Tambunan, M.Sc dan Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT, selaku koordinator Tugas Akhir di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

8. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku koordinator Bidang Manajemen dan Rekayasa Produksi di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

9. Sahabat-sahabat stambuk 2007 (Anton, Dita, Endy, Eva, Eveleen, Hendro, Irwan, Juliana, Lany, Lisabella, Liske, Meity, Nanda, Nidia, Roy, Soraya, Steven, Suhartono, Susanto, Thahar, William, Wulan, dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu), dan senior-senior penulis (Varia Defi, ST, Eddy Setiawan, ST, Christina, ST) yang telah membantu dalam memberikan motivasi dan doa kepada penulis.

10.Bang Bowo, Bang Nurmansyah, Bang Ridho, Bang Tumijo, Kak Ani, Kak Dina dan semua staf pegawai Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan yang dalam kesibukannya masih dapat memberikan bantuan kepada penulis untuk mengurus administrasi Tugas Akhir ini.


(6)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

ABSTRAK ... xx

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-2 1.3. Tujuan Penelitian ... I-3 1.4. Manfaat Penelitian ... I-3 1.5. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-4 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-5

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN


(7)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2 2.3. Organisasi dan Manajemen ... II-2 2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-2 2.3.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-5 2.3.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-10 2.3.3.1.Tenaga Kerja ... II-10 2.3.3.2.Jam Kerja ... II-11 2.3.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya ... II-12 2.4. Proses Produksi ... II-14 2.4.1. Standar Kualitas ... II-14 2.4.2. Bahan yang Digunakan ... II-16 2.4.2.1.Bahan Baku ... II-16 2.4.2.2.Bahan Tambahan ... II-17 2.4.2.3.Bahan Penolong ... II-17 2.4.3. Uraian Proses Produksi ... II-17 2.4.4. Mesin dan Peralatan ... II-21 2.4.4.1.Mesin Produksi ... II-21 2.4.4.2.Peralatan (Equipment) ... II-23 2.4.5. Utilitas ... II-25 2.4.6. Safety and Fire Protection ... II-25


(8)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.4.7. Waste Treatment ... II-26

III TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Persediaan ... III-1 3.2. Faktor Biaya Persediaan ... III-3 3.3. Tujuan Pengelolaan Persediaan ... III-4 3.4. Sistem Persediaan ... III-6 3.5. Safety Stock ... III-10 3.6. Perencanaan Produksi ... III-12 3.7. Fungsi Perencanaan dan Pengendalian ... III-13 3.8. Karakteristik Perencanaan Produksi ... III-14 3.9. Definisi Simulasi ... III-15 3.10.Tujuan Imitasi pada Simulasi ... III-16 3.11.Prinsip Dasar Simulasi ... III-17 3.12.Langkah-langkah Simulasi ... III-18 3.13.Sistem Umpan Balik (Feedback System) ... III-20 3.14.Powersim ... III-22 3.15.Komponen Powersim ... III-24 3.16.Persamaan Simulasi Dinamis ... III-27 3.17.Validitas dan Sensitivitas Model ... III-34


(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Objek Penelitian ... IV-1 4.3. Variabel Penelitian ... IV-1 4.4. Kerangka Pikir ... IV-2 4.5. Rancangan Penelitian ... IV-3 4.6. Instrumen Penelitian ... IV-5 4.7. Sumber Data ... IV-5 4.8. Metode Pengumpulan Data ... IV-6 4.9. Pengolahan Data ... IV-7 4.10.Analisis Pemecahan Masalah ... IV-11 4.11.Kesimpulan dan Saran ... IV-12

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Penggunaan Bokar ... V-1 5.1.2. Permintaan Produk Crumb Rubber ... V-4 5.1.3. Lead Time Pemesanan Bahan Baku, Persediaan Awal

Bahan Baku dan Persediaan Awal Produk Crumb Rubber


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.1.4. Data Effisiensi dan Scrap Proses Produksi ... V-8 5.1.5. Blok Diagram Pembuatan Crumb Rubber ... V-9 5.2. Pengolahan Data ... V-11 5.2.1. Formulasi Masalah ... V-11 5.2.2. Membangun Model ... V-11 5.2.3. Akuisisi Data ... V-23 5.2.4. Menerjemahkan Model ... V-29 5.2.5. Verifikasi... V-37 5.2.6. Validasi ... V-40 5.2.7. Perencanaan Taktis dan Strategis ... V-46 5.2.8. Eksperimen ... V-46 5.2.9. Analisis Hasil ... V-49 5.2.10.Implementasi dan Dokumentasi ... V-50

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis Langkah Formulasi Masalah ... VI-1 6.2. Analisis Langkah Membangun Model ... VI-1 6.3. Analisis Langkah Akuisisi Data ... VI-2 6.4. Analisis Langkah Menerjemahkan Model ... VI-2


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

6.5. Analisis Langkah Verifikasi ... VI-7 6.6. Analisis Langkah Validasi ... VI-8 6.7. Analisis Langkah Perencanaan Taktis dan Strategis... VI-11 6.8. Analisis Langkah Eksperimen ... VI-11 6.9. Analisis Hasil Simulasi Secara Keseluruhan ... VI-14 6.10.Analisis Langkah Implementasi dan Dokumentasi ... VI-14

VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-3 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Perincian Jumlah Tenaga Kerja di PT. Batanghari Tebing Pratama .... II-10 2.2. Pembagian Jam Kerja pada PT. Batanghari Tebing Pratama ... II-12 2.3. Standar Kualitas Produk SIR 10 dan SIR 20 ... II-14 2.4. Mesin Produksi ... II-22 2.5. Peralatan ... II-23 3.1. Batas Kritis untuk Setiap Metode Pengujian Kinerja Model... III-37 5.1. Data Penggunaan Bokar Periode 01 April 2011 - 31 Mei 2011 ... V-1 5.2. Data Permintaan Produk Crumb Rubber Periode 01 April 2011 –

31 Mei 2011 ... V-4 5.3. Data Effisiensi dan Scrap Proses Produksi Secara Manual ... V-8 5.4. Data Effisiensi dan Scrap Mesin Produksi PT. Batanghari Tebing

Pratama ... V-8 5.5. Hasil Penentuan Nilai Deskriptif Statistik dari Data Penggunaan

Bokar... V-24 5.6. Distribusi Frekuensi Data Penggunaan Bokar ... V-25 5.7. Penentuan Nilai X2hitung

5.8. Hasil Penentuan Nilai Deskriptif Statistik dari Data Permintaan

Data Penggunaan Bokar ... V-25

Produk Crumb Rubber ... V-27 5.9. Distribusi Frekuensi Data Permintaan Produk Crumb Rubber... V-28 5.10. Penentuan Nilai X2hitung Data Permintaan Produk Crumb Rubber ... V-28


(13)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.11. Time Table Hasil Simulasi Dinamis Penggunaan Bokar ... V-32 5.12. Time Table Hasil Simulasi Dinamis Jumlah Produksi Crumb Rubber V-33 5.13. Time Table Hasil Simulasi Dinamis Permintaan Harian Produk

Crumb Rubber ... V-34 5.14. Time Table Hasil Simulasi Dinamis Persediaan Bokar ... V-35 5.15. Time Table Hasil Simulasi Dinamis Penentuan Upah Kerja Buruh

Harian ... V-36 5.16. Perbandingan Formulasi Beberapa Komponen Secara Manual

dengan Formulasi pada Powersim ... V-39 5.17. Hasil Uji Statistik AME, AVE, dan Kalman Filter Terhadap Data

Penggunaan Bokar ... V-43 5.18. Hasil Uji Validitas Model Terhadap Data Penggunaan Bokar ... V-43 5.19. Hasil Uji Statistik AME, AVE, dan Kalman Filter Terhadap Data

Permintaan Produk Crumb Rubber ... V-45 5.20. Hasil Uji Validitas Model Terhadap Data Permintaan Produk

Crumb Rubber ... V-45 5.21. Time Table Hasil Simulasi Dinamis Penerimaan Bokar dengan Lead


(14)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.22. Time Table Hasil Simulasi Dinamis Persediaan Bokar dan Penerimaan Bokar dengan Reorder Point Bokar Dibuat

Deterministik ... V-48 6.1. Time Table Hasil Simulasi Dinamis Penggunaan Bokar ... VI-3 6.2. Time Table Hasil Simulasi Dinamis Jumlah Produksi Crumb Rubber. VI-4 6.3. Time Table Hasil Simulasi Dinamis Permintaan Harian Produk

Crumb Rubber ... VI-5 6.4. Time Table Hasil Simulasi Dinamis Persediaan Bokar ... VI-6 6.5. Time Table Hasil Simulasi Dinamis Total Upah Kerja Buruh

Harian ... VI-7 6.6. Hasil Uji Statistik AME, AVE, dan Kalman Filter Terhadap Data

Penggunaan Bokar ... VI-8 6.7. Hasil Uji Validitas Model Terhadap Data Penggunaan Bokar ... VI-9 6.8. Hasil Uji Statistik AME, AVE, dan Kalman Filter Terhadap Data

Permintaan Produk Crumb Rubber ... VI-10 6.9. Hasil Uji Validitas Model Terhadap Data Permintaan Produk

Crumb Rubber ... VI-10 6.10. Time Table Hasil Simulasi Dinamis Penerimaan Bokar dengan Lead


(15)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

6.11. Time Table Hasil Simulasi Dinamis Persediaan Bokar dan Penerimaan Bokar dengan Reorder Point Bokar Dibuat


(16)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-4 3.1. Q System ... III-7 3.2. P System ... III-8 3.3. Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) ... III-8 3.4. Hubungan Perencanaan dan Pengendalian dalam Sistem Produksi .... III-14 3.5. Diagram Lingkar Umpan Balik ... III-20 3.6. Lingkar Umpan Balik Positif dan Negatif ... III-21 3.7. Ikon Powersim Constructor ... III-23 3.8. Tampilan Powersim Constructor ... III-23 3.9. Keterangan Tampilan Powersim Constructor ... III-23 3.10. Beberapa Tools dalam Powersim Constructor ... III-24 3.11. Simbol Variabel Level ... III-25 3.12. Simbol Variabel Rate ... III-25 3.13. Simbol Variabel Auxiliary ... III-26 3.14. Simbol Variabel Constant ... III-26 3.15. Simbol Snapshot ... III-27 3.16. Urutan Komputasi Simulasi Dinamis ... III-28 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian ... IV-3 4.2. Blok Diagram Langkah-langkah Penelitian... IV-4


(17)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

4.3. Blok Diagram Pengolahan Data ... IV-10 4.4. Struktur Sistem ... IV-11 5.1. Blok Diagram Pembuatan Crumb Rubber di PT. Batanghari Tebing

Pratama ... V-10 5.2. Langkah Pertama Pembentukan Causal Loop Persediaan Bokar ... V-12 5.3. Langkah Kedua Pembentukan Causal Loop Persediaan Bokar ... V-13 5.4. Langkah Ketiga Pembentukan Causal Loop Persediaan Bokar ... V-14 5.5. Causal Loop Persediaan Bokar ... V-15 5.6. Causal Loop Persediaan Produk Crumb Rubber ... V-15 5.7. Causal Loop Sub Proses Produksi Crumb Rubber ... V-16 5.8. Causal Loop Penentuan Total Upah Kerja Buruh Bulanan ... V-16 5.9. Main Causal Loop ... V-17 5.10. Legend... V-18 5.11. Sub Model Persediaan Bokar ... V-18 5.12. Sub Model Persediaan Produk Crumb Rubber ... V-19 5.13. Sub Model untuk Sub Proses Produksi Crumb Rubber ... V-19 5.14. Sub Model Penentuan Total Upah Kerja Buruh Harian ... V-20 5.15. Main Model Simulasi Dinamis ... V-21 5.16. Blok Diagram Model ... V-22 5.17. Time Graph Hasil Simulasi Dinamis Penggunaan Bokar... V-32


(18)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

5.18. Time Graph Hasil Simulasi Dinamis Jumlah Produksi

Crumb Rubber ... V-34 5.19. Time Graph Hasil Simulasi Dinamis Permintaan Harian Produk

Crumb Rubber ... V-35 5.20. Time Graph Hasil Simulasi Dinamis Persediaan Bokar ... V-36 5.21. Time Graph Hasil Simulasi Dinamis Penentuan Upah Kerja Buruh

Harian ... V-37 5.22. Time Graph Hasil Simulasi Dinamis Penerimaan Bokar dengan

Lead Time Bokar Berfluktuasi Secara Probabilistik ... V-47 5.23. Time Graph Hasil Simulasi Dinamis Persediaan Bokar dan

Penerimaan Bokar dengan Reorder Point Bokar Dibuat


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Detail Sub Model Persediaan Produk Crumb Rubber ... L-1 2. Form Permohonan Tugas Sarjana ... L-4 3. Surat Keputusan Tugas Sarjana ... L-6 4. Surat Penjajakan ... L-7 5. Surat Balasan Perusahaan ... L-8 6. Lembar Asistensi Dosen Pembimbing ... L-9 7. Flow Process Chart ... L-12


(20)

(21)

Detail Sub Model

Persediaan Produk

Crumb Rubber

Penjelasan:

Level persediaan produk crumb rubber berisi nilai persediaan awal produk crumb rubber pada saat akan melakukan simulasi. Level persediaan produk crumb rubber sendiri dipengaruhi oleh rate jumlah produksi crumb rubber dalam ton yang berbanding lurus terhadapnya dan rate penyaluran produk crumb rubber yang berbanding lurus terhadapnya.

Nilai rate penyaluran produk crumb rubber diperoleh dari hasil formulasi auxiliary permintaan harian dimana hasil formulasi auxiliary permintaan harian sendiri berasal dari auxiliary laju permintaan yang berisi data tiruan yang dibangkitkan mengikuti distribusi normal dengan nilai rata-rata (µ) sebesar 59 ton dan nilai standar deviasi (σ ) sebesar 3,03 ton sesuai dengan hasil uji distribusi data permintaan produk crumb rubber aktual. Dengan demikian, maka akan diperoleh berapa kira-kira permintaan harian produk crumb rubber yang akan


(22)

datang sehingga dapat diketahui berapa besar jumlah produksi crumb rubber yang harus dihasilkan. Untuk rate penyaluran produk crumb rubber perlu dilakukan formulasi kondisional sebab level persediaan produk crumb rubber tidak akan selalu cukup untuk memenuhi permintaan. Oleh karena itu, dilakukan formulasi berikut : IF('Persediaan Produk Crumb Rubber'>='Permintaan Harian';'Permintaan Harian';'Persediaan Produk Crumb Rubber'+'Safety Stock')/1<<mo>>. Kondisional di atas berarti : jika persediaan produk crumb rubber lebih besar dari permintaan harian maka akan disalurkan sejumlah permintaan harian. Tetapi, jika persediaan produk crumb rubber lebih kecil dari permintaan harian maka akan disalurkan sejumlah persediaan produk crumb rubber ditambah kekurangannya yang diambil dari safety stock. Safety stock ditentukan berdasarkan nilai standar deviasi aktual x service level 95 %. Maksud service level 95 % adalah menjaga agar kemungkinan terjadinya stock out hanya 5%.

Setelah itu, perlu ditentukan nilai rate jumlah produksi crumb rubber dalam ton berdasarkan hasil simulasi permintaan harian. Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan kapasitas reguler harian terpasang yaitu dengan mengalikan kapasitas produksi per jam terpasang dengan jam kerja reguler dalam sehari. Kemudian ditentukan kapasitas reguler harian terpakai sesuai dengan ketetapan dari pihak perusahaan yaitu 80-95 % dari kapasitas reguler harian terpasang. Setelah itu dilihat, apabila kapasitas reguler harian terpakai tidak dapat mencukupi permintaan harian maka akan dilakukan overtime (lembur). Estimasi jam kerja overtime yang dibutuhkan diperoleh dari defisit antara kapasitas reguler harian terpakai terhadap kapasitas reguler harian terpakai dibagi kapasitas


(23)

produksi per jam terpakai. Setelah itu, dapat diperoleh kapasitas overtime harian terpakai dengan mengalikan estimasi jam kerja overtime yang dibutuhkan terhadap kapasitas produksi per jam terpakai. Kemudian diperolehlah kapasitas harian pabrik terpakai yang merupakan hasil penjumlahan kapasitas reguler harian terpakai dan kapasitas overtime harian terpakai. Nilai kapasitas harian pabrik terpakai inilah yang menjadi source nilai rate jumlah produksi crumb rubber dalam ton.


(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perencanaan bahan baku dan jumlah produksi yang tepat adalah salah satu faktor yang sangat esensial bagi perusahaan untuk menjaga agar perusahaan tersebut dapat terus bertahan dalam persaingan pasar yang semakin ketat. Masalah utama yang sering terjadi dalam perencanaan bahan baku dan jumlah produksi adalah ketidaktepatan penentuan jumlah persediaan bahan baku yang diperlukan serta jumlah produksi yang harus dihasilkan. Oleh karena itu, perusahaan harus secara seksama merencanakan persediaan bahan baku yang diperlukan serta jumlah produksi yang harus dihasilkan.

PT. Batanghari Tebing Pratama adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan bokar (bahan olahan karet) menjadi karet remah (crumb rubber). Berdasarkan hasil tinjauan lapangan dan wawancara dengan pihak perusahaan, diketahui bahwa perusahaan ini berproduksi secara kontinu untuk memenuhi permintaan yang bersifat fluktuatif (berubah-ubah). Fluktuasi permintaan terlihat dari data yang dikumpulkan pada periode April 2011-Mei 2011 dimana saat terjadi lonjakan permintaan, permintaan harian melonjak 4-8 ton sebanyak 8 kali. Demikian pula, saat permintaan sedang sepi, permintaan harian menurun 4-8 ton sebanyak 12 kali. Fluktuasi permintaan pada sistem nyata yang begitu kompleks akan menyebabkan perusahaan memasok bahan baku secara kontinu namun variabel-variabel penting yang menentukan tidak dapat


(25)

ditentukan secara pasti yakni lead time pemesanan bahan baku dan reorder point bahan baku sehingga perlulah dilakukan simulasi. Simulasi menyediakan sebuah alat eksperimen yang bisa digunakan untuk mengevaluasi alternatif kebijakan perencanaan produksi.1

Berdasarkan proses produksi yang terdapat pada perusahaan, terdapat suatu kesinambungan proses yang menjadi prinsip dasar simulasi dinamis yakni output mesin pertama akan menjadi input mesin berikutnya, demikian seterusnya sehingga simulasi yang dibuat hendaklah merupakan simulasi yang dinamis agar dapat merepresentasikan sistem nyata yang dinamis.

Dengan demikian, perlu dibuat suatu simulasi dinamis yang terintegrasi untuk merepresentasikan sistem nyata yang dinamis dalam suatu pengoperasian maya sehingga dapat menentukan jumlah bahan baku yang diperlukan serta jumlah produksi yang harus dihasilkan oleh perusahaan secara lebih tepat agar tidak terjadi ketimpangan dalam penentuan jumlahnya.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat diketahui bahwa yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu fluktuasi permintaan pada sistem nyata yang begitu kompleks yang menyebabkan perusahaan harus memasok bahan baku secara kontinu karena tidak mampu merencanakan persediaan bahan baku yang diperlukan serta jumlah produksi yang

1

Vlachos, Dimitrios, dkk. 2006. A System Dynamics Model for Dynamic Capacity Planning of

Remanufacturing in Closed-Loop Supply Chains . Aristotle University of Thessaloniki: Greece. Hal : 1.


(26)

harus dihasilkan secara tepat sehingga perlu dilakukan simulasi. Selain itu, kesinambungan proses yang terjadi pada proses produksi di perusahaan sudah menjadikan masalah ini bersifat dinamis sehingga simulasi yang dilakukan haruslah merupakan suatu simulasi yang dinamis pula.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengimplementasikan teknik simulasi dinamis untuk menyelesaikan masalah yang ada pada perusahaan.

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menerapkan teknik simulasi dalam menentukan jumlah persediaan bahan baku yang diperlukan serta jumlah produksi yang harus dihasilkan untuk dijadikan pertimbangan pihak perusahaan.

2. Mengidentifikasi berbagai faktor di perusahaan yang mempengaruhi masalah yang disimulasikan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak yakni:

a. Manfaat bagi mahasiswa

1. Mahasiswa dapat mempelajari dan menguasai teknik simulasi dinamis dengan menggunakan software Powersim Studio untuk memecahkan masalah-masalah yang ada di perusahaan.


(27)

2. Mahasiswa memahami konsep perencanaan bahan baku dan jumlah produksi sebagai suatu sistem yang dinamis.

b. Manfaat bagi perusahaan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi perusahaan untuk menentukan jumlah persediaan bahan baku yang diperlukan serta jumlah produksi yang harus dihasilkan.

c. Bagi Departemen Teknik Industri USU

Dapat mempererat kerja sama antara perusahaan dengan Departemen Teknik Industri USU.

1.5. Batasan Masalah dan Asumsi

Adapun batasan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Software yang digunakan untuk melakukan simulasi dinamis adalah software

powersim studio.

2. Variabel yang dikaji dalam simulasi untuk melihat sensitivitasnya adalah lead time dan reorder point.

3. Perilaku penggunaan bahan baku dilihat dari data historis penggunaan bahan baku selama dua bulan dimulai dari 01 April 2011 sampai 31 Mei 2011.

4. Perilaku permintaan produk crumb rubber dilihat dari data historis permintaan produk crumb rubber selama dua bulan dimulai dari 01 April 2011 sampai 31 Mei 2011.

5. Prosedur pembelian bahan baku tidak dibahas.


(28)

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tidak terdapat perubahan sistem produksi dan metode kerja yang digunakan selama tahun 2011.

2. Pola data yang terjadi pada masa lalu dianggap akan berlangsung ke masa yang akan datang.

3. Tidak ada masalah yang terjadi saat pengiriman bahan baku dari supplier ke perusahaan.

4. Permintaan harian produk crumb rubber dapat dicukupi perusahaan dengan melaksanakan produksi 1 shift ditambah overtime (lembur).

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Agar lebih mudah untuk dipahami dan ditelusuri maka sistematika penulisan tugas sarjana ini akan disajikan dalam beberapa bab sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi serta sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II : GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Bab ini memuat secara singkat dan padat mengenai berbagai atribut dari perusahaan yang menjadi objek penelitian meliputi sejarah perusahaan, ruang lingkup usaha, lokasi perusahaan,


(29)

struktur organisasi perusahaan, pembagian tugas dan tanggung jawab, jumlah tenaga kerja, jam kerja, sistem pengupahan, proses produksi yang mencakup standar kualitas, bahan yang digunakan, uraian proses produksi, mesin dan peralatan yang digunakan, utilitas, safety and fire protection serta waste treatment yang diterapkan oleh perusahaan.

BAB III : LANDASAN TEORI

Dalam bab ini diuraikan mengenai tinjauan-tinjauan kepustakaan yang berisi teori-teori dan pemikiran-pemikiran yang digunakan sebagai landasan dalam pembahasan serta pemecahan masalah. BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi metodologi yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian meliputi tahapan-tahapan penelitian dan penjelasan tiap tahapan secara ringkas disertai diagram alirnya, mulai dari identifikasi masalah sampai pada penarikan kesimpulan dan saran. BAB V : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini berisi penjelasan mengenai pengumpulan data yang dilakukan dan jenis-jenis data (data primer dan sekunder) yang dikumpulkan. Bab ini juga berisi pengolahan data penelitian dengan mengimplementasikan teknik simulasi dinamis menggunakan software Powersim Studio.


(30)

BAB VI : ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Bab ini berisi analisis hasil pengolahan data untuk mendapatkan solusi terhadap masalah yang ada.

BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh penulis dari hasil pengolahan data dan saran-saran yang diberikan penulis kepada pihak perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(31)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. Batanghari Tebing Pratama adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang pengolahan bokar (bahan olahan karet) menjadi karet remah (crumb rubber) yang digolongkan sebagai bahan baku untuk industri ban dan industri produk jadi karet lainnya. PT. Batanghari Tebing Pratama ini terletak pada tanah dengan luas 42.511 m2

Latar belakang didirikannya PT. Batanghari Tebing Pratama adalah besarnya prospek usaha produksi karet remah (crumb rubber) yang dilihat oleh Drs. H. Asril Sutan Amir, Ak. Setelah mempertimbangkan berbagai hal, akhirnya Drs. H. Asril Sutan Amir, Ak mendirikan PT. Batanghari Tebing Pratama pada tahun 1988 dengan harapan mampu menjawab kebutuhan dunia akan karet remah (crumb rubber) yang semakin meningkat dari waktu ke waktu.

yang berlokasi di Jalan Prof. HM. Yamin, SH, Kelurahan Tambangan, Kecamatan Padang Hilir, Kota Tebing Tinggi dan memiliki kapasitas produksi reguler sebesar 18.000 ton per tahun.

Usaha pengolahan karet yang digeluti oleh PT. Batanghari Tebing Pratama terus berkembang sejak berdiri hingga akhirnya berhasil bergabung dalam GAPKINDO (Gabungan Perusahaan Karet Indonesia) yaitu komunitas perusahaan karet yang bertujuan untuk membina, mengembangkan, serta meningkatkan usaha perkaretan Indonesia, baik secara kuantitas maupun kualitas ditinjau dari segi produksi, pengolahan, dan pemasarannya sedemikian rupa


(32)

sehingga mampu menjadi jalur penunjang utama dalam pembangunan perekonomian bangsa menuju masyarakat yang adil dan makmur.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Batanghari Tebing Pratama bergerak pada bidang usaha manufaktur penghasil karet remah (crumb rubber) yang diklasifikasikan berdasarkan 2 jenis standar mutu yang ditetapkan oleh SIR (Standard Indonesian Rubber) yaitu SIR 10 dan SIR 20.

PT. Batanghari Tebing Pratama memasarkan produknya pada pabrik ban dan pabrik jadi karet lainnya di luar negeri seperti Good Year, Bridgestone, SMPT, Yokohama, dan lain – lain.

2.3. Organisasi dan Manajemen 2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi merupakan gambaran mengenai pembagian tugas serta tanggung jawab kepada individu maupun bagian tertentu dari organisasi. Struktur organisasi ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan dan memperlancar jalannya roda perusahaan. Pendistribusian tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan satu sama lain dapat digambarkan pada struktur organisasi perusahaan sehingga para karyawan akan mengetahui dengan jelas apa tugasnya, dari mana ia mendapatkan perintah, dan kepada siapa ia harus bertanggung jawab.


(33)

Adapun tiga bentuk struktur organisasi secara umum adalah sebagai berikut:

1. Struktur organisasi lini yaitu suatu bentuk struktur organisasi dimana kekuasaan dan tanggung jawab diturunkan secara garis dari tingkat pimpinan atas kepada tingkat bawahannya.

2. Struktur organisasi fungsional yaitu suatu bentuk struktur organisasi dimana sebagian besar pimpinan tidak mempunyai bawahan yang jelas sebab setiap atasan berwenang memberi komando kepada setiap bawahan sepanjang ada hubungan dengan fungsi atasan tersebut sehingga terdapat pembagian spesialisasi tugas yang jelas terhadap karyawan.

3. Struktur organisasi staf yaitu suatu bentuk struktur organisasi dimana terdapat satu atau lebih tenaga staf yang berperan sebagai ahli dalam bidang tertentu yang tugasnya memberi nasihat dan saran dalam bidangnya kepada pejabat pimpinan di dalam organisasi tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa struktur organisasi yang digunakan oleh PT. Batanghari Tebing Pratama adalah struktur organisasi campuran lini, fungsional, dan staf. Hubungan lini ditunjukkan dengan adanya pendelegasian tugas dari atasan kepada bawahan yang dapat dilihat dari pelimpahan wewenang dari dewan direksi/komisaris kepada kepala pabrik.

Hubungan staf ditunjukkan dengan adanya kelompok ahli yang bertugas untuk memberi saran atau nasihat kepada dewan direksi/komisaris dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan tetapi tidak berhak untuk memberikan perintah yang dapat dilihat dengan adanya wakil manajemen dan tim wakil


(34)

manajemen yang memberikan saran pengembangan mutu terhadap dewan direksi/komisaris.

Hubungan fungsional ditunjukkan dengan adanya pembagian departemen berdasarkan fungsinya yaitu : departemen pembelian, departemen produksi, departemen penerimaan/gudang bokar, departemen gudang spare part/packing, departemen laboratorium, departemen ekspor, departemen personalia, departemen mekanik (maintenance), departemen marketing, departemen operasi, departemen keuangan, dan departemen audit internal. Adapun struktur organisasi PT. Batanghari Tebing Pratama dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Dewan Direksi / Komisaris Wakil Manajemen Kabag. Penerimaan/ Gudang Bokar Tim Wakil Manajemen Kepala Pabrik Kabag. Pembelian Kabag. Produksi Kabag. Gudang

Spare Part/

Packing Kabag. Laboratorium Kabag. Ekspor Kabag. Personalia Kabag. Mekanik (Maintenance)

Kabag. Marketing Kabag. Departemen Operasi Kabag. Keuangan Tim Audit Internal


(35)

2.3.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Secara rinci, uraian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian pada PT. Batanghari Tebing Pratama adalah sebagai berikut:

1. Dewan Direksi/Komisaris

a. Sebagai penanggung jawab tertinggi terhadap mutu produk. b. Mengangkat Wakil Manajemen dan Asisten Wakil Manajemen.

c. Menetapkan struktur organisasi dan tanggung jawab manajemen dalam sistem.

d. Menetapkan kebijakan dan sasaran mutu.

e. Meninjau sistem manajemen mutu secara berkala.

f. Mengembangkan perusahaan termasuk pengadaan pelatihan dan pemeliharaan catatan-catatan perusahaan.

g. Melaksanakan pemasaran produk perusahaan. 2. Wakil Manajemen

a. Menyiapkan, memelihara, dan melaksanakan pedoman mutu beserta prosedur-prosedur pendukung.

b. Mengkoordinir tindak lanjut hasil rapat tindakan manajemen secara sistematis.

c. Memonitor tindakan koreksi terhadap ketidaksesuaian dalam sistem. d. Melaksanakan asesmen (penilaian) atas pengendalian semua produk yang

tidak sesuai dan keluhan pelanggan. 3. Tim Wakil Manajemen


(36)

b. Menyiapkan Rapat Wakil Manajemen. 4. Kepala Pabrik

a. Bertanggung jawab kepada dewan direksi/komisaris.

b. Melakukan pengawasan seluruh kegiatan di pabrik baik pada aspek operasional maupun pada aspek yang berkaitan dengan sistem mutu.

c. Melaksanakan penyediaan, pemeliharaan, dan pemeriksaan seluruh peralatan dan mesin produksi.

d. Merencanakan peningkatan volume produksi dan mutu produk yang dihasilkan.

e. Melaksanakan pengendalian terhadap produk yang ditemukan ketidaksesuaian.

5. Kabag. Pembelian

a. Bertanggung jawab kepada kepala pabrik.

b. Melaksanakan pembelian bokar dan kalkulasi harga standar pembelian. c. Membuat pesanan dan membeli bahan penolong dan komponen lainnya. d. Membuat instruksi kerja pembelian.

e. Membuat syarat mutu bokar dan bahan penolong. f. Melakukan persiapan dan pengendalian subkontraktor. 6. Kabag. Produksi

a. Bertanggung jawab kepada kepala pabrik.

b. Melakukan perencanaan produksi, pengendalian proses dan peralatan, sampling, inspeksi dan identifikasi selama proses produksi dan pada produk akhir.


(37)

c. Sebagai penanggung jawab atas seluruh hasil produksi yang dihasilkan. d. Membuat dokumen produksi dan instruksi kerja.

7. Kabag. Penerimaan/Gudang Bokar

a. Bertanggung jawab kepada kepala pabrik.

b. Melaksanakan penerimaan, penyimpanan, dan penyiapan prasarana gudang bokar.

c. Melaksanakan sampling, inspeksi dan identifikasi sesuai dengan klasifikasi. d. Menyiapkan bokar sesuai mutu dan permintaan produksi.

e. Mengecek jumlah persediaan bokar secara berkala. 8. Kabag. Gudang Spare Part/Packing

a. Bertanggung jawab kepada kepala pabrik.

b. Melaksanakan penerimaan, penyimpanan, dan penyiapan prasarana gudang spare part/packing.

c. Melaksanakan pemeriksaan dan identifikasi sesuai dengan jenis dan mutu. d. Mendistribusikan kepada bagian-bagian yang memerlukan.

e. Mengecek jumlah persediaan spare part secara berkala.

f. Menyiapkan rencana pesanan bahan penolong dan komponen lainnya yang akan diajukan kepada kepala bagian pembelian.

g. Melaksanakan proses penanganan, pengemasan, dan perawatan. h. Membuat catatan pengemasan dan pengiriman (penyerahan). 9. Kabag. Laboratorium


(38)

b. Melaksanakan kalibrasi dan setting peralatan untuk inspeksi pengukuran dan pengujian yang ada pada laboratorium.

c. Melaksanakan pengujian pada bokar, barang dalam proses, dan produk siap jual/ekspor.

d. Mengidentifikasi peralatan laboratorium dan sampel. e. Melakukan penerapan statistik hasil uji.

10. Kabag. Ekspor

a. Bertanggung jawab kepada kepala pabrik. b. Membuat administrasi dan dokumen ekspor. c. Melaksanakan transport ke pelabuhan.

d. Menjamin keselamatan barang selama penanganan di pelabuhan dan selama transport.

11. Kabag. Personalia

a. Bertanggung jawab kepada kepala pabrik.

b. Melaksanakan penerimaan karyawan sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan.

c. Membuat perencanaan pelatihan tenaga kerja.

d. Melaksanakan pemeliharaan catatan pelatihan tenaga kerja.

e. Melaksanakan pemeliharaan data-data karyawan selama karyawan masih bekerja.

f. Melaksanakan pembinaan terhadap karyawan terutama mengenai peraturan dan tata tertib di perusahaan.


(39)

h. Menjamin ketersediaan sumber daya manusia yang terlatih. 12. Kabag. Mekanik (Maintenance)

a. Bertanggung jawab kepada kepala pabrik.

b. Melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan terhadap mesin-mesin dan peralatan produksi.

c. Menetapkan jadwal pemeriksaan mesin-mesin dan peralatan produksi. d. Melaksanakan pemeliharaan dokumentasi operasional, inspeksi, dan

identifikasi mesin-mesin dan peralatan produksi.

e. Memastikan penggunaan mesin-mesin dan peralatan produksi dalam kondisi layak pakai.

f. Menginventarisasikan seluruh peralatan dan permesinan. 13. Kabag. Marketing

a. Bertanggung jawab kepada kepala pabrik.

b. Memasarkan dan melakukan negosiasi dengan calon pelanggan. c. Melaksanakan pemenuhan seluruh persyaratan kontrak.

d. Menanggapi dan menyelesaikan tuntutan dan keluhan pelanggan. 14. Kabag. Departemen Operasi

a. Bertanggung jawab kepada kepala pabrik. b. Melaksanakan aspek operasional perusahaan.

c. Melaksanakan persyaratan atas kontrak yang telah dibuat.

d. Merencanakan pengadaan kebutuhan yang berkaitan dengan operasional perusahaan.


(40)

15. Kabag. Keuangan

a. Bertanggung jawab kepada kepala pabrik. b. Merencanakan penggunaan dana perusahaan.

c. Melakukan pengawasan atas dana keuangan perusahaan. d. Membuat laporan keuangan secara periodik.

e. Mengelola sumber-sumber dana keuangan perusahaan.

f. Menyalurkan dana ke seluruh unit kerja yang ada dalam perusahaan. 16. Tim Audit Internal

a. Bertanggung jawab kepada kepala pabrik. b. Merencanakan jadwal audit internal.

c. Melakukan verifikasi kegiatan pengendalian mutu pada bagian-bagian terkait untuk menentukan keefektifan sistem mutunya.

d. Membuat laporan atas penyimpangan yang ditemukan.

2.3.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja 2.3.3.1.Tenaga Kerja

Adapun perincian jumlah tenaga kerja di PT. Batanghari Tebing Pratama dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perincian Jumlah Tenaga Kerja di PT. Batanghari Tebing Pratama

No. Jabatan Jumlah

1 Dewan Direksi/Komisaris 1


(41)

Tabel 2.1. Perincian Jumlah Tenaga Kerja di PT. Batanghari Tebing Pratama (Lanjutan)

No. Jabatan Jumlah

3 Tim Wakil Manajemen 4

4 Kepala Pabrik 1

5 Kabag. Pembelian 1

6 Kabag. Produksi 1

7 Kabag. Penerimaan/Gudang Bokar 1

8 Kabag. Gudang Spare Part/Packing 1

9 Kabag. Laboratorium 1

10 Kabag. Ekspor 1

11 Kabag. Personalia 1

12 Kabag. Mekanik (Maintenance) 1

13 Kabag. Marketing 1

14 Kabag. Departemen Operasi 1

15 Kabag. Keuangan 1

16 Tim Audit Internal 5

17 Staf 16

18 Buruh/Karyawan Produksi 241

Total 280

2.3.3.2.Jam Kerja

Pengaturan jam kerja pada PT. Batanghari Tebing Pratama berdasarkan syarat kerja umum yaitu setiap pekerja mempunyai 7-8 jam kerja per hari dan bekerja 6 hari dalam seminggu (senin sampai sabtu). Apabila waktu kerja lebih dari 8 jam per hari maka jam kerja berikutnya terhitung sebagai lembur.


(42)

Adapun pembagian jam kerja pada PT. Batanghari Tebing Pratama dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Pembagian Jam Kerja pada PT. Batanghari Tebing Pratama No. Hari Jam Kerja Aktif Istirahat Jam Kerja Aktif

1 Senin 08:00 - 12:00 12:00 - 13:00 13:00 - 16:00 2 Selasa 08:00 - 12:00 12:00 - 13:00 13:00 - 16:00 3 Rabu 08:00 - 12:00 12:00 - 13:00 13:00 - 16:00 4 Kamis 08:00 - 12:00 12:00 - 13:00 13:00 - 16:00 5 Jumat 08:00 - 12:00 12:00 - 13:00 13:00 - 16:00 6 Sabtu 08:00 - 12:00 12:00 - 13:00 13:00 - 16:00

2.3.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya

Sistem pengupahan karyawan di PT. Batanghari Tebing Pratama dapat dibedakan atas:

1. Gaji bulanan diberikan kepada dewan direksi/komisaris, wakil manajemen, tim wakil manajemen, kepala pabrik, para Kabag, tim audit internal, dan staf yang besarnya tetap setiap bulan sesuai dengan jabatannya masing-masing. 2. Upah harian diberikan kepada buruh/karyawan produksi per hari kerja.

Selain gaji atau upah pokok, perusahaan juga memberikan upah lembur kepada karyawan yang bekerja di atas waktu kerja normal. Cara perhitungan upah lembur adalah sebagai berikut:


(43)

1. Untuk hari biasa.

a. Perhitungan upah lembur untuk satu jam pertama adalah 1½ (satu setengah) x upah per jam.

b. Perhitungan upah lembur untuk dua jam berikutnya adalah 2 (dua) x upah per jam.

c. Perhitungan upah lembur per jam berikutnya adalah 1/160

2. Untuk hari besar atau hari libur

x upah per bulan.

Perhitungan upah lembur untuk karyawan yang bekerja pada hari besar atau hari libur (minggu) adalah 2 (dua) x upah per hari kerja biasa.

Selain gaji/upah pokok dan upah lembur di atas, perusahaan juga memberikan beberapa fasilitas kepada karyawannya, antara lain:

1. Tunjangan Hari Raya (THR)

Besarnya Tunjangan Hari Raya (THR) ini adalah tambahan satu bulan gaji untuk karyawan yang mempunyai masa kerja lebih dari satu tahun.

2. Cuti Tahunan.

Perusahaan memberikan cuti sebanyak 12 (dua belas) hari kerja per tahun kepada para karyawannya. Sisa cuti yang belum diambil pada tahun tertentu akan ditambahkan ke tahun berikutnya dengan batas maksimal 18 (delapan belas) hari kerja per tahun. Permohonan cuti tenaga kerja diatur dengan peraturan perusahaan, yang hanya mengijinkan 10 orang dari tenaga kerja cuti pada saat bersamaan. Pengaturan ini dimaksudkan agar kegiatan perusahaan dapat terus berjalan dengan stabil.


(44)

2.4. Proses Produksi

Proses produksi crumb rubber dilakukan melalui beberapa tahapan proses dengan menggunakan mesin-mesin dan peralatan khusus, dimana terdapat standar mutu berdasarkan Standard Indonesian Rubber (SIR) yang harus dipenuhi dalam proses pembuatan bahan baku menjadi produk jadi.

2.4.1. Standar Kualitas

Produk crumb rubber yang dihasilkan oleh PT.Batanghari Tebing Pratama dikualifikasi berdasarkan standar kualitas yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia, yaitu Standard Indonesian Rubber (SIR) dengan mengunakan metode uji ISO R 247, ISO R 248, ISO R 249, dan ISO 1656 terhadap kandungan kotoran, kadar abu, kadar zat menguap, rentang Po (Initial Wallace Plasticity), PRI (Plasticity Rentention Index), serta kadar nitrogen yang terdapat pada produk yang dihasilkan. Berdasakan standar kualitas ini, produk yang dihasilkan oleh PT.Batanghari Tebing Pratama dibagi menjadi 2 jenis, yaitu SIR 10 dan SIR 20.

Adapun standar kualitas produk SIR 10 dan SIR 20 yang dihasilkan oleh PT.Batanghari Tebing Pratama dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Standar Kualitas Produk SIR 10 dan SIR 20 Spesifikasi SIR 10 SIR 20 Kadar kotoran (% berat maks) 0,1 0,2

Kadar abu (% berat maks) 0,75 1 Kadar zat menguap (% berat maks) 0,8 0,08 Initial Wallace Plasticity/Po (batas min) 30 30


(45)

Tabel 2.3. Standar Kualitas Produk SIR 10 dan SIR 20 (Lanjutan) Spesifikasi SIR 10 SIR 20 Plasticity Rentention Index/PRI (batas min) 70 60

Kadar Nitrogen (% berat maks) 0,6 0,6

Sumber : Laboratorium PT. Batanghari Tebing Pratama

Keterangan lebih lanjut mengenai spesifikasi dalam Tabel 2.3. di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Kadar kotoran

Yang dimaksud kadar kotoran adalah kadar keikutsertaan bahan-bahan lainnya yang tidak diinginkan pada produk akhir karet. Dalam hal ini, yang termasuk kotoran dalam produk crumb rubber adalah berupa bahan-bahan logam dan metal yang dapat secara tidak sengaja terikut ke dalam produk jadi.

2. Kadar abu

Yang dimaksud kadar abu adalah kandungan abu yang terikut ke dalam produk crumb rubber yang dihasilkan.

3. Kadar zat menguap

Yang dimaksud kadar zat menguap adalah jumlah kandungan zat yang dapat menguap pada produk jadi. Kadar kandungan zat menguap dalam suatu produk jadi harus seminimal mungkin untuk menjaga kualitas, elastisitas, dan berat dari karet itu sendiri.

4. Initial Wallace Plasticity

Yang dimaksud Initial Wallace Plasticity adalah bilangan plastis Wallace pada produk crumb rubber yang dihasilkan. Produk karet yang memiliki mutu yang


(46)

baik dengan sifat elastisitas tertentu harus memenuhi nilai/batas minimum dari tetapan Wallace yang telah ditentukan berdasarkan standar mutunya.

5. Plasticity Retention Index (PRI)

Yang dimaksud Plasticity Rentention Index adalah indeks rentangan plastis dari karet dimana karet dengan kualitas yang baik harus memenuhi batas minimum indeks rentangan plastis yang telah distandarisasi.

6. Kadar Nitrogen

Yang dimaksud kadar nitrogen adalah jumlah maksimum kandungan nitrogen yang diperbolehkan dalam produk crumb rubber yang dihasilkan.

2.4.2. Bahan yang Digunakan

Bahan yang digunakan dalam proses produksi crumb rubber pada PT. Batanghari Tebing Pratama dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan.

2.4.2.1.Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk (dalam proses produksi). Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi crumb rubber di PT. Batanghari Tebing Pratama adalah bokar (bahan olahan karet) berupa cup lumb dan slab yang dihasilkan dari penyadapan pohon karet yang umumnya ditanam secara massal dalam perkebunan milik pemerintah, swasta atau dari perkebunan rakyat.


(47)

2.4.2.2.Bahan Tambahan

Bahan tambahan merupakan bahan yang tidak ikut dalam proses produksi, tetapi ditambahkan ke produk pada saat atau setelah proses produksi untuk meningkatkan citra produk kepada konsumen, serta untuk melindungi produk dalam transportasi. Bahan tambahan yang digunakan pada proses produksi crumb rubber adalah kantong plastik. Kantong plastik digunakan untuk membungkus bongkahan karet yang sudah dipress. Kantong plastik ini dibeli dari toko lalu diberi label PT. Batanghari Tebing Pratama.

2.4.2.3.Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang digunakan untuk membantu proses produksi, tetapi tidak terdapat dalam produk akhir. Kualitas produk yang dihasilkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh bahan penolong. Bahan penolong yang digunakan pada proses produksi crumb rubber adalah air. Air yang digunakan adalah air bersih yang tidak mengandung zat-zat kimia dan kotoran. Air digunakan untuk mencuci bahan baku dari kotoran-kotoran yang melekat, mendinginkan motor-motor pembangkit tenaga, dan mencuci alat-alat yang dipakai dalam proses produksi.

2.4.3. Uraian Proses Produksi

Adapun uraian proses produksi crumb rubber pada PT. Batanghari Tebing Pratama dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut:


(48)

1. Proses Penyortiran dan Penimbangan

Pada tahap awal ini, bahan baku bokar (bahan olahan karet) yang diterima dari supplier diperiksa dan disortir terlebih dahulu. Penyortiran dilakukan untuk memeriksa kualitas getah karet berdasarkan pertimbangan kesegaran dan kelayakan kondisi bokar. Hasil penyortiran kemudian ditimbang sesuai dengan kualitas masing-masing.

2. Proses Penyimpanan Bahan Baku

Bokar yang telah disortir dan ditimbang berdasarkan jenisnya pada tahap sebelumnya disimpan ke dalam gudang bahan baku untuk menunggu proses selanjutnya.

3. Proses Pencincangan dan Pembersihan

Bokar diangkut dari gudang bahan baku dengan shovel loader ke dalam bak air pada mesin slab cutter I. Pada mesin slab cutter I ini, bokar dicincang menjadi potongan-potongan kecil. Mesin ini memiliki beberapa bagian yaitu vibrating screen, elevator, dan crumb paddle. Hasil olahan dengan mesin slab cutter I diangkut ke bak pembersihan I, yang disebut juga vibrating screen, yang berisi air untuk mencuci hasil cincangan bokar. Bak pembersihan ini menggunakan prinsip getaran mekanis untuk memisahkan kotoran dari cincangan bokar. Setelah dicuci dalam bak pembersihan I, bokar diangkut dari vibrating screen dengan crumb paddle ke mesin slab cutter II dengan menggunakan elevator. Perbedaannya adalah hasil olahan mesin slab cutter II berukuran lebih kecil. Pecahan-pecahan karet dari slab cutter II dijatuhkan di dalam vibrating screen dengan corong gravitasi. Vibrating screen berfungsi


(49)

untuk memisahkan kotoran dan butiran-butiran karet yang hasilnya ditampung oleh belt conveyor untuk diangkut ke bak pembersihan II yang berfungsi untuk memisahkan kotoran. Kemudian butiran-butiran karet diangkut dengan bucket elevator ke mesin hummer mill, yang mencincang bokar menjadi potongan-potongan kecil. Gerakan yang terjadi di dalam hummer mill juga menyebabkan kotoran-kotoran yang berada di dalam gumpalan karet menjadi terpisah. Hasil keluaran dari hummer mill dijatuhkan ke vibrating screen dan diayak dengan corong gravitasi dengan diameter lubang 0,5 cm. Butiran-butiran karet yang lolos dari vibrating screen dialirkan ke bak pembersihan III dengan belt conveyor untuk memisahkan kotoran. Kemudian butiran-butiran karet diangkut dengan bucket elevator ke rotary cutter. Hasil olahan rotary cutter adalah potongan-potongan kecil bokar dimasukkan ke dalam bak pembersihan IV dan terjadi pemisahan kotoran.

4. Proses Penggilingan dan Pembentukan Lembaran Karet

Butiran-butiran karet diangkut ke stasiun kerja ini dengan menggunakan bucket elevator. Proses awal dari tahap ini adalah pembentukan lembaran karet oleh mesin creeper I. Lembaran karet hasil dari mesin creeper I ini masih berbentuk agak kasar dan kadang masih terputus-putus. Lembaran karet diproses lagi ke mesin creeper II menjadi lembaran karet yang lebih panjang dan lebih menyatu. Kemudian, lembaran karet diproses akhir pada mesin creeper III menjadi lembaran karet dengan panjang sekitar 7 m dan sudah menyatu seluruhnya. Lembaran karet kemudian diangkut dengan hand truck ke stasiun penjemuran.


(50)

5. Proses Penjemuran

Lembaran karet dari stasiun kerja sebelumnya dijemur dengan digantungkan pada rak-rak penjemuran yang tersedia di kamar jemur. Penjemuran dilakukan selama 12-16 hari dengan memanfaatkan angin alami. Penjemuran ini dilakukan untuk penyeragaman kualitas karet.

6. Proses Peremahan dan Pembutiran

Lembaran karet kering dari penjemuran dibawa ke mesin shredder dengan hand truck. Pada mesin tersebut, lembaran dicincang menjadi butiran-butiran kecil. Butiran-butiran tersebut kemudian diisi ke dalam trolley. Trolley tersebut terdiri atas kotak-kotak besi yang berjumlah 24 buah. Setelah penuh, trolley-trolley tersebut dimasukkan ke dalam dryer.

7. Proses Pengeringan

Trolley yang telah penuh berisi butiran karet kemudian dimasukkan ke dryer dengan suhu 110-1300 C selama 3 jam. Karet yang keluar dari dryer telah menjadi bongkahan mengikuti bentuk kotak sesuai dengan sekatan pada trolley. Bongkahan karet kering kemudian didinginkan sampai 450

8. Proses Penimbangan dan Pengepresan

C.

Bongkahan karet kering yang sudah dingin kemudian dikeluarkan dari trolley dan dipindahkan ke meja timbang. Petugas timbang kemudian menimbang bongkahan karet masing-masing menjadi 35 kg. Bongkahan seberat 35 kg tersebut kemudian dimasukkan ke dalam mesin press hidrolik untuk dipress dengan tekanan 1.500 Psi sehingga terbentuk bandela dengan ukuran yang


(51)

seragam. Bandela kemudian dibungkus dengan kantong plastik polyethilen dengan titik leleh > 450

9. Proses Pengepakan

C.

Bandela yang sudah dibungkus, kemudian dimasukkan ke dalam pallet kayu sesuai dengan jenis SIR dimana isi tiap pallet sebanyak 36 bandela. Setelah itu, pallet-pallet tersebut diangkut ke gudang produk jadi dengan forklift.

2.4.4. Mesin dan Peralatan 2.4.4.1.Mesin Produksi

Adapun mesin-mesin produksi yang digunakan oleh PT. Batanghari Tebing Pratama dapat dilihat pada Tabel 2.4.


(52)

Tabel 2.4. Mesin Produksi

No. Mesin Merek Tipe Jumlah Spesifikasi Daya Fungsi

1 Slab Cutter Goldsta GTQ 750 Gear Box 2 unit

220 / 380 V; cos Ф = 0,8; 1.480 rpm

80 HP

Untuk mencincang bokar (bahan olahan karet) menjadi potongan-potongan karet yang berukuran lebih kecil

2 Hummer Mill Goldsta GTQ 750 Gear Box 1 unit

230 / 380 V; cos Ф = 0,8; 1.480 rpm

80 HP

Untuk meremas dan mencincang hasil olahan karet dari Slab Cutter menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga kotoran dapat terpisah dari hasil olahan karet

3 Rotary Cutter Goldsta GTQ 750 Gear Box 1 unit

230 / 380 V; cos Ф = 0,8; 1.480 rpm

80 HP

Untuk mencincang hasil olahan dari Hummer Mill menjadi potongan-potongan kecil dan menyeragamkan getah bokar dari SIR yang berbeda-beda

4 Creeper Goldsta

GTQ 750 Gear Box

3 unit

220/380 V, cos Ф = 0,8, 1.480 rpm

80 HP

Untuk mengubah bentuk hasil olahan dari Rotary Cutter menjadi lembaran-lembaran

5 Shredder Goldsta

GTQ 750 Gear Box

1 unit

230/380 V, cos Ф = 0,8, 1.500 rpm

125 HP

Untuk mencincang lembaran hasil olahan dari Creeper menjadi butiran-butiran kecil atau remah

6 Dryer Goldsta - 1 unit

220/380 V, cos Ф = 0,8, 1.500 rpm (blower)

80 HP

Untuk mengeringkan dan memasak butiran karet (crumb rubber)


(53)

Tabel 2.4. Mesin Produksi (Lanjutan)

No. Mesin Merek Tipe Jumlah Spesifikasi Daya Fungsi

7

Press Hidrolik

ASEA IEC 60 1 unit

220/380 V, cos Ф = 0,8, 1.500 rpm, cylinder pressure 1.500 Psi

80 HP

Untuk memadatkan dan membentuk crumb rubber menjadi bongkahan untuk proses packing

2.4.4.2.Peralatan (Equipment)

Peralatan yang digunakan sebagian besar adalah peralatan material handling, yang digunakan untuk membantu memperlancar jalannya proses produksi karet remah (crumb rubber). Adapun peralatan-peralatan yang digunakan yang digunakan oleh PT. Batanghari Tebing Pratama dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Peralatan

No Peralatan Jumlah Fungsi

1 Shovel Loader 1 unit Mengangkut bokar dari gudang bahan baku ke bak air pada mesin Slab Cutter I


(54)

Tabel 2.5. Peralatan (Lanjutan)

No Peralatan Jumlah Fungsi

3 Bucket Elevator 4 unit Mengangkut hasil olahan karet dari bak pembersihan 4 Belt Conveyor 4 unit Mengangkut hasil olahan karet menuju bak pembersihan

5 Timbangan Duduk 5 unit Menimbang crumb rubber yang akan dikemas dengan kapasitas 50 kg/unit

6 Timbangan Bokar 4 unit Menimbang bokar yang telah disortir untuk mengetahui beratnya dengan kapasitas 1.000 kg/unit

7 Hand Truck 4 unit

Mengangkut lembaran-lembaran karet hasil pengolahan creeper ke stasiun kerja penjemuran dan mengangkut lembaran-lembaran karet yang sudah dijemur ke mesin shredder

8 Trolley 15 unit Sebagai wadah butiran-butiran karet hasil pengolahan mesin shredder yang akan dipanaskan di mesin dryer 9 Forklift 2 unit Mengangkut pallet-pallet ke gudang produk jadi

10 Pisau Pemotong 6 unit Memotong kelebihan hasil penimbangan crumb rubber agar sesuai dengan berat yang akan dipress 11 Solder 4 unit Merekatkan kantong plastik pembungkus crumb rubber


(55)

2.4.5. Utilitas

Adapun utilitas yang digunakan oleh PT. Batanghari Tebing Pratama adalah sebagai berikut:

1. Tenaga Listrik dari PLN

Tenaga ini adalah sumber pasokan listrik utama untuk bagian produksi, bagian kantor, dan lain-lain dengan kapasitas sebesar 450 KVA.

2. Genset

Genset merupakan sumber tenaga listrik cadangan yang digunakan apabila terjadi kekurangan voltase maupun pemadaman listrik. Adapun spesifikasi dari genset yang digunakan adalah sebagai berikut:

Merek : CATER FILLAR Jumlah : 1 unit

Kapasitas : 1.000 KVA.

2.4.6. Safety and Fire Protection

Dalam melaksanakan proses produksi, PT. Batanghari Tebing Pratama sangat memperhatikan masalah keamanan dan kesehatan dari para pekerjanya. Pihak perusahaan selalu menyediakan alat pelindung diri (APD) untuk para pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Selain itu, pihak perusahaan selalu memasang papan tanda di setiap stasiun kerja yang dianggap cukup berbahaya sehingga setiap personil yang ada di wilayah tersebut dapat bersikap waspada. Adapun alat-alat pelindung diri (APD) yang disediakan oleh PT. Batanghari Tebing Pratama untuk para pekerjanya adalah sebagai berikut:


(56)

1. Sepatu

Operator diwajibkan memakai sepatu untuk melindungi kaki mereka dari paku dan benda-benda tajam lainnya yang ada di lantai produksi.

2. Masker

Operator diwajibkan memakai masker untuk melindungi paru-paru dan saluran pernafasan mereka dari pengaruh asap mesin.

3. Sarung tangan

Operator diwajibkan memakai sarung tangan untuk melindungi tangan mereka dari kontak dengan minyak pelumas, listrik, panas, dan benda berbahaya lainnya.

Selain itu, PT. Batanghari Tebing Pratama juga menyediakan pompa hydrant di area-area kerja yang rentan terjadi kebakaran untuk mengantisipasi apabila terjadi kebakaran. Seluruh karyawan diberi pelatihan agar dapat menggunakan pompa hydrant tersebut sehingga apabila terjadi kebakaran para karyawan dapat segera menggunakan pompa-pompa hydrant yang tersedia untuk dapat memadamkan api.

2.4.7. Waste Treatment

Adapun tiga jenis cara pengendalian limbah yang dilakukan oleh PT. Batanghari Tebing Pratama adalah sebagai berikut:

1. Minimalisasi Limbah

Minimalisasi limbah pada sumbernya dapat dilakukan dengan cara “source reduction” dan daur ulang (recycling). Source reduction ialah pengurangan


(57)

limbah melalui eliminasi limbah di tempat terjadinya sumber pencemaran dalam proses peningkatan efisiensi pemakaian air untuk proses produksi. Demikian juga dengan penerapan program “house keeping” serta peningkatan kebersihan bahan olahan karet. Minimalisasi limbah pada PT. Batanghari Tebing Pratama dilakukan melalui dua tahapan aktivitas yaitu:

a. Meningkatkan kebersihan bahan baku

Sumber utama yang menyebabkan kotornya limbah pabrik karet adalah kandungan kotoran dari bahan olahan karet. Pabrik berusaha lebih selektif dalam pemilihan bahan olahan karet yaitu dengan menolak bahan olahan karet yang kotor. Pengolahan SIR 20 dari bahan olahan karet rakyat yang bermutu rendah menggunakan air yang sangat besar sehingga jumlah limbahnya juga sangat besar. Untuk kelancaran usaha tersebut, keterpaduan seluruh pabrik sangat diperlukan.

b. Efisiensi pemakaian air

Volume limbah yang dihasilkan sangat berpengaruh dalam pengolahan limbah. Volume limbah yang besar akan memerlukan unit pengolahan yang besar, menggunakan energi yang besar, dan memerlukan pengontrolan yang lebih sulit. Penekanan jumlah atau volume limbah akan menekan biaya pengendalian limbah. Usaha utama untuk menekan volume limbah yang dilakukan oleh perusahaan adalah menghemat penggunaan air.


(58)

2. Segregasi

Segregasi adalah upaya untuk memilah-milah aliran limbah berdasarkan perbedaan kualitasnya. Dengan cara pemilahan, limbah yang nilai parameternya di bawah ambang batas tidak perlu diolah lagi dan dapat langsung dimasukkan ke dalam penampungan akhir dan seterusnya dibuang ke sungai. Untuk limbah yang mempunyai parameter di atas ambang batas, dilakukan pengolahan dengan proses aerasi-filterasi.

3. Pengelolaan dan pemanfaatan limbah

Adapun pengelolaan dan pemanfaatan limbah yang dilakukan oleh PT. Batanghari Tebing Pratama diklasifikasi berdasarkan jenis limbah yang dihasilkan yakni sebagi berikut:

a. Limbah Padat

Limbah padat yang dihasilkan oleh PT. Batanghari Tebing Pratama berasal dari hasil sortiran benda-benda asing yang terikut dalam bahan baku yang terdiri dari potongan-potongan kayu, batu, kantong, karung plastik, dan bahan padat lainnya yang secara disengaja maupun tidak disengaja dilakukan oleh petani karet. Sifat limbah padat ini relatif tidak berbahaya. Adapun pengelolaan yang dilakukan terhadap limbah padat yang dapat dibakar seperti kayu, rotan, dan karung plastik adalah membakarnya di tempat pembakaran sampah. Sedangkan limbah padat yang berupa lumpur, pasir, dan batu dijadikan bahan penimbun halaman pabrik yang rendah. Untuk limbah padat dari pembuatan peti SIR berupa potongan-potongan


(59)

kayu diberikan kepada penduduk sekitar pabrik untuk dimanfaatkan sebagai kayu bakar dan keperluan rumah tangga lainnya.

b. Limbah Cair

Limbah cair yang dihasilkan oleh PT. Batanghari Tebing Pratama berasal dari air buangan sisa sanitasi. Adapun pengelolaan yang dilakukan terhadap limbah cair tersebut adalah dengan mengalirkan limbah cair tersebut ke kolam pengelolaan limbah cair yang dibangun perusahaan. Di kolam ini, limbah cair akan diolah kembali (direcycle) untuk pencucian bahan olahan karet pada proses awal pengolahan karet.

c. Limbah Gas

Limbah gas yang dihasilkan oleh PT. Batanghari Tebing Pratama berasal dari gudang penyimpanan bahan olahan karet dan cerobong pengering (dryer). Bau yang dikeluarkan dari gudang penyimpanan bahan olahan karet mempunyai radius pencemaran yang kecil. Adapun usaha yang dilakukan untuk mengurangi limbah gas tersebut adalah sebagai berikut:

1. Memberi aliran udara yang cukup sehingga konsentrasi bau dapat dikurangi.

2. Meningkatkan kebersihan lantai gudang dan saluran air pembuangan. 3. Mengadakan penanaman pohon-pohon penghijauan untuk mengurangi

kecepatan angin yang membawa bau ke lingkungan pemukiman sekitar pabrik.

4. Bau yang dikeluarkan dari cerobong pengering (dryer) mempunyai radius pencemaran yang cukup jauh. Hal ini disebabkan udara panas


(60)

yang membawa bau yang bersifat lebih ringan sehingga jangkauan yang dicapai dapat lebih luas. Untuk mengurangi bau yang dikeluarkan oleh cerobong pengering (dryer), dilaksanakan pendinginan uap panas yang keluar dengan cara mengalirkannya ke dalam kolam air yang mengalir sehingga bau tersebut terikut di dalam air.


(61)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Persediaan2

Perusahaan yang melakukan kegiatan produksi (industri manufaktur) akan memiliki tiga jenis persediaan, yaitu persediaan bahan baku dan penolong, persediaan bahan setengah jadi dan persediaan barang jadi. Sedangkan perusahaan perdagangan minimal memiliki satu jenis persediaan, yaitu persediaan barang dagangan. Adanya berbagai macam persediaan ini menuntut pengusaha untuk melakukan tindakan yang berbeda untuk masing-masing persediaan, dan ini akan sangat terkait dengan permasalahan lain seperti masalah peramalan kebutuhan bahan baku serta peramalan penjualan atau permintaan konsumen. Bila melakukan kesalahan dalam menetapkan besarnya persediaan maka akan merembet ke masalah lain, misalnya tidak terpenuhinya permintaan konsumen

Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada masa atau periode yang akan datang. Persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan bahan setengah jadi dan persediaan barang jadi. Persediaan bahan baku dan bahan setengah jadi disimpan sebelum digunakan atau dimasukkan ke dalam proses produksi, sedangkan persediaan barang jadi atau barang dagangan disimpan sebelum dijual atau dipasarkan. Dengan demikian, setiap perusahaan yang melakukan kegiatan usaha umumnya memiliki persediaan.

2


(62)

atau bahkan berlebihnya persediaan sehingga tidak semuanya terjual, timbulnya biaya ekstra penyimpanan atau pesanan bahan dan sebagainya.

Persediaan merupakan suatu model yang umum digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan usaha pengendalian bahan baku maupun barang jadi dalam suatu aktivitas perusahaan. Ciri khas dari model persediaan adalah solusi optimalnya difokuskan untuk menjamin persediaan dengan biaya yang serendah-rendahnya.

lnventory adalah suatu teknik untuk manajemen material yang berkaitan dengan persediaan. Manajemen material dalam inventory dilakukan dengan beberapa input yang digunakan yaitu permintaan yang terjadi (demand) dan biaya-biaya yang terkait dengan penyimpanan, serta biaya-biaya apabila terjadi kekurangan persediaan (shortage).

Secara teknis, inventory adalah suatu teknik yang berkaitan dengan penetapan terhadap besarnya persediaan bahan yang harus diadakan untuk menjamin kelancaran dalam kegiatan operasi produksi, serta menetapkan jadwal pengadaan dan jumlah pemesanan barang yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan. Penetapan jadwal dan jumlah pemesanan yang harus dipesan merupakan pernyataan dasar yang harus terjawab dalam pengendalian persediaan.

Pengendalian pengadaan persediaan perlu diperhatikan karena berkaitan langsung dengan biaya yang harus ditanggung perusahaan sebagai akibat adanya persediaan. Oleh sebab itu, persediaan yang ada harus seimbang dengan kebutuhan, karena persediaan yang terlalu banyak akan mengakibatkan perusahaan menanggung risiko kerusakan dan biaya penyimpanan yang tinggi di


(63)

samping biaya investasi yang besar. Tetapi, jika terjadi kekurangan persediaan akan berakibat terganggunya kelancaran dalam proses produksinya. Oleh karenanya, diharapkan terjadi keseimbangan dalam pengadaan persediaan sehingga biaya dapat ditekan seminimal mungkin dan dapat memperlancar jalannya proses produksi.

Beberapa pengertian persediaan menurut para ahli adalah sebagai berikut: 1. Suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari part atau bagian,

bahan baku dan barang hasil produksi, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien.

2. Serangkaian kebijakan dengan sistem pengendalian yang memonitor tingkat persediaan yang harus dijaga kapan persediaan harus diisi dan berapa pesanan yang harus dilakukan.

Berdasarkan pada kedua pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian pengendalian merupakan suatu usaha memonitor dan menentukan tingkat komposisi bahan yang optimal dalam menunjang kelancaran dan efektivitas serta efisiensi dalam kegiatan perusahaan.

3.2. Faktor Biaya Persediaan3

Dikarenakan persediaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kelancaran produksi dan penjualan, maka persediaan harus dikelola secara tepat. Dalam hal ini, perusahaan harus dapat menentukan jumlah persediaan optimal,

3


(64)

sehingga di satu sisi kontinuitas produksi dapat terjaga dan pada sisi lain perusahaan dapat memperolah keuntungan, karena perusahaan dapat memenuhi setiap permintaan yang datang. Karena persediaan yang kurang akan sama tidak baiknya dengan persediaan yang berlebihan, sebab kondisi keduanya memiliki beban dan akibat masing-masing.

Bila persediaan kurang, maka perusahaan tidak akan dapat memenuhi semua permintaan sehingga akibatnya pelanggan akan kecewa dan beralih ke perusahaan lainnya. Sebaliknya, bila persediaan berlebih, ada beberapa beban yang harus ditanggung, yaitu:

1. Biaya penyimpanan di gudang, semakin banyak barang yang disimpan maka akan semakin besar biaya penyimpanannya.

2. Risiko kerusakan barang, semakin lama barang tersimpan di gudang maka risiko kerusakan barang semakin tinggi.

3. Risiko keusangan barang, barang-barang yang tersimpan lama akan out of date atau ketinggalan zaman.

3.3. Tujuan Pengelolaan Persediaan4

Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah tentu memiliki tujuan-tujuan tertentu. Pengendalian persediaan yang dijalankan adalah untuk menjaga tingkat persediaan pada tingkat yang optimal sehingga diperoleh penghematan-penghematan untuk persediaan tersebut. Hal inilah yang dianggap penting untuk dilakukan perhitungan persediaan sehingga

4


(65)

dapat menunjukkan tingkat persediaan yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat menjaga kontinuitas produksi dengan pengorbanan atau pengeluaran biaya yang ekonomis.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan pengelolaan persediaan adalah kegiatan dalam memperkirakan jumlah persediaan (bahan baku/penolong) yang tepat, dengan jumlah yang tidak terlalu besar dan tidak pula kurang atau sedikit dibandingkan dengan kebutuhan atau permintaan. Dari pengertian tersebut, maka tujuan pengelolaan persediaan adalah sebagai berikut:

1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat (memuaskan konsumen).

2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses produksi, hal ini dikarenakan alasan:

a. Kemungkinan barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka sehingga sulit untuk diperoleh.

b. Kemungkinan supplier terlambat mengirimkan barang yang dipesan. 3. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan laba

perusahaan.

4. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat mengakibatkan ongkos pesan menjadi besar.

5. Menjaga supaya penyimpanan dalam emplacement tidak besar-besaran, karena akan mengakibatkan biaya menjadi besar.


(66)

Dari beberapa tujuan pengendalian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pengendalian persediaan adalah untuk menjamin terdapatnya persediaan sesuai kebutuhan. Ada dua macam kelompok bahan baku, yaitu:

1. Bahan baku langsung (direct material), yaitu bahan yang membentuk dan merupakan bagian dari barang jadi yang biayanya dengan mudah bisa ditelusuri dari biaya barang jadi tersebut. Jumlah bahan baku langsung bersifat variabel, artinya sangat tergantung atau dipengaruhi oleh besar kecilnya volume produksi atau perubahan output.

2. Bahan baku tak langsung (indirect material), yaitu bahan baku yang dipakai dalam proses produksi, tetapi sulit menelusuri biayanya pada setiap barang jadi.

3.4. Sistem Persediaan5

1. Sistem pemesanan ukuran tetap (fixed order size inventory system) atau sering disebut dengan “Q system”.

Masalah persediaan merupakan hal yang penting dalam logistik. Karena persediaan sendiri menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan.

Secara umum, ada dua macam sistem persediaan yang biasa dipakai yang satu sama lain bervariasi yaitu :

2. Sistem pemesanan interval tetap (fixed order interval inventory system) atau sering disebut “P system”.

5


(67)

Adapun ciri-ciri dari Q system adalah sebagai berikut :

1. Jumlah bahan yang dipesan selalu sama untuk setiap kali pemesanan yaitu sebesar lot ekonomis.

2. Selang waktu pemesanan tidak tetap, bervariasi sesuai fluktuasi pemakaian bahan.

3. Pemesanan dilakukan kembali apabila jumlah persediaan telah mencapai titik pemesanan kembali (reorder point).

4. Titik pemesanan kembali besarnya sama dengan perkiraan pemakaian selama lead time ditambah dengan safety stock.

Adapun ciri ciri “P system” adalah sebagai berikut :

1. Jumlah bahan yang dipesan tidak tetap, tetapi tergantung pada jumlah persediaan yang ada di gudang pada saat pemesanan dilakukan.

2. Selang waktu persediaan adalah tetap untuk setiap kali pemesanan dilakukan. 3. Model P tidak mempunyai titik pemesanan kembali, tetapi lebih menekankan

pada target persediaan.

4. Model P tidak mempunyai nilai EOQ karena jumlah pemesanan akan bervariasi tergantung permintaan yang sesuai dengan target persediaan.

Adapun gambar dari Q system dan P system dapat dilihat pada Gambar 3.1. dan Gambar 3.2.


(68)

Gambar 3.2. P System

Titik pemesanan kembali (reorder point) dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)

Dari Gambar 3.3. terlihat bahwa dalam satu siklus Persediaan Y, saat memesan adalah t1 yaitu saat jumlah persediaan sudah mencapai titik R (Reorder

Point). Lead Time (L) adalah selang waktu antara pesanan dibuat dan pesanan datang. Maka, selama t1-t2, proses menggunakan persediaan gudang selama L.

ΔR/Δt adalah tingkat penggunaan persediaan sejak pesanan dibuat. Artinya, selama itu pula titik kritis dimulai, karena penyimpangan atau perubahan ΔR/Δt


(69)

akan menyebabkan persediaan tidak tepat habis di t2 padahal persediaan yang

sudah dipesan saat t1 akan datang tepat di t2

Masalah pokok pengendalian inventory dengan menggunakan metode Q adalah penentuan jumlah pemesanan optimal dengan biaya minimum dan masalah titik pemesanan kembali atau reorder point (ROP). Penentuan titik pemesanan kembali mencakup penentuan persediaan pengaman (safety stock) dan kebutuhan selama lead time. Keadaan yang dihadapi adalah permintaan terhadap suatu item bersifat kontinu dengan tingkat yang seragam dengan lead time (tenggang waktu) tetap, perhitungan EOQ (Economic Order Quantity) biasa tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut sehingga dibutuhkan perhitungan metode Q sesuai kondisi tersebut. Mencari harga Q optimal (Q*), yaitu:

.

H D 2C

Q*= o

Keterangan:

Q* = Jumlah pemesanan optimum C0

D = Jumlah permintaan tiap periode = Ongkos pemesanan (Rp/pemesanan)

H = Ongkos simpan (Rp)

Jika model EOQ yang diterapkan, maka faktor penting adalah lead time. Lead time adalah jarak waktu antara saat melakukan order hingga order datang. Adanya lead time membuat kita harus menentukan waktu pemesanan. Pada model EOQ, lead time diketahui dengan pasti. Namun pada kenyataannya, baik permintaan maupun lead time sama-sama tidak pasti. Oleh karena itu, waktu pemesanan suatu barang harus mempertimbangkan ketidakpastian dari dua aspek


(70)

tersebut. Maka, pada situasi dimana ada ketidakpastian pada sisi pasokan maupun permintaan, reorder point dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

ROP = d x l + SS Keterangan:

d = rata-rata permintaan l = lead time

SS = safety stock

3.5. Safety Stock6

Penentuan safety stock dipengaruhi oleh beberapa hal tergantung pada tujuannya yaitu untuk mencapai service level tertentu, berdasarkan distribusi permintaan seperti distribusi normal, distribusi empiris, dan permintaan yang

Ketidakpastian jumlah dan waktu permintaan, lead time, dan jumlah serta penyelesaian produksi merupakan problem yang sering terjadi. Ketidakpastian ini dapat menyebabkan kehabisan persediaan atau sebaliknya jumlah persediaan yang terlalu banyak. Resiko kehabisan persediaan antara lain disebabkan oleh beberapa hal yaitu permintaan yang lebih besar, lead time bertambah serta permintaan terlalu tinggi. Untuk mengantisipasi ketidakpastian tersebut, khususnya dalam permintaan dan lead time, maka disediakan suatu jumlah tertentu (safety stock = SS) yang akan mengurangi resiko kehabisan persediaan.

6

Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Ghalia Indonesia : Jakarta.


(71)

tidak pasti. Pada kesempatan ini, penentuan safety stock dibatasi pada service level dan permintaan yang berdistribusi normal.

Tujuan penentuan safety stock dengan service level tertentu adalah mengurangi resiko kekurangan persediaan tersebut menjadi hanya 5% atau 10% saja (umumnya). Bila diinginkan resiko terjadi kekurangan persediaan adalah 5%, maka tingkat keyakinan tidak terjadi kekurangan persediaan adalah sebesar 95% (yaitu didapat dari 100% - 5%).

Permintaan berdistribusi normal adalah bila permintaan berpola pada kurva normal dalam bidang ilmu statistika. Pareto adalah seorang peneliti mengenai persediaan menemukan fakta bahwa penggunaan suatu item tertentu kadang kala dalam jumlah sedikit, kadang kala dalam jumlah besar dan kadang kala dalam jumlah yang sangat besar. Bila dibuat grafik peluangnya, dimana garis mendatar menunjukkan jumlah penggunaan dan grafik vertikal menunjukkan peluang, maka akan didapatkan kurva berbentuk lonceng. Pola data seperti inilah yang dimaksud dengan distribusi (pola) normal.

Bila permintaan berdistribusi normal, parameter yang digunakan untuk menentukan safety stock adalah rata-rata (μ) dan standar deviasi (σ ). Misalnya, suatu perusahaan mempunyai item persediaan yang permintaannya berdistribusi normal selama periode pemesanan ulang. Rata-rata permintaan selama periode pemesanan ulang sebesar 300 unit dengan standar deviasi 20 unit. Manajemen ingin menjaga agar kemungkinan terjadinya stock out hanya 5% (dengan kata lain, tingkat pelayanan sebesar 95% dari permintaan). Besarnya persediaan pengaman dapat dicari sebagai berikut:


(72)

μ : rata-rata permintaan = 300 unit σ : standar deviasi = 20 unit

X : rata-rata permintaan + persediaan pengaman SS : persediaan pengaman = X- μ

σ

SS

σ μ

X

Z= − = atau SS = Z.σ

Tingkat pelayanan (service level) 95% menentukan besarnya nilai Z. Dengan menggunakan tabel distribusi normal, nilai Z pada daerah di bawah kurva normal 95% (1-0,05) dapat diperoleh, yaitu 1,65.

Maka SS = 1,65 (20) = 33 unit.

3.6. Perencanaan Produksi7

1. Menjalin rencana penjualan dan rencana produksi konsisten terhadap rencana strategis perusahaan.

Perencanaan produksi adalah pernyataan rencana produksi ke dalam bentuk agregat. Perencanaan produksi ini merupakan alat komunikasi antara manajemen teras (top management) dan manufaktur. Di samping itu juga, perencanaan produksi merupakan pegangan untuk merancang Jadwal Induk Produksi (JIP). Beberapa fungsi lain dari perencanaan produksi adalah:

2. Sebagai alat ukur performansi proses perencanaan produksi.

3. Menjamin kemampuan produksi konsisten terhadap rencana produksi.

7


(73)

4. Memonitor hasil produksi aktual terhadap rencana produksi dan membuat penyesuaian.

5. Mengatur persediaan produk jadi untuk mencapai target produksi dan rencana strategis.

6. Mengarahkan penyusunan dan pelaksanaan Jadwal Induk Produksi (JIP). Sedangkan tujuan perencanaan produksi adalah:

1. Sebagai langkah awal untuk menentukan aktivitas produksi yaitu sebagai referensi perencanaan lebih rinci dari rencana agregat menjadi item dalam jadwal induk produksi.

2. Sebagai masukan sumber daya sehingga perencanaan sumber daya dapat dikembangkan untuk mendukung perencanaan produksi.

3. Meredam (stabilisasi) produksi dan tenaga kerja terhadap fluktuasi permintaan.

3.7. Fungsi Perencanaan dan Pengendalian8

8

Sinulingga, Sukaria. 2009. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Graha Ilmu : Yogyakarta.

Hal : 81.

Perencanaan dan pengendalian adalah dua fungsi manajemen yang tidak dapat dipisahkan dalam setiap bidang kegiatan termasuk kegiatan produksi. Perencanaan adalah langkah pertama dalam proses manajemen yang meliputi penetapan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dan keputusan tentang bagaimana cara untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Hubungan perencanaan dan pengendalian dapat dilihat pada Gambar 3.4.


(1)

11. Dari hasil uji statistik terhadap data penggunaan bokar diperoleh nilai AVE sebesar 1,389 %, nilai AME sebesar 2,623 %, nilai Kalman Filter (KF) sebesar 48,68 %.

12. Dari hasil uji statistik terhadap data permintaan produk crumb rubber

diperoleh nilai AVE sebesar 2,085 %, nilai AME sebesar 0,3247 %, nilai

Kalman Filter (KF) sebesar 50,80 %.

13. Perlakuan lead time bokar dibuat berfluktuasi secara probabilistik dengan interval 1-3 hari memberikan pengaruh yang cukup besar pada penerimaan bokar.

14. Perlakuan reorder point bokar dibuat deterministik sebesar 75 ton membuat persediaan bokar dan penerimaan bokar menjadi lebih stabil.

7.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan penulis sesuai dengan kesimpulan dan analisis sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Sebaiknya peneliti berikutnya meneliti lebih lanjut dengan memperhitungkan komponen cost (biaya).

2. Sebaiknya dilakukan penelitian apakah perlu dilakukan produksi dua shift

sebab pemenuhan permintaan dengan lembur (overtime) menghabiskan biaya yang besar.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Avianto, Teten W. 2006. Tutorial Powersim. Lablink.

Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Ghalia Indonesia:Jakarta.

Dradio. 2007. Tinjauan Pustaka Validasi Model. Jakarta.

Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Graha Ilmu:Yogyakarta.

J. Bowersox, Donald. 2002. Manajemen Logistik.PT. Bumi Aksara:Jakarta. Napitupulu, Humala L. 2009. Simulasi Sistem Pemodelan dan Analisis. USU

Press:Medan.

Pritsker, A. Alan B. 1986. Introduction to Simulation and Slam II. West Lafayette:Indiana.

Pujawan, I Nyoman. 2002. Manajemen Logistik.PT. Bumi Aksara:Jakarta. Ristono, Agus. 2009. Manajemen Persediaan. Graha Ilmu:Yogyakarta.

Sinulingga, Sukaria. 2009. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Graha Ilmu:Yogyakarta.

Utami, Rahayu. 2006. Simulasi Dinamis Sistem Ketersediaan Ubi Kayu (Studi Kasus di Kabupaten Bogor). IPB:Bogor.

Vlachos, Dimitrios, dkk. 2006. A System Dynamics Model for Dynamic Capacity Planning of Remanufacturing in Closed-Loop Supply Chains . Aristotle University of Thessaloniki:Greece.


(3)

(4)

Detail Sub Model Persediaan Produk Crumb Rubber

Penjelasan:

Level persediaan produk crumb rubber berisi nilai persediaan awal produk

crumb rubber pada saat akan melakukan simulasi. Level persediaan produk crumb rubber sendiri dipengaruhi oleh rate jumlah produksi crumb rubber dalam ton yang berbanding lurus terhadapnya dan rate penyaluran produk crumb rubber

yang berbanding lurus terhadapnya.

Nilai rate penyaluran produk crumb rubber diperoleh dari hasil formulasi

auxiliary permintaan harian dimana hasil formulasi auxiliary permintaan harian sendiri berasal dari auxiliary laju permintaan yang berisi data tiruan yang dibangkitkan mengikuti distribusi normal dengan nilai rata-rata (µ) sebesar 59 ton dan nilai standar deviasi (σ ) sebesar 3,03 ton sesuai dengan hasil uji distribusi data permintaan produk crumb rubber aktual. Dengan demikian, maka akan diperoleh berapa kira-kira permintaan harian produk crumb rubber yang akan


(5)

datang sehingga dapat diketahui berapa besar jumlah produksi crumb rubber yang harus dihasilkan. Untuk rate penyaluran produk crumb rubber perlu dilakukan formulasi kondisional sebab level persediaan produk crumb rubber tidak akan selalu cukup untuk memenuhi permintaan. Oleh karena itu, dilakukan formulasi berikut : IF('Persediaan Produk CrumbRubber'>='Permintaan Harian';'Permintaan Harian';'Persediaan Produk Crumb Rubber'+'Safety Stock')/1<<mo>>. Kondisional di atas berarti : jika persediaan produk crumbrubber lebih besar dari permintaan harian maka akan disalurkan sejumlah permintaan harian. Tetapi, jika persediaan produk crumb rubber lebih kecil dari permintaan harian maka akan disalurkan sejumlah persediaan produk crumb rubber ditambah kekurangannya yang diambil dari safety stock. Safety stock ditentukan berdasarkan nilai standar deviasi aktual x service level 95 %. Maksud service level 95 % adalah menjaga agar kemungkinan terjadinya stock out hanya 5%.

Setelah itu, perlu ditentukan nilai rate jumlah produksi crumb rubber

dalam ton berdasarkan hasil simulasi permintaan harian. Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan kapasitas reguler harian terpasang yaitu dengan mengalikan kapasitas produksi per jam terpasang dengan jam kerja reguler dalam sehari. Kemudian ditentukan kapasitas reguler harian terpakai sesuai dengan ketetapan dari pihak perusahaan yaitu 80-95 % dari kapasitas reguler harian terpasang. Setelah itu dilihat, apabila kapasitas reguler harian terpakai tidak dapat mencukupi permintaan harian maka akan dilakukan overtime (lembur). Estimasi jam kerja overtime yang dibutuhkan diperoleh dari defisit antara kapasitas reguler harian terpakai terhadap kapasitas reguler harian terpakai dibagi kapasitas


(6)

produksi per jam terpakai. Setelah itu, dapat diperoleh kapasitas overtime harian terpakai dengan mengalikan estimasi jam kerja overtime yang dibutuhkan terhadap kapasitas produksi per jam terpakai. Kemudian diperolehlah kapasitas harian pabrik terpakai yang merupakan hasil penjumlahan kapasitas reguler harian terpakai dan kapasitas overtime harian terpakai. Nilai kapasitas harian pabrik terpakai inilah yang menjadi source nilai rate jumlah produksi crumb rubber