Keterkaitan dan Penyebaran Perkebunan Kelapa Sawit

7.2. Peran Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Perekonomian Riau

Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana perkebunan kelapa sawit mempunyai peranan terhadap perekonomian Riau dengan menggunakan Tabel Input Output Model Leontief dan Tabel Input Output Model Miyazawa, dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan tabel matriks kebalikan leontief yaitu analisis keterkaitan suatu sektor terhadap sektor lainnya dan analisis pengganda multiplier yang akan mengukur seberapa besar dampak perubahan permintaan akhir terhadap sektor tersebut dan sektor lainnya. Dengan menggunakan analisis ini akan dapat diketahui berapa besar peran perkebunan kelapa sawit dalam perekonomian Riau dan perbandingannya sektor lain

7.2.1. Keterkaitan dan Penyebaran Perkebunan Kelapa Sawit

Keterkaitan dan penyebaran output dapat dibagi dua yaitu keterkaitan dan penyebaran ke depan dan keterkaitan dan penyebaran ke belakang. Analisis keterkaitan ke depan merupakan suatu analisis yang mengkaji sejauh mana kegiatan-kegiatan pada sektor lain yang menggunakan output dalam proses produksinya dari sektor yang bersangkutan. Nilai keterkaitan tersebut merupakan rasio permintaan antara dari berbagai sektor terhadap total output sektor tertentu, dimana kekuatan hubungan ke depan tergantung pada proporsi output yang bermamfaat untuk penggunaan input antara. Keterkaitan output ke belakang menunjukkan adanya kegiatan-kegiatan sektor ekonomi yang lain yang akan menyediakan input-input bagi kegiatan ekonomi sektor yang bersangkutan. Nilai keterkaitan ke belakang dari suatu sektor ini dapat digunakan untuk mengukur jumlah input antara yang diperlukan dari sektor lain dapat digunakan untuk menghasilkan suatu unit output sektor tersebut. Nilai keterkaitan bersama dengan nilai penyebaran dapat menentukan sektor mana yang menjadi sektor kunci dalam perekonomian suatu wilayah. Untuk menilai suatu sektor merupakan sektor kunci dinilai dengan dua kriteria Rasmunsen s. Dalam dua kriteria Rasmunsen s, suatu sektor dikatakan sebagai sektor kunci apabila mempunyai nilai keterkaitan lebih dari satu baik ke belakang maupun ke belakang. Sedangkan untuk nilai penyebaran, sektor dapat dikategorikan sebagai sektor kunci apabila mempunyai nilai kurang dari satu. Dengan ditentukannya sektor kunci dapat diketahui sektor mana yang mempunyai kemampuan besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sehingga dapat diketahui sektor mana yang patut diprioritaskan untuk ditingkatkan investasinya agar diperoleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dari hasil analisis yang diperlihatkan pada Tabel 23 terdapat terdapat 15 sektor yang mempunyai nilai keterkaitan ke belakang diatas rata-rata yaitu nilai keterkaitan lebih dari satu yaitu: sektor industri logam dan barang dari logam, sektor industri elektronika dan komputer, sektor industri mesin dan peralatan listrik, sektor industri barang dari besi dan baja, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor industri kendaraan bermotor, sektor industri kehutanan, sektor pemerintahan umum, sektor restoran dan hotel, sektor angkutan dan komunikasi, sektor industri kimia, sektor industri hasil kilang minyak dan gas. Kelimabelas sektor tersebut berdasarkan kriteria keterkaitan ke belakang merupakan sektor kunci dalam perekonomian Riau. Nilai keterkaitan ke belakang sebesar 1.870 pada sektor industri logam dan barang dari logam menunjukkan apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan input untuk proses produksi sektor ini dari sektor lain dan juga sektor industri logam dan barang dari logam dan berdampak pada meningkatnya output dalam perekonomian sebesar 1.870 satuan. Nilai keterkaitan ke belakang perkebunan kelapa sawit menunjukkan nilai keterkaitan dibawah rata-rata atau kurang dari satu sehingga sektor ini bukan sektor kunci dalam perekonomian Riau. Nilai keterkaitan perkebunan kelapa sawit hanya sebesar 0.894 dan menduduki rangking 23 dari 42 sektor dalam perekonomian Riau. Nilai keterkaitan ke belakang sebesar 0.894 menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar 1 satuan pada perkebunan kelapa sawit akan berdampak meningkatnya kebutuhan input untuk proses produksi sektor ini dari sektor lain dan juga perkebunan kelapa sawit dan berdampak pada meningkatnya output dalam perekonomi sebesar 0.894. Nilai itu juga menunjukkan apabila dalam era otonomi daerah Pemerintah Daerah Riau menginvestasikan dana sebesar 1 milyar pada perkebunan kelapa sawit akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan input perkebunan kelapa sawit untuk proses produksi dari sektor lain dan juga sektor tersebut sehingga meningkatkan output dalam perekonomian sebesar 0.894 milyar. Kecilnya dampak yang ditimbulkan apabila berinvestasi pada perkebunan kelapa sawit menunjukkan sektor ini bukan merupakan sektor pilihan untuk berinvestasi untuk meningkatkan output dalam era otonomi daerah Tabel 23. Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Sektor-Sektor Ekonomi dalam Perekonomian Riau Keterkaitan No Sektor Belakang Depan Nilai Rank Nilai Rank 1 Padi dan Jagung 0.893 24 1.280 8 2 Umbi-Umbian 0.751 38 0.827 31 3 Kacang-kacangan 0.793 33 0.861 24 4 Tanaman Makanan Lainya 0.736 40 0.802 34 5 Karet 0.837 31 1.052 14 6 Kelapa 0.843 30 0.743 38 7 Kelapa Sawit 0.894 23 0.739 40 8 Kopi dan Cengkeh 0.913 21 0.742 39 9 Hasil Perkebunan lainnya 0.862 28 0.753 37 10 Ternak dan Hasil-hasilnya 0.785 35 0.857 26 11 Unggas dan Hasil-hasilnya 0.915 19 0.836 30 12 Kayu 0.924 18 1.026 16 13 Hasil Hutan Lainnya 0.755 37 0.761 36 14 Ikan Laut dan hasil Laut lainnya 0.855 29 0.819 32 15 Ikan darat dan Hasil-hasilnya 0.833 32 0.842 29 16 Pertambangan Minyak dan Gas 0.725 41 0.926 21 17 Barang Tambang dan Galian lainnya 0.743 39 0.681 41 18 Ind. Makanan Minuman dan Tembakau 0.915 20 0.860 25 19 Ind. Tekstil dan Pakaian Jadi 0.928 17 0.847 28 20 Ind. Kehutanan 1.225 8 0.801 35 21 Ind. Bubur Kertas 0.933 16 0.948 20 22 Ind. Barang CetakanPenerbitan 0.868 27 0.848 27 23 Ind. Kimia 1.080 12 1.203 11 24 Ind. Hasil Kilang Minyak dan Gas 1.014 13 0.878 23 25 Ind. Karet 0.993 14 0.999

17 26

Ind. Barang-Barang Plastik 0.890 26 1.292 7 27 Ind. Barang dari Bahan Bukan Logam 0.792 34 1.311 6 28 Ind. Logam dan Barang dari Logam 1.870 1 1.632

1 29

Ind. Barang dari Besi dan Baja 1.559 4 1.395 4 30 Ind. Mesin dan Peralatan Listrik 1.587 3 1.487 3 31 Ind. Elektronika dan Komputer 1.630 2 1.030 15 32 Ind. Kendaraan Bermotor 1.249 7 0.994 18 33 Barang-barang Industri Lainnya 0.689 42 1.054 13 34 Listrik, Gas dan Air Bersih 1.434 5 1.537 2 35 Bangunan 1.394 6 0.967 19 36 Perdangangan 0.893 25 1.271 9 37 Restoran dan Hotel 1.141 10 0.813 33 38 Angkutan dan Komunikasi 1.103 11 1.312 5 39 Bank dan Lembanga Keungangan 0.899 22 1.262 10 40 Jasa Perusahaan dan Sewa bangunan 0.938 15 1.171 12 41 Pemerintahan Umum 1.149 9 0.655 42 42 Jasa-jasa lainnya 0.771 36 0.889 22 Untuk nilai keterkaitan ke depan sektor-sektor dalam perekonomian Riau, sektor yang mempunyai nilai keterkaitan diatas rata-rata atau lebih dari satu berjumlah 16 sektor. Sektor-sektor yang mempunyai nilai keterkaitan yang diatas rata-rata : sektor industri logam dan barang dari logam, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor industri mesin dan peralatan listrik, sektor industri barang dari besi dan baja, sektor angkutan dan komunikasi, sektor industri barang dari bahan bukan logam, sektor industri barang-barang plastik, sektor padi dan jagung, sektor perdagangan, sektor bank dan lembaga keuangan, sektor industri kimia, sektor jasa perusahaan dan sewa bangunan, sektor barang-barang industri lainnya, sektor karet, sektor industri elektronika dan komputer, sektor kayu. Sektor-sektor yang mempunyai nilai keterkaitan diatas rata-rata tersebut merupakan sektor kunci berdasarkan kriteria keterkaitan ke depan. Nilai keterkaitan ke depan perkebunan kelapa sawit menunjukkan nilai keterkaitan dibawah rata-rata atau kurang dari satu sehingga sektor perkebunan ini bukan merupakan sektor kunci dalam perekonomian Riau. Nilai keterkaitan perkebunan hanya sebesar 0.739 dan menempati rangking 40. Nilai keterkaitan perkebunan ini sebesar 0.739 menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar 1 satuan pada perkebunan kelapa sawit akan berdampak meningkatnya output sektor tersebut yang dialokasikan kepada sektor lain dan juga sektor perkebunan kelapa sawit sehingga berdampak pada meningkatnya output dalam perekonomian sebesar 0.739 satuan. Nilai keterkaitan itu juga menunjukkan apabila dalam era otonomi daerah Pemerintah Daerah Riau menginvestasikan dana sebesar 1 milyar pada perkebunan kelapa sawit akan berdampak pada meningkatnya output sektor tersebut yang dialokasikan kepada sektor lain dan juga sektor perkebunan kelapa sawit sehingga berdampak pada meningkatnya output dalam perekonomian Riau sebesar 0.739 milyar. Rendahnya dampak investasi pada perkebunan kelapa sawit menurut kriteria keterkaitan ke depan menunjukkan perkebunan kelapa sawit bukan merupakan pilihan tepat untuk berinvestasi untuk meningkatkan ouput dalam perekonomian Riau. Analisis efek penyebaran ke belakang yang dapat dilihat pada Tabel 24 menunjukkan 19 sektor yang mempunyai nilai rata-rata penyebaran atau dampak pembangunan yang besar terhadap sektor lain. Sektor-sektor yang mempunyai nilai efek penyebaran ke belakang tersebut adalah: sektor industri logam dan barang dari logam, sektor bangunan, sektor industri elektronika dan komputer, sektor industri barang dari besi dan baja, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pemerintahan umum, sektor industri kendaraan bermotor, sektor industri kehutanan, sektor restoran dan hotel, sektor industri mesin dan peralatan listrik, sektor angkutan dan komunikasi, sektor industri kimia, sektor jasa perusahaan dan sewa bangunan, sektor industri karet, sektor kayu, sektor industri hasil kilang minyak dan gas, sektor kopi dan cengkeh, sektor kelapa sawit, sektor unggas dan hasil-hasilnya. Berdasarkan kriteria efek penyebaran tidak langsung ke belakang 19 sektor tersebut merupakan sektor kunci pada pembangunan ekonomi Riau karena mempunyai dampak pembangunan yang besar terhadap sektor lainnya. Dari analisis efek penyebaran ke belakang pada perkebunan kelapa sawit mempunyai efek penyebaran atau dampak pembangunan yang besar terhadap sektor lain. Nilai efek penyebaran perkebunan ini sebesar 0.991 dan menempati rangking 18. Dari hasil analisis itu dapat disimpulkan perkebunan tersebut merupakan sektor kunci menurut kriteria efek penyebaran ke belakang. Sehingga perkebunan kelapa sawit patut diprioritaskan untuk investasi dalam era otonomi daerah untuk meningkatkan output dalam perekonomian Riau berdasarkan kriteria efek penyebaran ke belakang. Sedang untuk analisis efek penyebaran ke depan terdapat 18 sektor yang mempunyai nilai rata-rata penyebaran atau dampak pembangunan yang besar terhadap sektor lainnya. sektor-sektor yang mempunyai nilai penyebaran tersebut adalah: sektor listrik, gas dan air bersih, sektor industri barang-barang plastik, sektor industri logam dan barang dari logam, sektor perdagangan, sektor angkutan dan komunikasi, sektor industri kimia, sektor bank dan lembaga keuangan, sektor industri barang dari bahan bukan logam, sektor industri barang dari besi dan baja, sektor jasa perusahaan dan sewa bangunan, sektor barang-barang industri lainnya, sektor padi dan jagung, sektor jasa-jasa lainnya, sektor industri mesin dan peralatan listrik, sektor bangunan, sektor kayu, sektor industri karet, dan sektor industri kendaraan bermotor. Sektor-sektor tersebut berdasarkan kriteria nilai penyebaran tidak langsung ke depan merupakan sektor kunci dalam pembangunan ekonomi Riau. Sehingga sektor sektor diatas merupakan sektor pilihan untuk berinvestasi untuk meningkatkan output dalam era otonomi daerah berdasarkan kriteria efek penyebaran ke depan. Tabel 24. Efek Penyebaran ke Belakang dan ke Depan Sektor-Sektor Ekonomi dalam Perekonomian Riau Efek Penyebaran No Sektor Belakang Depan Nilai Rank Nilai Rank 1 Padi dan Jagung 1.043 26 0.868 12 2 Umbi-Umbian 1.205 38 1.101 29 3 Kacang-kacangan 1.191 37 1.106 31 4 Tanaman Makanan Lainya 1.226 39 1.128 32 5 Karet 1.268 40 1.012 20 6 Kelapa 1.049 28 1.195 35 7 Kelapa Sawit 0.991 18 1.202 37 8 Kopi dan Cengkeh 0.989 17 1.215 38 9 Hasil Perkebunan lainnya 1.044 27 1.196 36 10 Ternak dan Hasil-hasilnya 1.131 32 1.056 24 11 Unggas dan Hasil-hasilnya 0.997 19 1.080 25 12 Kayu 0.966 15 0.935 16 13 Hasil Hutan Lainnya 1.171 35 1.171 34 14 Ikan Laut dan hasil Laut lainnya 1.037 24 1.089 27 15 Ikan darat dan Hasil-hasilnya 1.155 34 1.144 33 16 Pertambangan Minyak dan Gas 1.344 42 1.054 23 17 Barang Tambang dan Galian lainnya 1.189 36 1.299 41 18 Ind. Makanan Minuman dan Tembakau 1.030 22 1.104 30 19 Ind. Tekstil dan Pakaian Jadi 1.112 29 1.218 39 20 Ind. Kehutanan 0.810 8 1.234 40 21 Ind. Bubur Kertas 1.116 30 1.097 28 22 Ind. Barang CetakanPenerbitan 1.039 25 1.041 22 23 Ind. Kimia 0.934 12 0.748 6 24 Ind. Hasil Kilang Minyak dan Gas 0.978 16 1.004 19 25 Ind. Karet 0.965 14 0.946 17 26 Ind. Barang-Barang Plastik 1.012 21 0.708 2 27 Ind. Barang dari Bahan Bukan Logam 1.119 31 0.756 8 28 Ind. Logam dan Barang dari Logam 0.625 1 0.718 3 29 Ind. Barang dari Besi dan Baja 0.686 4 0.768 9 30 Ind. Mesin dan Peralatan Listrik 0.819 10 0.881 14 31 Ind. Elektronika dan Komputer 0.681 3 1.039 21 32 Ind. Kendaraan Bermotor 0.797 7 0.991 18 33 Barang-barang Industri Lainnya 1.291 41 0.860 11 34 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.737 5 0.683 1 35 Bangunan 0.657 2 0.928 15 36 Perdangangan 1.005 20 0.724 4 37 Restoran dan Hotel 0.811 9 1.088 26 38 Angkutan dan Komunikasi 0.875 11 0.746 5 39 Bank dan Lembanga Keungangan 1.036 23 0.750 7 40 Jasa Perusahaan dan Sewa bangunan 0.956 13 0.771 10 41 Pemerintahan Umum 0.769 6 1.351 42 42 Jasa-jasa lainnya 1.149 33 0.868 13 Perkebunan kelapa sawit mempunyai nilai rata-rata efek penyebaran ke depan yang rendah sehingga tidak mempunyai efek yang besar terhadap pembangunan sektor lainnya sehingga sektor ini bukan sektor kunci berdasarkan kriteria ini. Nilai efek penyebaran ke depan perkebunan ini sebesar 1.202, dan menempati rangking 35. Dari nilai itu menunjukkan perkebunan kelapa sawit tidak dapat diprioritaskan untuk berinvesatasi pada era otonomi daerah untuk meningkatkan output dalam perekonomian. Dari analisis keterkaitan dan penyebaran dapat ditentukan sektor-sektor kunci dalam perekonomian Riau berdasarkan dua kriteria Rasmunsen s. Berdasarkan kriteria tersebut sektor-sektor yang dikategorikan sebagai sektor kunci adalah: sektor industri kimia, sektor industri logam dan barang dari logam, sektor industri barang dari besi dan baja, sektor industri mesin dan peralatan listrik, sektor gas dan air bersih, dan sektor angkutan dan komunikasi. Dari keenam sektor tersebut tidak terdapat perkebunan kelapa sawit sehingga sektor perkebunan ini bukan merupakan sektor kunci dalam pembangunan ekonomi Riau. Hal ini menunjukkan perkebunan kelapa sawit tidak dapat diprioritaskan untuk berinvestasi pada perkebunan ini untuk meningkatkan output dalam era otonomi daerah. Hasil analisis keterkaitan dan penyebaran yang dihasilkan oleh studi ini sama hasilnya dengan studi yang dilakukan Daryanto 1992 yang melakukan studi dengan agregasi nasional menemukan sektor pertanian dan termasuk sektor perkebunan bukan merupakan sektor kunci dalam perekonomian nasional. Hal yang sama juga dihasilkan dari studi Rachmat 1993 dan Mangkuprawira 2000 yang melakukan studi dengan agregasi provinsi dan kabupaten menemukan hasil sama dari studi yang dilakukan dalam penelitian ini.

7.2.2. Pengganda Perkebunan Kelapa Sawit