d. Meningkatkan kaulitas atlet cabang olahraga unggulan dalam PON, PERWIL, PORDA
e. Menunjang program olahraga rakyat seperti sepakbola, takraw, baladiri, dan lain-lain
5. Pembinaan dan pengembangan kebudayaan a. Pembinaan dan pengembangan kebudayaan secara terpadu dan
berkelanjutan b. Membangun dan mengembangkan kebudayaan lokal
c. Mengembangkan potensi daerah seperti lembaga adat, sanggar perkumpulan sastra dan kesenian lainnya
d. Membangun pusat-pusat pengembangan kebudayaan melayu e. Mewujudkan program kebudayaan secara terpadu.
6.1.2. Keuangan Pemerintah
Kebijakan otonomi daerah menurut UU Nomor 25 tahun 1999 dan direvisi dengan UU Nomor 33 tahun 2004 pada intinya mengatur pemisahan
kewenangan urusan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah yang tercermin dari anggaran penerimaan dan pengeluaran. Pada sisi penerimaan,
pemerintahan daerah mempunyai wewenang yang lebih besar dalam menentukan kebijakan pajak, retribusi dan penerimaan daerah dari sumber lainnya.
Kewenangan kebijakan pajak dan restribusi daerah berupa wewenang untuk menentukan jenis, basis, tarif pajak dan retribusi daerah serta alternatif sumber
lainnya yang sesuai dengan UU. Bentuk penerimaan transfer pemerintah pusat ke daerah pada saat otonomi daerah berupa DAU Dana Alokasi Umum dan DAK
Dana Alokasi Khusus. Pemerintah daerah pada saat otonomi daerah juga memperoleh hasil dari sumberdaya yang dimiliki yang sabahagian dikembalikan
kedaerah berupa dana perimbangan. Sedangkan disisi pengeluaran pemerintah daerah diberi wewenang yang besar dalam mengalokasikan dana melalui APBD
sesuai yang dibutuhkan untuk membangun daerahnya.
6.1.2.1. Penerimaan Fiskal Daerah
Era otonomi daerah berdampak pada meningkatnya sisi penerimaan Riau. Hal ini disebabkan dikembalinya sebahagian hasil dari sumberdaya Riau
yang pada sebelum era otonomi daerah hasil itu dikuasai seluruhnya oleh
Pemerintah Pusat. Peningkatan penerimaan itu dapat terlihat dari peneriman Riau sebelum otonomi daerah pada tahun 2000 sebesar Rp 675579.41 juta dan setelah
otonomi daerah meningkat sebesar Rp 1592628.82 juta atau meningkat sebesar 135.74 persen. Sejalan dengan diimplementasikannya otonomi daerah
penerimaan Provinsi Riau terus meningkat rata-rata setiap tahunnya sebesar 23.47 persen. Peningkatan penerimaan Riau setelah desentralisasi fiskal menunjukkan
semakin besarnya kemampuan Provinsi Riau untuk membangun daerahnya. Untuk lebuh jelas lihat Tabel 15
Tabel 15. Penerimaan Fiskal Provinsi Riau Sebelum Otonomi Daerah dan Sesudah Otonomi Daerah
Juta Rp
Sebelum Otonomi
Daerah Era Otonomi Daerah
Jenis Penerimaan 2000
2001 2002 2003 1. Sisa Anggaran
54345.71 93571.87 455676.70
414776.20 2. Pendapatan Asli Daerah
• Pajak
daerah •
Retribusi daerah
• Usaha
daerah •
Pendapatan lain-lain
128635.74 101198.12
3166.74 12157.60
12133.28 299423.79
251951.23 1115.57
623845 40118.54
504384.56 394364.42
3306.14 37664.68
69049.34 658548.33
538504.70 5729.00.0
68102.48 46212.09
3. Dana Bagi Hasil •
Dana Pajak dan Bukan pajak
Bagi hasil pajak Bagi hasil bukan
pajak •
Sumbangan dan
BantuanDA DAK 118616.86
245345.35 947688.61
134037.82 813650.78
251944.55 928691.22
164738.61 752881.61
11071.00 1150885.01
235998.45 840676.56
74210.00.0 5. Penerimaan Lain-lain
141240.00 187025.59
Total Penerimaan 675579.41 1592628.82
2129631.50 2411246.12
Apabila dilihat dari jenis penerimaan, penerimaan provinsi Riau yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah PAD pada era otonomi daerah meningkat
sangat signifikan yaitu sebesar 132.77 persen. Peningkatan PAD terus meningkat sejalan berjalannya era otonomi daerah rata-rata pertahun sebesar 49.51 persen.
Dari sumber PAD, pajak daerah merupakan jenis penerimaan Provinsi Riau yang sangat besar peningkatannya setelah otonomi yaitu sebesar 148.97 persen dan
sejalan dengan era itu penerimaan pajak daerah terus naik sebesar 46.54 persen. Peningkatan penerimaan pajak daerah berupakan implikasi dari diberikanya
wewenang kepada pemerintah daerah untuk menentukan obyek pajak sesuai dengan UU otonomi daerah..
Perkembangan dana bagi hasil yang terdiri bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, sumbangan dan bantunan. Dana bagi hasil pajak dan bukan pajak
juga merupakan jenis penerimaan fiskal daerah yang meningkat sangat signifikan pada era otonomi. Sebelum otononomi tahun 2000 penerimaan ini hanya sebesar
Rp. 118616.87 juta dan setelah otonomi daerah naik menjadi Rp 947688.61 juta atau naik sebesar 698.95 persen. Sejalan era otonomi daerah penerimaan ini tahun
2002 turun sebesar minus 3.17 tetapi apabila dirata-ratakan dana ini naik sebesar 7.08 persen setiap tahunnya. Jenis penerimaan lain dalam dana bagi perimbangan
adalah dana dari bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat yang pada saat era otonomi daerah berbentuk DAU dan DAK. Penerimaan jenis ini dihitung
berdasarkan celah fiskal dengan melihat kemampuan dan kebutuhan fiskal daerah. Penerimaan ini pada saat dimulainya otonomi daerah meningkat sebesar 2.69
persen dan sejalan era otonomi penerimaan dari jenis ini turun secara signifikan dengan rata-rata sebesar minus 44.51 persen. Turunnya penerimaan DAU dan
DAK yang diterima oleh provinsi Riau menunjukkan kemampuan Provinsi Riau semakin meningkat pada era otonomi daerah.
Sebelum era otonomi daerah jenis penerimaan terbesar berbentuk bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat sebesar 44 persen dari total
penerimaan provinsi Riau. Pada era otonomi jenis penerimaan ini hanya sebesar 16 persen dari total penerimaan. Pada era otonomi jenis penerimaan terbesar
merupakan hagi hasil pajak dan bukan sebesar 59 persen dari total penerimaan. Sebelum otonomi jenis penerimaan ini kontribusinya hanya sebesar 22 persen dari
total penerimaan. Kontribusi 59 persen hagi hasil pajak dan bukan pajak setelah otonomi terbesar di sumbang oleh bagi hasil bukan pajak sebesar 85.85 persen
sedangkan bagi hasil pajak hanya sebesar 14.14 persen. Besarnya kontribusi bagi hasil bukan pajak merupakan dampak dari besarnya sumberdaya migas Riau yang
dikembalikan sebahagian ke daerah pada era otonomi. Untuk melihat kontribusi setiap jenis penerimaan bisa dilihat pada Gambar 5.
6.1.2.2. Pengeluran Fiskal
Pengeluaran fiskal daerah terdiri dari dua kelompok yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin terdiri dari pengeluaran
pegawai, belanja barang, biaya pemeliharan, perjalanan dinas, dan lain-lainnya. Sedangkan pengeluaran pembangunan terdiri dari pengeluaran sektor industri,
pertanian, transportasi, tenaga kerja, pendidikan, kesehatan, pelayanan umum, dan lainnya.
500000 1000000
1500000 2000000
Juta Rp
2000 2001 2002 2003 Rutin
Pembangunan Total Pengeluaran
Gambar 6. Perkembangan Pengeluran Fiskal Provinsi Riau Tahun 2000-2001
Pada Gambar 6 terlihat setiap tahunnya terjadi peningkatan pengeluaran fiskal yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluran pembangunan dengan
pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran fiskal terbesar. Peningkatan pengeluaran fiskal sangat signifikan terjadi pada awal otonomi daerah yaitu
sebesar 155.99 persen. Pada awal otonomi peningkatan terbesar terjadi pada pengeluaran pembangunan yaitu sebesar 213.89 persen sedangkan untuk
pengeluaran rutin hanya sebesar 85.47 persen. Sejalan dengan otonomi daerah
6 19
59 16
SAL PAD
BH P dan B P BS DAU
10 24
22 44
SAL PAD
BH P dan B P BS DAU
Gambar 5. Sumbangan Jenis Penerimaan Sebelum Otonomi Daerah dan Sesudah Otonomi Daerah
Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi Daerah
pengeluaran fiskal provinsi Riau terus meningkat rata-rata sebesar 31.51 persen, pengeluaran pembangunan meningkat rata-rata sebesar 30.32 persen, dan
pengeluaran rutin sebesar 33.76 persen. Untuk melihat berapa besar pengeluaran pemerintahan untuk setiap
sektor ekonomi dapat dilihat pada Tabel 16. Pengeluaran pemerintah tersebut merupakan pengeluaran yang dianggarkan melalui APBD yang terdiri dari 20
sektor ekonomi. Dari pengeluaran berdasarkan APBD itu akan diketahui berapa besar alokasi pengeluaran pemerintah untuk setiap sektornya
Pada Tabel 16 terlihat pengeluaran pembangunan provinsi Riau tahun 2000 sebesar Rp 243219.66 juta dan tahun 2001 menjadi Rp 73551907.00 juta
dialokasi oleh pemerintah Riau ke dalam masing-masing kegiatan beserta pengelompokannya dalam sektor-sektor ekonomi. Peningkatan dana
pembangunan yang signifikan pada era otonomi terjadi pada semua sektor-sektor ekonomi. Yang tentunya akan berdampak pada peningkatan kinerja masing-
masing sektor dalam perekonomian Riau Pada tahun 2000 sebelum otonomi daerah sektor yang paling banyak
mendapatkan alokasi sektor transportasi, meteorologi dan geofisika sebesar Rp 76389.18 juta atau sebesar 31.41 persen. Sektor kedua terbesar mendapatkan
alokasi adalah sektor pendidikan, kebudayaan, pemuda dan olahraga sebesar Rp 55490.21 juta atau sebesar 22.81 persen. Sedangkan sektor pertanian dan
kehutanan mendapatkan alokasi ketiga terbesar yaitu sebesar Rp 30894.41 juta atau sebesar 12.70 persen. Apabila dilihat dari besarnya nominal pengeluaran
pemerintah pada ketiga sektor ini masih rendah dibandingkan tahun 2001 era otonomi daerah
Pada tahun 2001 sektor paling banyak mendapatkan olakasi dana adalah sektor pendidikan, kebudayaan, pemuda dan olahraga sehingga sektor ini
mendapatkan peningkatan alokasi dana pada era otonomi sebesar Rp 233992.17 juta atau sebesar 31.81 persen. Besarnya alokasi pengeluaran pemerintah pada
sektor ini pada era otonomi untuk meningkatkan sumberdaya manusia di Provinsi Riau yang tertinggal dari provinsi lain. Sedangkan sektor kedua terbesar
memperoleh alokasi adalah sektor transportasi, meteorologi dan geofisika sebesar Rp 76185.38 ribu atau sebesar 23.95 persen.. Sedangkan sektor pertanian dan
kehutanan mengalami pengurangan alokasi dana setelah otonomi daerah tetapi masih merupakan sektor ketiga terbesar memperoleh alokasi dana sebesar Rp
86102.32 juta atau sebesar 11.71 persen.
Tabel 16. Pengeluran Pembangunan Setiap Sektor Sebelum dan Sesudah
Otonomi Daerah No.
Sektor Pembangunan
APBD 2000 Juta Rp
Alok. persen
APBD 2001 Juta Rp
Alok. persen
1. Industri
800.00 0.33
2747.75 0.37
2. Pertanian
dan Kehutanan
30894.41 12.70
86102.32 11.71
3. Pengairan
19496.01 8.02
25069.16 3.41
4. Tenaga Kerja
2171.84 0.89
5655.67 0.77
5. Perdagangan, pengemba. usaha dan
keuangan
2054.94 0.84
23036.00 3.13
6. Transportasi, meteorologi dan
geofisika
76389.18 31.41
176185.38 23.95
7. Pertambangan dan Energi
5115.03 2.10
2427.47 0.33
8. Pariwisatan, pos dan telekomunikasi
748.86 0.31
1277.78 0.17
9. Pembangunan daerah dan transmigrasi
22301.16 9.17
7625.75 1.04
10. Lingkungan hidup dan tata ruang
1953.53 0.80
15337.34 2.09
11. Pendidikan, Kebudayaan, pemuda
dan olahraga
55490.21 22.81
233992.17 31.81
12. Kependudukan dan keluarga Berencana
2349.80 0.97
1376.73 0.19
13. Kesejahteraan sosial, kesehatan, peranan
wanita, anak dan remaja
14488.22 5.96
50843.29 6.91
14. Perumahan
dan pemukiman
2392.74 0.98
3967.62 0.54
15. Agama
631.31 0.26
19687.90 2.68
16. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
2849.42 1.17
7696.01 1.05
17. Hukum
1824.10 0.75
451.25 0.06
18. Aparatur negara dan pengawasan
1068.90 0.44
66571.68 9.05
19. Politik, hubungan luar negeri, penerangan,
komonikasi dan media massa
0.00 5467.81
0.74
20 Keamanan
dan Ketertiban Umum
0.00
Jumlah
243219.66 100
73551907.00 100
6.2. Pembangunan Sektor Perkebunan