Tinjauan Kepustakaan Perjanjian Kartel Industri Minyak Goreng Sawit di Indonesia Sebagai Pelanggaran Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Putusan KPPU Nomor 24/KPPU-I/2009)

mengangkat topik tersebut. Sekalipun ada, hal itu adalah diluar sepengetahuan penulis dan tentu saja substansinya berbeda dengan substansi dalam skripsi ini. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran Penulis sendiri yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak maupun media elektronik. Oleh karena itu, penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya asli penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Adapun tinjauan kepustakaan mengenai skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Kartel Tindakan pelaku usaha melalui perjanjian baik secara tertulis atau tidak, serta sepakat untuk melakukan suatu tindakan secara bersama-sama membentuk oligopoli dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang ditentukan diantara mereka sendiri dalam hukum persaingan disebut kartel. 5 Menurut Munir Fuady, kartel adalah suatu kerjasama dari produsen- produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan dan harga dan untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu. Kartel dapat pula diartikan sebagai asosiasi berdasarkan suatu kontrak diantara perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama, yang dirancang untuk mencegah adanya suatu persaingan. Biasanya melalui kartel ini anggota kartel tersebut dapat menetapkan harga atau syarat-syarat perdagangan 5 Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi Persaingan Usaha Tidak Sehat, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003, hlm. 16-17. lainnya untuk mengekang suatu persaingan sehingga hal ini dapat menguntungkan para anggota kartel yang bersangkutan. 6 Kamus Hukum Ekonomi ELIPS mengartikan kartel cartel sebagai persekongkolan atau persekutuan di antara beberapa produsen produk sejenis dengan maksud untuk mengontrol produksi, harga, dan penjualannya, serta untuk memperoleh posisi monopoli. Dengan demikian kartel merupakan salah satu bentuk monopoli, dimana beberapa pelaku usaha produsen bersatu untuk mengontrol produksi, menentukan harga, dan atau wilayah pemasaran atas suatu barang dan atau jasa, sehingga diantara mereka tidak ada lagi persaingan. 7 Selain defenisi diatas, ada pula defenisi kartel yang lebih mengarah pada harga kartel harga 8 , yaitu bahwa kartel adalah situasi dimana produsen barang atau jasa sejenis secara diam-diam atau secara tegas dan terbuka membuat kesepakatan tentang harga barang atau jasa yang mereka produksi. 9 Dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999, kartel diatur dalam Pasal 11 yang mengatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat 6 Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli ; Menyongsong Era Persaingan Sehat, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, hlm. 63-64. 7 Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004, hlm. 55. 8 Knud Hansen, dkk., Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Jakarta: Katalis, 2002, hlm. 139. 9 Abdul Hakim G. Nusantara Benny K. Harman, Analisa dan Perbandingan Undang- Undang Antimonopoli ; Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Jakarta: Elex Media Komputindo, 1999, hlm. 10. mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 10 2. Perjanjian Yang Dilarang Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 seperti yang disebutkan diatas, maka jelaslah bahwa kartel dipandang sebagai sebagai salah satu perjanjian yang dilarang. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, beberapa perjanjian yang termasuk dalam perjanjian yang dilarang adalah: 11 a. Pasal 4: mengenai perjanjian oligopoli. b. Pasal 5: mengenai perjanjian penetapan harga price fixing. c. Pasal 6: mengenai diskriminasi harga. d. Pasal 7: mengenai perjanjian penetapan harga di bawah harga pasar. e. Pasal 8: mengenai perjanjian penetapan harga jual kembali. f. Pasal 9: mengenai pembagian wilayah. g. Pasal 10: mengenai pemboikotan. h. Pasal 11: mengenai kartel. i. Pasal 12: mengenai Trust. j. Pasal 13: mengenai oligopsoni. k. Pasal 14: mengenai integrasi vertikal. l. Pasal 15: mengenai perjanjian tertutup. m. Pasal 16: mengenai perjanjian dengan pihak luar negeri. 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Pasal 11. 11 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2010, hlm. 89-95. 3. Monopoli Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disebut monopoli adalah situasi pengadaan barang dagangannya tertentu di pasar lokal atau nasional sekurang-kurangnya sepertiganya dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok, sehingga harganya dapat dikendalikan. Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary monopoli adalah “A privilege or peculiar advanted vested in one or more persons or companies, consisting in the exclusive right or power to carry on a particular business or trade, manufacture a particular article, or control the sale of the whole supply of a particular commodity. A form of market structure in which one or only a few firms dominate the total sales of a product ar service”. 12 Monopoli terbentuk jika hanya satu pelaku mempunyai kontrol eksklusif terhadap pasokan barang dan jasa di suatu pasar, dan dengan demikian juga terhadap penentuan harganya. 13 Karena pada kenyataannya monopoli sempurna jarang ditemukan, dalam prakteknya sebutan monopoli juga diberlakukan bagi pelaku yang menguasai bagian terbesar pasar. Secara lebih longgar, pengertian monopoli juga mencakup struktur pasar dimana terdapat beberapa pelaku, namun karena peranannya yang begitu dominan, maka dari segi praktis, pemusatan kekuatan pasar sesungguhnya ada di satu pelaku saja. 14 Monopoli mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 15 a. Terdapat hanya satu penjual. 12 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, hlm. 3. 13 Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 5. 14 Ibid., hlm. 5-6. 15 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2010, hlm. 53. b. Produknya unik tidak homogen. c. Tidak terdapat produk substitusi. d. Terdapat hambatan masuk pasar yang berarti serta untuk masuk dan keluar pasar akan sulit bagi pesaing.

F. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

ANALISIS PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

1 3 13

ANALISIS EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT TERHADAP PEMBATASAN PRAKTEK KARTEL DI INDONESIA.

0 3 10

STUDI KASUS PUTUSAN KPPU PERKARA NOMOR 12/KPPU-L/2010 MENGENAI DUGAAN PELANGGARAN TERHADAP UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM PENGA.

0 0 2

ANALISIS MENGENAI PEMENUHAN UNSUR PERJANJIAN PENETAPAN HARGA DALAM PRAKTEK KARTEL TERHADAP PUTUSAN KPPU NO.25/KPPU-I/2009 DIKAITKAN UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DA.

0 1 1

KARTEL DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 (STUDI KASUSPUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 24/KPPU-I/2009 TENTANG INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA).

0 1 12

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

0 0 19

PASAR PERSAINGAN TIDAK SEMPURNA MONOPOLI

0 2 21

PERANAN KPPU DALAM MENEGAKKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

0 0 8

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KARTEL DALAM UNDANG - UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT - Raden Intan Repository

0 0 98

PENEGAKAN HUKUM PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM PERSAINGAN USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT (Studi Putusan Perkara Nomor 01/KPPU-L/2016 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang

0 0 15