BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam tulisan ini, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Perkembangan industri minyak goreng sawit di Indonesia berkembang cukup
pesat seiring dengan tingginya konsumsi masyarakat di Indonesia. Peningkatan konsumsi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, akan tetapi terjadi
juga dalam pasar global. Hal ini terjadi dikarenakan produksi minyak nabati jenis lain yang semakin menurun dalam pasar global dan menyebabkan
beralihnya permintaan ke CPO. Sementara itu, perkembangan industri minyak goreng sawit di Indonesia ditandai dengan adanya sejumlah industri
minyak goreng yang sudah berencana untuk membangun pabrik minyak goreng yang baru, diantaranya adalah Wilmar Group dan Sinar Mas Group.
Ekspansi produsen CPO ini diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng di dalam negeri yang terus meningkat dan sekaligus memanfaatkan
fasilitas yang akan diberi pemerintah untuk pengembangan industri hilir CPO nasional.
2. Perjanjian kartel, merupakan salah satu perjanjian yang dilarang dan diatur
secara tegas di dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 dalam ketentuan Pasal 11, yang dilarang adalah perjanjian di antara para pesaing yang berisi
pengaturan terhadap produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa
yang ditujukan untuk mempengaruhi harga, yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Larangan terhadap Pasal
11 tersebut tidak mengkategorikan kartel sebagai per se illegal, sebab kartel masih dimungkinkan sepanjang tidak menimbulkan praktik monopolisasi
danatau persaingan usaha tidak sehat, yang merugikan masyarakat dan konsumen.
3. Analisis yuridis terhadap Putusan KPPU Nomor 24KPPU-I2009 dilakukan
dengan menitikberatkan pada alat bukti yang digunakan oleh KPPU dalam putusannya yang menghukum ke-20 dua puluh produsen minyak goreng
sawit yang terlibat dalam kartel. Putusan KPPU mengenai kartel minyak goreng ini tidak dapat dijatuhkan oleh KPPU karena KPPU dalam
menjatuhkan hukuman tersebut hanya mendasarkan pada satu alat bukti saja, yang dalam hukum di Indonesia dikenal suatu asas satu bukti bukan bukti
unus testis nullus testis. Hal tersebut sesuai dengan putusan yang
dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Jakpus dan Mahkamah Agung MA yang juga membatalkan putusan KPPU tersebut. Sangat sempit
sekali perusahaan-perusahaan minyak goreng tersebut dikatakan melakukan kartel hanya dengan bukti tidak langsung indirect evidence. Karena
seharusnya penggunaan bukti tidak langsung indirect evidence harus didukung bukti-bukti lainnya untuk mendapatkan pembuktian yang
mempunyai suatu kekuatan hukum.
B. Saran