Perkembangan Industri Minyak Goreng Sawit Di Indonesia.

distribusi ke seluruh wilayah pemasarannya termasuk namun tidak terbatas ke seluruh retail modern. Pemilihan distributor tersebut dapat dilakukan terhadap perusahaan yang merupakan afiliasinya maupun perusahaan lain yang sama sekali tidak mempunyai afiliasi. Berdasarkan pemeriksaan dalam kasus kartel minyak goreng, diperoleh informasi bahwa kontrol produsen terhadap harga minyak goreng kemasan bermerek hanya sampai ditributornya saja dimana distributor mendapatkan marketing fee sebesar 5 lima persen. 36 Sebaliknya hal tersebut tidak terjadi pada sistem pemasaran minyak goreng curah, sebagian produsen tidak menunujuk distributor dan melakukan penjualan secara langsung. Hal tersebut terkait dengan karakteristik produk itu sendiri yang sangat berfluktuasi harganya dan daya tahan produk yang tidak terlalu lama. Produsen biasanya hanya melayani pembelian dalam jumlah besar kepada konsumen antara pembeli besar dengan sistem jual beli putus. Oleh karena itu, produsen tidak mempunyai kontrol harga di tingkat konsumen akhir. kontrol harga dilakukan produsen minyak goreng curah hanya pada harga jual langsung pada saat minyak goreng akan dijual dan dikeluarkan dari gudang produsen.

C. Perkembangan Industri Minyak Goreng Sawit Di Indonesia.

Indonesia merupakan konsumen terbesar CPO yang pada tahun 2001 mencapai 3,7 juta ton atau 42 empat puluh dua persen dari total produksi CPO nasional atau 15,6 lima belas koma enam persen konsumsi CPO dunia. 36 Putusan KPPU Nomor 24KPPU-I2009 tentang Kartel Minyak Goreng, hlm. 29. Dibandingkan dengan kondisi tahun 1998, 37 terjadi peningkatan konsumsi tetapi persentase terhadap produksi nasional dan dunia menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan konsumsi tidak sebanding dengan kenaikan produksi atau laju pertumbuhan produksi lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan konsumsi. Besarnya kebutuhan konsumsi minyak goreng sawit membutuhkan peningkatan produksi minyak sawit mentah CPO. Pada kurun waktu tahun 1990-1993, konsumsi CPO untuk industri minyak goreng jauh lebih besar dibandingkan produksi CPO dalam negeri. Oleh karena itu, untuk memenuhinya maka industri minyak goreng banyak mengimpor CPO dari negara lain seperti Malaysia sebagai produsen terbesar dunia. Laju pertumbuhan konsumsi dan produksi per tahun pada kurun waktu tersebut rata- rata adalah 5,9 lima koma sembilan persen. 38 Baru pada tahun 1994 produksi CPO melampaui dari kebutuhan CPO untuk industri minyak goreng, yang berarti sebagian bisa diekspor ke negara lain. Pada tahun 1998 konsumsi CPO Indonesia mencapai 2,8 juta ton 56 lima puluh enam persen dari total produksi CPO Indonesia atau 16 enam belas persen dari konsumsi dunia yang mencapai 17,3 juta ton. 39 Perkembangan industri minyak goreng sawit pada 10 tahun terakhir mengalami peningkatan karena beralihnya pola konsumsi masyarakat dari minyak goreng kelapa menjadi minyak goreng kelapa sawit. Konsumsi per kapita minyak goreng Indonesia mencapai 16,5 kg per tahun dimana konsumsi untuk minyak 37 Endang Tjitroresmi, Op.Cit., hlm. 156. 38 Ibid., hlm. 157. 39 Ibid. goreng sawit sendiri mencapai 12,7 kg per tahun. Berdasarkan peningkatan konsumsi untuk keperluan rumah tangga dan industri, maka total konsumsi minyak goreng dalam negeri pada tahun 2005 mencapai 6 enam juta ton dimana 83,3 delapan puluh tiga koma tiga persen terdiri dari minyak goreng sawit. 40 Pada tahun 2000, jumlah unit usaha minyak goreng mencapai 58 lima puluh delapan perusahaan yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. 27,8 dua puluh tujuh koma delapan persen industri minyak goreng sawit berada di Sumatera, 19 sembilan belas persen di Riau, 17 tujuh belas persen di Jakarta, 14,9 empat belas koma Sembilan persen di Jawa Timur dan 21,3 dua puluh satu koma tiga persen di daerah lainnya. 41 Pada tahun tersebut, kapasitas industri minyak goreng seluruhnya adalah sebanyak 8,2 juta ton, namun produksi yang dihasilkan baru mencapai 3,5 juta ton, dimana 40 empat puluh persen nya adalah untuk pasaran ekspor. Pada tahun 2011, para pebisnis kelapa sawit yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Gapki memperkirakan produksi CPO pada 2011 meningkat 1 juta-1,5 juta ton. 42 Produksi CPO tersebut hanya tumbuh 4,7 empat koma tujuh persen dibandingkan tahun 2010. Menurut perhitungan Gapki, realisasi produksi CPO tahun 2010 lalu mencapai 21 juta ton. Pada untuk pasar ekspor, Gapki memperkirakan total ekspor CPO tahun 2010 40 Ibid., hlm. 158. 41 Ibid . 42 Herlina, KD, Produksi Minyak Sawit Tumbuh 4,7, dapat diakses di http:industri.kontan.co.idnewsproduksi-minyak-sawit-tumbuh-47-1 , terakhir diakses tanggal 13 Juni 2012. mencapai 15,15 juta ton-15,6 juta ton. Volume ekspor ini naik tipis ketimbang total ekspor tahun 2009 yang sebesar 15,3 juta ton. 43 Kelapa sawit ternyata berhasil menjadi komoditas yang dapat “menembus” daerah yang selama ini tidak memilikinya, seperti Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan provinsi lain di luar Aceh, Sumatera Utara, dan Lampung. Pertumbuhan tanaman kelapa sawit “cukup bersahabat” dibandingkan tanaman lain dan lebih tahan dalam menghadapi berbagai kendala dan masalah. 44 Pada saat ini, sejumlah industri minyak goreng kelapa sawit mentah CPO berencana untuk berinvestasi membangun pabrik baru minyak goreng. Ekspansi produsen CPO ini diwujudkan untuk untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng di dalam negeri yang terus meningkat. Ini juga sekaligus memanfaatkan fasilitas yang akan diberi pemerintah untuk pengembangan industri hilir CPO nasional. Untuk industri hilir CPO dan turunannya ada tiga hingga empat investor yang sudah menyatakan kesanggupannya. Wilmar Group, merupakan salah satu perusahaan CPO besar di Indonesia yang menyatakan akan menambah investasi untuk industri hilir CPO sebesar 500 lima ratus juta dolar AS. 45 Perusahaan ini menyatakan akan membangun pabrik minyak goreng dan produk turunan CPO lainnya di gresik. Sementara itu, Sinar Mas Group sudah membangun pabrik baru minyak goreng di Indonesia. Pabrik industri minyak goreng tersebut sedang diuji coba 43 Ibid. 44 Maruli Pardamean, Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit, Op.Cit ., hlm. 3. 45 Kementerian Perindustrian, Industri Hilir CPO: Pabrik minyak goreng bertambah, dapat diakses di http:www.kemenperin.go.idartikel1367Industri-hilir-CPO:-Pabrik-Minyak-Goreng- Bertambah , terakhir diakses tanggal 3 Mei 2012. dengan produksi minyak goreng sekitar 800 delapan ratus ton per hari. Selanjutnya, Sinar Mas juga akan menyelesaikan pembangunan pabrik baru minyak goreng di Tarjun, Kalimantan Selatan. Pabrik minyak goreng ini dengan kapasitas produksi 340.000 ton per tahun dengan investasi sekitar Rp. 600 enam ratus miliar. Bahkan, kapasitas pabrik Tarjun ini juga akan dilipatgandakan produksinya pada tahun 2012. Selain pabrik minyak goreng yang baru, Sinar Mas saat ini sudah memiliki pabrik minyak goreng di Pulo Gadung, Jakarta, dengan kapasitas 100.000 ton per tahun. Selain itu juga di Surabaya sebanyak 470.000 ton per tahun dan Belawan Medan 470.000 ton per tahun. 46 Seluruh produksi minyak goreng tersebut diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan nasional. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa perkembangan industri minyak goreng sawit di Indonesia semakin terus bertambah seiring dengan semakin tingginya konsumsi masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun. Hal yang sangat mempengaruhi semakin tingginya konsumsi masyarakat di Indonesia akan minyak goreng sawit adalah tipe makanan yang dimakan oleh penduduk Indonesia itu sendiri yang membutuhkan dilakukan penggorengan terlebih dahulu. Dengan semakin tingginya kebutuhan dan keinginan masyarakat Indonesia akan minyak goreng sawit, maka hal ini akan menjadi faktor penting dalam perkembangan industri minyak goreng sawit itu sendiri, dan di Indonesia kebutuhan akan minyak goreng sawit semakin meningkat dari tahun ke tahun, dan hal ini yang akan memicu semakin berkembang dan bertambahnya industri minyak goreng sawit di Indonesia. 46 Ibid. BAB III KARTEL SEBAGAI PERJANJIAN YANG DILARANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

A. Pengertian Perjanjian Yang Dilarang

Dokumen yang terkait

ANALISIS PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

1 3 13

ANALISIS EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT TERHADAP PEMBATASAN PRAKTEK KARTEL DI INDONESIA.

0 3 10

STUDI KASUS PUTUSAN KPPU PERKARA NOMOR 12/KPPU-L/2010 MENGENAI DUGAAN PELANGGARAN TERHADAP UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM PENGA.

0 0 2

ANALISIS MENGENAI PEMENUHAN UNSUR PERJANJIAN PENETAPAN HARGA DALAM PRAKTEK KARTEL TERHADAP PUTUSAN KPPU NO.25/KPPU-I/2009 DIKAITKAN UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DA.

0 1 1

KARTEL DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 (STUDI KASUSPUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 24/KPPU-I/2009 TENTANG INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA).

0 1 12

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

0 0 19

PASAR PERSAINGAN TIDAK SEMPURNA MONOPOLI

0 2 21

PERANAN KPPU DALAM MENEGAKKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

0 0 8

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KARTEL DALAM UNDANG - UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT - Raden Intan Repository

0 0 98

PENEGAKAN HUKUM PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM PERSAINGAN USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT (Studi Putusan Perkara Nomor 01/KPPU-L/2016 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang

0 0 15