Masalah pemanfaatan air bawah tanah bagi Perusahaan Air Minum dalam kemasan : studi kasus di PT Tang Mas Cidahu Sukabumi

(1)

2

ABSTRAK

MIRANI OKTAVIA. Masalah Pemanfaatan Air bawah Tanah bagi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan (Studi Kasus PT Tang Mas Cidahu Sukabumi). Dibimbing oleh AMRIL AMAN dan FARIDA HANUM.

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang bersifat terbarukan. Sumber utama air berupa hujan akan selalu datang sesuai dengan waktu atau musimnya sepanjang tahun. Di bumi air mengalir dan bergerak dengan berbagai cara dan akan menetap untuk beberapa waktu pada retensi (tempat penyimpanan). Retensi dapat berupa retensi alam (seperti daerah-daerah cekungan, danau, dan tempat-tempat rendah) dan retensi buatan (seperti tampungan, sumur, dan waduk). Keberadaan daerah aliran sungai (DAS) di suatu wilayah berpengaruh terhadap kekayaan sumber daya air yang tersedia. Wilayah yang memiliki DAS dapat memanfaatkan air bawah tanah sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan setiap pihak. Setiap wilayah yang memiliki DAS dapat mengalokasikan airnya tidak hanya kepada pihak-pihak/sektor-sektor pengguna utama seperti sektor rumah tangga dan sektor pertanian secara luas, melainkan dapat pula menyuplai kebutuhan sektor-sektor industri, sektor pariwisata, dan pembangkit tenaga listrik. Setiap perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) yang dibangun di sekitar daerah aliran sungai dapat melakukan penurapan mata air jika daerah tersebut memiliki potensi sumber daya air mata air. Tetapi masalah akan timbul manakala perusahaan memutuskan untuk meningkatkan jumlah produksi air minum dalam kemasan, karena kebutuhan airnya akan bertambah. Dalam situasi ini AMDK dapat memanfaatkan air bawah tanah dengan menggunakan empat cara alternatif, yaitu: melakukan penurapan mata air, membuat sumur bor, sumur pasak, dan sumur gali. Setiap alternatif memiliki jenis dan besaran biaya berbeda. Biaya tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Pada penelitian ini dibahas suatu permasalahan penentuan komposisi optimal pemilihan sumber air bawah tanah bagi perusahaan AMDK. Pemanfaatan air bawah tanah bagi perusahaan AMDK dengan empat cara alternatif merupakan salah satu permasalahan pemrograman linear integer dengan beberapa kendala di antaranya kendala kapasitas, kendala permintaan, dan kendala logik yang dapat diperoleh solusinya dengan menggunakan software LINGO 8.0 dengan metode branch-and-bound untuk meminimumkan biaya. Perusahaan AMDK yang dikaji oleh penulis dalam karya ilmiah ini adalah PT Tang Mas Cidahu di Kampung Bojong Pari Desa Jaya Bakti Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Kata kunci: daerah aliran sungai, air bawah tanah, perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK), pemrograman linear integer, metode branch-and-bound.


(2)

ABSTRACT

MIRANI OKTAVIA. Utilization of Ground Water Problem at Manufacturing of Drinking Water in Packing (AMDK) and Its Implementation at PT Tang Mas Cidahu Sukabumi. Under direction of AMRIL AMAN and FARIDA HANUM.

Water is a class of renewable natural resources. The main source of water is the rain that will always come during its season along the year. The water flows and moves (on the ground and underground) and then will stay at a retention (storage) area. There are two kinds of the retention that are i) natural retention (such as concave areas, lake, and low places) and ii) artificial retention (such as saving water, well, and basin). The presence of the river basin in a region will affect the availability of water resources. A region which has river basin could use ground water resources to fulfill the water requirements for household, agriculture, industries, tourism, and electric power station sectors. A manufacturing of drinking water in packing (AMDK) is normally built around a river basin area so that it can use the resource of water from the spring. But a problem would arise whenever the manufacture decide to increase the production capacity. This research addressed the problem of determining an optimal composition on water resources for AMDK manufacturing in order to minimizing the total cost. Each water resource alternative has different cost characteristics. The cost can be classified to fixed and variable cost. This problem is modeled as an integer linear programming problem and solved using branch and bound method via LINGO 8.0 software. This model is implemented at PT Tang Mas Cidahu in Kampung Bojong Pari Desa Jaya Bakti Kabupaten Sukabumi, West Java.

Keywords: river basin, ground water, AMDK manufacture, integer linear programming, branch and bound method.


(3)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan bagian penting dari sumber daya alam yang mempunyai karakteristik unik, karena air bersifat terbarukan dan dinamis. Ini artinya sumber utama air yang berupa hujan akan selalu datang sesuai dengan waktu atau musimnya sepanjang tahun. Air secara alami mengalir dari hulu ke hilir, dari daerah yang lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah. Air mengalir di atas permukaan tanah, namun air juga mengalir di dalam tanah (Kodoatie & Syarif 2005). Di bumi air mengalir dan bergerak dengan berbagai cara dan akan menetap untuk beberapa waktu pada retensi (tempat penyimpanan). Retensi dapat berupa retensi alam seperti daerah-daerah cekungan, danau, tempat-tempat rendah, dll., maupun retensi buatan manusia seperti tampungan, sumur, waduk, dll.

Keberadaan daerah aliran sungai (DAS) di suatu wilayah sangat berpengaruh terhadap kekayaan sumber daya air yang tersedia. Wilayah yang memiliki DAS dapat memanfaatkan air bawah tanah sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan setiap pihak.

Setiap wilayah yang memiliki DAS dapat mengalokasikan airnya tidak hanya kepada pihak-pihak/sektor-sektor pengguna utama seperti sektor rumah tangga dan sektor pertanian secara luas, melainkan dapat pula menyuplai kebutuhan sektor-sektor industri, sektor pariwisata, pembangkit tenaga listrik, dll.

Berdasarkan besar kecilnya volume air yang dibutuhkan, sektor industri dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu industri-industri air minum dalam kemasan (AMDK) dan industri-industri non-AMDK (meliputi perusahaaan-perusahaan penghasil aneka produk barang atau jasa).

Dalam karya ilmiah ini penulis membuat formulasi teknis pemanfaatan air untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan air, bagi setiap perusahaan air minum dalam kemasan

yang memanfaatkan sumber air terpilih berasal dari air bawah tanah. Air bawah tanah dapat diperoleh dengan empat cara alternatif, antara lain melakukan penurapan mata air (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penurapan adalah mencampur semen, air, dan pasir yang digunakan untuk melekatkan batu bata dsb agar menjadi tembok. Penurapan mata air adalah kegiatan mengubah bentuk alamiah mata air berupa upaya mempertinggi permukaan mata air, penampungan dan atau pemipaan yang dialirkan atau dipompa sesuai dengan keperluannya), membuat sumur bor, sumur pasak, dan sumur gali agar perusahaan dapat memperoleh suplai air optimal sehingga dapat terus beroperasi yang meminimumkan biaya.

Perusahaan air minum dalam kemasan yang dikaji oleh penulis adalah PT Tang Mas Cidahu yang beralamat di Kampung Bojong Pari Desa Jaya Bakti Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi yang selama ini hanya memanfaatkan sumber air dengan melakukan penurapan mata air untuk memenuhi kebutuhannya. Karena perusahaan berencana meningkatkan hasil produksinya maka permintaan terhadap air bertambah, sehingga diperlukan sumber air alternatif untuk memenuhi kebutuhan perusahaan tersebut terhadap air.

Pemanfaatan air bawah tanah oleh perusahaan AMDK dengan empat cara alternatif merupakan salah satu permasalahan linear programming yang dapat diperoleh solusinya dengan menggunakan software LINGO 8.0 agar biayanya minimum.

1.2 Tujuan

Tujuan penulis membuat karya ilmiah ini adalah untuk membuat formulasi optimasi alokasi air bawah tanah dengan beberapa alternatif cara pemanfaatan bagi perusahaan air minum dalam kemasan agar biayanya minimum. Permasalahan ini merupakan salah satu kasus dari linear programming yang dapat diselesaikan dengan bantuan software LINGO 8.0.

II LANDASAN TEORI

Untuk membuat model optimasi alokasi air

bawah tanah yang berada di sekitar daerah aliran sungai (DAS) ke salah satu perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) diperlukan pemahaman teori linear programming (LP), integer linear

programming (ILP), metode branch and bound, definisi mendasar mengenai air, air bawah tanah, DAS, aneka ragam teknis pemanfaatan air, dan cakupan biaya untuk mensuplai kebutuhan air agar permasalahan optimasi tersebut dapat diselesaikan. Berikut


(4)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan bagian penting dari sumber daya alam yang mempunyai karakteristik unik, karena air bersifat terbarukan dan dinamis. Ini artinya sumber utama air yang berupa hujan akan selalu datang sesuai dengan waktu atau musimnya sepanjang tahun. Air secara alami mengalir dari hulu ke hilir, dari daerah yang lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah. Air mengalir di atas permukaan tanah, namun air juga mengalir di dalam tanah (Kodoatie & Syarif 2005). Di bumi air mengalir dan bergerak dengan berbagai cara dan akan menetap untuk beberapa waktu pada retensi (tempat penyimpanan). Retensi dapat berupa retensi alam seperti daerah-daerah cekungan, danau, tempat-tempat rendah, dll., maupun retensi buatan manusia seperti tampungan, sumur, waduk, dll.

Keberadaan daerah aliran sungai (DAS) di suatu wilayah sangat berpengaruh terhadap kekayaan sumber daya air yang tersedia. Wilayah yang memiliki DAS dapat memanfaatkan air bawah tanah sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan setiap pihak.

Setiap wilayah yang memiliki DAS dapat mengalokasikan airnya tidak hanya kepada pihak-pihak/sektor-sektor pengguna utama seperti sektor rumah tangga dan sektor pertanian secara luas, melainkan dapat pula menyuplai kebutuhan sektor-sektor industri, sektor pariwisata, pembangkit tenaga listrik, dll.

Berdasarkan besar kecilnya volume air yang dibutuhkan, sektor industri dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu industri-industri air minum dalam kemasan (AMDK) dan industri-industri non-AMDK (meliputi perusahaaan-perusahaan penghasil aneka produk barang atau jasa).

Dalam karya ilmiah ini penulis membuat formulasi teknis pemanfaatan air untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan air, bagi setiap perusahaan air minum dalam kemasan

yang memanfaatkan sumber air terpilih berasal dari air bawah tanah. Air bawah tanah dapat diperoleh dengan empat cara alternatif, antara lain melakukan penurapan mata air (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penurapan adalah mencampur semen, air, dan pasir yang digunakan untuk melekatkan batu bata dsb agar menjadi tembok. Penurapan mata air adalah kegiatan mengubah bentuk alamiah mata air berupa upaya mempertinggi permukaan mata air, penampungan dan atau pemipaan yang dialirkan atau dipompa sesuai dengan keperluannya), membuat sumur bor, sumur pasak, dan sumur gali agar perusahaan dapat memperoleh suplai air optimal sehingga dapat terus beroperasi yang meminimumkan biaya.

Perusahaan air minum dalam kemasan yang dikaji oleh penulis adalah PT Tang Mas Cidahu yang beralamat di Kampung Bojong Pari Desa Jaya Bakti Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi yang selama ini hanya memanfaatkan sumber air dengan melakukan penurapan mata air untuk memenuhi kebutuhannya. Karena perusahaan berencana meningkatkan hasil produksinya maka permintaan terhadap air bertambah, sehingga diperlukan sumber air alternatif untuk memenuhi kebutuhan perusahaan tersebut terhadap air.

Pemanfaatan air bawah tanah oleh perusahaan AMDK dengan empat cara alternatif merupakan salah satu permasalahan linear programming yang dapat diperoleh solusinya dengan menggunakan software LINGO 8.0 agar biayanya minimum.

1.2 Tujuan

Tujuan penulis membuat karya ilmiah ini adalah untuk membuat formulasi optimasi alokasi air bawah tanah dengan beberapa alternatif cara pemanfaatan bagi perusahaan air minum dalam kemasan agar biayanya minimum. Permasalahan ini merupakan salah satu kasus dari linear programming yang dapat diselesaikan dengan bantuan software LINGO 8.0.

II LANDASAN TEORI

Untuk membuat model optimasi alokasi air

bawah tanah yang berada di sekitar daerah aliran sungai (DAS) ke salah satu perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) diperlukan pemahaman teori linear programming (LP), integer linear

programming (ILP), metode branch and bound, definisi mendasar mengenai air, air bawah tanah, DAS, aneka ragam teknis pemanfaatan air, dan cakupan biaya untuk mensuplai kebutuhan air agar permasalahan optimasi tersebut dapat diselesaikan. Berikut


(5)

2

ini akan dibahas konsep-konsep tersebut satu per satu.

2.1 Linear Programming

Fungsi linear dan pertidaksamaan linear merupakan salah satu konsep dasar yang harus dipahami terkait dengan konsep pemrograman linear.

Definisi 1 (Fungsi Linear)

Suatu fungsi f(x1,x2,...,xn)dari 1, 2,..., n

x x x adalah fungsi linear jika dan hanya jika untuk beberapa himpunan dari konstanta c c1, 2,...,cn.

. ... )

,..., ,

(x1 x2 xn c1x1 c2x2 cnxn

f     . (Winston 2004) Definisi 2 (Pertidaksamaan dan Persamaan Linear)

Untuk sembarang fungsi linear )

,..., , (x1 x2 xn

f dan sembarang bilangan b, pertidaksamaan f(x1,x2,...,xn)b dan

b x x x

f( 1, 2,..., n) adalah pertidaksamaan linear.

Misalkan b sembarang bilangan, suatu persamaan f(x1,x2,...,xn)b merupakan persamaan linear.

(Winston 2004) Pemrograman linear (PL) atau linear programming (LP) adalah suatu masalah optimisasi yang memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a) Tujuan masalah tersebut adalah memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi linear dari sejumlah variabel keputusan. Fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan ini disebut fungsi objektif.

b) Nilai variabel-variabel keputusannya harus memenuhi suatu himpunan kendala. Setiap kendala harus berupa persamaan linear atau pertidaksamaan linear.

c) Ada pembatasan tanda untuk setiap variabel dalam masalah ini. Untuk sembarang variabel

x

i, pembatasan tanda menentukan

x

i harus taknegatif

(

x

i

0

)

atau tidak dibatasi tandanya (unrestricted in sign).

(Winston 2004) Definisi 3 (Bentuk Standar LP)

Suatu LP dikatakan mempunyai bentuk standar jika dapat dinyatakan ke dalam bentuk berikut:

Minimumkan z = cTx terhadap Ax = b

x 0

b 0 (1) dengan x dan c berupa vektor berukuran n,

vektor b berukuran m, sedangkan A berupa matriks berukuran m×n yang disebut juga sebagai matriks kendala.

(Nash & Sofer 1996) Sebagai catatan, yang dimaksud dengan vektor berukuran n adalah vektor yang memiliki dimensi (ukuran) n×1.

2.1.1 Solusi suatu Linear Programming Untuk menyelesaikan suatu masalah linear programming (LP), metode simpleks merupakan salah satu metode yang dapat menghasilkan solusi optimum. Metode ini mulai dikembangkan oleh Dantzig pada tahun 1947. Dalam perkembangannya, metode ini adalah metode yang paling umum digunakan untuk menyelesaikan LP, yaitu berupa metode iteratif untuk menyelesaikan masalah LP dalam bentuk standar.

Pada LP (1), vektor x yang memenuhi kendala Ax = b disebut solusi dari LP (1). Misalkan matriks A dapat dinyatakan sebagai A = (B N), dengan N adalah matriks yang elemennya berupa koefisien variabel nonbasis pada matriks kendala. Matriks B disebut matriks basis untuk LP (1).

Jika vektor c dituliskan sebagai c = (cB cN) dan vektor x dapat dinyatakan sebagai vektor x = (xB xN)T, dengan xB adalah vektor variabel basis dan xNadalah vektor variabel nonbasis, maka Ax = b dapat dinyatakan sebagai: Ax = (B N)(xB xN)

T

= BxB + NxN = b (2) Karena B adalah matriks taksingular, maka B memiliki invers sehingga dari (2) xB dapat dinyatakan sebagai:

xB = B -1

b – B-1 NxN (3) Kemudian, fungsi objektifnya berubah menjadi:

min z

=

T T

.

B B N N

c x

+

c x Definisi 4 (Solusi Basis)

Solusi dari suatu LP disebut solusi basis jika :

i. solusi tersebut memenuhi kendala pada LP,

ii. kolom-kolom dari matriks koefisien yang berpadanan dengan komponen taknol adalah bebas linear.


(6)

Definisi 5 (Solusi Fisibel Basis)

Vektor x disebut solusi fisibel basis jika x merupakan solusi basis dan x ≥ 0.

(Nash & Sofer 1996) Ilustrasi solusi basis dan solusi fisibel basis dapat dilihat dalam contoh berikut:

Contoh 1

Misalkan diberikan linear programming berikut:

1 2

min z  x 2x

1 2 3

1 2 4

1 5

1 2 3 4 5 terhadap 2 2,

2 8,

4, , , , , 0.

x x x

x x x

x x x x x x x

   

   

  

(4)

Dari LP tersebut didapatkan:

.

2 1 1 0 0 2

1 2 0 1 0 , 8

1 0 0 0 1 4

                     A b Misalkan dipilih

1 2 3

dan

4 5

,

T T

x x x x x

 

B N

x x

maka matriks basisnya adalah

, ,

2 1 1 0 0 1

1 2 0 0 1/2 1/2

1 0 0 1 1/2 3/2

                   -1 B B 0 0 1 0 0 1            N

1 2 0

,

0 0

.

   

T T

B N

c c

Dengan menggunakan matriks basis tersebut, diperoleh

,

0 0

= 4 6 4

z = 16.

T T      T -1 B N B N -1 -1 x

x B b B Nx

c B b

(5) Solusi (5) merupakan solusi basis, karena solusi tersebut memenuhi kendala pada LP (4) dan kolom-kolom pada matriks kendala yang berpadanan dengan komponen taknol dari (5), yaitu B, adalah bebas linear (kolom yang satu bukan merupakan kelipatan dari kolom yang lain). Solusi (5) juga merupakan solusi basis fisibel, karena nilai-nilai variabelnya lebih dari atau sama dengan nol.

Definisi 6 (Daerah Fisibel)

Daerah fisibel suatu PL adalah himpunan semua titik yang memenuhi semua kendala dan pembatasan tanda pada PL tersebut. (Winston 2004)

Definisi 7 (Solusi Optimum)

Untuk masalah maksimisasi, solusi optimum suatu PL adalah suatu titik dalam daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif terbesar. Untuk masalah minimasi, solusi optimum suatu PL adalah suatu titik dalam daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif terkecil.

2.2 Integer Programming

Model integer linear programming (ILP) atau disebut juga integer programming (IP) adalah suatu model linear programming dengan variabel yang digunakan berupa bilangan bulat ( integer). Jika semua variabel harus berupa integer, maka masalah tersebut dinamakan pure integer programming. Jika hanya sebagian yang harus berupa integer maka disebut mixed integer programming (MIP). IP dengan semua variabelnya harus bernilai 0 atau 1 disebut 0-1 IP.

(Garfinkel & Nemhauser 1972) Definisi 8 (Linear Programming Relaksasi) LP-relaksasi dari suatu IP merupakan linear programming yang diperoleh dari IP tersebut dengan menghilangkan kendala integer atau kendala 0-1 pada setiap variabelnya.

(Winston 2004) 2.3 Metode Branch-and-Bound untuk Menyelesaikan Masalah Integer Linear Programming

Dalam penulisan karya ilmiah ini, untuk memperoleh solusi optimum dari masalah IP digunakan software LINGO 8.0 yaitu sebuah program yang didesain untuk menentukan solusi model linear, nonlinear, dan optimisasi integer dengan lebih cepat, mudah, dan lebih efisien. Software LINGO 8.0 ini menggunakan metode branch and bound untuk menyelesaikan masalah IP.

Prinsip dasar metode branch and bound adalah memecah daerah fisibel dari masalah PL-relaksasi dengan membuat subproblem-subproblem. Daerah fisibel suatu pemrograman linear adalah daerah yang memuat titik-titik yang dapat memenuhi kendala linear masalah pemrograman linear. Branching (pencabangan) adalah proses membagi-bagi permasalahan menjadi subproblem-subproblem yang mungkin mengarah ke solusi.

Bounding (pembatasan) adalah suatu proses untuk mencari atau menghitung batas atas (dalam masalah minimasi) dan batas bawah (dalam masalah maksimasi) untuk


(7)

4

solusi optimum pada subproblem yang mengarah ke solusi.

Metode branch-and-bound diawali dari menyelesaikan PL-relaksasi dari suatu integer programming. Jika semua nilai variabel keputusan solusi optimum sudah berupa integer, maka solusi tersebut merupakan solusi optimum IP. Jika tidak, dilakukan pencabangan dan penambahan batasan pada PL-relaksasinya kemudian diselesaikan.

Winston (2004) menyebutkan bahwa nilai fungsi objektif optimum untuk IP

nilai fungsi objektif optimum untuk PL-relaksasi (masalah maksimisasi), sehingga nilai fungsi objektif optimum PL-relaksasi merupakan batas atas bagi nilai fungsi objektif optimum untuk masalah IP. Diungkapkan pula dalam (Winston 2004) bahwa nilai fungsi objektif optimum untuk suatu kandidat solusi merupakan batas bawah nilai fungsi objektif optimum untuk masalah IP asalnya. Suatu kandidat solusi diperoleh jika solusi dari suatu subproblem sudah memenuhi kendala integer pada masalah IP, artinya fungsi objektif dan semua variabelnya sudah bernilai integer.

Sebelumnya akan dibahas terlebih dulu pengertian subproblem yang terukur. Menurut Winston (2004), suatu subproblem dikatakan terukur (fathomed) jika terdapat situasi sebagai berikut.

1. Subproblem tersebut takfisibel, sehingga tidak dapat menghasilkan solusi optimum untuk IP.

2. Subproblem tersebut menghasilkan suatu solusi optimum dengan semua variabelnya bernilai integer. Jika solusi optimum ini mempunyai nilai fungsi objektif yang lebih baik daripada solusi fisibel yang diperoleh sebelumnya, maka solusi ini menjadi kandidat solusi optimum dan nilai fungsi objektifnya menjadi batas bawah nilai fungsi objektif optimum bagi masalah IP pada saat itu. Bisa jadi subproblem ini menghasilkan solusi optimum untuk masalah IP.

3. Nilai fungsi objektif optimum untuk subproblem tersebut tidak melebihi (untuk masalah maksimisasi) batas bawah saat itu, maka subproblem ini dapat dieliminasi.

Berikut ini adalah langkah-langkah penyelesaian suatu masalah maksimisasi dengan metode branch-and-bound.

 Langkah 0

Didefinisikan z sebagai batas bawah dari nilai fungsi objektif (solusi) IP yang optimum. Pada awalnya ditetapkan z dan i0.

 Langkah 1

Subproblem PL( )i dipilih sebagai bagian masalah berikutnya untuk diteliti. Subproblem

( )i

PL diselesaikan dan diukur dengan kondisi yang sesuai.

a) Jika PL( )i terukur, batas bawah z diperbarui jika solusi IP yang lebih baik ditemukan. Jika tidak, bagian masalah (subproblem) baru i dipilih dan langkah 1 diulangi. Jika semua subproblem telah diteliti, maka proses dihentikan.

b) Jika PL( )i tidak terukur, proses dilanjutkan ke Langkah 2 untuk melakukan pencabangan

( )i PL .

 Langkah 2

Dipilih salah satu variabel xj yang nilai

optimumnya adalah x*j yang tidak memenuhi

batasan integer dalam solusi

PL

( )i . Bidang

1 ] [ ]

[x*jxjx*j  disingkirkan dengan membuat dua subproblem PL yang berkaitan menjadi dua subproblem yang tidak dapat dipenuhi secara bersamaan, yaitu

*

[ ]

j j

x

x

dan

x

j

[

x

*j

] 1

,

dengan [x*j] didefinisikan sebagai integer terbesar yang kurang dari atau sama dengan

. *

j

x Kembali ke Langkah 1.

(Taha 1996) Untuk memudahkan pemahaman metode branch-and-bound diberikan contoh sebagai berikut.

Contoh 1

Misalkan diberikan integer programming berikut:

maxz x y

terhadap 2x5y16 (6)

6x5y30

x y,0

x y, integer

Solusi optimum PL-relaksasi dari masalah IP (6) adalah x=3.5, y=1.8, dan z=5.3 (lihat pada Lampiran 1). Batas atas nilai optimum fungsi objektif masalah (6) adalah z=5.3. Daerah fisibel masalah (6) ditunjukkan pada Gambar 1. Solusi optimum berada pada titik perpotongan dua garis yang berasal dari kendala pertidaksamaan masalah (6).


(8)

Out[5]=

Gambar 1 Daerah fisibel (daerah yang diarsir) untuk PL-relaksasi dari IP (6). Langkah berikutnya adalah memartisi daerah fisibel PL-relaksasi menjadi dua bagian berdasarkan variabel yang berbentuk pecahan (non-integer). Dipilih x sebagai dasar pencabangan. Jika masalah PL-relaksasi diberi nama Subproblem 1, maka pencabangan tersebut menghasilkan 2 subproblem, yaitu:

 Subproblem 2: Subproblem 1 ditambah kendalax3.

 Subproblem 3: Subproblem 1 ditambah kendalax4.

Hal ini diilustrasikan secara grafis pada Gambar 2.

Gambar 2 Daerah fisibel untuk Subproblem 2 dan Subproblem 3.

Setiap titik (solusi) fisibel dari IP (6) termuat dalam daerah fisibel Subproblem 2 atau Subproblem 3. Setiap subproblem ini saling lepas. Subproblem 2 dan Subproblem 3 dikatakan dicabangkan atas x.

Sekarang dipilih subproblem yang belum diselesaikan. Misalkan dipilih Subproblem 2,

kemudian diselesaikan. Solusi optimum untuk Subproblem 2 adalah x=3, y=2, dan z=5 (lihat Lampiran 1). Semua variabel bernilai integer (solusi memenuhi kendala bilangan bulat), maka tidak perlu dilakukan pencabangan di Subproblem 2). Solusi dari Subproblem 2 menjadi batas bawah dari solusi IP, yaitu sama dengan 5.

Saat ini subproblem yang belum diselesaikan adalah Subproblem 3. Solusi optimum untuk Subproblem 3 adalah x=4, y=1.2, dan z=5.2 (lihat Lampiran 1). Karena solusi optimum yang dihasilkan Subproblem 3 bukan solusi integer, maka dipilih pencabangan pada Subproblem 3 atas y, sehingga diperoleh dua subproblem lagi, yakni:

 Subproblem 4: Subproblem 3 ditambah kendalay1.

 Subproblem 5: Subproblem 3 ditambah kendalay2 .

Daerah fisibel dari Subproblem 4 dan Subproblem 5 diilustrasikan secara grafis pada Gambar 3.

Gambar 3 Daerah fisibel untuk Subproblem 4 dan Subproblem 5.

Dari grafik di atas dapat di lihat bahwa Subproblem 5 takfisibel (lihat Lampiran 1 pada Subproblem 5), maka subproblem ini tidak dapat menghasilkan solusi optimal. Solusi optimal untuk Subproblem 4 adalah x=4.16, y=1, dan z=5.16 (lihat Lampiran 1). Karena solusi optimal Subproblem 4 bukan solusi integer, maka dipilih pencabangan Subproblem 4 pada x, sehingga diperoleh dua subproblem lagi, yaitu:

 Subproblem 6: Subproblem 4 + kendalax4.

 Subproblem 7: Subproblem 5 + kendalax5.

Daerah fisibel

Subproblem 2

Subproblem 3

Subproblem 5


(9)

6

Daerah fisibel dari Subproblem 6 dan Subproblem 7 diilustrasikan secara grafis pada Gambar 4.

Gambar 4 Daerah fisibel untuk Subproblem 6 dan Subproblem 7.

Penyelesaian Subproblem 6 menghasilkan solusi optimal x=4, y=1, dan z=5. Solusi optimum dari Subproblem 7 adalah x=5, y=0, dan z=5 (lihat Lampiran 1). Karena nilai fungsi objektif Subproblem 6 dan Subproblem 7 sama dengan nilai dari batas bawah solusi IP, maka Subproblem 6 dan Subproblem 7 dijadikan kandidat solusi.

Subproblem 2, Subproblem 6, dan Subproblem 7 menghasilkan solusi optimum berupa integer, dengan z5. Dengan demikian, solusi optimum dari IP (6) nilai optimum di tiga titik, yaitu di titik (3,2), (4,1), dan (5,0).

Pohon pencabangan yang menunjukkan penyelesaian masalah IP (6) secara keseluruhan pada gambar 5.

Subproblem 1

x3

x4

Subproblem 2 Subproblem 3

y1

y2

Subproblem 4 Subproblem 5

x4

x5 Subproblem 6 Subproblem 7

Gambar 5 Seluruh pencabangan pada metode branch-and-bound untuk menentukan solusi optimum dari IP.

2.4 Pengertian Air dan Teknis Pemanfaat-an

Menurut Undang Undang Sumber Daya Air No. 7 Tahun 2004 air adalah semua air yang terdapat pada, di atas maupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.

Air bawah tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan batuan yang mengandung air di bawah permukaan tanah, termasuk mata air yang muncul secara

alamiah di atas permukaan tanah (Deptan 2009).

Menurut Dinas Pertambangan (2001) ada beberapa teknis pemanfaatan air bawah tanah, yakni:

- Penurapan Mata Air

Penurapan mata air adalah kegiatan mengubah bentuk alamiah mata air berupa upaya mempertinggi permukaan mata air, penampungan dan atau pemipaan yang dialirkan atau dipompa sesuai dengan keperluannya.

x=3.5, y= 1.8, dan z=5.3

x=3, y=2, dan z =5 x=4, y=1.2, dan z =5.2

x=4.16, y=1, dan z=5.16 takfisibel

x=4, y=1, dan z=5 x=5, y=0, dan z=5 Subproblem 6


(10)

- Sumur Bor

Sumur bor adalah sumur yang pembuatannya dilakukan dengan cara pengeboran dan dikonstruksi dengan pipa bergaris tengah lebih dari dua inci. - Sumur Pasak

Sumur pasak adalah sumur yang pembuatannya dilakukan dengan cara pengeboran, dan dikonstruksi dengan pipa bergaris tengah kurang dari dua inci. - Sumur Gali

Sumur gali adalah sumur yang pembuatannya dilakukan dengan cara penggalian.

2.5 Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama.

(Asdak 2002) Definisi lain DAS adalah daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari air hujan dan sumber-sumber air lainnya yang penyimpanannya serta penggaliannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum-hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut. Daerah sekitar sungai meliputi punggung bukit atau gunung yang merupakan tempat sumber air dan semua curahan air hujan yang mengalir ke sungai, sampai daerah dataran dan muara sungai. (Kodoatie & Syarif 2005) 2.6 Kawasan Resapan

Menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang rencana tata ruang wilayah provinsi Jawa Barat, yang dimaksud dengan kawasan resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.

Kawasan yang berada pada ketinggian 1000 hingga 1800 meter di atas permukaan laut (mdpl) didominasi oleh tutupan lahan berupa hutan dan jenis tanah entisol yang gembur dengan permeabilitas yang baik. Serasah yang terdapat pada hutan mampu menyimpan air dengan kuantitas yang cukup besar.

2.7 Komponen Teknis Pemanfaatan Air dengan Pembuatan Sumur

Agar air tanah dapat dimanfaatkan, maka diperlukan paling tidak tiga komponen, yaitu: 1. Sumur

Untuk dapat memanfaatkan air tanah, terlebih dahulu harus dibuat sumur sebagai tempat pengambilan. Sumur tersebut dapat berupa sumur gali dan sumur bor. Kedalaman sumur yang dibuat disesuaikan dengan kedalaman air tanah (< 30 m).

2. Pompa Air

Pompa air dipergunakan untuk mengangkat air dalam tanah ke permukaan tanah. Jenis pompa air yang biasa digunakan untuk air tanah dangkal pada umumnya pompa jenis sentrifugal.

3. Jaringan Distribusi

Untuk mengalirkan air dari pompa perlu dibangun jaringan alir air tanah, yang terdiri atas: saluran, bangunan pengatur berupa pintu dan boks pembagi, bangunan pengatur debit, dan katup penutup yang berfungsi untuk mengatur arah aliran dalam pipa.

(Deptan 2009) 2.8 Izin Pengelolaan Air Bawah Tanah

Dasar hukum izin pengeboran dan pemanfaatan/pengambilan air bawah tanah antara lain tertuang dalam:

1. Undang-Undang nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air.

2. Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2008 tentang air tanah.

3. Peraturan Daerah nomor 10 tahun 2001 tentang izin retribusi pengeboran dan pemanfaatan air bawah tanah.

Izin pengeboran air bawah tanah, yang disingkat dengan IP, adalah izin pengeboran, penurapan mata air dan penggalian air bawah tanah. Sedangkan izin pengambilan air bawah tanah (IPA) adalah izin pengambilan dan atau penggunaan air bawah tanah yang berasal dari sumur bor, sumur pasak, sumur gali serta mata air.

Tujuan pembuatan izin pengeboran dan pemanfaatan air bawah tanah adalah sebagai berikut:

1. mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan pengelolaan dan pemanfaatan air bawah tanah yang dilakukan agar sesuai dengan ketersediaannya dan tidak mengganggu


(11)

8

keseimbangan air tanah dan kelestarian lingkungan sekitarnya,

2. memperoleh dan menggunakan air untuk keperluan:

 Air minum dalam kemasan (AMDK)

 Air curah

 Air produksi, dan

 MCK (mandi, cuci, dan kakus) yang ada

di perusahaan.

Sasaran dan objek yang akan dikenai biaya izin tersebut antara lain:

1. Setiap badan usaha atau badan hukum yang akan melakukan pengeboran dan pemanfaatan air bawah tanah.

2. Setiap orang pribadi atau badan usaha atau badan hukum yang melakukan

pengeboran, penurapan mata air, dan penggalian air bawah tanah.

3. Pengambilan air bawah tanah yang berasal dari:

a. mata air, b. sumur bor, c. sumur pasak, atau d. sumur gali.

4. Setiap kegiatan pengambilan air bawah tanah yang dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran, atau dengan cara membuat bangunan penurap lainnya, untuk dimanfaatkan airnya dan atau untuk tujuan komersial.

Biaya izin pengeboran dan pemanfaatan air bawah tanah disebut sebagai biaya retribusi, yang besarnya ditetapkan sebagai berikut: Tabel 1 Struktur dan besarnya tarif retribusi izin pengeboran (IP) air bawah tanah

Izin Pengeboran Sumur ke-1 Sumur ke-2 Sumur ke-3 Penurapan mata air 1 × 106 2 × 106 2.5 × 106

Sumur bor 1 × 106 1.5 × 106 2 × 106

Sumur pasak 400 500 600

Sumur gali 200 250 300

Tabel 2 Struktur dan besarnya tarif retribusi izin pengambilan (IPA) air bawah tanah Izin Pengambilan Sumur ke-1 Sumur ke-2 Sumur ke-3

Penurapan mata air 2 × 106 2.5 × 106 3 × 106

Sumur bor 1.5 × 106 2 × 106 2.5 × 106

Sumur pasak 500 600 700

Sumur gali 250 300 500

Besarnya tarif daftar ulang sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif retribusi izin baru.

Masa berlaku izin pengeboran dan pengambilan/pemanfaatan air bawah tanah adalah sebagai berikut:

1. Izin pengeboran (IP)/izin penggalian/izin penurapan mata air masa berlaku enam bulan dan dapat diperpanjang selama memenuhi syarat yang diperlukan.

2. Izin pengambilan air bawah tanah (IPA) berlaku selama sepuluh tahun dan wajib daftar ulang setiap dua tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi syarat yang diperlukan.

(Karyono & Ginoga 2006)

2.9 Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah (ABT)

Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah adalah pungutan daerah atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah.

Kelompok Niaga Sebagai Objek Pajak Air Berdasarkan Perda Jabar No. 6 tahun 2001 tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah (ABT) dan Air Permukaan (AP), maka setiap niaga/perdagangan/jasa yang menggunakan/memanfaatkan air bawah tanah dan air permukaan dikenakan pajak baik niaga kecil, sedang dan niaga besar. Kelompok niaga kecil, sedang dan besar sebagai objek pajak air seperti yang disajikan pada tabel di bawah ini.


(12)

Tabel 3 Kelompok pengguna air bawah tanah dan air permukaan sebagai objek pajak air

Kelompok

Niaga Jenis penggunaan Dasar

Niaga Kecil

Usaha kecil yang berada dalam rumah tinggal/industri rumah tangga

Perda Jabar No.6/2001 Pasal 15 ayat (4) Losmen dan sejenisnya

Rumah sakit swasta praktek dokter/pengacara Hotel/rumah makan/pondol wisata/restoran dll. Badan usaha perorangan

Niaga Sedang

Hotel bintang 1,2,3/apartemen Perda Jabar No.6/2001

Pasal 15 ayat (4)

Stembath/salon Bank

Bar/bioskop/supermarket /usaha persewaan kantor Bengkel dan sejenisnya

Perdagangan/grosir/pertokoan

Niaga Besar

Real estate/lapangan golf/kolam renang/pusat kebugaran/sarana olahraga lainnya

Perda Jabar No.6/2001 Pasal 15 ayat (4) Hotel bintang 4 dan 5

Bangunan niaga besar lainnya yang sejenis.

Alur Proses Pemungutan Pajak Air

Sumber air yang dimanfaatkan oleh kelompok niaga kecil, niaga sedang maupun niaga besar berasal dari :

1. mata air dan sumur, 2. danau, waduk, dan sungai.

Khusus untuk perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) yang memanfaatkan airnya dari mata air, maka harus ada rekomendasi nilai pajak airnya dari Dinas Pertambangan. Sedangkan AMDK yang memanfaatkan airnya dari danau, waduk, dan sungai harus ada rekomendasi dari Badan Pengelola Sumber Daya Air (BPSDA) sedangkan untuk perizinan dari Dinas Pengelola Sumber Daya Air (PSDA) setempat.

(Karyono & Ginoga 2006) 2.10 Tata Cara Perhitungan Pajak

Penentuan Harga Dasar Air

Harga dasar air (HDA) untuk masing-masing kelompok pengambilan dapat dihitung dengan cara mengalikan faktor nilai air (FNA) dengan harga air baku (HAB). Dapat dinyatakan dengan

HAB untuk air sumur dalam adalah seharga Rp500/ m3 dan Rp400/m3 untuk air sumur dangkal.

Besar kecilnya FNA dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. lokasi/zona air bawah tanah. 2. kualitas air bawah tanah. 3. sumber alternatif. 4. jenis sumber. 5. volume pengambilan. Penentuan Nilai Perolehan Air

Nilai perolehan air (NPA) adalah nilai air yang dinyatakan dalam satuan rupiah yang dihitung berdasarkan faktor sumber daya alam dan pemanfaatannya.

NPA dihitung berdasarkan perkalian antara HDA dengan volume pengambilan (volume progresif). Dan NPA dapat dinyatakan dengan

Perhitungan Pajak

Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah adalah perkalian antara nilai perolehan pajak dengan tarif

Besarnya persentase tarif ditetapkan oleh Dinas Pertambangan atau BPSDA daerah setempat.

(Karyono & Ginoga 2006) NPA = Volume ProgresifHDA

HDA = FNA HAB

Pajak = NPA %Tarif


(13)

10

III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH

3.1 Deskripsi Masalah

Setiap perusahaan air minum dalam kemasan yang dibangun di sekitar daerah aliran sungai dapat melakukan penurapan mata air jika daerah tersebut memiliki potensi sumber daya air mata air. Tetapi masalah akan timbul manakala perusahaan memutuskan untuk meningkatkan jumlah produksi air minum dalam kemasan, karena kebutuhan airnya akan bertambah. Oleh karena itu pemanfaatan air bawah tanah dapat dilakukan dengan empat cara alternatif, di antaranya: 1. melakukan penurapan mata air, 2. membuat sumur bor,

3. membuat sumur pasak, dan 4. membuat sumur gali.

Setiap alternatif memiliki jenis dan besaran biaya tertentu.

Dalam karya ilmiah ini penulis mencoba mencari solusi optimal alokasi air bawah tanah oleh perusahaan air minum dalam kemasan dengan menggunakan empat cara alternatif dengan kendala kapasitas dan biaya. Biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Berikut akan dijelaskan jenis biaya untuk memperoleh suplai air baik dari penurapan mata air, sumur bor, sumur pasak, maupun sumur gali. Struktur biaya untuk masing-masing alternatif adalah sebagai berikut:

1. Penurapan Mata Air

 Biaya tetap, meliputi:

- MP = biaya pembelian mesin pompa - Pi = biaya pembelian pipa paralon

sumur ke i

- IP_MAi = biaya retribusi izin pengeboran penurapan mata air sumur ke i

- IPA_MAi = biaya retribusi izin pengambilan penurapan mata air sumur ke i

 Biaya variabel adalah biaya pembayaran pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah untuk penurapan mata air. 2. Pembuatan Sumur Bor

 Biaya tetap, meliputi:

- MB = biaya pembuatan sumur bor - Pj = biaya pembelian pipa paralon

sumur bor ke

j

- IP_SBj = biaya retribusi izin pengeboran sumur bor ke

j

- IPA_SBj = biaya retribusi izin pengambilan sumur bor ke

j

 Biaya variabel pembuatan sumur bor

adalah biaya pembayaran pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah untuk pembuatan sumur bor. 3. Pembuatan Sumur Pasak

 Biaya tetap, meliputi:

- SP = biaya pembuatan sumur pasak - Pk = biaya pembelian pipa paralon

sumur pasak ke k

- IP_SPk = biaya retribusi izin pengeboran sumur pasak ke k

- IPA_SPk = biaya retribusi izin pengambilan sumur pasak ke k.

 Biaya variabel pembuatan sumur pasak adalah biaya pembayaran pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah untuk pembuatan sumur pasak. 4. Pembuatan Sumur Gali

 Biaya tetap meliputi:

- SG = biaya pembuatan sumur gali - MG = biaya pembelian mesin pompa - Pl = biaya pembelian pipa paralon

sumur gali ke l

- IP_SGl = biaya retribusi izin pengeboran sumur gali ke l

- IPA_SGl = biaya retribusi izin pengambilan sumur gali ke l

 Biaya variabel pembuatan sumur gali adalah biaya pembayaran pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah untuk pembuatan sumur gali. 3.2 Formulasi Masalah

Model linear programming untuk masalah alokasi air daerah aliran sungai ini dapat diformulasikan sebagai berikut.

Misalkan

i = indeks mata air ke i = 1,..,I

j

= indeks sumur bor kej = 1,..,J k = indeks sumur pasak ke k = 1,..,K l = indeks sumur gali ke l = 1,..,L Parameter

 MAi = kapasitas air mata air sumur ke i(m 3

).

 SBj = kapasitas air sumur bor ke

j

(m3).

 SPk = kapasitas air sumur pasak k(m 3

).

 SGl = kapasitas air sumur gali ke l(m3).

 D = permintaan dari industri AMDK (m3 per bulan).

 IP_MAi = biaya retribusi izin pengeboran penurapan mata air sumur ke i(rupiah per bulan).


(14)

 IPA_MAi = biaya retribusi izin pengambilan penurapan mata air sumur ke i (rupiah per bulan).

 MP = biaya pembelian mesin pompa (rupiah per bulan).

 Pi = biaya pembelian pipa paralon dari perusahaan ke sumber mata air sumur i

(rupiah per bulan), dengan Pi = JiH.

 Ji = jarak perusahaan ke sumber mat air (meter) i.

 H = harga pipa paralon (rupiah per meter).

 FC_MAi = biaya tetap total untuk

memperoleh air dari penurapan mata air sumur ke i (rupiah per bulan).

Biaya tetap untuk memperoleh air dari penurapan mata air ke i dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya-biaya sebagai berikut:

FC_MAi = IP_MAi + IPA_MAi + MP + Pi

 IP_SBj = biaya retribusi izin pengeboran sumur bor ke

j

(rupiah per bulan).

 IPA_SBj = biaya retribusi izin pengambilan sumur bor ke

j

(rupiah per bulan).

 MB = biaya pembuatan sumur bor (rupiah per bulan).

 Pj = biaya pembelian pipa paralon dari perusahaan ke sumur bor

j

(rupiah per bulan), dengan Pj = Dj H.

 Dj= kedalaman penggalian sumur bor dari perusahaan ke sumur bor ke

j

(meter).

 H = harga pipa paralon (rupiah per meter).

 FC_SBj = biaya tetap total untuk

memperoleh air dari sumur bor ke j (rupiah per bulan).

Biaya tetap untuk memperoleh air dari sumur bor ke

j

dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya-biaya sebagai berikut: FC_SBj = IP_SBj + IPA_SBj + MB + Pj

 IP_SPk = biaya retribusi izin pengeboran sumur pasak ke k (rupiah per bulan).

 IPA_SPk = biaya retribusi izin pengambilan sumur pasak ke k (rupiah per bulan).

 SP = biaya pembuatan sumur pasak (rupiah per bulan).

 Pk = biaya pembelian pipa paralon dari perusahaan ke sumur pasak k (rupiah per bulan), dengan Pk= DkH.

 Dk = kedalaman penggalian sumur pasak dari perusahaan ke sumur pasak ke k (meter).

 H = harga pipa paralon (rupiah per meter).

 FC_SPk = biaya tetap total untuk

memperoleh air dari sumur pasak ke k (rupiah per bulan).

Biaya tetap untuk memperoleh air dari sumur pasak ke k dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya-biaya sebagai berikut: FC_SPk = IP_SPk + IPA_SPk + SP + Pk

 IP_SGl = biaya retribusi izin pengeboran sumur gali ke l (rupiah per bulan).

 IPA_SGl = biaya retribusi izin pengambilan sumur gali ke l (rupiah per bulan).

 SG = biaya pembuatan sumur gali (rupiah per bulan).

 MG = biaya pembelian mesin pompa (rupiah

per bulan).

 Pl = biaya pembelian pipa paralon dari perusahaan ke sumur gali l (rupiah per bulan), dengan Pl = Dl H.

 Dl = kedalaman penggalian sumur pasak dari perusahaan ke sumur gali ke l (meter).

 H = harga pipa paralon (rupiah per meter).

 FC_SGl = biaya tetap total untuk

memperoleh air dari sumur gali ke l (rupiah per bulan).

Biaya tetap untuk memperoleh air dari sumur gali ke l dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya-biaya sebagai berikut: FC_SGl = IP_SGl + IPA_SGl + SG + MP + Pl

 P_MAi = pajak pengambilan dan

pemanfaatan per meter kubik air bawah tanah dengan melakukan penurapan mata air ke i(rupiah per bulan).

P_MAi = NPA%Tarif .

 P_SBj = pajak pengambilan dan

pemanfaatan per meter kubik air bawah tanah untuk pembuatan sumur bor ke j (rupiah per bulan).

P_SBj = NPA%Tarif

 P_SPk = pajak pengambilan dan

pemanfaatan per meter kubik air bawah tanah untuk pembuatan sumur pasak ke k (rupiah per bulan).

P_SPk = NPA%Tarif

 P_SGl = pajak pengambilan dan

pemanfaatan per meter kubik air bawah tanah untuk pembuatan sumur gali ke l (rupiah per bulan).


(15)

12

Variabel Keputusan

Dalam memformulasikan masalah optimasi ini, variabel keputusan yang digunakan oleh penulis untuk menggambarkan kasus adalah sebagai berikut:

 W_MAi = volume air yang dialokasikan dari mata air i ke suatu perusahaan AMDK (m3 per bulan).

 W_SBj = volume air yang dialokasikan dari sumur bor j ke suatu perusahaan AMDK (m3 per bulan).

 W_SPk = volume air yang dialokasikan dari sumur pasak k ke suatu perusahaan AMDK (m3 per bulan).

 W_SGl = volume air yang dialokasikan dari sumur gali l ke suatu perusahaan AMDK (m3 per bulan).

Variabel keputusan lainnya berupa variabel biner di antaranya

1; jika air dialokasikan dari mata air _ ke suatu perusahaan AMDK

0 ; selainnya

i MAi  



1; jika air dialokasikan dari sumur bor _ ke suatu perusahaan AMDK

0 ; selainnya

j SB j      

1; jika air dialokasikan dari sumur pasak

_ ke suatu perusahaan AMDK

0 ; selainnya

k SPk      

1; jika air dialokasikan dari sumur gali _ ke suatu perusahaan AMDK

0 ; selainnya

l SG l       Fungsi Objektif ( _ _

1 i i

I

Min P MA W MA i 

_ i _ i)

FC MAMA

 

( _ _

1 j j

J

P SB W SB j

   

_ j _ j)

FC SBSB

 

( _ _

1 k k

K

P SP W SP

k

  

_ k _ k)

FC SPSP

 

( _ _

1 l l

L

P SG W SG

l

 

_ l _ l)

FC SGSG

 

Kendala-kendala

Beberapa kendala yang harus dipenuhi agar dapat memperoleh fungsi objektif yang

minimum adalah sebagai berikut. 1. Kendala kapasitas

Kendala ini membatasi total air yang dialokasikan ke suatu perusahaan AMDK tidak melebihi batas kapasitas air yang berada di setiap sumber mata air sumur ke i. Untuk i = 1,..,I W_MAiMAi

Total air yang dialokasikan ke suatu perusahaan AMDK dengan membuat sumur bor ke

j

tidak melebihi batas kapasitas air yang ada di setiap sumur. Untuk j = 1,..,J W_SBjSBj

Total air yang dialokasikan dari sumur pasak kektidak melebihi batas kapasitas air yang ada di setiap sumur. Untuk k = 1,..,K W_SPk SPk

Total air yang dialokasikan dari sumur gali keltidak melebihi batas ketersediaan air yang ada di setiap sumur tersebut. Untuk l = 1,..,L W_SGlSGl

2. Kendala permintaan

Volume air total yang dialokasikan baik dari setiap sumber mata air i, sumur bor j, sumur pasak k, dan sumur gali sama dengan permintaan dari perusahaan AMDK tersebut.

( _ _ _

1 1 1

I J K

W MAi W SBj W SP k i j k

_ )

1 L

W SGl D

l

 

3. Kendala Kondisi Logik I

Kendala ini menyatakan bahwa air dari setiap sumber akan terus dialokasikan dari sumber tersebut selama air yang masih ada. Jika air dialokasikan dari penurapan mata air sumur ke ike perusahaan, maka kondisi ini dapat direpresentasikan sebagai berikut

_ i 0 _ i 1

W MA   MA

.

_MAi

 bernilai satu jika air dialokasikan dan nol jika selainnya, Madalah upperbound dari W_MAi. Kendala ini dapat dinyatakan dengan W_MAiM_MAi 0.

Jika air dialokasikan dari sumur bor ke

j

ke perusahaan, maka kondisi ini dapat direpresentasikan sebagai berikut

_ j 0 _ j 1

W SB   SB

.

_SBj

 bernilai satu jika air dialokasikan dan nol jika selainnya,

M

adalah upperbound dari W_SBj. Kendala ini dapat dinyatakan


(16)

dengan W_SBjM_SBj 0.

Jika air dialokasikan dari sumur pasak ke k ke perusahaan, maka kondisi ini dapat direpresentasikan sebagai berikut

_ k 0 _ k 1

W SP   SP

.

_SPkbernilai

satu jika air dialokasikan dan nol jika selainnya,

M

adalah upperbound dari

_ k

W SP . Kendala ini dapat dinyatakan dengan W_SPkM_SPk 0.

Jika air dialokasikan dari sumur gali ke l ke perusahaan, maka kondisi ini dapat direpresentasikan sebagai berikut

_ l 0 _ l 1

W SG   SG

.

_SGlbernilai

satu jika air dialokasikan dan nol jika selainnya,

M

adalah upperbound dari

_ l

W SG . Kendala ini dapat dinyatakan dengan W_SGlM_SGl 0.

4. Kendala Kondisi Logik II

Kendala ini menyatakan bahwa pemanfaatan air dari sumur yang kedua dan ketiga dapat dilakukan apabila air yang berasal dari sumur pertama telah dilakukan dan ternyata kapasitas dari sumur pertama belum memenuhi kebutuhan air keseluruhan yang diperlukan.

Kendala ini menyatakan bahwa jika perusahaan memutuskan untuk memanfaatkan air dari mata air sumur ke i1, maka pengambilan air dari mata air ke i harus dilakukan terlebih dahulu. Kendala ini dapat dinyatakan dengan _MAi1 1 _MAi1, ekuivalen dengan pertidaksamaan

1

_MAi _MAi 0

  .

Kendala ini menyatakan bahwa jika perusahaan memutuskan untuk memanfaatkan air dari sumur bor ke

j

1

, maka pengambilan air dari sumur bor ke

j

harus dilakukan terlebih dahulu. Kendala ini dapat

dinyatakan dengan _SBj1 1 _SBj1 ekuivalen dengan pertidaksamaan

1

_SBj _SBj 0

 

.

Kendala ini menyatakan bahwa jika perusahaan memutuskan untuk memanfaatkan air dari sumur pasak ke k1, maka pengambilan air dari sumur bor ke k harus dilakukan terlebih dahulu. Kendala ini dapat dinyatakan dengan _SPk1 1 _SPk 1 ekuivalen dengan pertidaksamaan

1

_SPk _SPk 0

 

.

Kendala ini menyatakan bahwa jika perusahaan memutuskan untuk memanfaatkan air dari sumur gali ke l1, maka pengambilan air dari sumur gali ke l harus dilakukan terlebih dahulu. Kendala ini dapat dinyatakan dengan _SGl1 1 _SGl 1 ekuivalen dengan pertidaksamaan

1

_SGl _SGl 0

 

.

5. Kendala Ketaknegatifan

Kendala ini memastikan bahwa volume air yang dialokasikan dari setiap sumber ke perusahaan AMDK lebih besar atau sama dengan nol.

Volume air yang dialokasikan dari penurapan mata air

_ i 0

W MA  , untuk i = 1,..,I.

Volume air yang dialokasikan dari sumur bor

_ j 0

W SB  , untuk j = 1,..,J.

Volume air yang dialokasikan dari sumur pasak W_SPk 0, untuk k = 1,..,K.

Volume air yang dialokasikan dari sumur gali

_ l 0

W SG  , untuk l = 1,..,L.

IV DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH KASUS

4.1 Deskripsi Masalah Kasus PT Tang Mas

Cidahu

Dalam karya ilmiah ini penulis mengkaji alokasi air bawah tanah di sekitar DAS Cicatih yang memiliki luas 53 ribu hektar. Beberapa tahun belakangan ini air bawah tanah di daerah tersebut banyak dimanfaatkan oleh industri air minum dalam kemasan, salah satunya oleh PT Tang Mas Cidahu yang berlokasi di Kampung

Bojong Pari Desa Jaya Bakti Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi. Selama ini perusahaan hanya memanfaatkan penurapan mata air yang berlokasi kurang lebih sejauh 200 meter dengan kapasitas sebesar 6.4 × 104 m3/bulan.

Perusahaan merencanakan untuk meningkatkan produksi air minum dalam kemasan di tahun-tahun mendatang karena


(17)

13

dengan W_SBjM_SBj 0.

Jika air dialokasikan dari sumur pasak ke k ke perusahaan, maka kondisi ini dapat direpresentasikan sebagai berikut

_ k 0 _ k 1

W SP   SP

.

_SPkbernilai

satu jika air dialokasikan dan nol jika selainnya,

M

adalah upperbound dari

_ k

W SP . Kendala ini dapat dinyatakan dengan W_SPkM_SPk 0.

Jika air dialokasikan dari sumur gali ke l ke perusahaan, maka kondisi ini dapat direpresentasikan sebagai berikut

_ l 0 _ l 1

W SG   SG

.

_SGlbernilai

satu jika air dialokasikan dan nol jika selainnya,

M

adalah upperbound dari

_ l

W SG . Kendala ini dapat dinyatakan dengan W_SGlM_SGl 0.

4. Kendala Kondisi Logik II

Kendala ini menyatakan bahwa pemanfaatan air dari sumur yang kedua dan ketiga dapat dilakukan apabila air yang berasal dari sumur pertama telah dilakukan dan ternyata kapasitas dari sumur pertama belum memenuhi kebutuhan air keseluruhan yang diperlukan.

Kendala ini menyatakan bahwa jika perusahaan memutuskan untuk memanfaatkan air dari mata air sumur ke i1, maka pengambilan air dari mata air ke i harus dilakukan terlebih dahulu. Kendala ini dapat dinyatakan dengan _MAi1 1 _MAi1, ekuivalen dengan pertidaksamaan

1

_MAi _MAi 0

  .

Kendala ini menyatakan bahwa jika perusahaan memutuskan untuk memanfaatkan air dari sumur bor ke

j

1

, maka pengambilan air dari sumur bor ke

j

harus dilakukan terlebih dahulu. Kendala ini dapat

dinyatakan dengan _SBj1 1 _SBj1 ekuivalen dengan pertidaksamaan

1

_SBj _SBj 0

 

.

Kendala ini menyatakan bahwa jika perusahaan memutuskan untuk memanfaatkan air dari sumur pasak ke k1, maka pengambilan air dari sumur bor ke k harus dilakukan terlebih dahulu. Kendala ini dapat dinyatakan dengan _SPk1 1 _SPk 1 ekuivalen dengan pertidaksamaan

1

_SPk _SPk 0

 

.

Kendala ini menyatakan bahwa jika perusahaan memutuskan untuk memanfaatkan air dari sumur gali ke l1, maka pengambilan air dari sumur gali ke l harus dilakukan terlebih dahulu. Kendala ini dapat dinyatakan dengan _SGl1 1 _SGl 1 ekuivalen dengan pertidaksamaan

1

_SGl _SGl 0

 

.

5. Kendala Ketaknegatifan

Kendala ini memastikan bahwa volume air yang dialokasikan dari setiap sumber ke perusahaan AMDK lebih besar atau sama dengan nol.

Volume air yang dialokasikan dari penurapan mata air

_ i 0

W MA  , untuk i = 1,..,I.

Volume air yang dialokasikan dari sumur bor

_ j 0

W SB  , untuk j = 1,..,J.

Volume air yang dialokasikan dari sumur pasak W_SPk 0, untuk k = 1,..,K.

Volume air yang dialokasikan dari sumur gali

_ l 0

W SG  , untuk l = 1,..,L.

IV DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH KASUS

4.1 Deskripsi Masalah Kasus PT Tang Mas

Cidahu

Dalam karya ilmiah ini penulis mengkaji alokasi air bawah tanah di sekitar DAS Cicatih yang memiliki luas 53 ribu hektar. Beberapa tahun belakangan ini air bawah tanah di daerah tersebut banyak dimanfaatkan oleh industri air minum dalam kemasan, salah satunya oleh PT Tang Mas Cidahu yang berlokasi di Kampung

Bojong Pari Desa Jaya Bakti Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi. Selama ini perusahaan hanya memanfaatkan penurapan mata air yang berlokasi kurang lebih sejauh 200 meter dengan kapasitas sebesar 6.4 × 104 m3/bulan.

Perusahaan merencanakan untuk meningkatkan produksi air minum dalam kemasan di tahun-tahun mendatang karena


(18)

permintaan yang semakin bertambah. Oleh karena itu, perusahaan memerlukan sumber air alternatif untuk memenuhi kebutuhannya terhadap air.

Karena perusahaan belum mengetahui secara pasti penambahan volume air yang dibutuhkan, maka penulis membuat beberapa kemungkinan permintaan berdasarkan kapasitas maksimum (batas atas) dari setiap sumber. Dengan demikian akan diketahui urutan pemanfaatan sumber air yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan, agar tetap beroperasi dengan biaya minimum (beberapa skenario permintaan dapat dilihat pada bagian lampiran).

Menurut hasil penelitian, mata air yang juga dapat dimanfaatkan adalah mata air Cibojong

dengan kapasitas sebesar 52560 m3/bulan yang berjarak 2500 meter dari perusahaan dan mata air Cigombong yang berjarak 1750 meter dengan kapasitas sebesar 33139 m3/bulan. Selain melakukan penurapan mata air, perusahaan juga dapat membuat sumur bor, sumur pasak, atau sumur gali untuk memperoleh air bawah tanah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) pada tahun 2000 diketahui bahwa potensi sumber daya air bawah tanah DAS Cicatih adalah sebesar 2.736 × 107 m3/bulan untuk setiap sumur yang direncanakan. Berikut ditampilkan biaya dari setiap sumber dengan kapasitasnya masing-masing.

Tabel 4 Biaya dan kapasitas dari masing-masing sumber

Biaya Tetap (Rp/bulan)

Biaya Variabel (Rp/bulan)

Kapasitas (m3/bulan)

Sumber

Penurapan Mata Air Sumur ke

1 463.333 3 300 6.4 × 104

2 892.917 3 300 52 560

3 896.042 3 300 33 139

Sumur Bor Sumur

ke

1 209.642 6 600 2.736 × 107 2 297.142 6 600 2.736 × 107 3 384.642 6 600 2.736 × 107 Sumur Pasak Sumur

ke

1 93.535 8 250 2.736 × 107 2 111.035 8 250 2.736 × 107 3 128.535 8 250 2.736 × 107

Sumur Gali Sumur

ke

1 89.552 9 900 2.736 × 107 2 98.302 9 900 2.736 × 107 3 108.302 9 900 2.736 × 107 Biaya tetap diperoleh dengan cara

mengonversi biaya tetap yang harus dibayarkan pada satu kali pembayaran dan diawal produksi menjadi biaya tetap bulanan bagi perusahaan.

Contoh:

1. Biaya Pembelian Mesin Pompa

Sebuah mesin pompa dibeli dengan harga Rp2.500.000,00. Daya tahan (masa produktif) mesin diperkirakan selama sepuluh tahun, maka diasumsikan perusahaan harus membeli mesin baru setelah sepuluh tahun mendatang. Sedangkan dalam formulasi biaya pembelian mesin dijadikan sebagai biaya bulanan dengan cara membagi biaya

tersebut dengan bilangan 120 (artinya sepuluh tahun dikalikan dengan 12 bulan). 2. Biaya Retribusi Izin Pengeboran Air

Bawah Tanah

Biaya ini harus dibayarkan secara cash per enam bulan ke Dinas Pertambangan, namun dalam kasus ini diasumsikan bahwa biaya tersebut menjadi beban perusahaan per bulan, sehingga penghitungan dalam formulasi biaya retribusi tersebut dibagi enam.

Pada kondisi nyata biaya tetap merupakan biaya yang harus dibayarkan secara cash (satu kali pembayaran) di awal ketika perusahaan memutuskan untuk memperoleh air dari suatu sumber. Konversi setiap biaya tetap menjadi


(19)

15

biaya bulanan digunakan untuk memudahkan penghitungan. Dengan demikian perusahaan akan mampu memperkirakan biaya yang paling minimum jika dihitung untuk jangka waktu panjang.

Untuk mengetahui potensi sumber daya air

bawah tanah PT Tang Mas Cidahu, berikut ditampilkan gambar penampang melintang wilayah di sekitar PT Tang Mas Cidahu yang diperoleh dari Balai Penelitian Agroklimat

dan Hidrologi tahun 2008.

Gambar 6 Penampang melintang wilayah di DAS Cicatih. Dari sketsa profil melintang di atas,

menunjukkan pada ketinggian 1000 hingga 1800 mdpl merupakan kawasan resapan. Kriteria ini diperoleh berdasarkan parameter yang digunakan yaitu tutupan lahan dan jenis tanah. Kedua parameter tersebut mengandung informasi permeabilitas terhadap kelulusan air yang sejalan dengan Perda Jawa Barat Nomor 2 tahun 2003.

Berdasarkan pengukuran menggunakan peta wilayah yang diperoleh dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dengan skala 1:25000 diketahui bahwa PT Tang Mas Cidahu berada pada posisi 060 46’34” LS dan 106043’42” BT, sehingga menurut penelitian dari Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat) wilayah dengan posisi tersebut kedalaman sumurnya relatif dangkal yaitu kurang lebih 5.35 meter.

4.2 Formulasi Masalah Kasus PT Tang Mas Cidahu

Permasalahan alokasi air bawah tanah yang dapat dimanfaatkan dengan empat cara alternatif, meliputi penurapan mata air, pembuatan sumur bor, sumur pasak, dan sumur gali yang dilakukan PT Tang Mas Cidahu merupakan masalah dari integer linear programming, yang dapat diperoleh solusinya dengan bantuan software LINGO 8.0 agar

perusahaan dapat memperoleh suplai air yang dibutuhkan dengan biaya minimum. Maka formulasi yang dapat dibuat adalah sebagai berikut.

Fungsi Objektif

Formulasi ini dibuat agar diperoleh biaya minimum dengan suplai air optimal.

3

( _ _

1 i i

Min P MA W MA i

 

_ i _ i)

FC MAMA

 

3

( _ _

1 j j

P SB W SB j

 

_ j _ j)

FC SBSB

 

3

( _ _

1 k k

P SP W SP k

 

_ k _ k)

FC SPSP

 

3

( _ _

1 l l

P SG W SG l

 

_ l _ l)

FC SGSG

 

Dengan kendala-kendala dari permasalahan yang dihadapi sebagai berikut:

1. Kendala kapasitas


(20)

dialokasikan dari penurapan pada setiap sumur mata air, sumur bor, sumur pasak, dan sumur gali tidak melebihi air yang tersedia di sumur tersebut.

Kendala kapasitas penurapan mata air

1

_ 64000

W MA  , W_MA2 52560, dan

3

_ 33139

W MA  .

Kendala kapasitas sumur bor

_ j 27360000

W SB  , untuk setiap j=1,2,3. Kendala kapasitas sumur pasak

_ k 27360000

W SP  , untuk setiap k=1,2,3. Kendala kapasitas sumur gali

_ l 27360000

W SG  , untuk setiap l=1,2,3. 2. Kendala permintaan

Kendala ini memastikan bahwa semua permintaan dari perusahaan dapat dipenuhi.

3 3 3

( _ _ _

1W MAi 1W SBj 1W SPk i j k

3

_ )

1W SGl D

l

 

3. Kendala Kondisi Logik I

Kendala ini menyatakan bahwa air dari suatu sumber penurapan mata air, sumur bor, sumur pasak, dan sumur gali akan terus dialokasikan selama airnya masih ada.

Alokasi air dari penurapan mata air

1 1

_ 64000 _ 0

W MA   MA  ,

2 2

_ 52560 _ 0

W MA   MA  ,dan

3 3

_ 33139 _ 0

W MA   MA  . Alokasi air dari sumur bor

_ j 27360000 _ j 0

W SB   SB  , untuk setiap j=1,2,3.

Alokasi air dari sumur pasaka

_ k 27360000 _ k 0

W SP   SP  , untuk setiap k=1,2,3.

Alokasi air dari sumur gali

_ l 27360000 _ l 0

W SG   SG  , untuk setiap

l=1,2,3.

4. Kendala Kondisi Logik II

Kendala ini menyatakan bahwa jika perusahaan memutuskan untuk memanfaatkan air dari mata air sumur ke i1, maka pengambilan air dari mata air ke i harus dilakukan terlebih dahulu. Kendala ini dapat dinyatakan dengan pertidaksamaan berikut.

3 _ 2 0

_MAMA

  

2 1

_MA _MA 0

  

Kendala ini menyatakan bahwa jika perusahaan memutuskan untuk memanfaatkan air dari sumur bor ke

j

1

, maka pengambilan air dari sumur bor ke

j

harus dilakukan terlebih dahulu. Kendala ini dapat dinyatakan dengan pertidaksamaan

3 2

_SB _SB 0

  

2 1

_SB _SB 0

  

.

Kendala ini menyatakan bahwa jika perusahaan memutuskan untuk memanfaatkan air dari sumur pasak ke k1, maka pengambilan air dari sumur bor ke k harus dilakukan terlebih dahulu. Kendala ini dapat dinyatakan dengan pertidaksamaan

3 2

_SP _SP 0

  

2 1

_SP _SP 0

  

Kendala ini menyatakan bahwa jika perusahaan memutuskan untuk memanfaatkan air dari sumur gali ke l1, maka pengambilan air dari sumur gali ke l harus dilakukan terlebih dahulu. Kendala ini dapat dinyatakan dengan pertidaksamaan

3 2

_SG _SG 0

  

1

2

_SG _SG 0

   .

5. Kendala Ketaknegatifan

Kendala ini memastikan bahwa volume air yang dialokasikan dari setiap sumber lebih besar atau sama dengan nol.

_ i 0

W MA  , untuk setiap i=1,2,3.

_ j 0

W SB  , untuk setiap j=1,2,3.

_ k 0

W SP  , untuk setiap k=1,2,3.

_ l 0

W SG  , untuk setiap l=1,2,3.

4.3 Penyelesaian Masalah

Penyelesaian masalah dari formulasi yang telah dibuat dapat dikerjakan dengan menggunakan program LINGO 8.0. Metode branch and bound digunakan oleh software tersebut untuk menyelesaikan masalah. Penulisan program dan solusi yang didapatkan dalam LINGO 8.0 direpresentasikan dalam diagram dan tabel, dapat dilihat dalam Lampiran 3. Berdasarkan hasil running program yang disajikan pada Tabel 11 maka kita dapat membuat kesimpulan yaitu sebagai berikut:

1. Jika permintaan kurang dari atau sama dengan kapasitas sumber air dari


(1)

VOLUME_SG( 3, 1) 0.000000 1650.000 DELTA_SG( 1, 1) 0.000000 89.55200 DELTA_SG( 2, 1) 0.000000 98.30200 DELTA_SG( 3, 1) 0.000000 108.3020 Row Slack or Surplus Dual Price 1 0.5429728E+12 -1.000000 2 0.000000 4950.000 3 0.000000 4950.000 4 0.000000 4950.000 5 0.000000 1650.000 6 0.000000 1650.000 7 0.000000 1650.000 8 0.2726900E+08 0.000000 9 0.2736000E+08 0.000000 10 0.2736000E+08 0.000000 11 0.2736000E+08 0.000000 12 0.2736000E+08 0.000000 13 0.2736000E+08 0.000000 14 0.000000 -8250.000 15 0.000000 0.000000 16 0.000000 0.000000 17 0.000000 0.000000 18 0.000000 0.000000 19 0.000000 0.000000 20 0.000000 0.000000 21 0.2726900E+08 0.000000 22 0.000000 0.000000 23 0.000000 0.000000 24 0.000000 0.000000 25 0.000000 0.000000 26 0.000000 0.000000 27 0.000000 0.000000 28 0.000000 0.000000 29 0.000000 0.000000 30 0.000000 0.000000 31 0.000000 0.000000 32 0.000000 0.000000 33 0.000000 0.000000 34 0.000000 0.000000 35 0.000000 0.000000 36 0.000000 0.000000 37 0.000000 0.000000 38 0.000000 0.000000 39 1.000000 0.000000 40 1.000000 0.000000 41 1.000000 0.000000 42 0.000000 0.000000 43 0.000000 0.000000 44 0.000000 0.000000 45 0.000000 0.000000 46 0.000000 0.000000 47 0.000000 0.000000 48 0.000000 0.000000 49 0.000000 0.000000 50 0.000000 0.000000 51 64000.00 0.000000 52 52560.00 0.000000


(2)

53 33139.00 0.000000 54 0.2736000E+08 0.000000 55 0.2736000E+08 0.000000 56 0.2736000E+08 0.000000 57 91001.00 0.000000 58 0.000000 0.000000 59 0.000000 0.000000 60 0.000000 0.000000 61 0.000000 0.000000 62 0.000000 0.000000

!Model Alokasi Air Bawah Tanah DAS Cicatih Ke Industri Air Minum Dalam Kemasan PT. Tang Mas Cidahu;

!Permintaannya sebesar 164400700 meter kubik per bulan); SETS:

MATA_AIR/1..3/:CAP_MA; SUMUR_BOR/1..3/:CAP_SB; SUMUR_PASAK/1..3/:CAP_SP; SUMUR_GALI/1..3/:CAP_SG; AMDK/1/:DEMAND;

LINKS_MA(MATA_AIR,AMDK):FIX_COST_MA,VAR_COST_MA,VOLUME_MA,DELTA_ MA;

LINKS_SB(SUMUR_BOR,AMDK):FIX_COST_SB,VAR_COST_SB,VOLUME_SB,DELTA_S B;

LINKS_SP(SUMUR_PASAK,AMDK):FIX_COST_SP,VAR_COST_SP,VOLUME_SP,DELTA_ SP;

LINKS_SG(SUMUR_GALI,AMDK):FIX_COST_SG,VAR_COST_SG,VOLUME_SG,DELTA_ SG;

ENDSETS !Fungsi Objektif;

MIN=(@SUM(LINKS_MA(I,M):DELTA_MA(I,M)*FIX_COST_MA(I,M)+VAR_COST_MA(I, M)*VOLUME_MA(I,M))+@SUM(LINKS_SB(J,M):DELTA_SB(J,M)*FIX_COST_SB(J,M)+V AR_COST_SB(J,M)*VOLUME_SB(J,M))+@SUM(LINKS_SP(K,M):DELTA_SP(K,M)*FIX_C OST_SP(K,M)+VAR_COST_SP(K,M)*VOLUME_SP(K,M))+@SUM(LINKS_SG(L,M):DELT A_SG(L,M)*FIX_COST_SG(L,M)+VAR_COST_SG(L,M)*VOLUME_SG(L,M)));

!Kendala-kendala; !Kendala Biner;

@FOR(LINKS_MA(I,M):@BIN(DELTA_MA(I,M))); @FOR(LINKS_SB(J,M):@BIN(DELTA_SB(J,M))); @FOR(LINKS_SP(K,M):@BIN(DELTA_SP(K,M))); @FOR(LINKS_SG(L,M):@BIN(DELTA_SG(L,M))); !Kendala Ketersediaan;

@FOR(MATA_AIR(I):@SUM(LINKS_MA(I,M):VOLUME_MA(I,M))<=CAP_MA(I)); @FOR(SUMUR_BOR(J):@SUM(LINKS_SB(J,M):VOLUME_SB(J,M))<=CAP_SB(J)); @FOR(SUMUR_PASAK(K):@SUM(LINKS_SP(K,M):VOLUME_SP(K,M))<=CAP_SP(K)); @FOR(SUMUR_GALI(L):@SUM(LINKS_SG(L,M):VOLUME_SG(L,M))<=CAP_SG(L)); !Kendala Permintaan;

@FOR(AMDK(M):@SUM(LINKS_MA(I,M):VOLUME_MA(I,M))+@SUM(LINKS_SB(J,M):V OLUME_SB(J,M))+@SUM(LINKS_SP(K,M):VOLUME_SP(K,M))+@SUM(LINKS_SG(L,M): VOLUME_SG(L,M))=DEMAND(M));

!Kendala Kondisi Logik 1; !Penurapan mata Air;


(3)

@FOR(LINKS_MA(I,M)|I#EQ#1:@FOR(AMDK(M):VOLUME_MA(I,M)-64000*DELTA_MA(I,M)<=0));

@FOR(LINKS_MA(I,M)|I#EQ#2:@FOR(AMDK(M):VOLUME_MA(I,M)-52560*DELTA_MA(I,M)<=0));

@FOR(LINKS_MA(I,M)|I#EQ#3:@FOR(AMDK(M):VOLUME_MA(I,M)-33139*DELTA_MA(I,M)<=0));

!Sumur Bor;

@FOR(LINKS_SB(J,M):@FOR(AMDK(M):VOLUME_SB(J,M)-27360000*DELTA_SB(J,M)<=0));

!Sumur Pasak;

@FOR(LINKS_SP(K,M):@FOR(AMDK(M):VOLUME_SP(K,M)-27360000*DELTA_SP(K,M)<=0));

!Sumur Gali;

@FOR(LINKS_SG(L,M):@FOR(AMDK(M):VOLUME_SG(L,M)-27360000*DELTA_SG(L,M)<=0));

!Kendala Kondisi Logik 2; !Penurapan mata Air;

@FOR(LINKS_MA(I,M):DELTA_MA(2,M)-DELTA_MA(1,M)<=0); @FOR(LINKS_MA(I,M):DELTA_MA(3,M)-DELTA_MA(2,M)<=0); !Sumur Bor;

@FOR(LINKS_SB(J,M):DELTA_SB(3,M)-DELTA_SB(2,M)<=0); @FOR(LINKS_SB(J,M):DELTA_SB(2,M)-DELTA_SB(1,M)<=0); !Sumur Pasak;

@FOR(LINKS_SP(K,M):DELTA_SP(2,M)-DELTA_SP(1,M)<=0); @FOR(LINKS_SP(K,M):DELTA_SP(3,M)-DELTA_SP(2,M)<=0); !Sumur Galir;

@FOR(LINKS_SG(L,M):DELTA_SG(3,M)-DELTA_SG(2,M)<=0); @FOR(LINKS_SG(L,M):DELTA_SG(2,M)-DELTA_SG(1,M)<=0); !Kendala Non Negatif;

@FOR(LINKS_MA(I,M):VOLUME_MA(I,M)>=0); @FOR(LINKS_SB(J,M):VOLUME_SB(J,M)>=0); @FOR(LINKS_SP(K,M):VOLUME_SP(K,M)>=0); @FOR(LINKS_SG(L,M):VOLUME_SG(L,M)>=0); !Data;

DATA:

CAP_MA = 64000 52560 33139;

CAP_SB = 27360000 27360000 27360000; CAP_SP = 27360000 27360000 27360000; CAP_SG = 27360000 27360000 27360000; DEMAND = 164400700;

VAR_COST_MA = 3300 3300 3300;

VAR_COST_SB = 6600 6600 6600;

VAR_COST_SP = 8250 8250 8250; VAR_COST_SG = 9900 9900 9900;

FIX_COST_MA = 463.333 892.917 896.042; FIX_COST_SB = 209.642 297.142 384.642; FIX_COST_SP = 93.535 111.035 128.535; FIX_COST_SG = 89.552 98.302 108.302; ENDDATA

END


(4)

Objective value: 0.1220283E+13 Variable Value Reduced Cost CAP_MA( 1) 64000.00 0.000000 CAP_MA( 2) 52560.00 0.000000 CAP_MA( 3) 33139.00 0.000000 CAP_SB( 1) 0.2736000E+08 0.000000 CAP_SB( 2) 0.2736000E+08 0.000000 CAP_SB( 3) 0.2736000E+08 0.000000 CAP_SP( 1) 0.2736000E+08 0.000000 CAP_SP( 2) 0.2736000E+08 0.000000 CAP_SP( 3) 0.2736000E+08 0.000000 CAP_SG( 1) 0.2736000E+08 0.000000 CAP_SG( 2) 0.2736000E+08 0.000000 CAP_SG( 3) 0.2736000E+08 0.000000 DEMAND( 1) 0.1644007E+09 0.000000 FIX_COST_MA( 1, 1) 463.3330 0.000000 FIX_COST_MA( 2, 1) 892.9170 0.000000 FIX_COST_MA( 3, 1) 896.0420 0.000000 VAR_COST_MA( 1, 1) 3300.000 0.000000 VAR_COST_MA( 2, 1) 3300.000 0.000000 VAR_COST_MA( 3, 1) 3300.000 0.000000 VOLUME_MA( 1, 1) 64000.00 0.000000 VOLUME_MA( 2, 1) 52560.00 0.000000 VOLUME_MA( 3, 1) 33139.00 0.000000 DELTA_MA( 1, 1) 1.000000 463.3330 DELTA_MA( 2, 1) 1.000000 892.9170 DELTA_MA( 3, 1) 1.000000 896.0420 FIX_COST_SB( 1, 1) 209.6420 0.000000 FIX_COST_SB( 2, 1) 297.1420 0.000000 FIX_COST_SB( 3, 1) 384.6420 0.000000 VAR_COST_SB( 1, 1) 6600.000 0.000000 VAR_COST_SB( 2, 1) 6600.000 0.000000 VAR_COST_SB( 3, 1) 6600.000 0.000000 VOLUME_SB( 1, 1) 0.2736000E+08 0.000000 VOLUME_SB( 2, 1) 0.2736000E+08 0.000000 VOLUME_SB( 3, 1) 0.2736000E+08 0.000000 DELTA_SB( 1, 1) 1.000000 209.6420 DELTA_SB( 2, 1) 1.000000 297.1420 DELTA_SB( 3, 1) 1.000000 384.6420 FIX_COST_SP( 1, 1) 93.53500 0.000000 FIX_COST_SP( 2, 1) 111.0350 0.000000 FIX_COST_SP( 3, 1) 128.5350 0.000000 VAR_COST_SP( 1, 1) 8250.000 0.000000 VAR_COST_SP( 2, 1) 8250.000 0.000000 VAR_COST_SP( 3, 1) 8250.000 0.000000 VOLUME_SP( 1, 1) 0.2736000E+08 0.000000 VOLUME_SP( 2, 1) 0.2736000E+08 0.000000 VOLUME_SP( 3, 1) 0.2736000E+08 0.000000 DELTA_SP( 1, 1) 1.000000 93.53500 DELTA_SP( 2, 1) 1.000000 111.0350 DELTA_SP( 3, 1) 1.000000 128.5350 FIX_COST_SG( 1, 1) 89.55200 0.000000 FIX_COST_SG( 2, 1) 98.30200 0.000000 FIX_COST_SG( 3, 1) 108.3020 0.000000 VAR_COST_SG( 1, 1) 9900.000 0.000000 VAR_COST_SG( 2, 1) 9900.000 0.000000 VAR_COST_SG( 3, 1) 9900.000 0.000000


(5)

VOLUME_SG( 1, 1) 91001.00 0.000000 VOLUME_SG( 2, 1) 0.000000 0.000000 VOLUME_SG( 3, 1) 0.000000 0.000000 DELTA_SG( 1, 1) 1.000000 89.55200 DELTA_SG( 2, 1) 0.000000 98.30200 DELTA_SG( 3, 1) 0.000000 108.3020 Row Slack or Surplus Dual Price 1 0.1220283E+13 -1.000000 2 0.000000 6600.000 3 0.000000 6600.000 4 0.000000 6600.000 5 0.000000 3300.000 6 0.000000 3300.000 7 0.000000 3300.000 8 0.000000 1650.000 9 0.000000 1650.000 10 0.000000 1650.000 11 0.2726900E+08 0.000000 12 0.2736000E+08 0.000000 13 0.2736000E+08 0.000000 14 0.000000 -9900.000 15 0.000000 0.000000 16 0.000000 0.000000 17 0.000000 0.000000 18 0.000000 0.000000 19 0.000000 0.000000 20 0.000000 0.000000 21 0.000000 0.000000 22 0.000000 0.000000 23 0.000000 0.000000 24 0.2726900E+08 0.000000 25 0.000000 0.000000 26 0.000000 0.000000 27 0.000000 0.000000 28 0.000000 0.000000 29 0.000000 0.000000 30 0.000000 0.000000 31 0.000000 0.000000 32 0.000000 0.000000 33 0.000000 0.000000 34 0.000000 0.000000 35 0.000000 0.000000 36 0.000000 0.000000 37 0.000000 0.000000 38 0.000000 0.000000 39 0.000000 0.000000 40 0.000000 0.000000 41 0.000000 0.000000 42 0.000000 0.000000 43 0.000000 0.000000 44 0.000000 0.000000 45 0.000000 0.000000 46 0.000000 0.000000 47 0.000000 0.000000 48 1.000000 0.000000 49 1.000000 0.000000 50 1.000000 0.000000


(6)

51 64000.00 0.000000 52 52560.00 0.000000 53 33139.00 0.000000 54 0.2736000E+08 0.000000 55 0.2736000E+08 0.000000 56 0.2736000E+08 0.000000 57 0.2736000E+08 0.000000 58 0.2736000E+08 0.000000 59 0.2736000E+08 0.000000 60 91001.00 0.000000 61 0.000000 0.000000 62 0.000000 0.000000

Tabel 11 Hasil penyelesaian masalah menggunakan software LINGO 8.0

No

Permintaan (m3 per

bulan)

Fungsi

Objektif Iterasi Sumber Sumur ke

1 64000 2.11E+08 12 mata air 1

2 70000 2.31E+08 32 mata air 1 dan 2

3 116600 3.85E+08 14 mata air 1, 2, dan 3

4 149700 4.94E+08 12 mata air 1, 2, dan 3

sumur bor 1

5 27600700 1.82E+11 17 mata air 1, 2, dan 3

sumur bor 1 dan 2

6 54960700 3.62E+11 21 mata air 1, 2, dan 3

sumur bor 1, 2 dan 3

7 82320700 5.43E+11 21

mata air 1, 2, dan 3

sumur bor 1, 2 dan 3

sumur pasak 1

8 164400700 1.22E+12 20

mata air 1, 2, dan 3

sumur bor 1, 2 dan 3

sumur pasak 1, 2 dan 3