Karakteristik glulam dari dua jenis kayu rakyat (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) dan jabon (Anthocephalus cadamba Lamk.)

(1)

JABON (

Anthocephalus cadamba

Lamk.)

YENNOVA SARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

INTRODUCTION. Supplies of wood as building materials and raw materials for industry at the moment tends to increase, while the supply of timber from natural forests that have a large diameter and a good quality was not sufficient. As one alternative, a way to cover the shortage of wood supply from natural forests is by the use of timber from comunity forests. Timber from comunity forests usually have low quality, fast growing and small diameter. Increasingly sophisticated technology to modified the development of engineering wood products. One of the products used for construction materials such as glulam construction could be modified to achieve high strength.

MATERIAL AND METHOD. Raw materials used are Pine and Jabon wood from comunity forest by using adhesive type RPF (Resorcinol Phenol Formaldehyde). Type glulam made of three types is glulam made of Pine, glulam made of Jabon and glulam made of mixture Pine-Jabon. The target water content of the lamina in the process of gluing boards ± 12%, cold pressed for 6 hours at a pressure of 8 kgf/cm2.

RESULTS. Glulam testing refers to the Japanese Standard Association, JAS 234: 2003. The physical properties of glulam timber made of Jabon, Pinus and mixed Pinus-Jabon tested with an average values of moisture content ranged between (10,0-11,0)% and the average values of density ranged between (0,39– 0,57) g/cm³. Mechanical properties glulam made of Jabon, Pinus and mixed Pinus-Jabon not all of the fundamental properties of JAS 234: 2003 standard with average values of MOE ranged between (75.677,55 - 79.412,51) kg/cm2 and the average values of MOR ranged between (269-386) kg/cm2. The average values of shear strength ranged between (46,3-57,9) kg/cm², the average values of delamination heat and cold respectively ranged between (2,3–24,4)%, (6,5-38,6)%. Glulam made of Pine, Jabon and mixed Pine-Jabon have physical and mechanical properties that are not in met to with JAS 234:2003 Standard. Consequently glulam made of Pine, Jabon and mixed Pine- Jabon are not be used as construction materials that with stand heavy loads. The third type of glulam is only used as construction materials that with stand only light loads, such as for window frames and door frames.

Keywords: Glulam, comunity forest, physical and mechanical properties 1)

. Student of Forest Products Department, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University

2)

. Lecturer of Department of Forest Product, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University

3).

Forestry Research and Development Agency, Ministry of Forestry, Republic of Indonesia.

by

Yennova Sari1, Muh. Yusram Massijaya2, Nurwati Hadjib3


(3)

Pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) dan Jabon (Anthocephalus cadamba Lamk.) Dibimbing oleh MUH.YUSRAM MASSIJAYA dan NURWATI HADJIB.

Kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan dan untuk bahan baku industri pada saat ini cenderung semakin meningkat, sedangkan pasokan kayu dari hutan alam yang mempunyai diameter besar dan kualitas yang bagus sudah tidak mencukupi. Sebagai salah satu alternatif, untuk menutupi kekurangan pasokan kayu dari hutan alam adalah dengan cara pemanfaatan kayu dari hutan rakyat. Kayu dari hutan rakyat biasanya memiliki kualitas rendah, cepat tumbuh dan berdiameter kecil. Teknologi yang semakin canggih dapat memodifikasikan produk dalam pengembangan rekayasa kayu. Salah satu produk yang digunakan untuk bahan konstruksi seperti glulam bisa dimodifikasi pembuatannya untuk mencapai kekuatan yang tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis glulam yang kayunya berasal dari hutan rakyat dan dilakukan juga campuran jenis kayu untuk mengetahui perbandingan glulam campuran dan tidak campuran serta menentukan karakteristik dari glulam untuk dijadikan bahan konstruksi kayu berdasarkan JAS 234 : 2003.

Bahan baku yang digunakan adalah jenis kayu Pinus dan kayu Jabon yang berasal dari hutan rakyat dengan menggunakan perekat jenis RPF (Resorcinol Phenol Formaldehyde). Jenis glulam yang dibuat terdiri dari tiga jenis yaitu glulam dari kayu Pinus, glulam dari kayu Jabon dan glulam dari campuran kayu Pinus-Jabon. Pengujian produk mengacu pada Japanese Standard Association, JAS 234 : 2003. Sifat fisis dari glulam kayu Jabon, Pinus dan campuran Pinus-Jabon yang diuji dengan nilai rata-rata kadar air berkisar antara (10,0-11,0)% dan kerapatan rata-rata berkisar antara (0,39-0,57) g/cm³. Sifat mekanis glulam dari kayu Jabon, Pinus dan campuran Pinus-Jabon tidak semuanya memenuhi standar JAS 234 : 2003 dengan nilai rata-rata MOE yang berkisar antara (75.677,55-79.412,51) kg/cm2 dan nilai rata-rata MOR glulam yang berkisar antara (269-386) kg/cm2. Nilai rata-rata keteguhan rekat yang berkisar antara (46,3-57,9) kg/cm², nilai rata-rata delaminasi panas dan dingin berturut-turut

berkisar antara (2,3-24,4)% , (6,5-38,6)%.

Glulam dari kayu Pinus, Jabon dan campuran Pinus–Jabon memiliki sifat fisis dan mekanis yang tidak sesuai dengan Standar JAS 234:2003. Glulam dari kayu Pinus, Jabon dan campuran Pinus–Jabon tidak bisa digunakan sebagai bahan baku konstruksi bangunan yang menahan beban berat. Glulam dari kayu Pinus, Jabon dan campuran Pinus–Jabon hanya dapat digunakan sebagai bahan baku konstruksi yang menahan beban ringan saja, seperti untuk kusen jendela dan pintu. Kekuatan glulam tidak dapat ditingkatkan dengan cara mencampur kayu Pinus dan Jabon yang memiliki berat jenis sama-sama rendah.


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Glulam dari Dua Jenis Kayu Rakyat : Pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) dan Jabon (Anthocephalus cadamba Lamk.) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2010

Yennova Sari NRP E24060270


(5)

JABON (

Anthocephalus cadamba

Lamk.)

YENNOVA SARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

(Anthocephalus cadamba Lamk.) Nama Mahasiswa : Yennova Sari

NRP : E24060270

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS. Ir. Nurwati Hadjib, MS. NIP. 19641124 198903 1 004 NIP. 19501212197903 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc. NIP. 19660212 119103 1 002


(7)

nikmat, karunia, dan kuasa-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan dukungan dari berbagai pihak, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Karakteristik Glulam dari Dua Jenis Kayu Rakyat : Pinus (Pinus merkusii Jungh.) dan Jabon (Anthocephalus cadamba Lamk.). Semoga skiripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah, Ibu dan segenap keluarga penulis atas motivasi, dukungan baik moral maupun material dan rasa sayang yang tak henti-hentinya kepada penulis. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS dan Ibu Ir. Nurwati Hadjib,

MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur, Ibu Ir. Emi Karminarsih, MS selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan dan Ibu Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan yang telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis.

4. PT. Mayora dan segenap karyawan yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.

5. Pak Misbah, Mbak Ani, Pak Aries dan Pak Endang selaku teknisi laboratorium sifat fisis dan mekanis pusat penelitian dan pengembangan hasil hutan yang telah membantu penulis selama penelitian.

6. Teman- teman angkatan 43 Teknologi Hasil Hutan : Anjar Aria WW, Meiyana Wahyuni, Devi Nurmala, Dita Ismartanti, Zulhijah, Murtini Ari R, Wenny Nurprita S, Dian Mutmainah, Fitri Anggreni dan teman-teman yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-satu, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Bogor, November 2010


(8)

ke dua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Bustami dan Ibu Sumiati. Tahun 1993-2000 penulis memulai Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 034 Tanah Putih, Riau. Pada tahun 2000-2003 penulis melanjutkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Tanah Putih, Riau. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tanah Putih, Riau dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) yang disponsori oleh Pemerintahan Provinsi Riau dan Pemerintahan Daerah Kabupaten Rokan Hilir. Penulis memilih Program Studi Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2009 memilih Bio-Komposit sebagai bidang keahlian.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Peningkatan Mutu Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan 2008-2009, anggota IKPMR (Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Riau). Penulis pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang dan Kamojang, Jawa Barat, melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Paparti Pertama, Sukabumi, Jawa Barat.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dalam bidang Bio-komposit dengan judul Karakteristik Glulam Dari Dua Jenis Kayu Rakyat : Pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) dan Jabon (Anthocephalus cadamba Lamk.) di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ir.Nurwati Hadjib, MS selaku anggota komisi pembimbing.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balok Laminasi (Glulam) ... 3

2.1.1 Kelebihan dan Kekurangan Glulam ... 3

2.1.2 Penggunaan Glulam ... 4

2.1.3 Proses Produksi ... 5

2.2. Perekat RPF (Resorsinol Phenol Formaldehyde) ... 8

2.3 Jenis Kayu ... 9

2.3.1 Pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) ... 9

2.3.2 Jabon ((Anthocephalus cadamba Lamk.) ... 9

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 11

3.3 Metode Pembuatan Glulam ... 11

3.3.1 Pembuatan Papan dan Pengeringan ... 11

3.3.2 Pembuatan Lamina ... 12

3.3.3 Penyambunagn Ujung Lamina ... 12

3.3.4 Pemilahan Lamina dengan Mesin Pemilah Kayu (MPK) ... 12

3.3.5 Penyusunan Lamina ... 13

3.3.6 Perekatan ... 14

3.3.7 Pengempaan ... 14


(10)

3.4 Pengujian Glulam ... 14

3.4.1 Pengujian Sifat Fisis ... 14

3.4.2 Pengujian Sifat Mekanis ... 15

3.5 Analisis Data ... 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis ... 19

4.1.1 Kadar Air ... 19

4.1.2 Kerapatan ... 20

4.2 Sifat Mekanis ... 22

4.2.1 Keteguhan Lentur (MOE) ... 22

4.2.2 Keteguhan Patah (MOR) ... 23

4.2.3 Keteguhan Rekat ... 25

4.2.4 Delaminasi ... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 30

5.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Susunan glulam ... 13

2. Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR ... 16

3. Contoh uji untuk keteguhan rekat ... 17

4. Nilai rata-rata kadar air glulam ... 19

5. Nilai rata-rata kerapatan glulam ... 21

6. Nilai rata-rata MOE (Modulus of Elasticity) glulam... 22

7. Nilai rata-rata MOR (Modulus of Rupture) glulam... 24

8. Nilai rata-rata keteguhan rekat glulam ... 26

9. Nilai rata-rata delaminasi dingin glulam ... 27


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data hasil pengujian papan lamina ... 35

2. Data hasil pengujian sifat fisis ... 38

3. Data hasil pengujian sifat mekanis ... 39


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan dan untuk bahan baku industri pada saat ini cenderung semakin meningkat, sedangkan pasokan kayu dari hutan alam yang mempunyai diameter besar dan kualitas yang bagus sudah tidak mencukupi karena adanya eksploitasi, konversi lahan, bencana alam dan besarnya limbah dari penebangan.

Salah satu cara untuk menutupi kekurangan pasokan kayu dari hutan alam adalah dengan cara pemanfaatan kayu dari hutan rakyat. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dihutani dengan ketentuan luas minimum 0,25 Ha dan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun pertama sebanyak minimal 500 tanaman.

Kayu dari hutan rakyat yang berawal untuk konsumsi sendiri, perlahan telah mampu menjadi alternatif pasokan bahan baku bagi industri pengolahan kayu. Kayu dari hutan rakyat biasanya memiliki kualitas rendah, cepat tumbuh dan berdiameter kecil. Oleh karena itu diperlukan teknologi yang baik dalam pengolahan kayu rakyat tersebut seperti teknologi penggergajian, pengeringan dan pengawetan.

Seiring semakin canggihnya teknologi maka penggunaan kayu-kayu yang berdiameter kecil dan berkualitas rendah dari hutan rakyat dapat dimodifikasikan dalam pembuatan produk sehingga nilai kekuatan tinggi dapat dicari. Produk yang biasanya sangat memerlukan kekuatan tinggi adalah produk yang digunakan untuk bahan struktural.

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan bahan bangunan rumah atau bangunan lain, pembuatan kuda-kuda, rangka jembatan hingga hanggar pesawat terbang. Keperluan struktural tersebut membutuhkan dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang. Salah satu produk yang biasa digunakan sebagai bahan struktural adalah balok laminasi (glulam). Glulam pada dasarnya adalah balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan arah serat sejajar satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat, baut atau alat pengikat lainnya


(14)

berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya (Moody et al. 1999). Glulam (Glued Laminated Timber) merupakan produk rekayasa kayu yang tertua, dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat dengan perekat dan disusun dengan arah sejajar serat (Stark et al. 2010).

Semakin canggihnya perkembangan rekayasa kayu, penggunaan kayu-kayu yang berdiamter kecil dan berkualitas rendah dari hutan rakyat dapat dimodifikasikan dalam pembuatan produk glulam sehingga nilai kekuatan yang tinggi dapat dicari. Cara yang bisa dilakukan untuk modifikasi produk dalam proses pembuatan glulam adalah dengan melakukan teknik penyambungan (finger joint) dan melakukan pencampuran jenis kayu yang berkekuatan rendah dengan kayu yang berkekuatan tinggi dalam satu glulam. Teknik sambungan ini diharapkan juga dapat mengefesiensikan penggunaan kayu dengan memanfaatkan seluruh bagian log, karena panjang lamina yang digunakan ukurannya tidak selalu mencapai panjangnya log sehingga dapat membuat ukuran glulam sesuai dengan yang diinginkan.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui kualitas sifat fisis dan mekanis glulam yang dibuat dari jenis kayu Pinus dan Jabon yang berasal dari hutan rakyat.

2. Mengetahui karakteristik glulam tersebut sebagai kayu struktural berdasarkan standar JAS 234 : 2003.

3. Mengetahui peningkatan kekuatan glulam dari campuran kayu Pinus dan Jabon.

1.3Manfaat

1. Upaya untuk meningkatkan pemanfaatan kayu berdiameter kecil dan berkualitas rendah.

2. Meningkatkan peluang pengembangan hutan rakyat untuk produk kayu bangunan.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Balok Laminasi (Glulam)

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber) adalah salah satu produk kayu rekayasa yang tertua. Balok laminasi terbuat dari dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama lain, berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al. 1999). Serrano (2003) menyatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina di atas satu dengan yang lainnya dan merekatnya sehingga membentuk penampang balok yang diinginkan.

Glulam (Glued Laminated Timber) merupakan produk rekayasa kayu yang tertua, dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat. Ketebalan maksimum laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara 25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al. 2010).

Bodig dan Jayne (1982) dalam Tambunan (2009) menyatakan bahwa berdasarkan posisi pembebanan, balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan vertikal. Sedangkan berdasarkan penampangnya balok laminasi dibagi menjadi balok I, balok T, balok I ganda, balok pipa/kotak dan stressed-skin panel.

Balok laminasi dapat dibuat dari kayu bermutu rendah atau bermutu tinggi dari kayu berukuran kecil (Wijomartono 1958 dalam Yanti 1998 ). Hal ini sesuai dengan pembuatan balok laminasi, yaitu memanfaatkan kayu-kayu yang bermutu rendah dan kayu-kayu yang berukuran kecil, sehingga diperoleh bentuk, ukuran, dan kekuatan yang diinginkan.

2.1.1 Kelebihan dan Kegunaan Glulam

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al. (1999) menyatakan bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian serta


(16)

bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran, bentuk arsitektural, pengeringan, penampang lintang (cross section), efesiensi dan ramah lingkungan.

Sementara itu Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan dan kekakuan, memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam, memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk. Canadian Wood Council (2000) menyatakan bahwa laminasi adalah cara yang efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas menjadi elemen struktural yang besar dalam berbagai bentuk ukuran.

Disamping kelebihan yang disebutkan di atas, balok laminasi juga memiliki beberapa kekurangan. Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian. Pembuatan balok laminasi memerlukan peralatan khusus, perekat, fasilitas pabrik dan keahlian dalam pembuatannya, dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian. Semua tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk akhir yang berkualitas tinggi. Faktor yang harus dipertimbangkan di awal dalam desain balok laminasi berukuran besar, lurus atau lengkung adalah penanganan dan pengapalan (Moody et al. 1999).

2.1.2 Penggunaan Glulam

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk rangka, gelagar, kolom dan kuda-kuda (Canadian Wood Council 2000). Moody dan Hernandez (1997) menyatakan bahwa meskipun penggunaan utama balok laminasi adalah pada sistem atap dari bangunan-bangunan komersial, balok laminasi juga semakin digunakan pada sistem atap dan lantai rumah. Berbagai penggunaannya pada :

1. Bangunan-bangunan komersial dan rumah ; sebagai balok persegi, balok bubungan dan lengkung, kuda-kuda, balok untuk konstruksi rumah, bangunan kayu bertingkat, lengkungan, kubah dan tiang konstruksi.

2. Jembatan ; untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas balok penopang dan decking.


(17)

3. Penggunaan struktur lain ; untuk tiang transmisi listrik, tonggak listrik dan penggunaan lain untuk memenuhi persyaratan ukuran dan bentuk yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional.

2.1.3. Proses Produksi

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al. (1999) menyatakan bahwa pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan. Balok laminasi yang dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan ikatan perekat dalam kinerja struktural.

Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari : pembuatan lamina, pengeringan dan pemilahan, penyambungan ujung lamina, perekatan permukaan, dan penyelesaian akhir (finishing), dan pabrikasi. Jika balok laminasi digunakan pada kondisi lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan. Tahap akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999).

a. Pembuatan lamina

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai. Sebagai contoh, ukuran standar tebal lamina adalah 3,8 cm dan 1,9 cm dengan ukuran lebar yang lebih bervariasi (Canadian Wood Council 2000).

b. Pengeringan dan Pemilahan Lamina

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya. Biasanya dilakukan dengan pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al. 1999).

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12% atau sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999). Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan, pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar


(18)

antara 7-15%. Beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18% (Yanti 1998; Rostina 2001; Malik dan Santoso 2005; Abdurachman dan Hadjib 2005).

Pemilahan standar yang dipublikasi oleh asosiasi pemilahan kayu regional menjelaskan karakteristik alami dan cacat-cacat permesinan yang diperbolehkan dalam berbagai mutu kayu. Standar pembuatan untuk balok laminasi menjelaskan kombinasi mutu kayu yang penting untuk nilai desain spesifik. Dua tipe pemilahan kayu yang digunakan untuk lamina yaitu pemilahan visual dan penilaian-E (E-rating) (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999).

c. Penyambungan Ujung Lamina

Untuk membuat balok laminasi dengan panjang melebihi kayu gergajian yang umumnya tersedia harus dilakukan dengan menyambung ujung lamina sampai panjang yang ditentukan. Sambungan ujung yang umum adalah finger joint dengan panjang kira-kira 28 mm (1,1 inchi). Bentuk-bentuk lain dapat digunakan asalkan memenuhi persyaratan kekuatan spesifik dan daya tahan (Moody et al. 1999).

Sebelum pembuatan, ujung lamina diperiksa untuk memastikan bahwa tidak ada mata kayu atau hal-hal lain yang akan dapat mengurangi kekuatan sambungan. Sambungan kemudian dibuat pada kedua ujung lamina dengan menggunakan pisau khusus dan selanjutnya diberi perekat. Sambungan pada potongan lamina yang berdekatan dipasangkan dan perekat dimatangkan dengan pemberian tekanan pada kedua ujung lamina. Sebagian besar menggunakan sistem pematangan radio frekuensi kontinyu (continuous radio-frecuency curing system) yang menghasilkan panas dengan cepat dan mengeraskan perekat dalam beberapa detik (Moody et al. 1999).

d. Perekatan permukaan

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi. Untuk memperoleh permukaan yang bersih, sejajar dan dapat direkat, lamina harus


(19)

diketam pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan. Hal ini menjamin susunan akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata. Perekat kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al. 1999).

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan. Setelah perekat mencapai masa tunggu (open asssembly time) yang tepat selanjutnya diberikan tekanan. Metode yang paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping bads). Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik. Dengan proses ini, perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam. Beberapa sistem pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit. Setelah proses perekatan permukaan selesai, perekat diharapkan mencapai 90% atau lebih kekuatan ikatannya. Selama beberapa hari berikutnya, pematangan berlanjut tetapi pada tingkat yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997; Moody et al. 1999).

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kg/cm2 dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam. Dari hasil

penelitian Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 0,6 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi. Besarnya tekanan kempa dan lama waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu, jenis perekat, dan ketebalan balok laminasi.

e. Penyelesaian Akhir (Finishing)

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan, permukaan lebar diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil daripada ukuran nominal laminanya. Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999).


(20)

2.2 Perekat RPF (Resorsinol Phenol Formaldeehyde)

RPF adalah perekat yang umum digunakan dalam pembuatan balok laminasi, namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan memenuhi persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al. 1999). Sementara itu, dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan menggunakan perekat tahan air (water poof) baik untuk penyambungan ujung maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan interior maupun eksterior (Canadian Wood Council 2000).

Resorsinol merupakan bahan kimia yang mahal dan hanya diproduksi di beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat PF dan RPF (Pizzi 1994). Adanya keasaman rekasi kimia, dimungkinkan penggabungan sifat-sifat resin phenol dan resorsinol untuk menghasilkan resorsinol yang berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matanng. Hasilnya, perekat RPF yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada suhu ruanngan karena gugus ujung resorsinol (Marra 1992).

Penggunaannya resorsinol formaldehida yang digunakan sebagai perekat adalah berupa novolak yang dihasilkan dari kondensasi resorsinol dan formaldehida dengan perbandingan 2 : (1-1,5) dan dapat berlangsung dalam keadaan basa maupun asam. Agar novolak itu dapat berfungsi sebagai perekat maka untuk mencapai tahap resite dapat dilakukan dengan cara penambahan para-formaldehida yang cukup sehingga dapat dicapai perbandingan molar sekitar 1 : 1 (Ruhendi dan Hadi 1997).

Kelebihan resorsinol formaldehida adalah baunya kurang bila dibandingkan dengan Phenol formaldehida, cepat mengeras pada temperatur rendah, lebih aktif daripada Phenol formaldehida, tahan terhadap pengaruh cuaca, kelembaban tinggi, direbus air, suhu tinggi, dan biodeteriosasi serta penggunaan untuk eksterior, untuk perkapalan, struktural dan untuk marine construction. Kekurangan resorsinol formaldehida adalah pembuatannya yang rumit, sehingga harganya mahal (untuk menekan biaya biasanya dilakukan pencampuran dengan phenol formaldehida dengan perbandingan sampai dengan 1 : 1) serta perekatnya berwarna merah kecoklatan sehingga memberikan garis perekatan yang gelap (Ruhendi dan Hadi 1997).


(21)

2.3 Jenis Kayu

2.3.1 Pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese)

Pinus merkusii termasuk famili Pinaceae yang dikenal juga dengan nama lokal tusam (Indonesia.), uyam (Aceh), son song bai (Thai), merkus pine (perdagangan), mindoro pine (Philipina), tenasserim pine (Inggis). Pinus merkusii satu-satunya Pinus yang sebaran alaminya sampai di selatan katulistiwa. Di Asia Tenggara menyebar di Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Indonesia (Sumatra), dan Filipina (P. Luzon dan Mindoro). Tumbuh pada ketinggian 30 - 1.800 m dpl, pada berbagai tipe tanah dan iklim. Curah hujan tahunan rata-rata 3.800 mm di Filipina hingga 1.000-1.200 mm di Thailand dan Burma. Di tegakan alam Sumatra (Aceh, Tapanuli dan Kerinci), tidak satu bulan pun curah hujan kurang dari 50 mm, artinya tidak ada bulan kering. Suhu tahunan rata-rata 19-280C (Hidayat dan Hansen 2001).

Pohon besar, batang lurus, silindris, tegakan masak dapat mencapai tinggi 30 m, diameter 60-80 cm. Tegakan tua mencapai tinggi 45 m, diameter 140 cm. Tajuk pohon muda berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Kulit pohon muda abu-abu, sesudah tua berwarna gelap. Terdapat 2 jarum dalam satu ikatan, panjang 16-25 cm. Pohon berumah satu, bunga berkelamin tunggal (Hidayat dan Hansen 2001).

Kayu Pinus memiliki berat jenis rata-rata 0,55 (0,40-0,75) dengan kelas awet IV dan kelas kuat III. Kayunya dapat digunakan untuk berbagai keperluan, konstruksi ringan, mebel, pulp, korek api dan sumpit (Pandit dan Kurniawan 2008).

2.3.2 Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Lamk.)

Anthocephalus cadamba tersebar merata seluruh Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, seluruh Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Irian Jaya. Tinggi pohon dapat mencapai 45 m dengan panjang batang bebas cabang 30 m, diameter sampai 160 cm. Batang lurus dan silindris, bertajuk tinggi dengan cabang mendatar, berbanir sampai ketinggian 1,50 m, kulit luar berwarna kelabu-coklat sampai coklat, sedikit beralur dangkal (Martawijaya 1989).

Jabon umumnya tumbuh pada tanah aluvial lembab di pinggir sungai dan di daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah kering yang kadang-kadang


(22)

digenangi air. Selain itu dapat juga tumbuh dengan baik pada tanah liat tanah lempung, podsolik coklat, tanah tuf. Jenis ini memerlukan iklim basah hingga kemarau kering dengan tipe curah hujan A-D, mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1.000 m dari permukaan laut (Martiwijaya 1989).

Kayu teras Jabon memiliki warna semu-semu kuning muda, lambat laun menjadi kuning semu-semu gading, kayu gubal tidak dapat dibedakan dari kayu teras. Tekstur kayu agak halus sampai agak kasar dengan arah serat lurus kadang-kadang agak berpadu. Kayu Jabon memiliki berat jenis rata-rata 0,42 (0,29-0,56) dengan kelas kuat III-IV. Berdasarkan uji kubur jenis kayu ini termasuk kelas awet V. Daya tahannya terhadap rayap kayu kering termasuk kelas kuat II, sedangkan daya tahannya terhadap jamur pelapuk kayu termasuk kelas IV-V (Martawijaya 1989).

Kayu Jabon termasuk mudah dikeringkan dengan sedikit cacat berupa pecah dan retak ujung serta sedikit mencekung. Di samping itu karena mudah diserang jamur biru, maka kayu Jabon perlu dikeringkan secara cepat di udara terbuka. Hasil pengujian sifat permesinan menunjukkan bahwa kayu Jabon dapat dibentuk, dibuat lubang persegi dan diamplas dengan hasil baik, sedangkan penyerutan, pemboran dan pembubutan hanya memberi hasil sedang saja. Kegunaan kayu Jabon antara lain untuk korek api, peti pembungkus, cetakan beton, mainan anak-anak, pulp, kolom dan konstruksi darurat yang ringan (Martawijaya 1989).


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di PT. Mayora I Sukabumi, Jawa Barat. Pengujian dilakukan di Laboratorium Sifat Fisis dan Mekanis Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Departement Kehutanan, Jl. Gunung Batu Bogor-Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai bulan September 2010.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu Pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese), kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Lamk.) dan perekat yang digunakan adalah jenis perekat RPF (Resorcinol Phenol Formaldehyde).

Alat yang digunakan untuk pembuatan papan lamina adalah gergaji mesin dan mesin serut. Kilang pengering untuk mengeringkan papan. Alat-alat lainnya adalah peralatan untuk aplikasi perekat (wadah plastik pengaduk dan mesin pelabur), mesin kempa dingin, mesin pemilah kayu (MPK) panter, universal testing machine (UTM), oven, water bath, timbangan, meteran, moisture meter, dan kaliper.

3.3. Metode Pembuatan Glulam

3.3.1.Pembuatan Papan dan Pengeringan

Log kayu Pinus dan Jabon digergaji menjadi lembaran-lembaran papan dengan masing-masing tebal, lebar dan panjang berukuran 2,5 cm x 8,5 cm x 300 cm. Papan-papan tersebut dikeringkan di dalam kilang pengering dengan suhu dan kelembaban yang telah diatur. Pengeringan papan dilakukan untuk memperoleh kadar air lamina ± 12%. Pengeringan ini juga bertujuan untuk meratakan kadar air di dalam kayu.


(24)

3.3.2. Pembuatan Lamina

Papan yang sudah kering diserut menjadi papan lamina yang berukuran 2 cm x 8 cm x 300 cm. Jumlah lamina kayu Pinus sebanyak 32 lembar dan Jabon sebanyak 40 lembar. Setiap lamina diukur dimensi (panjang, lebar dan tebal) dan berat lamina untuk menghitung kerapatan dari masing-masing lamina tersebut. Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah 12 cm x 8 cm x 300 cm dengan setiap jenis balok laminasi terdiri dari empat ulangan.

3.3.3. Penyambungan Ujung Lamina

Papan lamina yang memiliki ukuran yang kurang dari 300 cm akan disambung dengan metode finger joint. Ukuran finger joint dengan panjang kira-kira 28 mm (1,1 inchi).

3.3.4. Pemilahan lamina dengan Mesin Pemilah Kayu (MPK) Panter Lamina dipilah dengan menggunakan mesin panter. Prosedur penggunaan mesin panter adalah sebagai berikut :

1. Kayu yang akan dipilah diletakkan di atas tumpuan

2. Beban A diletakkan di atas kayu tepat di atas jarum penyetara penimbangan.

3. Penyetara penimbangan kasar dan halus diatur sampai mistar panter menunjukkan awal pembacaan.

4. Beban standar B kemudian ditambahkan dan angka mistar dicatat. 5. Beban diturunkan, kayu dibalik dan dipilah ulang seperti sebelumnya. Perhitungan MOE dari setiap lamina dengan menggunakan rumus:

) Keterangan

MOE : modulus elastisitas (kg/ cm2) P : beban standar (kg)

: jarak sangga (cm)

∆y : defleksi yang terjadi akibat beban P b : lebar penampanng (cm)


(25)

h : tebal penampang (cm) FK : faktor koreksi kalibrasi alat

Nilai MOE yang diperoleh kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelompok dengan rentang tertentu yang disimbolkan dengan E1, E2, dan E3 dimana E1 > E2 > E3.

3.3.5. Penyusunan Lamina

Penyusunan lamina berdasarkan nilai MOE yang telah dikelompokkan. Prinsip penyusunannya adalah dengan menempatkan lamina yang memiliki nilai MOE yang lebih tinggi dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat. Sementara itu lamina yang memiliki MOE terendah diletakkan pada bagian dalam balok laminasi. Balok laminasi yang dibuat disusun dengan enam lapis papan lamina dan setiap jenis balok laminasi dari kayu Pinus, Jabon dan campuran Pinus-Jabon terdiri dari empat ulangan. Balok laminasi campuran disusun berdasarkan berat jenis kayu yang paling tinggi di bagian luar dan berat jenis yang rendah di bagian dalam. Susunan balok laminasi yang akan dibuat terlihat pada gambar :

300 cm finger joint 12 cm

8 cm


(26)

3.3.6. Perekatan

Perekat yang digunakan adalah RPF (Resorcinol Phenol Formaldehyda). Pelaburan perekat pada permukaan lamina dengan menggunakan mesin labur. Pelaburan dilakukan pada satu permukaan (single share) dengan berat labur 200 g/cm2.

3.3.7. Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi perekat pada alat kempa dengan lama waktu pengempaan 6 jam pada suhu ruangan. Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kg/cm².

3.3.8. Pengkondisian dan finishing

Selanjutnya balok laminasi dikondisikan selama satu minggu di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan. Finishing dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung glulam untuk memperoleh ukuran yang diperlukan.

3.4. Pengujian Balok Laminasi 3.4.1. Pengujian Sifat Fisis

3.4.1.1. Kadar Air Glulam

Glulam yang telah diuji lentur dipotong sepanjang 5 cm pada salah satu ujungnya. Jumlah contoh uji kadar air setiap jenis balok laminasi terdiri dari empat ulangan. Potongan tersebut ditimbang untuk mengetahui berat awal kering udara (B0). Setelah ditimbang contoh uji kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu (103 ± 2 0C) selama 24 jam. Selanjutnya contoh uji diletakkan di dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang sampai berat konstan (B1). Besarnya kadar air dihitung dengan rumus :


(27)

Keterangan

B0 : berat contoh uji kering udara(gram) B1 : berat contoh uji setelah di oven (gram)

3.4.1.2. Kerapatan

Penentuan kerapatan glulam menggunakan contoh uji dari glulam dipotong sepanjang 5 cm dari setiap balok uji glulam dan diukur dimensinya untuk mengetahui volume (V). Jumlah contoh uji setiap jenis glulam terdiri dari empat ulangan. Selanjutnya contoh uji ditimbang untuk mengetahui berat kering udara (B0). Kerapatan dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan

B0 : berat contoh uji kering udara (gram) V : volume kering udara (cm3)

3.4.2. Pengujian Sifat Mekanis

3.4.2.1. Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan dengan menggunakan mesin UTM, pengujian dilakukan dengan pemberian dua titik beban pada bentang contoh uji (two points loading). Dimana pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS 2003 seperti Gambar 2.


(28)

Gambar 2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR.

Nilai MOE dan MOR balok laminasi dihitung berdasarkan rumus :

Keterangan

∆P : perbedaan beban pada batas atas dan bawah (kg) Pb : beban maksimum pada saat kayu rusak (kg)

: jarak sangga (cm)

S : jarak antara dua titik pembebanan (cm)

∆y : defleksi yang terjadi akibat beban P (cm) b : lebar contoh uji (cm)

h : tebal contoh uji (cm)

b h

P P

S


(29)

3.4.2. 2. Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji secara vertikal. Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji mengalami kerusakan. Contoh uji untuk pengujian keteguhan rekat seperti pada gambar 3

Gambar 3 Contoh uji untuk keteguhan rekat.

Keteguhan rekat dihitung dengan menggunakan rumus :

3.4.2.3. Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan cara yaitu perendaman dalam air dingin dan air mendidih. Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi dengan panjang 75 mm. Masing-masing uji delaminasi setiap jenis balok laminasi terdiri dari sepuluh ulangan. Perendaman dalam air dingin dilakukan dengan merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu (40 ± 30C) selama 18 jam. Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji dalam air mendidih (1000C) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam. Selain itu contoh uji deikeringkan dalam oven pada suhu (70 ± 30C) selama 18 jam.


(30)

Rasio delaminasi dihitung dengan rumus :

3.5Analisis Data

Data-data pengujian yang telah dilakukan dianalisis dengan uji statistik. Jenis glulam sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga perlakuan. Rumus yang digunakan dalam analisis data adalah sebagai berikut :

Keterangan :

: nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam : nilai tengah populasi sebenarnaya

: galat percobaan dari perlakuan ke-i pada pengamatan ke-j i : jumlah perlakuan


(31)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.4 Sifat Fisis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan kayu. Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu. Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan kerapatan.

2.4.1 Kadar Air

Pada umumnya sifat fisis dan mekanis kayu tergantung dari kadar air kayu. Kadar air adalah banyaknya air yang mampu diikat oleh bahan terhadap berat kering tanurnya yang dinyatakan dalam persen (%). Kadar air di dalam kayu segar ditentukan oleh air bebas dan air terikat (Haygeen dan Bowyer 2007). Nilai kadar air kayu tergantung pada suhu dan kelembaban disekitarnya.

Pengujian kadar air dari ketiga jenis glulam baik yang campuran dan tidak campuran memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Nilai kadar air glulam Jabon berkisar antara (9,8-12,1)% dengan rata-rata sebesar 11,0%, nilai kadar air glulam Pinus berkisar antara (10,4-11,7)% dengan rata-rata sebesar 10,9%, dan nilai kadar air glulam campuran Pinus-Jabon berkisar antara (9,2-10,7)% dengan rata-rata 10,0%. Nilai kadar air dari ketiga glulam ini telah memenuhi standar JAS 234 : 2003 dimana nilai kadar air maksimum glulam adalah 15%.


(32)

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5% menunjukkan nilai signifikan (0,204>0,05) dapat disimpulkan bahwa kadar air dari ketiga jenis glulam tidak berbeda nyata.

Kadar air glulam juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya, perbedaan kadar air antar lamina penyusun glulam maksimum 5%. Kadar air mempengaruhi sifat kekuatan kayu, pengembangan dan penyusutan. Perubahan kadar air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu tersebut. Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan mempengaruhi keteguhan, pengembangan dan penyusutan dimensi kayu. Kadar air semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Haygeen & Bowyer 2007).

2.4.2 Kerapatan

Kerapatan merupakan perbandingan antara massa kayu dengan volumenya dalam kondisi kering udara (Bowyer et al. 2007). Kerapatan sangat berhubungan dengan berat jenis kayu. Semakin tinggi berat jenis maka semakin tinggi kerapatan. Semakin tinggi berat jenis kayu semakin banyak zat kayu pada dinding sel yang berarti semakin tebal dinding sel tersebut. Kekuatan kayu terletak pada dinding sel dimana semakin tebal dinding sel maka kayu tersebut semakin kuat. Kerapatan kayu dalam satu spesies dapat bervariasi tergantung letaknya dalam pohon, letak dalam spesies tersebut, dan kondisi tempat tumbuh (Pandit dan Kurniawan 2008)

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji kecil bebas cacat diperoleh kerapatan glulam dari kayu Jabon berkisar antara (0,41-0,46) g/cm³ dengan nilai rata-rata 0,43 g/cm³. Kerapatan glulam dari kayu Pinus berkisar antara (0,53-0,63) g/cm³ dengan nilai rata-rata 0,57 g/cm³ dan kerapatan glulam dari kayu Pinus-Jabon berkisar antara (0,39-0,49) g/cm³ dengan nilai rata-rata 0,45 g/cm³.


(33)

Gambar 5 Nilai kerapatan glulam.

Pada Gambar 5 dapat diketahui bahwa kerapatan glulam dari kayu Pinus memiliki nilai kerapatan yang paling tinggi dibandingkan glulam dari kayu Jabon dan glulam dari kayu Pinus-Jabon. Hal ini dikarenakan berat jenis kayu Pinus lebih besar dari pada berat jenis kayu Jabon. Menurut Pandit dan Kurniawan (2008), kerapatan berbanding lurus dengan berat jenis. Semakin tinggi berat jenis suatu kayu maka akan semakin tinggi nilai kerapatan kayu tersebut. Pandit dan Kurniawan (2008) juga menyebutkan bahwa berat jenis rata-rata kayu Pinus 0,55 (0,40-0,75) dan berat jenis rata-rata kayu Jabon 0,42 (0,29-0,56).

Hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5% menunjukkan nilai signifikan (0,001<0,05) dapat disimpulkan bahwa nilai kerapatan dari ketiga jenis glulam berbeda nyata dan uji Duncan dapat dilanjutkan.

Berdasarkan uji lanjut Duncan, jenis kayu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kerapatan. Glulam dari jenis kayu Pinus memiliki kerapatan yang berbeda nyata dengan glulam dari kayu Jabon dan Pinus-Jabon, sedangkan kerapatan glulam dari kayu Jabon tidak berbeda nyata dengan glulam dari kayu Pinus-Jabon.


(34)

2.5 Sifat Mekanis

Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu tersebut untuk dijadikan bahan konstruksi kayu. Sifat mekanis yang penting untuk kayu yang dijadikan bahan konstruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan lentur maksimum kayu. Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini antara lain sifat keteguhan lentur (MOE), keteguhan patah kayu (MOR), keteguhan rekat dan delaminasi.

2.5.1 Keteguhan Lentur (Modulus of Elasticity, MOE)

Keteguhan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula. Berdasarkan hasil pengujian nilai MOE glulam dari jenis kayu Jabon berkisar antara (74.274,3-89.872,0) kg/cm2 dengan nilai rata-rata 79.412,5 kg/cm2, nilai MOE glulam dari jenis kayu Pinus berkisar antara (68.158,6-83.558,5) kg/cm2 dengan nilai rata-rata 75.677,5 kg/cm2. Hasil pengujian nilai MOE glulam dari kayu Pinus-Jabon berkisar antara (69.219,7-83.233,3) kg/cm2 dengan nilai rata-rata 77.748,0 kg/cm2. Mengacu pada standar JAS 234 : 2003 nilai MOE minimum adalah sebesar 75.000 kg/cm2, maka ketiga jenis glulam tersebut memenuhi standar.


(35)

Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa glulam dari kayu Jabon lebih elastis terhadap beban. Nilai MOE glulam dari kayu Jabon lebih tinggi dibandingkan glulam dari kayu Pinus dan Pinus-Jabon. Sifat kelenturan glulam tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut, semakin tinggi mutu kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan. Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur dan kekuatan patah glulam semakin meningkat.

Berdasarkan analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5% menunjukkan nilai signifikan (0,771>0,05) dapat disimpulkan bahwa nilai MOE dari ketiga jenis glulam tidak berbeda nyata dan uji lanjut tidak perlu dilakukan.

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau serat miring. Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya, kualitas perekatan pada penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan. Kekuatan glulam juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya.

Berdasarkan penelitian Malik dan Santoso (2005) pada glulam dari kayu Pinus dengan perekat LFR (Lignin Resolsinol Formaldehide), TRF (Tanin Resolsinol Formaldehide) dan PRF (Phenol Resorsinol Formaldehide) dengan perbandingan waktu kempa 8 dan 15 jam memiliki nilai MOE berturut turut 68.264,8 kg/cm2, 51.561,6 kg/cm2 dan 67.592,8 kg/cm2; 45.640,5 kg/cm2, 46.874,5 kg/cm2 dan 58.992,3 kg/cm2. Hasil penelitian glulam dari kayu Pinus dengan perekat PRF pada waktu kempa 6 jam memilki nilai MOE yang lebih tinggi dari penelitian Malik dan Santoso tersebut. Besarnya tekanan kempa dan lama waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu, jenis perekat, dan ketebalan balok laminasi.

2.5.2 Keteguhan Patah (Modulus of Rupture, MOR)

Keteguhan patah merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al. 2007). Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dari jenis


(36)

kayu Jabon berkisar antara (354–414) kg/cm2 dengan nilai rata-rata 386 kg/cm2, nilai MOR glulam dari jenis kayu Pinus berkisar antara (181–413) kg/cm2 dengan nilai rata-rata 269 kg/cm2. Nilai MOR glulam dari jenis kayu Pinus-Jabon berkisar antara (221–350) kg/cm2 dengan nilai rata-rata 291 kg/cm2.

Mengacu pada JAS 234 : 2003 yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kg/cm2 maka glulam dari jenis kayu Jabon saja yang memenuhi standar, sedangkan glulam dari jenis kayu Pinus dan Pinus-Jabon memiliki nilai MOE di bawah standar.

Gambar 7 Nilai rata-rata MOR glulam.

Berdasrkan gambar di atas dapat dilihat bahwa glulam dari kayu Jabon memiliki nilai MOR yang paling tinggi dibandingkan glulam dari kayu Pinus dan Pinus-Jabon. Sedangkan glulam dari kayu Pinus-Jabon memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan glulam dari kayu Pinus. (Geen 1999 dalam Herawati 2008) mengatakan banyak faktor yang mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatan/berat jenis kayu, mata kayu dan serat miring.

Glulam dari kayu Pinus memiliki nilai MOR yang paling rendah karena lamina-lamina yang digunakan memiliki cacat seperti mata kayu dan serat miring. Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat, kekerasan, dan keteguhan geser, tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lemtur, tekan dan tarik sejajar serat. Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur, tarik dan tekan sejajar serat.


(37)

Hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5% menunjukkan nilai signifikan (0,096>0,05) dapat disimpulkan bahwa nilai MOR dari ketiga jenis glulam tidak berbeda nyata dan uji lanjut tidak perlu dilakukan.

Berdasarkan penelitian Malik dan Santoso (2005) pada glulam dari kayu Pinus dengan perekat LFR (Lignin Resorcinol Formaldehyde), TRF (Tanin Resorcinol Formaldehyde) dan PRF (Phenol Resorcinol Formaldehyde) dengan perbandingan waktu kempa 8 dan 15 jam memiliki nilai MOR berturut turut adalah 250,4 kg/cm2, 270 kg/cm2 dan 498 kg/cm2 ; 273 kg/cm2, 339 kg/cm2 dan 559,5 kg/cm2. Hasil penelitian glulam dari kayu Pinus untuk nilai MOR dengan perekat PRF memiliki nilai rata-rata 269,2 kg/cm2 membuktikan tidak lebih bagus dari penelitian Malik dan Santoso tersebut. Perbedaan ini kemungkinan terjadi karena perbedaan kulitas kayu yang digunakan. Kayu Pinus yang digunakan pada penelitian ini memiliki banyak cacat mata kayu dan serat miring yang dapat menurunkan kekuatan kayu.

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung kakuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan patah suatu bahan berbanding lurus (Bowyer et al. 2007).

2.5.3 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam pembuatan balok laminasi. Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser pada kayu lamina yang direkat.

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat glulam dari kayu Jabon berkisar antara (27,7-73,3) kg/cm² dengan nilai rata-rata 46,6 kg/cm², keteguhan rekat glulam dari kayu Pinus berkisar antara (8,6-90,3) kg/cm² dengan nilai rata-rata 57,9 kg/cm² dan keteguhan rekat glulam dari kayu Pinus-Jabon berkisar antara (34,0-71,1) kg/cm² dengan nilai rata-rata 46,3 kg/cm². Berdasarkan standar JAS 234 : 2003 yang mengisyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 54,0 kg/cm² maka hanya glulam dari jenis kayu Pinus yang memenuhi standar yang memiliki nilai keteguhan rekat sebesar 57,9 kg/cm². Sedangkan glulam dari jenis kayu Jabon dan Pinus Jabon tidak memenuhi standar.


(38)

Gambar 8 Nilai rata-rata keteguhan rekat glulam.

Keteguhan rekat glulam dari kayu Pinus memiliki nilai yang tertinggi dibandingkan dengan keteguhan rekat glulam dari kayu Jabon dan Pinus-Jabon. Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar zat ekstraktif kayu, keadaan permukaan yang direkat, kadar air kayu, tekanan dan waktu kempa (Tahir et al. 1988 dalam Sugiarti 2010). Ruhendi dan Hadi (1997) dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat, jenis perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan penggunaan produk.

Hasil keteguhan rekat ketiga jenis glulam ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian (Malik dan Santoso 2005) yang menunjukkan nilai rataan keteguhan rekat berkisar antara (37,1-96,4) kg/cm² dengan menggunakan perekat PRF.

Persentase kerusakan kayu yang terjadi setelah uji geser menunjukkan bagus tidaknya perekat RPF mengikat antar komponen kayu. Glulam dari kayu Jabon dan Pinus Jabon memiliki rata-rata persentase kerusakan kayu 7,7% dan 2,5%. Sedangkan persentase kerusakan kayu glulam dari kayu Pinus-Jabon sebesar 20,2%. Glulam dari kayu Pinus dan Jabon kerusakan umumnya terjadi pada garis rekat. Hal ini menunjukkan bahwa perekat RPF kurang bagus dalam mengikat kayu Jabon dan Pinus sehingga kekuatan rekat kalah oleh kekuatan kayu.


(39)

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5% menunjukkan nilai signifikan (0,294>0,05) dapat disimpulkan bahwa nilai keteguhan rekat dari ketiga jenis glulam tidak berbeda nyata, sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan. Hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf 5% menunjukkan nilai signifikan (0,012<0,05) dapat disimpulkan bahwa kerusakan kayu dari ketiga jenis glulam berbeda nyata sehingga uji lanjut Duncan dapat dilakukan.

2.5.4 Delaminasi

Pengujian delaminasi merupakan faktor ketahanan perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya kelembaban dan panas yang tinggi (Vick 1999).

Uji delaminasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah perendaman dengan air dingin dan perendaman dengan air panas. Berdasarkan hasil uji rendaman dingin, delaminasi glulam dari kayu Jabon berkisar antara (0–30)% dengan nilai rata-rata 6,5%, delaminasi dingin glulam dari kayu Pinus berkisar antara (0-75)% dengan nilai rata-rata 19%. Sedangkan delaminasi dingin glulam dari kayu Pinus-Jabon berkisar antara (0–100)% dengan nilai rata-rata 38,6%.

Gambar 9 Nilai rata-rata delaminasi dingin glulam.

Berdasarkan standar JAS 234 : 2003 nilai delaminasi dingin diisyaratkan maksimum 10%, maka glulam dari kayu Jabon saja yang memenuhi standar


(40)

tersebut. Artinya perekat RPF yang digunakan tahan terhadap pengembangan dan penyusutan kayu Jabon dalam kondisi suhu yang dingin.

Hasil pengujian analisis sidik pada taraf nyata 5% menunjukkan nilai signifikan (0.009<0,05) dapat disimpulkan bahwa nilai uji delaminasi dingin dari ketiga jenis glulam berbeda nyata dan uji lanjut Duncan dapat dilanjutkan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa glulam dari kayu Jabon berbeda nyata dengan glulam Pinus-Jabon, sedangkan glulam dari kayu Pinus tidak berbeda nyata dengan glulam dari kayu Jabon dan Pinus-Jabon. Hasil pengujian analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 4.

Bardasarkan hasil pengujian delaminasi panas nilai delaminasi glulam dari kayu Jabon berkisar antara (0–10)% dengan nilai rata-rata 2,27%, delaminasi panas glulam dari kayu Pinus berkisar antara (0–45)% dengan nilai rata-rata 24,44%. Sedangkan nilai delaminasi panas glulam dari jenis kayu Pinus-Jabon berkisar antara (0–50)% dengan nilai rata-rata 22,08%. Mengacu pada standar JAS 234 : 2003 yang mengisyaratkan nilai maksimum delaminasi panas glulam sebesar 5%, maka glulam dari kayu Jabon saja yang memenuhi standar.

Gambar 10 Nilai rata-rata delaminasi panas glulam.

Hasil uji analisis sidik pada taraf nyata 5% menunjukkan nilai signifikan (0,018<0,05) dapat disimpulkan nilai uji delaminasi panas dari ketiga jenis glulam berbeda nyata dan uji Duncan dapat dilanjutkan. Berdasarkan uji lanjut Duncan, delaminasi glulam dari kayu Jabon sangat berbeda nyata dengan delaminasi panas glulam dari kayu Pinus dan Pinus-Jabon. Hasil pengujian delaminasi panas glulam


(41)

dari kayu Pinus dan Pinus-Jabon tidak berbeda nyata. Disimpulkan bahwa perekat RPF yang digunakan pada glulam kayu Jabon lebih tahan terhadap perubahan suhu yang ekstrim, hal ini sesuai dengan (Stark et al. 2010) yang menyatakan bahwa untuk keperluan struktural disarankan penggunaan perekat yang sesuai seperti perekat Phenol-Formaldehyde, Resorcinol-Formaldehyde dan Resorcinol Phenol Formaldehyde.


(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Beardasarkan penelitian karakteristik glulam dari jenis kayu Jabon dan kayu Pinus yang berasal dari hutan rakyat dengan menggunakan perekat PRF dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Sifat fisis glulam dari kayu Jabon, Pinus dan Pinus-Jabon memiliki nilai kadar air berkisar antara (10,1–11)%, kerapatan rata-rata berkisar antara (0,39-0,57) g/cm³. Sifat mekanis glulam dari kayu Jabon, Pinus dan campuran Pinus-Jabon memiliki nilai rata-rata MOE yang berkisar antara (75.677,5-79.412,5) kg/cm2. Nilai rata-rata MOR glulam berkisar antara (269,1 - 386,1) kg/cm2. Dilihat dari nilai keteguhan patah, maka glulam dari kayu Jabon lebih kuat menahan beban dibandingkan glulam dari kayu Pinus dan campuran Pinus-Jabon. Nilai keteguhan rekat dari ketiga jenis glulam berkisar antara (46,3- 57,9) kg/cm². Nilai delaminasi panas dan dingin berturut-turut berkisar antara (2,3-24,4)% dan (6,5-38,5) %.

2. Glulam dari kayu Pinus, Jabon dan campuran Pinus–Jabon memiliki sifat fisis dan mekanis tidak memenuhi Standar JAS 234 : 2003. Sehingga glulam dari kayu Pinus, Jabon dan campuran Pinus–Jabon tidak dapat digunakan sebagai bahan baku konstruksi bangunan yang menahan beban berat. Glulam dari kayu Pinus, Jabon dan campuran Pinus–Jabon hanya bisa digunakan sebagai bahan baku konstruksi yang menahan beban ringan saja, seperti untuk kusen jendela dan pintu.

3. Sifat fisis mekanis glulam sangat tergantung pada sifat fisis mekanis bahan baku yang digunakan. Sifat mekanis glulam tidak dapat ditingkatkan dengan cara mencampur kayu Pinus dan Jabon yang memiliki berat jenis sama-sama rendah.


(43)

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian dan untuk penelitian selanjutnya adalah :

1. Glulam yang dibuat dari jenis kayu Pinus, Jabon dan campuran Pinus-Jabon sebaiknya digunakan untuk keperluan non-struktural saja.

2. Membuat glulam dengan bentuk penampang yang berbeda seperti balok I, balok T, balok I ganda, dan balok pipa/kotak.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, Nurwati H. 2005. Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua jenis kayu kurang dikenal. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 : 87-100.

Anshari B. 2006. Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu laminasi dari kayu meranti dan keruing. Dimensi Teknik Sipil 8 : 25-33.

http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/civ/article/viewArticle/16377 [7

Juni 2010]

Bowyer JL, Rubin S, John GH. 2007. Forest Products and Wood Science : An Introduction Fifth edition. Lowa State Press. United State of America. [CWC] Canadian Wood Council. 2000. Wood Reference Handbook : A guide to

the architectural use of wood in building construction. Ed ke-4. Ottawa : Canadian Wood Council.

Hidayat J, Christian PH. 2001. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan : Informasi Singkat Benih. http://www.Dephut.go.id/INFORMASI//RLL/IFSP/ Pinus_merkusii.pdf [ 2 Juni 2010].

Herawati E. 2008. Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil. [tesis]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Imron. 2005. Pengaruh Jumlah Lamina bambu Betung terhadap Sifat Fisis Mekanis Balok Laminasi Kayu Sengon dengan Sambungan Pasak. [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Lam F, Prion HGL. 2003. Engineered wood products for structural purposes. Di dalam : Thelandersson S, Larsen HJ, editor. Timber Engineering. New York : Jhon Wiley & Sons, Ltd. Hlm 81-102.

Malik J, Adi S. 2005. Keteguhan Lentur Statis Balok Lamina dari Tiga Jenis Kayu LimbahPembalakan Hutan Tanaman . Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 : 385-397.

Malik J, Adi S. 2005. Pengaruh perekat dan kombinasi jenis kayu terhadap keteguhan rekat kayu lamina. Jurnal Penelitian Hasil Hutan.

Marra AA. 1992. Technology of Wood Bonding : Principles in Prractise. New York : Van Nostrand Reinhold.

Martiwijaya A. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Jakarta : Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Moody RC, Hernandez R. 1997. Gluedd-laminated timber. Di dalam : Smulski S, editor. Enggineered Wood Products, A Guide for Specifiers, Designers and Users. Wisconsin : PFS Research Foundation.


(45)

Moody RC, Hernandez R, Liu JY. 1999. Gluedd structural members. Di dalam : Wood and Handbook, Wood as Engineering Material. Madison, WI : USDA Forest Service, Forest Product Laboratory. Hlm. 11.1-11.24

Oktariana R. 2008. Pemanfaatan Metode Nondestruktif untuk Menduga Kekuatan Lentur Akibat Adanya Mata Kayu. [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pandit IKN, Dani K. 2008. Anotomi kayu : Struktur kayu, kayu sebagai bahan baku dan ciri diagnostik kayu perdagangan indonesia. Bogor : centium. Pizzi A. 1994. Advanced Wood Adhesive Technology. New York. Marcel Dekker,

Inc.

Rostina T. 2001. Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa (Cococs nucifera Linn.) [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Ruhendi S. 2007. Analisis Perekatan Kayu. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Serrano E. 2003. Mechanical performance and modelling of glulam. Di dalam : Thelandesson S, Larsen HJ, editor. Timber Engineering. New York: Jhon Wiley & Sons, Ltd.

Stark NM, Zhiyang C, Charles C. 2010. Glulam Timber. Di dalam : Wood and Handbook, Wood as Engineering Material. Madison, Wisconsin : USDA Forest Service, Forest Product Laboratory. Hlm. 11. 17-11.20.

Sugiarti. 2010. Kekuatan Lentur Glulam Struktural yang Terbuat dari Papan Sambung Kayu Tusam dan Kayu Manis. [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Tambunan L. 2009. Modulus elastisitas dan kekuatan tekan gluedd laminated timber (Glulam). [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Vick CB. 1999. Adhesive Bonding of Wood Material. Di dalam : Wood Handbook: Wood as an Engineering Material. Forest Product Technology. Madison USDA Forest Service. Wiscosin. WI : USDA, Forest Product Service, Forest Product Laboratory. Hlm. 9.1-9.24.

Yanti N. 1998. Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salibs). [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.


(46)

(47)

Lampiran 1. Data Lamina kayu jabon, pinus dan pinus jabon Kode

Lamina

Dimensi rata-rata Masa

(g) ρkU (g/cm³)

Kadar Air (%)

∆Y

(cm) MOEP Klasifikasi P (cm) L (cm) t (cm)

J1 302 7,72 1,985 2200 0,475 12,7 2,7 22276,497 E2

J2 302 7,85 1,955 1800 0,388 11,4 2 30957,761 E2

J3 307 7,5 2 2400 0,521 12,5 1,5 40352,178 E3

J4 301,5 7,825 1,95 2600 0,565 12,8 1,6 39120,223 E3

J5 305,1 8,025 1,775 1900 0,437 11,8 7 11560,359 E1

J6 304,8 8,22 1,825 2000 0,437 12,6 1,3 55912,088 E3

J1 307 7,825 2 2000 0,416 12,3 1,2 48345,261 E3

J2 304,2 7,88 1,86 1900 0,426 11,7 2,5 28648,668 E3

J3 304 7,925 1,92 2300 0,497 11,3 3,3 19619,710 E1

J4 307 7,85 1,95 2400 0,511 11,5 2 31196,509 E2

J5 302 7,725 1,925 2300 0,512 11,7 1,5 43936,711 E3

J6 301 7,93 1,985 2500 0,528 11,9 2 29276,879 E2

J1 301 7,925 1,99 2400 0,506 12 1,9 30605,353 E2

J2 304 7,75 1,925 1900 0,419 12,4 3,5 18769,277 E1

J3 304,6 7,875 1,95 2000 0,428 12,8 2,1 29616,641 E2

J4 302 7,825 1,955 2400 0,519 12,5 2,2 28233,335 E2

J5 302 7,85 1,95 2250 0,487 11,4 1,9 32838,431 E3

J6 302 7,725 1,95 1900 0,418 12,8 2,3 27566,354 E2

J1 302,5 7,73 1,95 2100 0,461 12,3 2,2 28800,729 E2

J2 302 7,95 2 2600 0,541 12,7 2 28551,069 E2

J3 305,6 7,82 1,825 2100 0,482 12,5 4,5 16978,590 E1

J4 304,7 8,025 1,83 2030 0,454 12,5 1,3 56802,549 E3

J5 305 7,87 1,97 2300 0,486 12,9 2,1 28741,987 E2


(48)

Lanjutan Kode

lamina Massa (kg)

Beban ∆Y

(cm)

Dimensi (cm)

ρkU (g/cm³) MOEP Klasifikasi

0,5 0,5 P L T

P1 2,1 3,2 5 1,8 300 8,2 1,9 0,449 35872,556 E1

P2 3,1 3 8,1 5,1 301 8,4 2 0,613 10596,685 E3

P3 3 3,5 11,5 8 302 8,4 2 0,591 6755,387 E3

P4 3 3,1 11 7,9 300 8,2 1,9 0,642 8173,494 E3

P5 2,1 3,3 5,1 1,8 257 9,15 2 0,447 27562,963 E2

P6 3,4 2,8 4,5 1,7 300 8,2 2 0,691 32565,423 E1

P1 2,9 3,3 4,5 1,2 303 8,2 2 0,584 46134,350 E1

P2 3 2,3 5,3 3 302 8,95 2,05 0,541 15700,143 E3

P3 2,7 4,5 14,5 10 301 9 1,9 0,525 5883,099 E3

P4 3,2 3,4 7,5 4,1 298 9,1 2,1 0,562 10510,572 E3

P5 2,2 3,7 8 4,3 298 8,4 1,9 0,463 14658,885 E3

P6 2 2,7 5,6 2,9 299 8,3 1,7 0,474 30710,482 E1

P1 3 3,2 4,9 1,7 302 8,4 1,95 0,606 34298,683 E1

P2 2,2 4,3 6,2 1,9 298 8,2 1,9 0,474 33984,527 E1

P3 3 3,6 8,9 5,3 300 8,7 2 0,575 9845,196 E3

P4 2,8 5,3 10 4,7 301 7,9 2 0,589 12226,286 E3

P5 3,1 2,6 5 2,4 302 8,4 2 0,611 22517,956 E2

P6 3 3,8 8,6 4,8 289 8 1,9 0,683 13788,514 E3

P1 3,6 2,9 5,3 2,4 299 8,5 1,85 0,766 28116,686 E2

P2 2,6 3,3 7,5 4,2 300 8,2 1,92 0,550 14898,504 E3

P3 3,6 8,2 17,3 9,1 300 8,2 2 0,732 6083,650 E3

P4 3,4 4,4 10,8 6,4 290 8,85 2 0,662 8014,866 E3

P5 3,1 3,2 4,6 1,4 298 8,9 2 0,584 36433,547 E1


(49)

Lanjutan Kode lamina

Massa (kg)

Beban (kg) ∆Y (cm)

Dimensi

ρkU (g/cm³) MOEP Klasifikasi

0,5 0,5 P L T

P1 2,5 3,3 5,3 2 299 8,3 1,85 0,545 34553,036 E2

J1 1,9 3,6 5,2 1,6 305 7,8 1,9 0,420 42426,197 E2

J2 1,8 3,6 5,3 1,7 282 7,7 2 0,414 34680,061 E2

J3 2 3,5 5,9 2,4 293 7,5 1,9 0,479 29415,496 E3

J4 1,7 4 5,5 1,5 304 7,8 1,9 0,377 45254,610 E2

P2 2,2 2 2,7 0,7 297 8,1 2 0,457 80063,845 E1

P1 2,5 3,5 7,3 3,8 300 8,6 2 0,484 13891,126 E3

J1 1,9 3,4 4,5 1,1 303 7,7 1,9 0,429 62512,271 E1

J2 1,8 4,2 6,6 2,4 307 7,5 1,9 0,411 29415,496 E3

J3 2,4 3 6,3 3,3 307 7,9 1,9 0,521 20309,894 E3

J4 1,6 2,3 3 0,7 291 7,8 2 0,352 83143,223 E1

P2 2,4 3,5 6 2,5 301 8,4 1,9 0,500 25213,283 E3

P1 3 3,5 8 4,5 301 8,5 1,95 0,601 12804,842 E3

J1 2 4,3 6,4 2,1 297,6 7,7 2 0,436 28074,335 E3

J2 1,8 8,4 14,1 5,7 307 8 2 0,366 9955,307 E3

J3 1,9 2,7 6,9 4,2 294 7,9 1,9 0,431 15957,774 E3

J4 2,2 4,8 5,5 0,7 291 8 2 0,473 81064,643 E1

P2 2,7 4,4 6,8 2,4 301 8,3 2 0,540 22789,257 E3

P1 3,2 2,9 5,8 2,9 297 8,4 2 0,641 18635,550 E3

J1 2 4,3 5,8 1,5 303 7,8 2 0,423 38800,171 E2

J2 2 5,9 7,8 1,9 301 8 2 0,415 29865,921 E2

J3 2,1 6,2 10,4 4,2 305 7,7 1,9 0,471 16372,261 E3

J4 2,2 3,5 12,5 9 305 7,9 1,8 0,507 8758,352 E3


(50)

Lampiran 2. Data pengujian sifat fisis glulam Jenis

Glulam

Massa (gr) Dimensi kering udara(cm) Dimensi kering oven (cm) Kadar air (%)

ρ KU (gr/cm³) K

ρ KT (gr/cm³)

ρkU (g/cm³)

B

BJ

Basah oven P L T P L T

Jabon

176,27 160,57 11,683 7,675 4,8 11,49 7,3 4,8 9,778 0,410 0,399 0,436 0,399

196,08 175,49 11,725 7,425 5,325 11,55 7,225 5,275 11,733 0,423 0,399 0,457 0,399 216,01 195,61 11,559 7,775 5,2 11,365 7,485 5,175 10,429 0,462 0,444 0,460 0,444 189,05 168,63 11,652 7,625 4,95 11,45 7,425 4,95 12,109 0,430 0,401 0,455 0,401

Rata-rata 11,012 0,431 0,411 0,452 0,411

Pinus

245,35 221,57 11,925 7,975 4,602 11,65 7,725 4,6 10,732 0,561 0,535 0,575 0,535 262,53 237,36 12,075 7,953 4,927 11,875 7,775 4,85 10,604 0,555 0,530 0,548 0,530 235,33 210,61 12,075 7,975 4,625 11,875 7,75 4,6 11,737 0,528 0,497 0,544 0,497 302,79 274,21 12,075 8 4,975 11,775 7,775 4,975 10,423 0,630 0,602 0,616 0,602

Rata-rata 10,874 0,568 0,541 0,571 0,541

Pinus-Jabon

189,43 171,08 11,425 7,425 5,101 11,125 6,775 5,075 10,726 0,438 0,447 0,416 0,447 183,01 167,51 11,815 7,528 5,2 11,575 7,375 5,175 9,253 0,396 0,379 0,393 0,379 210,67 192,38 11,725 7,628 4,85 11,55 7,35 4,85 9,507 0,486 0,467 0,429 0,467 214,52 194,35 11,637 7,575 5,025 11,625 7,55 5 10,378 0,484 0,443 0,408 0,443


(51)

Lampiran 3. Data pengujian sifat mekanis glulam Jarak Sangga 244 cm

Interval beban 25 kg Jarak antar beban 81 cm

Jenis Glulam

Penampang (cm)

L (cm) Pmax

(kg) Y (cm) Pprop

MOE (kg/cm³)

MOR (kg/cm³) Lebar

(B)

Lebar (H)

Jabon

7,518 11,765 244 993 15,07 437,5 76628,000 408,301 7,352 11,431 244 827 20,8 525 74274,305 368,340 7,457 11,586 244 828 22,2 612,5 76875,721 353,929 7,563 11,302 244 935 18,73 568,75 89872,003 414,118

Rata-rata 79412,507 386,172

Pinus

8,01 12,008 244 1116 16,3 568,75 81299,908 413,435 7,897 12,047 244 485 19,1 568,75 69693,131 181,067 7,92 11,939 244 516 18,83 656,25 83558,524 195,571 8,042 12,025 244 779 17,8 525 68158,618 286,629

Rata-rata 75677,545 269,176

Pinus-Jabon

7,427 11,604 244 518 17,6 437,5 69219,683 221,625 7,555 11,995 244 758 17,23 525 75516,108 298,367 7,525 11,72 244 714 19,63 612,5 83233,327 295,565 7,899 11,737 244 890 20 656,25 83022,670 349,962


(52)

KETEGUHAN REKAT Jenis

Glulam Ulangan

Dimensi

P max (kg) Keteguhan rekat (kg/cm²) P (cm) L (cm)

Jabon

1 5,3 4,025 894 73,339

2 5,325 5,075 597 38,660

3 5,25 5,05 1011 66,733

4 5,325 5,05 825 53,688

5 5,275 5,075 745 48,701

6 5,275 4,675 489 34,701

7 5,175 4,625 505 36,924

8 5,225 4,65 384 27,659

9 5,225 4,72 527 37,396

10 5,22 4,75 684 48,276

Rata-rata 46,608

Pinus

1 5,275 4,8 774 53,495

2 5,25 4,775 1038 72,461

3 5,15 4,775 1138 80,984

4 5,25 4,775 714 49,843

5 5,25 4,75 1287 90,316

6 5,4 4,8 1032 69,676

7 5,225 4,825 962 66,777

8 5,175 4,85 896 62,473

9 5,175 4,775 122 8,640

10 5,15 4,75 342 24,466

Rata-rata 57,913

Pinus-jabon

1 5,225 4,85 632 43,644

2 5,325 4,8 546 37,383

3 5,125 4,775 475 33,968

4 5,2 4,75 494 35,000

5 5,275 4,65 996 71,059

6 5,375 4,825 1002 67,613

7 5,2 4,75 725 51,366

8 5,275 4,625 673 48,275

9 5,25 4,775 505 35,253

10 5,265 4,425 528 39,661


(53)

DELAMINASI PANAS Jenis

Glulam Ulangan P (cm) L (cm) Pmax (kg)

Keteguhan Rekat (kg/cm²)

% Delaminasi

Jabon

1 5,175 5,1 68 4,509 0

2 5,2 5,125 498 32,702 0

3 5,2 4,975 105 7,103 0

4 5,275 4,975 576 38,410 5

5 5,125 5,05 278 18,797 0

6 5,325 5,025 515 33,681 5

7 5,25 5,15 331 21,424 0

8 5,35 5,1 449 28,798 10

9 5,15 5,075 437 29,260 0

10 5,225 5,075 286 18,875 5

Rata-rata 23,356 2,273

Pinus

1 5,225 5,05 513 34,023 35

2 5,225 5,075 629 41,511 0

3 5,25 5,1 628 41,046 25

4 5,25 5,075 420 27,586 0

5 5,225 4,9 319 21,805 35

6 5,2 4,9 143 9,821 40

7 5,2 4,975 410 27,735 40

8 5,375 5,075 705 45,229 0

9 5,275 5,025 610 40,273 45

10 5,125 5,1 604 40,440 0

Rata-rata 32,947 24,444

Pinus-Jabon

1 5,35 5,15 660 41,920 25

2 5,25 5,175 645 41,546 35

3 5,275 5,225 754 47,874 5

4 5,25 5,175 496 31,948 5

5 5,4 5,2 647 40,322 15

6 5,15 4,975 434 29,643 5

7 5,25 5,075 534 35,074 10

8 5,35 5,1 762 48,873 50

9 5,375 4,475 493 35,869 40

10 5,3 5,1 544 35,220 0


(54)

DELAMINASI DINGIN Jenis

Glulam Ulangan P (cm) L (cm) Pmax (kg)

Keteguhan Rekat (kg/cm²)

% Delaminasi

Jabon

1 5,15 4,725 719 51,708 0

2 5,125 4,7 291 21,142 25

3 5 4,75 542 39,937 30

4 4,95 4,975 532 37,805 0

5 5,05 5 434 30,079 10

6 4,975 5 563 39,608 0

7 5,075 4,95 652 45,420 0

8 4,975 4,95 368 26,151 0

9 4,975 4,95 354 25,156 0

10 4,95 4,975 521 37,024 0

Rata-Rata 35,403 6,500

Pinus

1 4,975 5,025 118 8,260 0

2 4,975 5,65 495 30,818 0

3 5 5,025 484 33,711 0

4 5,05 4,95 392 27,443 0

5 5,025 4,95 587 41,299 35

6 4,975 5,025 602 42,141 0

7 5,025 4,95 607 42,706 0

8 5,05 4,9 138 9,760 35

9 5,025 5 512 35,662 45

10 5,025 5 264 18,388 75

Rata-Rata 29,019 19

Pinus-Jabon

1 4,975 5,025 386 27,021 25

2 5 4,975 452 31,799 30

3 4,975 4,975 282 19,939 35

4 4,725 4,8 436 33,642 20

5 5 4,875 408 29,292 40

6 5,175 4,8 557 39,241 45

7 5,075 4,8 683 49,066 100

8 5,075 4,825 557 39,807 20

9 4,975 4,875 612 44,159 45

10 4,9 4,9 517 37,682 26


(55)

43 Lampiran 4. Data Analisis Statistik

Analisis Sidik Ragam Kadar Air, Kerapatan, MOE dan MOR

Analisis Sidik Ragam Keteguhan Rekat, Delaminasi Dingin dan Delaminasi Panas

SUMBER DF KETEGUHAN REKAT DELAMINASI DINGIN DELAMINASI PANAS

KERAGAMAN SS F Sig. SS F Sig. SS F Sig.

Between Groups 2 874,142 1,281* 0,294 5236,067 5,580** 0,009 2205,000 4,716** 0,018 Within Groups 27 9211,540 12668,900 6312,500

Total 29 10085,682 17904,967 8517,500

SUMBER DF KADAR AIR KERAPATAN MODULUS OF

ELASTISITY MODULUS OF RUPTURE

KERAGAMAN SS F Sig. SS F Sig. SS F Sig. SS F Sig.

Between Groups 2 2,584 1,908* 0,204 0,044 15,686** 0,001 28009,687 0,267* 0,771 30888,869 3,069* 0,096 Within Groups 9 6,094 0,013 4,7E+008 45288,363


(1)

Lampiran 3. Data pengujian sifat mekanis glulam Jarak Sangga 244 cm

Interval beban 25 kg Jarak antar beban 81 cm

Jenis Glulam

Penampang (cm)

L (cm) Pmax

(kg) Y (cm) Pprop

MOE (kg/cm³)

MOR (kg/cm³) Lebar

(B)

Lebar (H)

Jabon

7,518 11,765 244 993 15,07 437,5 76628,000 408,301 7,352 11,431 244 827 20,8 525 74274,305 368,340 7,457 11,586 244 828 22,2 612,5 76875,721 353,929 7,563 11,302 244 935 18,73 568,75 89872,003 414,118

Rata-rata 79412,507 386,172

Pinus

8,01 12,008 244 1116 16,3 568,75 81299,908 413,435 7,897 12,047 244 485 19,1 568,75 69693,131 181,067 7,92 11,939 244 516 18,83 656,25 83558,524 195,571 8,042 12,025 244 779 17,8 525 68158,618 286,629

Rata-rata 75677,545 269,176

Pinus-Jabon

7,427 11,604 244 518 17,6 437,5 69219,683 221,625 7,555 11,995 244 758 17,23 525 75516,108 298,367 7,525 11,72 244 714 19,63 612,5 83233,327 295,565 7,899 11,737 244 890 20 656,25 83022,670 349,962


(2)

40

KETEGUHAN REKAT Jenis

Glulam Ulangan

Dimensi

P max (kg) Keteguhan rekat (kg/cm²) P (cm) L (cm)

Jabon

1 5,3 4,025 894 73,339

2 5,325 5,075 597 38,660 3 5,25 5,05 1011 66,733 4 5,325 5,05 825 53,688 5 5,275 5,075 745 48,701 6 5,275 4,675 489 34,701 7 5,175 4,625 505 36,924 8 5,225 4,65 384 27,659 9 5,225 4,72 527 37,396 10 5,22 4,75 684 48,276

Rata-rata 46,608

Pinus

1 5,275 4,8 774 53,495

2 5,25 4,775 1038 72,461 3 5,15 4,775 1138 80,984 4 5,25 4,775 714 49,843 5 5,25 4,75 1287 90,316

6 5,4 4,8 1032 69,676

7 5,225 4,825 962 66,777 8 5,175 4,85 896 62,473 9 5,175 4,775 122 8,640 10 5,15 4,75 342 24,466

Rata-rata 57,913

Pinus-jabon

1 5,225 4,85 632 43,644

2 5,325 4,8 546 37,383

3 5,125 4,775 475 33,968

4 5,2 4,75 494 35,000

5 5,275 4,65 996 71,059 6 5,375 4,825 1002 67,613

7 5,2 4,75 725 51,366

8 5,275 4,625 673 48,275 9 5,25 4,775 505 35,253 10 5,265 4,425 528 39,661


(3)

DELAMINASI PANAS Jenis

Glulam Ulangan P (cm) L (cm) Pmax (kg)

Keteguhan Rekat (kg/cm²)

% Delaminasi

Jabon

1 5,175 5,1 68 4,509 0

2 5,2 5,125 498 32,702 0

3 5,2 4,975 105 7,103 0

4 5,275 4,975 576 38,410 5

5 5,125 5,05 278 18,797 0

6 5,325 5,025 515 33,681 5

7 5,25 5,15 331 21,424 0

8 5,35 5,1 449 28,798 10

9 5,15 5,075 437 29,260 0

10 5,225 5,075 286 18,875 5

Rata-rata 23,356 2,273

Pinus

1 5,225 5,05 513 34,023 35

2 5,225 5,075 629 41,511 0

3 5,25 5,1 628 41,046 25

4 5,25 5,075 420 27,586 0

5 5,225 4,9 319 21,805 35

6 5,2 4,9 143 9,821 40

7 5,2 4,975 410 27,735 40

8 5,375 5,075 705 45,229 0

9 5,275 5,025 610 40,273 45

10 5,125 5,1 604 40,440 0

Rata-rata 32,947 24,444

Pinus-Jabon

1 5,35 5,15 660 41,920 25

2 5,25 5,175 645 41,546 35

3 5,275 5,225 754 47,874 5

4 5,25 5,175 496 31,948 5

5 5,4 5,2 647 40,322 15

6 5,15 4,975 434 29,643 5

7 5,25 5,075 534 35,074 10

8 5,35 5,1 762 48,873 50

9 5,375 4,475 493 35,869 40

10 5,3 5,1 544 35,220 0


(4)

42

DELAMINASI DINGIN Jenis

Glulam Ulangan P (cm) L (cm) Pmax (kg)

Keteguhan Rekat (kg/cm²)

% Delaminasi

Jabon

1 5,15 4,725 719 51,708 0

2 5,125 4,7 291 21,142 25

3 5 4,75 542 39,937 30

4 4,95 4,975 532 37,805 0

5 5,05 5 434 30,079 10

6 4,975 5 563 39,608 0

7 5,075 4,95 652 45,420 0

8 4,975 4,95 368 26,151 0

9 4,975 4,95 354 25,156 0

10 4,95 4,975 521 37,024 0

Rata-Rata 35,403 6,500

Pinus

1 4,975 5,025 118 8,260 0

2 4,975 5,65 495 30,818 0

3 5 5,025 484 33,711 0

4 5,05 4,95 392 27,443 0

5 5,025 4,95 587 41,299 35

6 4,975 5,025 602 42,141 0

7 5,025 4,95 607 42,706 0

8 5,05 4,9 138 9,760 35

9 5,025 5 512 35,662 45

10 5,025 5 264 18,388 75

Rata-Rata 29,019 19

Pinus-Jabon

1 4,975 5,025 386 27,021 25

2 5 4,975 452 31,799 30

3 4,975 4,975 282 19,939 35

4 4,725 4,8 436 33,642 20

5 5 4,875 408 29,292 40

6 5,175 4,8 557 39,241 45

7 5,075 4,8 683 49,066 100

8 5,075 4,825 557 39,807 20

9 4,975 4,875 612 44,159 45

10 4,9 4,9 517 37,682 26


(5)

43

Lampiran 4. Data Analisis Statistik

Analisis Sidik Ragam Kadar Air, Kerapatan, MOE dan MOR

Analisis Sidik Ragam Keteguhan Rekat, Delaminasi Dingin dan Delaminasi Panas

SUMBER

DF

KETEGUHAN REKAT

DELAMINASI DINGIN

DELAMINASI PANAS

KERAGAMAN

SS

F

Sig.

SS

F

Sig.

SS

F

Sig.

Between Groups

2

874,142 1,281* 0,294

5236,067 5,580** 0,009

2205,000 4,716** 0,018

Within Groups

27

9211,540

12668,900

6312,500

Total

29

10085,682

17904,967

8517,500

SUMBER

DF

KADAR AIR

KERAPATAN

MODULUS OF

ELASTISITY

MODULUS OF RUPTURE

KERAGAMAN

SS

F

Sig.

SS

F

Sig.

SS

F

Sig.

SS

F

Sig.

Between Groups

2

2,584 1,908* 0,204

0,044 15,686** 0,001

28009,687 0,267* 0,771

30888,869 3,069* 0,096

Within Groups

9

6,094

0,013

4,7E+008

45288,363


(6)

44

Uji Lanjut Duncan Kerapatan, Delaminasi Dingin dan Delaminasi Panas

Jenis

Glulam

KERAPATAN

DELAMINASI DINGIN

DELAMINASI PANAS

N

Subset for alpha = 0,05

N

Subset for alpha = 0,05

N

Subset for alpha = 0,05

1

2

1

2

1

2

Jabon

4

0,4313

10

65,000

10

25,000

Pinus

4

0,4510

10

190,000

190,000 10

190,000

Pinus-Jabon

4

0,5685

10

386,000 10

220,000

Sig

0,475

1,000

0,208

0,053

1,000

0,664