Keteguhan Patah Modulus of Rupture, MOR

Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa glulam dari kayu Jabon lebih elastis terhadap beban. Nilai MOE glulam dari kayu Jabon lebih tinggi dibandingkan glulam dari kayu Pinus dan Pinus-Jabon. Sifat kelenturan glulam tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut, semakin tinggi mutu kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan. Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur dan kekuatan patah glulam semakin meningkat. Berdasarkan analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5 menunjukkan nilai signifikan 0,7710,05 dapat disimpulkan bahwa nilai MOE dari ketiga jenis glulam tidak berbeda nyata dan uji lanjut tidak perlu dilakukan. Herawati 2007 menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau serat miring. Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya, kualitas perekatan pada penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan. Kekuatan glulam juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya. Berdasarkan penelitian Malik dan Santoso 2005 pada glulam dari kayu Pinus dengan perekat LFR Lignin Resolsinol Formaldehide, TRF Tanin Resolsinol Formaldehide dan PRF Phenol Resorsinol Formaldehide dengan perbandingan waktu kempa 8 dan 15 jam memiliki nilai MOE berturut turut 68.264,8 kgcm 2 , 51.561,6 kgcm 2 dan 67.592,8 kgcm 2 ; 45.640,5 kgcm 2 , 46.874,5 kgcm 2 dan 58.992,3 kgcm 2 . Hasil penelitian glulam dari kayu Pinus dengan perekat PRF pada waktu kempa 6 jam memilki nilai MOE yang lebih tinggi dari penelitian Malik dan Santoso tersebut. Besarnya tekanan kempa dan lama waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu, jenis perekat, dan ketebalan balok laminasi.

2.5.2 Keteguhan Patah Modulus of Rupture, MOR

Keteguhan patah merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan Bowyer et al. 2007. Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dari jenis kayu Jabon berkisar antara 354 –414 kgcm 2 dengan nilai rata-rata 386 kgcm 2 , nilai MOR glulam dari jenis kayu Pinus berkisar antara 181 –413 kgcm 2 dengan nilai rata-rata 269 kgcm 2 . Nilai MOR glulam dari jenis kayu Pinus-Jabon berkisar antara 221 –350 kgcm 2 dengan nilai rata-rata 291 kgcm 2 . Mengacu pada JAS 234 : 2003 yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgcm 2 maka glulam dari jenis kayu Jabon saja yang memenuhi standar, sedangkan glulam dari jenis kayu Pinus dan Pinus-Jabon memiliki nilai MOE di bawah standar. Gambar 7 Nilai rata-rata MOR glulam. Berdasrkan gambar di atas dapat dilihat bahwa glulam dari kayu Jabon memiliki nilai MOR yang paling tinggi dibandingkan glulam dari kayu Pinus dan Pinus-Jabon. Sedangkan glulam dari kayu Pinus-Jabon memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan glulam dari kayu Pinus. Geen 1999 dalam Herawati 2008 mengatakan banyak faktor yang mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu, mata kayu dan serat miring. Glulam dari kayu Pinus memiliki nilai MOR yang paling rendah karena lamina-lamina yang digunakan memiliki cacat seperti mata kayu dan serat miring. Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat, kekerasan, dan keteguhan geser, tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lemtur, tekan dan tarik sejajar serat. Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur, tarik dan tekan sejajar serat. Hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5 menunjukkan nilai signifikan 0,0960,05 dapat disimpulkan bahwa nilai MOR dari ketiga jenis glulam tidak berbeda nyata dan uji lanjut tidak perlu dilakukan. Berdasarkan penelitian Malik dan Santoso 2005 pada glulam dari kayu Pinus dengan perekat LFR Lignin Resorcinol Formaldehyde, TRF Tanin Resorcinol Formaldehyde dan PRF Phenol Resorcinol Formaldehyde dengan perbandingan waktu kempa 8 dan 15 jam memiliki nilai MOR berturut turut adalah 250,4 kgcm 2 , 270 kgcm 2 dan 498 kgcm 2 ; 273 kgcm 2 , 339 kgcm 2 dan 559,5 kgcm 2 . Hasil penelitian glulam dari kayu Pinus untuk nilai MOR dengan perekat PRF memiliki nilai rata-rata 269,2 kgcm 2 membuktikan tidak lebih bagus dari penelitian Malik dan Santoso tersebut. Perbedaan ini kemungkinan terjadi karena perbedaan kulitas kayu yang digunakan. Kayu Pinus yang digunakan pada penelitian ini memiliki banyak cacat mata kayu dan serat miring yang dapat menurunkan kekuatan kayu. Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung kakuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan patah suatu bahan berbanding lurus Bowyer et al. 2007.

2.5.3 Keteguhan Rekat