57
kejahatan tersebut. Dengan adanya ilmu psikologi kriminal, semua itu mengalami perkembangan dan perubahan sehingga hakim tidak lagi menjatuhkan hukum
berdasarkan perbuatannya saja, tetapi juga dari kondisi jiwa atau kepentingan mengapa orang tersebut melakukan kejahatan.
Demikian jugalah terhadap pelaku tindak pidana pedophilia, perlu diketahui faktor-faktor psikologinya untuk mengungkapkan latar belakang dari
perilaku atau kejahatan yang dilakukan berdasarkan kondisi jiwa pelaku tindak pidana pedophilia tersebut. Dengan demikian pengetahuan tentang psikologi
kriminal akan dapat menunjang pembentukan maupun penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana pedophilia dengan sedemikian rupa, sehingga hukuman yang
dijatuhkan benar-benar berfungsi sebagai efek jera bagi pelaku kejahatan tersebut.
C. Faktor-Faktor Penyebab dan Akibat Terjadinya Tindak Pidana
Pedophilia
Sebelum membahas faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pedophilia, terlebih dahulu dapat kita lihat faktor-faktor terjadinya kejahatan
menurut mahzab-mahzab dalam kriminologi:
89
1. Mahzab Italia atau Mahzab Antropologi
Antropologi merupakan ilmu tentang manusia, yaitu ilmu yang mempelajari tentang ciri-ciri tubuh manusia, yang dalam
pandangan kriminologi mempelajari sebab-sebab terjadinya kejahatan dengan cara mempelajari bentuk tubuh seseorang. Mahzab
Antropologi – Italia muncul disekitar permulaan tahun 1830 dan 1870 abad ke 19 yang dipelopori oleh ahli phrenologi Gall dan Spurzheim.
89
Ibid., hlm. 37 – 50.
Universitas Sumatera Utara
58
Menurut Yoseph Gall bahwa bakat dan watak manusia ditentukan olehotak dan sebaliknya otak memberi pengaruh pula pada
bentuktengkorak. Oleh karena itu, tengkorak dapat diperhatikan dan diukur, maka pembawaan watak dan bakat manusia dapat dipelajari
secara ilmiah.
90
a. Tulang rahang leher
Salah seorang tokoh yang terkenal dari mahzab ini adalah Cecare Lombroso 1835-1909. Lombroso berpendapat bahwa
manusia yang pertama adalah penjahat sejak lahirnya pencuri, pemerkosa, pembunuh dan pelacur bagi yang perempuan. Menurut
Lombroso, orang yang melakukan kejahatan mempunyai tanda-tanda tertentu yang dibawa sejak lahir tipologi penjahat, yaitu:
b. Roman muka yang tidak harmonis
c. Tengkorak yang tidak simetris
d. Hidung pesek
e. Tulang dahi melengkung
f. Suka akan tato
Jadi menurut Lombroso seorang penjahat sejak dilahirkan sudah akan menjadi penjahat criminil is born.
Enrico Ferri, seorang murid dari Lombroso mengadakan beberapa perbaikan demi kelanjutan dari ajaran-ajaran gurunya
tersebut. Hal ini disebabkan Ferri menyadari bahwa pelajaran-
90
Made Derma Weda, Kriminologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 16.
Universitas Sumatera Utara
59
pelajaran Lombroso dalam bentuk aslinya tidak dapat dipertahankan. Oleh karena itu, tanpa mengubah inti dari teori Lombroso, Ferri
mengubah bentuknya dengan mengatakan faktor timbulnya kejahatan selain dikarenakan oleh faktor individu, terdapat faktor lain juga yang
ikut mempengaruhi, yaitu di dalam bukunya “Sosiologi Criminelle” Ferri memberikan rumusan tetang timbulnya kejahatan:
a. Setiap kejahatan adalah resultante dari keadaan individu, di satu
pihak dan sosial b.
Keadaan sosial memberi bentuk pada kejahatan, tetapi berasal dari bakatnya yang biologis dalam arti sosial organis dan
psikis. Berarti bahwa kejahatan itu timbul karena dua 2 faktor yaitu, faktor
individu dan faktor lingkungan. 2.
Mahzab Lingkungan atau Mahzab Perancis Mahzab Lingkungan – Mahzab Perancis terdiri dari mahzab
Perancis Khusus, mahzab yang berdasarkan perkonomian lingkungan hasil aetiologi dalam sosiologi kriminal dan lingkungan sekitarnya.
Mahzab Perancis khusus adalah mahzab yang datang dari kalangan para dokter Perancis yang mengajukan tantangan terhadap mahzab
antropologi Lombroso. Pelopornya antara lain A. Lacassagne 1843-1924 seorang
guru besar dalam hukum kedokteran di perguruan tinggi Lyon. Juga G. Tarde 1843-1904 ahli hukum dan sosiologi yang menyatakan
Universitas Sumatera Utara
60
kejahatan bukan suatu hal yang anthropologis tetapi sosiologis, seperti kejadian-kejadian masyarakat lainnya dikuasai oleh hasrat meniru.
Mahzab berdasarkan perekonomian lingkungan mulai berkembang pada penghabisan abad ke-19 ketika timbul sistem baru
dalam perekonomian dan kejahatan keliatan bertambah. Pengarang pertama dari aliran ini adalah F. Turrati di dalam “Ildelito e la
question sosiale” 1883 yang terutama mengkritik ajaran-ajaran mahzab Italia. Dalam bagian positif, Turrati mengemukakan bahwa
nafsu ingin memiliki berhubungan erat dengan sistem ekonomi pada waktu sekarang yang mendorong terjadinya kejahatan perekonomian.
Juga dikatakan mengenai kejahatan terhadap orang, menunjukkan terdapat pengaruh dari keadaan materi terhadap jiwa manusia.
Kesengsaraan atau kemiskinan menyebabkan jiwa menjadi tumpul. Kebodohan dan keindahan merupakan juga sebab-sebab yang
mengakibatkan kejahatan yang semacam. Begitu juga dengan tempat tinggal yang tidak layak serta merosotnya kesusilaan, menyebabkan
terjadinya kejahatan kesusilaan. W. A. Bonger menyatakan bahwa dalam hal ini ada dua
pengaruh atas manusia, yakni pengaruh langsung dari iklim dan pengaruh tidak langsung terutama dari tanah melalui manusia itu
sendiri, misalnya keharusan menyelenggarakan pengairan di daerah tertentu di dunia timur mengakibatkan adanya pemerintahan
diktatoris. W. A. Bonger menyatakan juga bahwa pengaruh langsung
Universitas Sumatera Utara
61
dari iklim dan lain-lain atas diri manusia dengan majunya ilmu teknik dan bertambah kuasanya manusia terhadap alammenjadi berkurang.
Di samping itu beliau juga mengemukakan beberapa jenis kejahatan yang dapat timbul akibat pengaruh keadaan sekeliling ini, yaitu
kejahatan ekonomi, kejahatan terhadap kelamin, kejahatan kekerasan dan kejahatan politik.
3. Mahzab Bio-Sosiologis
Mahzab bio-sosiologi merupakan perpaduan antara mahzab antropologi dan mahzab sosiologi. Ajaran ini pertama kali
diperkenalkan oleh Ferry yang pada mulanya adalah murid Lombroso. Ferry mengetahui bahwa ajaran Lombroso tidak dapat dipertahankan,
maka ia memuat suatu rumusan tentang timbulnya kejahatan sebagai berikut: “tiap-tiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur yang
terdapat dalam individu.”
91
4. Mahzab Agama
Ferry memberikan rumusan bahwa keadaan sekelilingnya terhadap manusia selalu berpengaruh, yang
terdiri dari dua unsur khusus yakni keadaan yang mempengaruhi inndividu dari lahirnya dan bakat yang terdapat di dalam individu
tersebut untuk melakukan kejahatan.
Paul Moeikdo Moeliono membagi sebab-sebab terjadinya kejahatan ke dalam beberapa golongan, diantaranya adalah:
a. Golongan salahmu sendiri
91
W.A.Bonger, Op.cit., hlm. 133.
Universitas Sumatera Utara
62
b. Golongan tiada orang yang bersalah
c. Golongan salah lingkungan
d. Golongan salah kombinasi
Golongan salahmu sendiri berpendapat bahwa kejahatan adalah ekspresi atau pernyataan kemauan jahat dari diri penjahat sendiri.
Menurut golongan ini sebab dari suatu kejahatan adalah timbul dari kemauan pelaku kejahatan itu sendiri, karena itu konsekuensinya,
apabila berbuat kejahatan, maka diri sendirilah yang harus dipersalahkan, masyarakat dan pihak-pihak lain sama sekali lepas dari
pertanggungjawaban atas timbulnya kejahatan-kejahatan itu. Golongan ini mempunyai dua aliran, yakni aliran
keagamaan dan aliran sekularisasi. Aliran keagamaan ini bersumberkan pada kitab suci masing-masing agama. Berpijak pada
aliran keagamaan, maka setiap manusia dalam hidupnya telah diberi pedoman berupa perintah-perintah dan larangan-larangan dari setiap
perbuatan jahat yang tertulis di dalam masing-masing kitab suci, setiap orang yang mematuhi perintah-perintah dan larangan-larangan
agama akan memperoleh pahala dari Tuhannya dan sebaliknya barangsiapa yang melanggar akan berdosa. Dalam ajaran agama
dengan tegas ditentukan bahwa setiap orang harus berbuat baik dengan mematuhi pedoman-pedoman yang telah digariskan dalam
firman Tuhan melalui kitab-kitab suci dan rasulNya. Maka konsekuensi bagi setiap orang yang melanggar dan mengingkari
Universitas Sumatera Utara
63
perintah Tuhan seperti membunuh, mencuri, berzinah, dan lain sebagainya maka diri sendirilah yang harus mempertanggug jawabkan
perbuatannya. Pada abad pertengahan abad ke-13 dan ke-16 di eropa,
raja-raja adalah wakil Tuhan di dunia. Jadi barang siapa yang melanggar-melanggar perintah Tuhan dengan melakukan kejahatan,
maka dia juga telah berdosa terhadap negara. Oleh karena itu, setiap pelaku tindak pidana harus ditindak serta mendapat hukuman dari
negara. Pengertian kejahatan sangat bergantung kepada penilaian dan jenis
reaksi yang diberikan masyarakat dimana perbuatan itu terjadi. Kejahatan dalam pengertian yuridis adalah perbuatan yang oleh hukum pidana secara definitif
dinyatakan sebagai perbuatan jahat. Secara psikologis adanya pengaruh kejiwaan yang dapat menimbulkan keabnormalan individu dalam perbuatan yang
digolongkan perbuatan jahat, sesuai dengan penyimpangan terhadap kaedah- kaedah yang berlaku dalam suatu masyarakat.
92
Tindak pidana pedophilia merupakan suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian dan ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam
masyarakat terdapat kegelisahan dan ketakutan. Tindak pidana atau kejahatan pedophilia adalah salah satu bentuk penyakit jiwa kelainan ketertarikan seksual.
93
92
Chainur Arrasjid, Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminal, Op.cit., hlm. 95.
93
Ismantoro Dwi Yuwono, Op.cit., hlm. 44.
Universitas Sumatera Utara
64
Menurut Erich Fromm, terdapat dua penyebab munculnya penyakit kelainan ketertarikan seksual ini di dalam diri pelaku tindak pidana pedophilia,
yaitu sebagai berikut:
94
1. Pengalaman masa kecil yang tidak mendukung pendewasaan
Pada masa pertumbuhannya atau pada masa kecilnya seorang pedofil telah terperangkap dalam berbagai kondisi yang
membuatnya merasa kesepian dan tidak berdaya. Bersamaan dengan ini anak pada masa kecilnya selalu mendapatkan kekerasan dari orang
dewasa dan tindakan-tidakan orang dewasa yang membuat anak ketakutan, misalnya selalu diancam akan dihukum jika tidak mau
melakukan ini dan itu. Pada saat-saat inilah anak merasa harga dirinya hancur dan
diinjak di bawah kaki orang dewasa yang mengakibatkan tidak terdukungnya proses pendewasaan dengan baik yang kemudian anak
mengalami kehampaan jiwa, tidak menjalani stimulasi kehidupan dengan baik serta tidak ada yang membangkitkan kecakapan dan
potensinya selama bertahun-tahun secara berkepanjangan menjalani masa-masa yang menjemukan. Dari keadaan seperti inilah kemudian
anak akan mengembangkan kepribadian yang dingin hingga anak menginjak masa dewasanya.
95
94
Ibid., hlm. 45.
95
Erich Fromm, Akar Kekerasan : Analisis Sosio-Psikologis atas Watak Manusia, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 2001, hlm. 430.
Universitas Sumatera Utara
65
2. Trauma karena pernah mengalami kekerasan seksual maupun non
seksual dari orang dewasa Pedofil yang pada masa pertumbuhan atau pada masa
kecilnya telah terperangkap dalam berbagai kondisi yang membuatnya merasa kesepian dan tidak berdaya serta mengalami kehampaan jiwa
selama proses pendewasaannya akan mengalami goncangan dalam kepribadiannya akibat trauma mendalam karena pernah mengalami
kekerasan seksual maupun non seksual dari orang dewasa. Perasaan trauma inilah yang kemudian menggiring pedofil
mengembangkan ketertarikan menguasai dan menyakiti orang lain sebagai bentuk perlawanannya atas kondisi yang tidak kondusif dala
proses pendewasaan dalam dirinya. Adanya percampuran antara rasa takut terhadap orang dewasa, rasa benci dan rasa jijik, serta ada pula
dorongan rasa mencari kompensasi. Kompensasi ini ditemukannya pada sosok anak-anak yang
bisa dikuasainya. Rasa berkuasa itu akan muncul pada seorang pedophilia apabila pelaku melakukan tindakan sadis dalam
berhubungan seksual dengan anak-anak untuk melampiaskan nafsu birahinya.
Proses pendewasaan yang tidak baik dan rasa trauma itulah yang menjadi penyebab internal dan eksternal-traumatik dari kemunculan penyakit
pedophilia. Selain dorongan internal atau dari dalam diri sendiri, tindak pidana
Universitas Sumatera Utara
66
pedophilia juga terjadi karena berbagai faktor penyebab lainnya, diantaranya adalah:
1. Faktor ekonomi
Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pokok-pokok kelangsungan hidup masyarakat dan
mempengaruhi cara-cara kehidupan seseorang secara umum adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi terdiri kemiskinan dan tingkat
pendidikan yang rendah. Bagi seorang pedophilia, kondisi hidup yang terjebak dalam
kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah semakin mendorong nalurinya untuk membangun orientasi seksual yang jahat dan
menyimpang terhadap anak-anak. Hal ini disebabkan oleh, orang yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah cenderung mendapatkan
pekerjaan yang tidak layak atau bahkan menjadi seorang pengangguran sehingga mengalami stress dan timbul tekanan dalam
dirinya untuk melakukan kekerasan seksual terhadap anak-anak sebagai satu-satunya hal yang dapat dikuasainya untuk melampiaskan
hasrat seksualnya. 2.
Faktor sosial budaya Berkembangnya sosial budaya barat atau modernisasi yang
terbuka luas ditengah-tengah masyarakat juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya tindak pidana pedophilia. Pengaruh
berbagai material media yang sangat mudah didapat, seperti video
Universitas Sumatera Utara
67
porno, iklan televisi maupun katalog pakaian yang menampilkan anak-anak kecil memakai pakaian dalam merupakan material
pornografis yang menyebabkan gairah seksual di dalam pikiran pelaku pedophilia semakin terangsang.
96
3. Faktor lingkungan
Selain material pornografis yang dapat merangsang gairah seksual pelaku, faktor sosial budaya lainnya yang menyebabkan
terjadinya tindak pidana pedophilia adalah minuman ber-alkohol. Mengkonsumsi minuman ber-alkohol biasanya merupakan bentuk
pengalihan seseorang atas setiap permasalahan hidup yang dialaminya. Mengkonsumsi alkohol secara berlebihan menyebabkan
seseorang kehilangan alam sadarnya, sehingga mengkonsumsi alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan kemungkinan seseorang untuk
mencabuli anak-anak. Pengaruh alkohol dan depresi yang dialami pelaku merupakan pemicu fantasi seksual terhadap anak-anak muncul
dalam diri pelaku sebagai cara mengatasi disforia hidup yang dirasakannya.
Kondisi lingkungan sekitar menjadi salah satu faktor utama penyebab terjadinya tindak pidana pedophilia. Faktor lingkungan
dibagi ke dalam dua bagian, yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan pergaulan. Dalam lingkungan keluarga, kurangnya
keharmonisan dalam suatu keluarga dapat berimbas menjadi suatu
96
Gerald C.Davison, dkk,Op.cit., hlm. 625.
Universitas Sumatera Utara
68
tindakan kekerasan seksual terhadap anak, bentuk kekerasan seksual yang terjadi karena pengaruh kurangnya keharmonisan ini dilakukan
oleh orang tua terhadap anaknya sendiri incest. Selain itu, kurangnya perhatian orang tua terhadap anak juga dapat menjadi penyebab
terjadinya tindak pidana pedophilia. Anak yang tidak diperhatikan oleh orang tuanya akan cenderung hidup dalam lingkungan pergaulan
yang bebas, bahkan menyimpang. Sehingga tidak jarang terjadi, karena pengaruh kurangnya perhatian dari keluarga, seseorang dapat
melakukan perbuatan menyimpang seperti tindak pidana pedophilia. Begitu juga dengan anak yang tidak medapat perlindungan dari orang
tuanya, akan memiliki resiko yag besar menjadi korban tindak pidana pedophilia.
Faktor lingkungan keluarga maupun lingkungan pergaulan berperan besar menjadi penyebab terjadinya tindak pidana pedophilia,
baik penyebab menjadi pelaku kejahatan maupun penyebab menjadi korban kejahatan tindak pidana tersebut.
Setiap perbuatan pidana, khususnya Tindak pidana pedophilia selain terdapat faktor-faktor penyebab terjadinya perbuatan tersebut, tentu juga
mempunyai akibat yang berdampak kepada korbannya. Anak-anak bagi seorang pedophilia adalah media yang tepat untuk melampiaskan libidonya yang meronta-
ronta, merengkuh kenikmatan dalam hubungan seksual dan dapat dikuasai secara utuh untuk mendapatkan kepuasan seksual. Adapun yang menjadi akibat dari anak
Universitas Sumatera Utara
69
yang menjadi korban tindak pidana pedophilia adalah akan terkondisikan atau mengalami dampak-dampak negatif sebagai berikut :
1. Trauma fisik
Munculnya trauma fisik pada anak sebagai korban kejahatan pedophilia merupakan dampak yang pertama kali akan
dirasakan oleh anak tersebut. Trauma fisik ini muncul karena rasa sakit yang amat sangat ketika pelaku tindak pidana pedophilia
melakukan penetrasi penisnya ke lubang dubur korban. Trauma ini akan semakin mendalam dialami oleh anak apabila rasa sakit pasca
penetrasi tersebut diikuti oleh infeksi pada dubur, rasa nyeri ketika sedang buang air besar yang akan dirasakan korban selama berhari-
hari dan juga korban akan tertular penyakit kelamin seperti sifilis atau terinfeksi HIVAIDS.
97
2. Trauma psikis
Kemunculan trauma psikis ini disebabkan oleh norma- norma sosial yang ditanamkan pada diri anak oleh lingkungan
keluarga dan sosialnya. Trauma psikis akan tampak melalui perubahan perilaku yang aneh oleh anak, yaitu perilaku yang belum pernah
terlihat dari diri anak tersebut saat sebelum menjadi korban kejahatan pedophilia. Misalnya anak menjadi paranoid mudah curiga terhadap
orang lain, gelisah, pelupa dan sering mengalami kebingungan atau depresi.
97
Ismantoro Dwi Yuwono, Op.cit., hlm. 46.
Universitas Sumatera Utara
70
Trauma psikis ini biasanya juga akan membuat anak menjadi pendiam karena selalu dihantui rasa ternoda akibat
mengalami perbuatan yang tidak senonoh.
98
3. Disorientasi moral
Trauma psikis merupakan bentuk trauma yang mendalam, karena dapat mengganggu fungsi dan
perkembangan otak anak sebagai korban tindak pidana pedophilia.
Disorientasi moral merupakan salah satu bentuk dampak negatif yang terjadi kepada anak korban kejahatan pedophilia.
Kemunculan disorientasi moral pada anak disebabkan oleh seringnya korban mengalami kekerasan seksual berupa sodomi dari pelaku,
sehingga anak tidak dapat membedakan mana perilaku seksual yang baik dan mana yang tidak baik. Ketidakmampuan untuk memilah-
milah mana yang baik dan mana yag tidak baik inilah yang dinamakan dengan disorientasi moral.
99
Disorientasi moral ini akan semakin mendalam apabila korban tidak mendapatkan pertolongan dan perlindungan dari orang
dewasa setelah anak menjadi korban dari kejahatan pedophilia.
100
98
Ibid.
99
Ibid.
100
M. Irsyad Thamrin dan M. Farid, Panduan Bantuan Hukum Bagi Para Legal, Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta bekerjasama dengan TIFA Foundation, Yogyakarta, 2010,
hlm. 521.
Ketika anak berada pada kondisi atau terkondisikan dalam disorientasi moral inilah, ketika dikemudian hari anak tumbuh
menjadi dewasa, akan memiliki potensi menjadi seorang penjahat
Universitas Sumatera Utara
71
pedophilia. Bagong Suyanto mengatakan bahwa, anak yang menjadi korban kejahatan pedophilia, ketika tumbuh menjadi dewasa akan
menjadi seorang pelaku tindak pidana pedophilia.
101
Horton dan Hunt berpendapat bahwa, semua tindakan kekerasan termasuk tindak pidana pedophilia umumnya akan terekam
di bawah alam sadar anak yang menjadi korban kejahatan tersebut, yang akan dibawa sampai kepada masa dewasa dan terus sepanjang
hidupnya. Anak yang mendapatkan perlakuan kejam akan menjadi agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang agresif
pula.
102
Disorientasi moral yang terjadi pada anak dan tidak teratasi oleh orang dewasa hingga anak tumbuh menjadi dewasa akan
memberikan pelajaran yang keliru pada anak bahwa kenikmatan seksual akan diperoleh dengan cara meyakiti korban. Secara keliru
pula akan terbangun kesadaran bahwa dengan melakukan tindakan itu anak tang telah menjadi pelaku kejahatan dapat berkuasa terhadap
korbannya, kekuasaan yang dibangun itulah sebagai cara untuk mengatasi tekanan dan kehampaan jiwa sebagaimana yang telah
penulis paparkan sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya tindak pidana pedophilia.
101
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013, hlm. 7.
102
Ibid., hlm. 53.
Universitas Sumatera Utara
72
D. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana