1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Setiap orang memiliki hak yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh masyarakat, pemerintah dan negara. Demikian halnya dengan seorang anak,
setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
4
Kejahatan merupakan manifestasi kejiwaan yang terungkap pada tingkah laku manusia yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku
dalam suatu masyarakat dapat dilihat dari beberapa segi antara lain; pathokogis yakni dengan mengadakan pendekatan secara penelitian atas simtom-simtom
klinis tertentu pada pelaku dengan kemungkinan adanya sejenis penyakit jiwa atau kepribadian yang kacau; statistik yakni dengan mengadakan pendekatan secara
grafis dan matematis mengenai masalah siapa yang disebut normal atau abnormal; dan dari segi kultural budaya, yakni dengan mengadakanpendekatan secara
Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Esa, yang kelak akan menjadi generasi penerusbangsa di masa yang akan datang. Oleh karena itu, agar
setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawabtersebut, maka sudah selayaknya anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental
maupun sosial serta berhak mendapatkan perlindungan dalam segala hal, termasuk dari segala bentuk kejahatan.
4
Pasal 4 UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
1
Universitas Sumatera Utara
2
lingkungan, sosialatau kemasyarakatan dalam konteks yang berhubungan dengan lingkungan kebudayaan atau tempat tinggal seseorang.
5
Pedophilia didefinisikan sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa usia 16 tahun keatas ditandai
dengan suatu daya tarikseksual terhadap anak-anak dibawah umur 13 tahun untuk memenuhi hasrat seksualnya.
Seiring dengan perkembangan jaman, jenis-jenis kejahatan terhadap anak semakin berkembang. Anak-anak seringkali menjadi korban dari perlakuan
meyimpang yang dilakukan oleh orang dewasa. Peyimpangan perilaku yang biasanya dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak-anak diantaranya adalah
perdagangan, eksploitasi, dan bahkan kejahatan seksual. Kejahatan seksual merupakan perilaku seksual menyimpang yang
merugikan korban serta meresahkan masyarakat dan selalu saja berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Pelaku kejahatan seksual tidak
lagi memandang siapa saja untuk menjadi korban, baik itu tua-muda atau bahkan anak-anak sekalipun untuk memenuhi hasrat seksualnya. Orang dewasa yang
melakukan kejahatan seksual terhadap anak-anak disebut dengan pedophilia.
6
Pelakupedophilia biasanya adalah laki-laki. Para pelakupedophilia tidak hanya mengincar anak-anak yang berbeda jenis kelamin dengannya untuk
dijadikan korban istilah biologis: heteroseksualmelainkan juga biasanya korban
5
Chainur Arrasjid, Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminal, Kelompok Studi Hukum Dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1998, hlm. 32.
6
http:id.wikipedia.orgwikipedophilia diakses 30 Januari 2016, pukul 11.58 WIB.
Universitas Sumatera Utara
3
adalah anak yang berjenis kelamin sama dengan pelaku istilah biologis: homoseksual.
Umumnya penderita pedophilia adalah orang yang takut gagal dalam berhubungan secara normal terutama meyangkut seks dengan wanita yang
berpengalaman, sehingga ia mengalihkan pada anak-anak karena kepolosan anak tidak mengancam harga dirinya.
7
Kekerasan jarang menjadi bagian dalam kejahatan seksual pedophilia, tetapi tidak benar apabila berasumsi bahwa pencabulan terhadap anak tersebut
terjadi tanpa adanya paksaan atau ancaman. Para pedofil sebutan untuk seorang pelakupedophilia tidak melukai korbannya secara fisik, beberapa diantaranya
sengaja menakut-nakuti korban dengan, misalnya, membunuh hewan peliharaan korban dan mengancam akan lebih menyakitinya jika korban melapor kepada
orang tuanya. Pedofil biasanya senang membelai rambut korban, memain- mainkan alat kelamin korban, mendorong korban untuk memain-mainkan alat
kelamin pelaku dan tidak jarang juga seorang pedofil mencoba memasukkan alat kelaminnya ke alat kelamin korban. Pencabulan tersebut dapat terus berlangsung
selama beberapa minggu, bulan atau tahun jika tidak diketahui oleh orang dewasa lain atau jika si anak korban tidak memprotesnya.
8
Perbuatan cabul yang dialami seorang anak secara terus menerus, akan memberikan dampak yang buruk bagi perkembangan fisik maupun psikis anak,
serta tidak menutup kemungkinan anak korban pedofil juga akan menjadi seorang
7
Tristiadi Ardi Ardani, Psikologi Abnormal, Lubuk Agung, Bandung, 2011, hlm. 166.
8
Gerald C.Davison, dkk,Psikologi Abnormal, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 624.
Universitas Sumatera Utara
4
pedofil di masa yang akan datang, sebab di tangan orang dewasa ini, anak-anak telah dirampok, dirampas, atau dijarah harkat martabat kemanusiaannya, atau
diperlakukan tidak layak khususnya secara seksiologis. Lambroso mengemukakan jenis penjahat itu ada penjahat kelahiran;
penjahat karena hawa nafsu yakni orang-orang yang karena sifatnya bernafsu melaksanakan kemauan seenaknya saja; dan bentuk campuran antara penjahat
kelahiranbakat ditambah dengan kesempatan, dan penjahat yang melakukan kejahatan disebabkan karena keadaan yang kurang sempurna.
9
Menurut teori psikologi, yang menyebabkan seseorang menjadi penjahat adalah bahwa kejahatan terjadi melalui studi proses mental dalam hal ini
penyakit kejiwaan, kehancuran dari pusatkegugupan, neurasthenia ketidakmampuan inadequete seluruh kemampuan mental.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Lombroso tersebut, pelaku pedophilia merupakan
penjahat yang melakukan perbuatannya akibat mengalami gangguan psikologis atau kejiwaan sehingga dapat melakukan perbuatan abnormal karena hawa nafsu
dan keadaan yang kurang sempurna.
10
Kejahatan ditinjau dari segi psikologis jelas menitik beratkan, sejauh manakah pengaruh kejiwaan yang dapat menimbulkan tingkah keabnormalan
individu dalam tingkah lakunya yang dapat digolongkan perbuatan jahat sesuai dengan penyimpangan terhadap norma-norma yang berlaku dalam suatu
masyarakat.
11
9
Chainur Arrasjid, Op.cit., hlm. 35.
10
Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 44.
11
Chainur Arrasjid, Op.cit., hlm. 32.
Universitas Sumatera Utara
5
Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia tidak ada yang menyebutkan secara khusus tindak pidana pedophilia, hanya saja peraturan
perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 82 telah menjelaskan hukuman yang akan
dijatuhkan bagi pelaku penyimpangan seksual yang menjadikan anak-anak sebagai korbannya, yang berbunyi sebagai berikut:
12
Akan tetapi, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dirasa belum dapat berjalan secara efektif karena masih
adanya tumpang tindih antar Peraturan Perundang-Undangan sektoral terkait dengan definisi anak, di sisi lain maraknya kejahatan terhadap anak ditengah-
tengah masyarakat, salah satunya adalah kejahatan seksual yang saat ini banyak dilakukan oleh orang dewasa terdekat sang anak. Berdasarkan paradigma tersebut
maka Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang saat ini sudah berlaku kurang lebih 12 tahun akhirnya diubah dengan Undang-
Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, ataumembujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul,dipidana dengan penjara paling lama 15 lima belas tahun dan paling sedikit 3tiga tahun dan denda paling banyak
Rp300.000.000 tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp60.000.000 enam puluh juta rupiah”
Sehingga dapat dinilai bahwa pemerintah telah melakukan upaya untuk memberikan perlindungan serta payung hukum agar kehidupan seorang anak bisa
berjalan dengan normal.
12
Pasal 82, Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
6
23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang mempertegas perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak
terutama kepada kejahatan seksual yang bertujuan untuk memberikan efek jera, serta mendorong adanya langkah konkrit untuk memulihkan kembali fisik, psikis
dan sosial anak.
13
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, pembahasan mengenai kejahatan seksual terhadap anak khususnya pedophiliaadalah penting, mengingat anak
merupakan generasi penerus suatu negara di masa yang akan datang. Keadaan negara dimasa yang akan datang sangat bergantung kepada kondisi anak di masa
kini. Pembahasan mengenai Tindak Pidana pedophiliayang ditinjau menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dikaitkan
dengan Psikologi Kriminal, diharapkan dapat memberikan pemahaman Menurut tinjauan psikologi kriminal, hal tersebut perlu dilakukan guna
mengantisipasi anak sebagai korban pedophilia dikemudian hari tidak menjadi pelaku kejahatan yang sama. Karena berdasarkan fakta yang terungkap pada saat
pelaku kejahatan seksual terhadap anak pedophilia diperiksa di persidangan, ternyata sang pelaku dulunya juga pernah mengalami kejahatan pedophilia
sewaktu pelaku masih berusia anak, sehingga pelaku memiliki trauma masa lalu dalam hal kejahatan seksual sehingga terdapat gangguan psikis dalam dirinya
yakni memiliki hasrat seksual terhadap anak-anak yang kemudian mendorongnya untuk melakukan tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak pedophilia.
13
PN Palopo, “Paradigma Baru Hukum Perlindungan Anak” www.pn- palopo.go.idindex.phpberitaartikel164-paradigma-baru-hukum-perlindungan-
anak.202020Agustus202015 diakses 30 Januari 2016, Pukul 17.47 WIB.
Universitas Sumatera Utara
7
mengenaibetapa pentingnya perlindungan terhadap seorang anak dan meningkatkan kesadaran akan penyebab dan dampak daripada tindak pidana
pedophilia kepada semua elemen masyarakat, pemerintah, serta penegak hukum agar Tindak Pidana Kejahatan Seksual Terhadap Anak khususnya pedophiliayang
sudah marak terjadi, tidak menjadi bumerang bagi keberlangsungan hidup masyarakat, pemerintah dan negara di masa yang akan datang.
B. Perumusan Masalah