commit to user
44
memberikan pengaruh terhadap produksi dan tenaga kerja yang bekerja di masing-masing PG.
PT Perkebunan Nusantara IX Persero terbagi ke dalam dua divisi, yaitu pertama divisi tanaman tahunan yang meliputi tanaman kopi, kakoa,
karet dan teh sedangkan divisi kedua adalah tanaman semusim yaitu, tanaman tebu. Dengan alasan itu PG Colomadu masuk ke dalam divisi kedua. PG
Colomadu diakhir tahun 1997 mengalami kesulitan bahan baku. Hal ini membuat PT Perkebunan Nusantara IX Persero melakukan penutupan Wawancara
dengan Marwanto, 20 April 2011.
C. Perkembangan Pabrik Gula Colomadu Tahun 1990-1998
1. Penanaman dan Pengolahan Tebu
Dalam pengusahaan tebu, Pabrik Gula Colomadu mengikuti periodesasi setiap kebijakan pemerintah yang memerintah. Walaupun dalam perjalanannya
setiap sistem yang dijalankan tidak berjalan dengan lama, hal ini dapat terjadi karena adanya berbagai rintangan. Beberapa sistem itu dapat dijelaskan, seperti di
bawah ini yaitu sistem tebu sewa dan sistem tebu rakyat Intensifikasi TRI Wawancara dengan Wito, 20 April 2011.
a Sistem Tebu Sewa. Sistem tebu sewa adalah sistem hubungan tanah untuk tanaman tebu oleh
pabrik gula, yang mana pemilik tanah menerima sejumlah uang sewa tertentu selama jangka waktu penanaman tebu. Sebagai imbalannya petani pemilik tanah
menyerahkan tanahanya kepada pihak pabrik gula. Besarnya uang tergantung pada tingkat kesuburan tanah, pengairannya serta jauh tidaknya letak tanah itu
dari rail-baan pabrik gula. Kelemahan dalam sistem ini adalah besarnya uang sewa yang diterima oleh petani dirasakan kurang memadai. Biasanya petani
membandingkan antara uang sewa dengan hasil tanahnya apabila diusahkan sendiri dengan tanaman pangan. Selain itu dihubungkan dengan jangka waktu
yang dianggapnya terlalu lama, karena tanaman tebu biasanya membutuhkan waktu antara 16 sampai 18 bulan. Di lain pihak pabrik gula dalam menentukan
besarnya uang didasarkan pada harga gula yang ditentukan oleh pemerintah. Akibatnya sikap petani terhadap sistem sewa kurang bergairah. Pada awal
commit to user
45
berdirinya pabrik gula Colomadu, dalam usaha memperoleh tanah untuk tanaman tebu belum menggunakan sistem sewa seperti yang dikemukaan di atas. Sistem ini
dipakai pada masa pengalihan kepemilikan dari Praja Magkunegaran ke Pemerintahan Republik Indonesia. Dalam sistem sewa ini pabrik gula Colomadu
menggunakan tanah rakyat yang terdiri atas 3 Kabupaten, yaitu Boyolali, Sukoharjo, dan Karanganyar. Sebagai landasan hukum bagi pabrik gula Colomadu
dalam menggunakan tanah rakyat adalah PERPU No. 381960, yang antara lain berbunyai : pabrik-pabrik gula mendapatkan perlindungan untuk menggunakaan
tanah rakyat. Sebaliknya desa harus menyediakan sejumlah minimum luas tanah untuk menanam tebu. Walaupun pemerintah telah mengeluarkan PERPU NO.
381960, namun pada kenyataannya penyediaan areal sering tersendat-sendat hingga pihak berwajib terpaksa turun tangan, karena uang sewa tanah yang
ditetapkan pemerintah tidak sesuai lagi dengan pendapatan dari usaha tani padi. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambahkan uang sewa dengan
memberi berbagai tambahan premi seperti premi serah tanah, premi dongkelan, dan premi produksi. Penambahan premi-premi itu bertujuan agar pada akhirnya
para petani menerima uang sewa yang memadai. Lahan yang digunakan untuk menanam tebu diberi harga sewa Rp. 735.000,-ha setiap tahunnya. Kemudian
petani diberi uang tambahan yang berupa premi serah tanah, premi dongkelan, dan premi produksi. Besarnya uang tambahan yang diberikan kepada petani
berkisar antara Rp. 50.000,- sampai Rp. 70.000,-. Akan tetapi upaya ini belum dapat menyelesaiakan masalah, karena petani merasa hasil yang diperoleh belum
memberikan keuntungan. Penghasilan dari menanam padi lebih menguntungkan petani jika
dibandingkan dengan uang sewa. Petani dapat menerima uang dari hasil penjualan padi sebesar Rp. 945.000,-ha setiap tahunnya. Akibatnya sistem sewa tanah
semakin sulit
untuk dilaksanakan.
Perkembangan jumlah
penduduk mengakibatkan kebutuhan tanah semakin mendesak, yang berarti meningkatnya
jumlah beras dan makanan. Dengan ini petani mulai tidak rela menyewakan tanahnya untuk tanaman tebu. Mereka lebih suka menanam padi yang dianggap
lebih menguntungkan untuk mereka Wawancara dengan Wito, 25 Mei 2011.
commit to user
46
b Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi TRI Berbeda dengan sistem tebu sewa, dimana seluruh pekerjaan kebun dan
peguasaan tanah selama jangka waktu tertentu berada dalam pihak pabrik gula, maka dalam sistem tebu rakyat ini tanggung jawab pekerjaan sepenuhnya berada
di tangan petani atau pemilik lahan sendiri. Petani tebu rakyat dengan bakat, kemampuan dan ketrampilan sendiri, mengusahakan tanaman tebu di atas tanah
miliknya sendiri atau sewa dari petani lain Mubyarto, 1968: 57. Pada sistem ini petani bebas menjual dan menggilingkan tebunya kepada
siapapun. Besar kecilnya penghasilan tergantung kepada kemampuan mereka dalam mengusahakan tanah dan tanamanya. Dengan demikian mutu dan kualitas
tinggi rendahnya rendeman tebu terlepas dari pengawasan serta tanggung jawab pabrik gula. Dalam perkembangnya sistem tebu rakyat tidak terlalu berkembang
di pabrik gula Colomadu, karena sistem tebu ini hanya dikembangkan oleh para petani yang memiliki modal yang cukup besar, sehingga untuk perawatan dan
pengawasan sistem tebu ini juga memperlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Sistem di atas merupakan sistem bagi h
diatur dalam PMPA No. 8 Tahun 1963 dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Para petani pemilikpenanam tebu rakyat yang berada di dalam wilayah kerja pabrik-pabrik gula tertentu, wajib menyerahkan tebunya kepada PG
tersebut untuk digiling menjadi gula kristal. 2. Perusahaan PG wajib menerima tebu rakyat yang diserahkan para petani
penanam tebu rakyat. 3. Setiap kuintal tebu yang diserahkan petani kepada PG mendapat imbalan
langsung berupa gula kristal sebanyak 3 kg untuk penyerahan April dan Mei. Setelah penyerahan sesudah Mei petani mendapatkan imbalan gula
kristal sebanyak 4kg. Pada tingkat selanjutnya sebenarnya sistem tebu rakyat merupakan awal
dari adanya sistem TRI. Letak perbedaanya hanya pada penyediaan bimbingan secara intensif kepada petani penanam tebu. Selain itu dalam sistem TRI pihak
petani memperoleh kredit atau bantuan dari pemerintah.
commit to user
47
Bibit, pupuk serta kredit dalam sisten TRI diselenggarakan oleh Koperasi Unit Desa kepada peserta TRI. Adapun besarnya kredit adalah sebagai berikut:
1. Paket TRIS I: yaitu paket yang disediakan untuk TRI tanaman pertama di lahan sawah sejumlah Rp. 1.217.500,-ha
2. Paket TRIS II: yaitu paket yang disediakan untuk TRI tanaman kedua di lahan sawah sejumlah Rp. 815.500,-ha
3. Paket TRIT I: yaitu paket yang disediakan untuk TRI tanaman pertama di lahan tegalan sejumlah Rp. 828.000,-ha
4. Paket TRIT II: yaitu paket yang disediakan untuk TRI tanaman kedua di lahan tegalan sejumlah Rp. 626.500,-ha Surat Keputusan Menteri
Pertanian pasal 6 dan 8. Perubahan sistem tebu pabrik sistem sewa ke sistem Tebu Rakyat
Intensifikasi tidak lepas dari dua hal, yaitu pertama mengenai keadaan produksi gula di Indonesia pada masa lampau dan kedua mengenai sistem penggunaan
tanah bagi sebagian besar pabrik gula dalam mengusahakan tanaman tebunya A. i Husein, 1998: 23-24. Pada tahun 1930 Indonesia merupakan salah satu
negara produsen gula yang menduduki tempat terkemuka. Pada waktu itu produksi gula yang dihasilkan rata-rata 16,5 ton setiap hektar, dengan produksi
secara keseluruhan dapat mencapai 2.970.836 ton, sehingga dengan hasil produksi sekian besarnya, maka Indonesia dapat dikatakan sebagai negara pengekspor gula.
Pada tahun 1974 keadaan produksi gula belum mencapai hasil yang memuaskan, karena pada tahun tersebut terjadi penurunan areal dan penurunan
rendemen 10. Kemudian pada tanggal 19 pebruari 1975 pemerintah mengadakan sidang dewan stabilisasi Ekonomi. Sidang memutuskan semua
perusahaan perkebunan negara menyelenggarakan proyek perintis Tebu Rakyat Intensifikasi dengan sistem Bimas.
Sebagai kelanjutan keputusan sidang maka pada tanggal 22 April 1975 dikeluarkan Inpres Presiden No. 9 Tahun 1975 yang menetapkan penghapusan
sistem sewa rakyat. Adanya Inpres ini telah membawa perubahan dalam sistem pengusahaan tanaman tebu. Pengusahaan tanaman tebu kini di serahkan kepada
petani, sedangkan pabrik gula hanya menjadi buruh giling. Inpres tersebuat
commit to user
48
membawa optimisme kepada keyakinan pemerintah akan kenaikan produksi gula Nasional. Inpres ini mempuyai tiga tujuan pokok, yaitu: 1 meningkatkan
produksi gula dalam negeri, 2 Meningkatkan pendapatan petani, dan 3 Menghemat devisa untuk impor gula.
Kebijakan ini, membuat kegiatan produksi gula menjadi bagian dari program pemerintah yang operasionalisasinya dilaksanakan dalam kerangka
Bimas seperti produksi padi yang sudah dimulai lebih dulu. Untuk menjamin agar tujuannya dapat dicapai, pelaksanaan program TRI dilengkapi beberapa kebijakan
pendukung, yaitu: penyediaan kredit lunak, bimbingan teknis untuk petani, penetapan harga provenue, rehabilitasi pabrik gula - pabrik gula di Jawa, serta
penetapan target areal dan produksi, serta mekanisme operasional yang diatur berdasarkan Surat Keputusan Menteri PertanianKetua Badan Pengendali Bimas
Pusat. Pelaksanaan Inpres ini di pabrik gula Colomadu dilaksanakan secara
bertahap. Sesuai dengan program yang telah ditentukan dan sejalan dengan program pengalihan dari tanaman sewa ke tanaman TRI. Proses peralihan sistem
TRI yang dilaksanakan di pabrik Colomadu secara penuh berlangsun g mulai tahun 1983 untuk tebu yang di tanam di Kabupaten Boyolali dan Kabupaten
Sukoharjo, sedangkan di Kabupaten Karanganyar mulai secara penuh dilaksanakan pada tahun 1981 Wawancara dengan Slamet 21 April 2011.
Prosedur pemanfaatan areal sebelum dan sesudah Inpres No. 9 Tahun 1975 pada dasarnya hampir sama. Mula-mula petugas pabrik gula membicarakan
dengan kepala desa mengenai kemungkinan luas areal yang dapat dimasuki. Dari hasil pembicaraan dibuat suatu rencana areal yang selanjutnya rencana areal itu
disampaikan ke Kabupaten sebagai bahan untuk membuat Surat Keputusan Bupati mengenai areal tanah yang akan di tanami tebu Wawancara dengan Slamet
2011. Untuk mengetahui luas lahan yang digunakan untuk pelaksanaan program
TRI, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
commit to user
49
Tabel 2. Produksi PG Colomadu tahun 1975-1989 Masa Giling
Luas Ha Tebu TonHa
Kristal Tonha 1975
1424,210 103,9
11,46 1976
1486,350 88,6
10,75 1977
1503,970 103,0
10,49 1978-1980
1460,600 101,5
10,00 1981
1939,110 88,5
8,30 1982
3359,330 63,2
5,74 1983
2694,940 79,8
5,74 1984
2484,710 75,6
6,60 1985
2130,620 90,8
7,26 1986
2313,709 91,4
7,38 1987
2307,083 90,9
8,01 1988
2324,173 89,6
7,09 1989
2350,512 87,6
6,40 Sumber: Data produksi PG Colomadu tahun 1975-1989
Dari data tabel di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan sistem TRI dilakukan secara bertahap. Hal itu terbukti dari peningkatan luas lahan yang
digunakan untuk menanam tebu setiap tahunnya. Akan tetapi perolehan tebu mengalami pasang surut, hal ini disebabkan oleh perlawanan dari petani tebu yang
tidak bersedia dengan adanya sistem TRI. Bentuk perlawanan petani biasanya berupa pembakaran dan pencurian tebu. Oleh karena itu mempengaruhi produksi gula.
Pada dekade tahun 1990-an di pabrik gula Colomadu sudah mulai kekurangan bahan baku dalam proses pembuatan gula. Hal ini terjadi karena
petani di daerah ini sudah enggan menanam tebu. Keenggan para petani di daerah pabrik gula Colomadu disebabkan karena mulai berkembangnya daerah
Colomadu ke arah lingkungan perkotaan, sehingga tanah atau lahan di sekitar pabrik gula Colomadu banyak yang beralih fungsi. Pengalihan fungsi lahan
membuat para petani enggan tanahnya ditanami tebu. Hal ini bisa terjadi karena Program TRI sudah tidak bisa mengikat petani.
commit to user
50
Proses produksi tebu dilakukan oleh petani sedangkan proses pengolahan dilakukan oleh PG. Sementara penyediaan sarana produksi pertanian dilakukan
oleh KUD, dan pembiayaan kegiatan produksi tebu disediakan pemerintah melalui paket kredit bersubsidi. Konsekuensi dari pemisahan tersebut adalah terjadinya
berbagai hambatan manajemen produksi dan penurunan standar penerapan budidaya tebu dan teknologi prosesing, sehingga berakibat pada rendahnya hasil
panen tebu Mubyarto, 1968:124-126. Petani mulai berfikir untuk menanam tanaman padi daripada tebu.
Keinginan dari para petani semakin meluap-luap dengan dikeluarkannya Inpres No 5 Tahun 1998. Inpres ini tentang penghapusan Program Pengembangan Tebu
Rakyat yang berdampak munculnya kembali sistem sewa SDM pabrik gula Colomadu tentang Inpres No 5 Tahun 1998.
2. Produksi
Di PG Colomadu proses produksi dilakukan satu kali masa giling dalam satu tahun. Masa giling tebu biasaya dilakukan pada bulan Mei sampai dengan
bulan Oktober. Di luar bulan tersebut, PG Colomadu berada pada luar masa giling. Ketika luar masa giling aktivitas yang dilakukan adalah mengecek mesin-
mesin penggiling tebu agar ketika dalam masa giling tidak terjadi kerusakan pada mesin Wawancara dengan Marwanto 20 April 2011.
Produksi gula PG Colomadu cenderung mengalami penurunan, hal ini dikarenakan turunnya areal yang digunakan untuk menanam tebu. Produksi terus
mengalami penurunan hingga mencapai angka terendah pada tahun 1996 dan 1997. Semakin sempitnya lahan untuk menanam tebu membuat PG kesulitan
dalam memperoleh bahan baku, sehingga membuat PG Colomadu tidak dapat berproduksi pada tahun 1998 hingga akhirnya PG Colomadu ditutup oleh
pemerintah. Untuk mengetahui produksi PG Colomadu tahun 1990-1997, akan
dijelaskan dalam tabel berikut:
commit to user
51
Tabel 3. Produksi PG Colomadu Tahun 1990-1997 Tahun
Luas Ha Tebu
TonHa Kristal
TonHa 1990
2741,531 70,9
4,79 1991
2693,604 65,2
4,93 1992
2581,525 77,0
5,10 1993
2269,880 65,5
4,74 1994
2183,631 68,4
5,57 1995
1827,181 69,5
4,83 1996
1485,545 67,2
4,60 1997
1485,545 67,2
4,60 Sumber: Data Produksi PG Colomadu Tahun 1990-1997
Dari data tabel di atas dapat diketahui bahwa luas lahan untuk menanam tebu berkurang setiap tahunnya. Berkurangnya lahan untuk menanam tebu
mengakibatkan turunya angka produksi PG Colomadu.
3. Tenaga Kerja
PG Colomadu memiliki dua jenis karyawan, yaitu: karyawan tetap dan musiman. Ketika PG masih menggiling dua karyawan ini saling mendukung
dalam mencapai taget satu musim giling. Karyawan tetap adalah karyawan yang bekerja di PG setiap bulan dan mereka mendapatkan gaji. Selain itu mereka
berstatus pegawai negeri sedangkan karyawan musiman adalah karyawan yang bekerja disaat musim giling tiba sehingga masa kerjanya sangat pendek hanya 1-2
bulan saja Wawancara dengan Marwanto 20 April 2011.
commit to user
52
Berikut adalah data karyawan PG Colomadu Tahun 1990-2003: Tabel 4. Data Karyawan PG Colomadu Tahun 1990-2003
Tahun Jumlah Karyawan
1990 220 orang
1991 228 orang
1992 231 orang
1993 239 orang
1994 216 orang
1995 281 orang
1996 254 orang
1997 208 orang
1998 299 orang
1999-2003 61 orang
Sumber: Arsip Tenaga Kerja PG Colomadu tahun 1990-2003 Dari tabel tersebut dapat diketahui jumlah karyawan yang bekerja di PG
Colomadu. Mereka merupakan karyawan tetap yang bekerja ketika pabrik dalam masa giling maupun di luar masa giling. Ketika pabrik dalam masa giling
dibutuhkan 400-500 karyawan musiman yang pada umumnya berasal dari wilayah Colomadu. Setelah PG Colomadu tidak beroperasi, para karyawan hanya
menangani masalah pembibitan dan penanaman tebu dibawah pengawasan administrator PG Tasikmadu.
Untuk mengorganisasikan para karyawan tersebut dibentuk struktur organisasi. Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap
bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam
menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu
dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapa
melapor kepada siapa. Struktur birokrasi PG Colomadu adalah sebagai berikut:
commit to user
53
Gambar 3. Struktur organisasi PG Colomadu Sumber: SDM PG Colomadu
Keterangan: A.K.U : Administrasi Keuangan dan Umum
T.U.K: Tata Usaha dan Keuangan MKW: Manager Kebun Wilayah
SKW : Sinder Kebun Wilayah Mengelola Wilayah Administratur
Kepala Pabrik
Instalasi Fabrikasi
Kepala T.U.KA.K.U
Kepala Tanaman
Staf Kepala Tanaman:
1. Areal 2. Saprodi
3. Kultur Tehnis 4. Pembibitan
5. Riset dan Pengembangan
6. Tebang dan Angkut
M.K.WS.K.W S.K.K
commit to user
54
HAK, SDM: Hubungan Antar Kerja, Sumber Daya Manusia
Adapun tugas pokok dari masing-masing bagian adalah sebagai berikut: 1. Administratur
Adalah pemimpin tertinggi dalam struktur pekerja pabrik gula yang bertanggung jawab memimpin dan mengelola semua kegiatan usaha yang meliputi
perencanaan dan pelaksanaan seluruh operasional produksi, finansial dan administrasi dengan efektif dan efesien.
2. Kepala Tanaman Bagian kepala tanaman bertanggung jawab dalam mengelola tanaman
kebun tebu mulai dari persiapan lahan dan bibit sampai dengan penyedian tebu sebagai bahan baku di pabrik gula. Adapun tugas dari kepala tanaman yaitu
merumuskan kebijakan dalam areal, bibit maupun tebu giling, pengolahan tanah lahan, penanaman, pemeliharaan, penebangan, pengakutan, dan memberikan
bimbingan teknis dalam penanaman tebu kepada petani tebu rakyat. Dalam pelaksanaan tugasnya bagian kepala tanaman bertanggung jawab
kepada Administratur dan secara langsung memimpin atau mengkoordinasi: a. Sinder Kebun Kepala
Adapun tugas dari sinder kepala kebun bertanggung jawab atas rayon tertentu dan melakukan pengawasan untuk meningkatkan ketertiban, efektivitas dan efisiensi
dalam rayonnya yang meliputi pembibitan, penanaman, pemeliharaan, tebang dan angkut tebu, mengkoordinir dan melakukan pembagian tugas kepada bawahnnya
untuk mencapai peningkatan produktivitas, melakukan pembinaan kepada petani tebu rakyat dalam rangka penyediaan bahan baku tebu yang diperlukan untuk
mencapai target produksi, dan menyelenggarakan administrasi, arsip, dolumentasi dan statistik atas seluruh hasil kegiatannya dalam rayonnya.
b. Sinder kebun wilayah Adapun tugas dari sinder wilayah yaitu: mengatur pelaksanaan aktivitas kebun
untuk menghasilkan produksi baik dalam kuantitas maupun kualitas yang meliputi: mencari areal untuk menaman dan memelihara bibit tebu
commit to user
55
c. Sinder Kebun Percobaan Litbang Adapun tugas dari sinder wilayah yaitu: bekerjasama dengan SKW, dalam
mengawasi penyelenggaraan kebun-kebun percobaan, pemeliharaan sampai penebangan, pencegahan terhadap terjadinya serangan hama, penyakit dan
membuat rencana susunan varietas dalam pengembangan alat-alat mekanisasi pertanian serta analisa lori yang baik dalam rangka menjamin kualitas tebang dan
menilai mutu yang baik. d. Kepala Tebang dan Angkut
Adapun tugas dari kepala tebang dan angkut yaitu: bertanggung jawab atas terselenggaranya efektivitas dan efesiensi pelaksanaan teknis operasional tebang
dan angkut tebu, merencanakan, menggunakan, memelihara, mengawasi keamanan dan mengusulkan penambahan atau pengurangan alatalat kerja,
perlengkapan, saranan dan prasarana tebang angkut tebu, serta menyelengarakan rapat tebang setiap hari dalam musim giling untuk menentukan petak-petak tebang
yang telah masak. 3. Kepala Instalasi
Bagian kepala intalasi bertanggung jawab dalam mengelola seluruh peralatan dan intalasi yang terdiri dari stasiun giling, stasiun listrik, stasiun ketel,
stasiun besalin, stasiun pemurnian, stasiun bagunan, stasiun penguapan, garasi kendaraan, stasiun puteran, pompa kebun pemadam kebakaran, stasiun masakan.
Selain itu bagian ini bertanggung jawab atas kelancaran fungsi stasiun-stasiun secra optimal, serta bertanggungjawab atas terpeliharanya barang invetaris pabrik
dan memperbaiki mesin-mesin pabrik yang rusak. Dalam pelaksanaanya kepala bagian intalasi dibantu oleh masinis. Adapun
tugas dari masinis membantu kepala intalasi dalam perencanaan investasi, rehabilitasi dan ekspoitasi beserta perhitungan ekonomi teknisnya dan menjaga
kondisi mesin dan intalasi tetap berfungsi dengan baik. 4. Kepala Pengolahan
Bagian kepala pengolahan bertanggung jawab terhadap seluruh proses pengolahan tebu menjadi gula. kemudian merumuskan kebijakan dan memberikan
bimbingan teknis dalam bidang pabrikasi. Bagian ini bekerja sama dengan bagian
commit to user
56
intalasi dalam merencanakan investasi dan rehabilitasi dalam pengawasan terhadap seleruh proses produksi. Untuk mempermudah tugasnya bagian ini
dibantu oleh Chemiker, adapun tugas dan tanggung jawab chemiker adalah membantu kepala pengolahan menyusun daftar perlengkapan, bahan, sarana-
sarana yang dibutuhkan bagian pengolahan dalam upaya untuk menjabarkan uraian tugas operasional bagi karyawan dalam musim giling maupun tidak.
5. Kepala Tata Usaha Keuangan Bagian kepala TUK tugas dan tanggung jawab bagian A.K.U memberikan
pelayanan kepada semua bagian yang ada di pabrik gula. mengkoordinasi dalam masalah keuangan dan ketenagakerjaan pada semua bagian. Dipimpin oleh
seorang kepala administrasi, keuangan dan umum kepala A.K.U dan dalam pelaksanaan tugasnya membawahi 4 empat Sub bagian yang dipimpin oleh
seorang staf yaitu: a. Sub Bagian Keuangan
Tugasnya membukukan bukti taransasksi kasbank, dan bukti memorial ke dalam buku besar
b. Sub Bagian Pembukuan Tugasnya membuat laporan yang berupa neraca bulanan, rekening koran, laporan
magang, dan hutang piutang petani tebu. c. Sub Bagian Hubungan Antar Kerja HAK dan UmumSDM dan Umum
Bertanggung jawab atas urusan administrasi karyawan dan urusan-urusan umum. Hal ini berkaitan dengan data-data kepegawaian karyawan yang mencakup
masalah golongan, masa kerja, hak-hak karyawanan, perhitungan masa bebas tugas, penetapan pensiun dan perhitungan hari tua.
d. Sub Bagaian Gudang Gudang dalam hal ini gudang yang berfungsi untuk menyimpan barang-barang,
bahan-bahan dan perlengkapan yang dibutuhkan pabrik gula untuk keperluan produksi selama musim giling maupun kebutuhan rutin lainnya. Ada pun tugas
dan tanggung jawab Sub Bagian Gudang Yaitu membukukan penerimaan dan pengeluaran barang yang bersangkutan ke dalam kartu gudang, menyimpan sesuai
dengan klasifikasi barang Wawancara dengan Joko 22 April 2011.
commit to user
57
4. Pemasaran
Setelah selesai proses produksi, gula siap dipasarkan. Dalam pemasaran gula, semua gula yang dihasilkan oleh Pabrik Gula termasuk gula bagian petani
dibeli oleh Pemerintah yang ditangani oleh Bulog. Hal tersebut dilakukan pemerintah dengan tujuan agar terjaminnya pemasaran gula.
Untuk menjamin mutu gula, maka semua gula yang dihasilkan Pabrik Gula termasuk gula bagian petani dikemas dalam karung baru. Pabrik Gula
Colomadu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gula di wilayah karesidenan Surakarta seperti Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten
Wonogiri, Kabupaten Boyolali, dan Surakarta SDM PG Colomadu tentang Lampiran Surat Keputusan Menteri Pertanian Pasal 18 tentang pemasaran gula.
5. Upah
Besarnya upah yang diperoleh para karyawan Pabrik Gula Colomadutidak sama antara pegawai satu dengan pegawai lainnya. Upah diberikan berdasarkan
pangkat dan jabatannya. Hal itu dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 5. Upah Karyawan PG Colomadu tahun 1990-1997
Tahun Jabatan
Upah Rp 1990-1995
Juru Tulis 42.800-61.000
Mandor Gudang 50.700-57.700
Mandor Kebun 47.100-57.700
Kemetir 58.800-64.300
Vakman 54.700-69.700
Tukang 38.800-50.700
Pekerja 94.500
1996-1997 Juru Tulis
108.700-119.900 Mandor
181.241-186.960 Pekerja
148.500 Vakman
119.900-150.300 Tukang
94.000-108.700 Sumber: Arsip tenaga kerja dan upah PG Colomadu
commit to user
58
Dari data tabel di atas dapat diketahui perbedaan upah yang diperoleh para karyawan PG Colomadu. Pada tahun 1990-1995 upah para pegawai berkisar
antara Rp. 38.800,- sampai dengan Rp. 61.000,-. Kemudian pada tahun 1996-1997 upah para pegawai berkisar antaraRp. 94.000,- sampai dengan Rp. 119.900,-.
D. Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Tahun 1990-1998