Banjir Rencana Bendung Pelimpah

44 Nilai kritis, Do dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut ini : Tabel 2.5. Nilai Kritis Do Untuk Uji Smirnov – Kolmogorov N A 0,20 0,10 0,05 0,01 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0,45 0,32 0,27 0,23 0,21 0,19 0,18 0,17 0,16 0,15 0,51 0,37 0,30 0,26 0,24 0,22 0,20 0,19 0,18 0,17 0,56 0,41 0,34 0,29 0,27 0,24 0,23 0,21 0,20 0,19 0,67 0,49 0,40 0,36 0,32 0,29 0,27 0,25 0,24 0,23 n 50 1,07n 0,5 1,22n 0,5 1,36n 0,5 1,63n 0,5

2.7. Banjir Rencana

Debit banjir rancangan diprediksikan berdasarkan data curah hujan dari stasiun pencatat hujan disekitar daerah tangkapan sungai. Periodekala ulang yang diperhitungkan dalam analisis debit banjir rancangan ini adalah 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun, 100 tahun, dan 1000 tahun. 45 Untuk menentukan analisis debit banjir dengan menggunakan Metode Melchior dan metode Hasper

2.7.1. Metode Melchior

Untuk memakai metode Melchior jika luas daerah aliran yang dikeahui lebih besar dari 100 km 2 . Bentuk persamaan dasar analisis banjir rancangan dengan menggunakan metode Melchior adalah sebagai berikut: QT = α x β x A x XT 200 2.46 T c = 0.186 x L x Q – 0.2 x I – 0.4 2.47 Langkah-langkah untuk menghitung debit rencana dengan menggunakan metode Melchior ini adalah sebagai berikut: a. Menentukan: a = Sumbu panjangpanjang sungai km b = Sumbu pendek, dimana 23 dari sumbu panjang km. F = Luas Ellips km 2 b. Dengan diketahui F maka dapa kia tentukan besarnya hujan maksimum harian β dengan berbagai kemungkinan. c. Mencari harga Q d. Q = α x β x A

2.7.2. Metode Hasper

Ketertarikan parameter alam yang diperhitungkan dalam metode ini dinyatakan dalam bentuk persamaaan dasar seperti berikut: QT = α β R A 2.48 46 α = 1+0.012 ∗ A 0.7 1+0.075 ∗ A 0.7 2.49 1 β = 1 + t+3.7 ∗ 10 −0.4t t 2 + 15 x A 0.75 12 2.50 Dimana: QT = Debit banjir rencana dengan kala ulang T tahun m 3 det Β = Koefisien reduksi α = Koefisien limpasan R = Intensitas curah hujan m 3 km 2 det α = Luas daerah aliran sungai km 2 I = Rata-rata kemiringan dasar sungai utama

2.8. Bendung Pelimpah

Menurut Standar Tata Cara Perencanaan Umum Bendung, yang diartikan dengan bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun melintang sungai yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air atau untuk mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dapat dialirkan secara gravitasi ketempat yang membutuhkan. Dalam perencanaan bendung akan meliputi komponen-komponen seperti elevasi crest, lebar efektif bendung, tipe mercu, tipe bangunan peredam energi serta panjang lantai depan apron. Dimana dalam perencanaannya senantiasa didasarkan pada pertimbangan kondisi hidrolis dan kestabilan bangunan. Hal ini dimaksudkan agar bangunan yang direncanakan dapat berfungsi secara optimal dan aman terhadap pengaruh gaya-gaya yang bekerja.

2.8.1. Pemilihan Lokasi Bendung

47 Penentuan serta pemilihan lokasi bendung didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: • Diusahakan sedapat mungkin lebih ke hulu, agar bendung tidak terlalu tinggi, namun harus mengingat juga panjang saluran primer yang akan diperlukan supaya tidak terlalu panjang. • Dipilih lokasi bendung pada ruas sungai relatif lurus, sempit dan dengan penampang yang relatif konstan serta kedua tanggulnya stabil. Hal ini mencerminkan bahwa sungai itu sudah stabil dengan kondisi dasarnya yang sekarang. • Kondisi geologi teknik, sangat berpengaruh terhadap kemantapan atau kestabilan dari bangunan utama, terutama daya dukung tanah pondasi serta nilai kelulusan air tanah bawah koefisien permeability tanah bawah. • Kondisi topografi, sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan konstruksi dan biaya pelaksanaannya. Selain harus cukup tempat yang tersedia di tepi sungai untuk memuat kompleks bangunan utama termasuk kantong lumpur dan bangunan-bangunan penguras serta bangunan pengambilan saluran primer. Juga harus diupayakan sedemikian hingga beda antara volume galian dan timbunan tidak terlalu besar, sehingga pelaksanaannya relatif mudah dan biayanya relatif murah. • Metode pelaksanaan, harus dipertimbangkan juga dalam pemilihan lokasi bendung karena akan sangat berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan konstruksi dan biaya pelaksanaan. Namun demikian, yang utama dalam penentuan lokasi bendung adalah kondisi-kondisi yang 48 mendukung tercapainya kestabilan bendung secara keseluruhan, kemudian baru diikuti dengan pertimbangan metode pelaksanaannya, dan bukan sebaliknya.

2.8.2. Elevasi crest

Untuk elevasi muka air yang diperlukan, kehilangan tinggi energi berikut harus dipertimbangkan : • Elevasi sawah yang akan diairi • Kedalaman air di sawah • Kehilangan tinggi energi di saluran dan boks • Kehilangan tinggi energi di bangunan sadap • Panjang dan kemiringan saluran primer • Kehilangan tinggi energi di bangunan-banguan saluran primer

2.8.3. Lebar Bendung

Lebar bendung yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya abutment, sebaiknya sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Lebar maksimum bendung sebaiknya tidak lebih dari 1.2 kali lebar rata- rata sungai. Agar bangunan peredam energi tidak terlalu mahal, maka aliran per satuan lebar hendaknya dibatasi sekitar 12 – 14 m 3 dtm 1 yang memberikan tinggi energi maksimum sebesar 3.5 – 4.5 m. Lebar efektif mercu bendung sehubungan dengan lebar bendung dirumuskan persamaan berikut : 49 Tabel 2.6. Nilai Ka dan Kp No URAIAN Kp 1. 2. 3. Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut- sudut yang dibulatkan pada jari-jari yang hampir sama dengan 0.1 dari tebal pilar Untuk pilar berujung bulat Untuk pilar berujung runcing 0.02 0.01 Ka 1. 2. 3. Untuk pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 90 kearah aliran Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 90 kearah aliran dengan 0.5 H 1 r 0.15 H 1 Untuk pangkal tembok bulat dimana r 0.5 H 1 dan tembok hulu tidak lebih dari 45 kearah aliran 0.20 0.10 0.00 50

2.8.4. Mercu Bendung

Mercu bendung yang umum di pakai di Indonesia adalah tipe Ogee dan tipe Bulat. Kedua mercu tersebut dapat di pakai untuk konstruksi beton dan pasangan batu. Tekanan yang bekerja pada mercu bendung merupakan fungsi perbandingan antara tinggi energi diatas mercu dengan jari-jari mercu bendung. Hubungan antara tinggi energi dan debit yang melimpah diatas mercu bendung tipe Ogee dan Bulat dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan seperti berikut : H b g 23 23 C Q 1.5 1 d = 2.51 C x C x C Cd 2 1 = 2.52 dimana, Q = Debit aliran diatas mercu m 3 det Cd = Koefisien debit C = Koefisien debit yang merupakan fungsi dari H 1 r C 1 = Koefisien debit yang merupakan fungsi dari PH 1 C 2 = Koefisien debit yang merupakan fungsi dari PH 1 dan kemiringan hulu bendung. g = Percepatan gravitasi mdet 2 b = Lebar efektif mercu bendung m H 1 = Tinggi energi diatas mercu bendung m 51

2.8.5. Peredam Energi

Aliran di atas bendung akan dapat menunjukan berbagai perilaku aliran di sebelah hilirnya. Apabila yang terjadi adalah aliran tenggelam yaitu jika muka air hilir lebih tinggi dari 23 H 1 di atas mercu, maka hal ini tidak akan menimbulkan masalah karena hanya dapat menimbulkan sedikit riak gelombang di permukaan. Bila terjadi aliran tidak tenggelam dan keadaan air di hilir kurang dari kedalaman konjugasinya, maka akan timbul loncatan air ke arah hilir yang akan menghempas bagian sungai yang tak terlindungi hal ini akan menyebabkan terjadi penggerusan. Kondisi seperti ini diperlukan adanya bangunan peredam energi. Gambar 2.4. Peredam energi tipe tenggelam Persamaan hidrolika yang digunakan : q h 3 2 c g = 2.53 Dimana : h c = kedalaman air kritis, m q = debit per lebar satuan, m 3 dtm g = percepatan gravitasi, mdt 52

2.8.6. Bangunan Pengambilan

Bangunan pengambilan direncanakan dengan maksud untuk menyadap sebagian debit air sungai guna memenuhi kebutuhan air irigasi pada areal rencana. Namun demikian, dalam perencanaan kapasitas pengambilan diperhitungkan juga terhadap fleksibilitas pada kebutuhan yang lebih tinggi selama umur proyek 120 x debit kebutuhan. Perencanaan lebar pintu pengambilan dipertimbangkan terhadap kapasitas maksimum kebutuhan air, tinggi pengambilan dan kecepatan, dan selanjutnya dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : Kapasitas rencana lubang pintu pengambilan ditetapkan sebear 120 x debit kebutuhan rencana, dimana perhitungan digunakan seperti berikut : d d h v 3 1 2 32       ≥ 2.54 Dimana : v = kecepatan rata-rata, mdt h = kedalaman air, m d = diameter butir, m Dengan kecepatan masuk sebesar 1 – 2 mdt diharapkan butir berdiameter diatas 0.04 tidak ikut masuk ke dalam saluran. Sedangkan rumus debit untuk pintu sorong adalah sebagai berikut : z g a b Q . . 2 . . . υ = 2.55 Dimana, Q = Debit penyadapan rencana m3dt 53 µ = Koefisien debit b = Lebar bukaan pintu m g = Percepatan gravitasi mdt 2 z = Kehilangan tinggi energi m a = Tinggi bukaan m Batas tinggi minimum ambang bangunan P berdasarkan karakteristik sedimen transportnya ditentukan seperi berikut : - Untuk sungai dengan material sedimen terangkut berupa lanau, P min = 0,50m - Untuk sungai dengan material sedimen terangkut berupa pasir dan kerikil, P min = 1,00 m. - Untuk sungai dengan material sedimen terangkut berupa batu- batu bongkah, P min = 1,50 m. Untuk keperluan pemeliharaan, pada kedua sisi perletakan pintu dilengkapi dengan sponeng dan balok sekat agar pelaksanaan perbaikanpemeliharaan dapat dilakukan dalam kondisi kering. Selain itu untuk mencegah benda-benda hanyutan pada saat banjir masuk ke jaringan irigasi pada bagian depan pintu pengambilan dilengkapi dengan kisi-kisi penyaring. Kehilangan tinggi energi akibat adanya kisi-kisi dihitung dengan menggunakan persamaan : g v c h f 2 2 = c = β sb 43 sin δ 2.56 Dimana, h f = Kehilngan tinggi energi m 54 v = Kecepatan datang approach velocity . mdt g = Percepatan gravitasi 9,81 mdt 2 c = Koeficien kehilangan tinggi energi β = Koefisien faktor bentuk s = Tebal jeruji m b = Jarak bersih antar jeruji m δ = Sudut kemiringan terhadap bidang horizontal derajat

2.8.7. Bangunan Penguras

Untuk mencegah menumpuknya sedimen di depan pintu pengambilan intake dan kemungkinan masuknya sedimen bed load ke saluran irigasi, maka pada bangunan bendung dilengkapi dengan bangunan penguras. Fungsi utama bangunan penguras adalah menggelontor sedimen yang ada disekitar bangunan pengambilan agar proses penyadapan air oleh bangunan pengambilan tidak terganggu. Pada bangunan penguras ini, tinggi pintu penguras direncanakan setinggi mercu bendung sehingga bagian atas dari pintu masih tetap bisa dilimpasi air. Perencanaan tebal pintu penguras disesuaikan dengan besarnya gaya-gaya yang bekerja pada pintu, antara lain tekanan air pada kondisi banjir dan tekanan sedimen di depan pintu. Lebar pintu umumnya diambil 16 – 110 dari lebar bendung atau disesuaikan dengan lebar bendung. Untuk lebar maksimum satu lubang adalah 2.5 meter untuk memudahkan operasi pintu sedangkan jumlah lubang tidak boleh lebih dari 3 buah.

2.8.8. Kantong Lumpur

55 Untuk mencegah terjadinya pengendapan sedimen pada seluruh saluran irigasi, maka setelah bangunan pengambilan direncanakan kantong lumpur yang berfungsi sebagai tempat pengendapan sedimen layang suspended load. Keakurasian dalam perencanaan, sangat bergantung pada ketersediaan data sedimen transport. Data tentang transpotrasi sedimen yang diperlukan antara lain adalah : • Ukuran butiran • Pola penyebaran sedimen arah vertikal • Konsentrasi sedimen dasar bed load • Volume sedimen Perancanaan kantong lumpur akan meliputi : bentuk penampang dan panjang kantong lumpur 1. Rerata kedalaman muka air selama pembilasan Analisis rerata kedalaman muka air selama pembilasan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut : A s ≤ Q s v s A s = B s + m h s h s 2.57 Dimana, As = Rerata luas penampang basah m2 Qs = Debit untuk pembilasan m3dt vs = Kecepatan Pembilasan mdt Bs = Rerata lebar saluran m hs = Rerata kedalaman muka air m m = Kemiringan talud 56 Batasan kecepatan pembilasan untuk masing-masing jenis butiran sedimen diambil ketentuan seperti berikut : • Pasir halus, kecepatan pembilasan diambil sebesar 1,00 mdt • Pasir kasar, kecepatan pembilasan diambil sebesar 1,50 mdt • Pasir dan kerikil, kecepatan pembilasan diambil sebesar 2,00 mdt 2. Rerata Kemiringan hidrolis Persamaan untuk merencanakan rerata kemiringan hidrolis adalah : [ ] R n x V I 2 23 s s s = 2.58 Dimana : Is = Kemiringan rata-rata Vs = Kecepatan pembilasan mdet Rs = Jari-jari hidrolis rata-rata n = Koefisien kekasaran 3. Kecepatan jatuh partikel sedimen g u x u G - G x D x 8 1 W w s 2 = 2.59 Dimana : W = Kecepatan jatuh butiran mdet D = Diameter butiran minimum m Gs = Spesifik grafity butiran Gw = Spesifik grafity air g = Percepatan grafitasi u = Viskositas air pada suhu 20 o C 4. Panjang kantong lumpur 57 Panjang kantong lumpur dihitung dengan menggunakan rumus berikut : t V L × = 2.60 ω H t = 2.61 Dimana : L = Panjang saluran m V = Kecepatan pada kantong lumpur mdet ω = Kecepatan endap mdet t = Waktu yang diperlukan dtk 5. Tinggi air untuk pengendapan Tinggi air untuk pengendapan dihitung dengan rumus : h h m B A V Q A o o s o st s o + = = 2.62 Dimana : Ao = Luas penampang yang dibutuhkan untuk pengendapan m 2 Bs = Lebar rata-rata saluran m Ho = Tinggi air yang dibutuhkan untuk pengendapan m Qs = Debit pembilasan m 3 det Vst = Kecepatan pengendapan mdet M = Kemiringan Talud

2.8.9. Bangunan Pembilas

Untuk membilas endapan sedimen yang tertangkap di kantong lumpur, maka perlu dibuat Bangunan Pembilas yang dilengkapi pintu dan saluran pembilas pembuang sedimen ke arah sungai. Pintu pembilas 58 dioperasikan dibuka dalam waktu-waktu tertentu yang dikaitkan dengan volume endapan yang tertampung di Kantong Lumpur. Kecepatan Pembilas, dihitung dengan menggunakan rumus berikut : Vc = 1.5 C’ d12 2.63 Dimana : Vc = Kecepatan rencana mdet C’ = Koefisien butiran Untuk pasir kerkil = 3.2~3.9 Untuk campuran kerikil = 4.5~5.5 d = diameter maksimum butiran m Hubungan antara diameter butiran d dengan kecepatan pembilasan Vc sebagaimana ditunjukkan pada grafik pada KP-02, sedang untuk menghitung kecepatan minimum dihitung dengan menggunakan persamaan : Vc = C √ 2g .H 2.64 H = H-a2 = Vc 2 C 2 2g 2.65 Dimana : Vc = kecepatan pembilas mdet C = koefisien ≈ 0.62 a = bukaan pintu m Kapasitas Pintu Pembilas, dihitung minimal dua kali kapasitas debit yang mengalir pada pintu pengambilan. Sedang untuk menghitung lebar pintu pembilas digunakan rumus berikut : b = gQ Vc 3 2.66 59 dimana, b = lebar pintu pembilas m Q = debit pembilasan m3det Vc = kecepatan pembilas Mdet g = percepatan gravitasi ≈ 9.80 mdet2 Lebar Lubang Pintu Pembilas, dihitung berdasarkan kapasitas aliran air dan sedimen yang akan dibuang dengan menggunakan rumus : b = N x W 1 2.67 W 1 = B - N - 1 W 2 2.68 Dimana : b = lebar bersih pintu pembilas m N = jumlah pintu W 1 = lebar saluran pembilas m B = lebar total saluran pembilas m W 2 = lebar pilar m 19

BAB I PENDAHULUAN