15.Pasal Penutup Pasal penutup membuat eksemplar perjanjian kredit yang maksudnya
mengadakan pengaturan mengenai jumlah alat bukti dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kredit serta tanggal penandatanganan perjanjian kredit.
Pada prakteknya bentuk dan isi perjanjian kredit berbeda-beda antara satu bank dengan bank yang lainnya. Namun demikian pada dasarnya suatu perjanjian
kredit harus memenuhi enam syarat minimal, yaitu : 1.
jumlah hutang, 2.
besarnya bunga, 3.
waktu pelunasan, 4.
cara-cara pembayaran, 5.
berakhirnya perjanjian kredit, dan 6.
barang jaminan.
D. Kredit Macet pada Perbankan
Bank sebagai lembaga keuangan yang bertugas menghimpun dan menyalurkan dana, memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian.
Bank dalam aktivitas menyalurkan dana ke masyarakat, menerima berbagai macam risiko. Risiko yang dihadapi bank dalam penyaluran dana kepada debitur
dapat berupa risiko sistematis maupun risiko tidak sistematis. Risiko sistematis merupakan risiko yang mempengaruhi keadaan makro
ekonomi suatu negara sampai ke negara lainnya. Sedangkan risiko tidak sistematis adalah risiko yang hanya terjadi dalam satu bank dan tidak merambat ke bank
lain. Salah satu risikonya adalah ketidakpastian tentang pembayaran kembali pinjaman oleh debitur sehingga menimbulkan risiko kredit macet.
Munculnya kredit bermasalah yang didalamnya termasuk kredit macet, pada dasarnya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses.
Penyebab timbulnya kredit macet pada lembaga perbankan dapat disebabkan dari pihak kreditur bank maupun debitur. Faktor penyebab kredit macet dari pihak
kreditur atau pihak perbankan adalah:
41
1. keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah digariskan,
2. terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan
yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan, 3.
konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau usaha yang berisiko tinggi,
4. kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang
berpengalaman, 5.
lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf bagian kredit,
6. jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank,
7. lemahnya kemampuan bank untuk mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit
bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas cash flow debitur lama,
8. tidak mampu bersaing, sehingga terpaksa menerima debitur yang kurang
bermutu. Selain dari pihak kreditur, sebagian besar muncul dari pihak debitur, antara lain
dikarenakan oleh :
41 Ruang Download, “Pengertian Kredit Macet, Penyebab dan Cara Penyelesaian Kredit
Macet”, http:abg01.blogspot.com201408pengertian-kredit-macet-penyebab-dan.html diakses pada tanggal 15 April 2015.
1. menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan yang disebabkan merosotnya
kondisi ekonomi umum danatau bidang usaha dimana mereka beroperasi, 2.
adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani,
3. problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan,
atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitur,
4. kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain,
5. kesulitan likuiditas keuangan yang serius,
6. munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana
alam. As. Mahmoeddin juga memberikan pendapat atas beberapa faktor
penyebab terjadinya kredit macet, yaitu :
42
1. Faktor kelemahan
a. kelemahan bank dalam melakukan analisis, sehingga terjadi kesalahan
dalam mengambil keputusan, b.
kelemahan nasabah dalam mengelola perusahaan sehingga terjadi kerugian 2.
Faktor kenakalan a.
rendahnya moral para bankir yang sengaja melakukan pelanggaran tehadap etika perbankan,
b. rendahnya moral nasabah yang dengan sengaja memanfaatkan kelemahan
bank
42 As Mahmoeddin, 100 Penyebab Kredit Macet Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995,
hlm. 14-15.
3. Faktor keadaan
a. adanya ketentuan pemerintah yang merugikan bisnis nasabah,
b. adanya risiko bisnis yang sulit dielakkan,
c. adanya musibah yang harus diterima.
Berdasarkan pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 1415PBI2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, penggolongan status kredit lembaga
perbankan yaitu sebagai berikut: 1.
Lancar pass Suatu kredit dikatan lancar pass apabila memenuhi kriteria:
a. pembayaran angsuran pokok danatau bunga tepat, dan
b. memiliki mutasi rekening yang aktif, atau
c. bagian kredit yang dijamin dengan agunan tunai cash collateral.
2. Dalam perhatian khusus special mention
Suatu kredit dikatakan dalam perhatian khusus special mention apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. terdapat tunggakan angsuran pkok danatau bunga yang melampaui 90 hari,
atau b.
kadang-kadang terjadi cerukan, atau c.
mutasi rekening relatif rendah, atau d.
jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan, atau e.
didukung oleh pinjaman baru. 3.
Kurang lancar substandard Suatu kredit dikatakan kurang lancar substandard apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. terdapat tunggakan angsuran pokok danatau bunga yang telah melampaui
90 hari, atau b.
sering terjadi cerukan, atau c.
frekuensi mutasi rekening relatif rendah, atau d.
terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari, atau
e. terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur, atau
f. dokumen yang lemah.
4. Diragukan doubtful
Suatu kredit dikatakan diragukan doubtful apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. terdapat tunggakan angsuran pokok danatau bunga yang telah melampaui
180 hari, atau b.
terjadi cerukan yang bersifat permanen, atau c.
terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari, atau d.
terjadi kapitalisasi bunga, atau e.
dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.
5. Kredit macet
Suatu kredit dapat dikatakan sebagai kredit macet apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. terdapat tunggakan angsuran pokok danatau bunga yang telah melampaui
270 hari, atau b.
kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru, atau
c. dari segi hukum maupun kondisi pasar jaminan tidak dapat dicairkan pada
nilai wajar. Suatu kredit memenuhi kriteria kredit lancar, dalam perhatian khusus,
kurang lancar, dan diragukan sebagaimana tersebut di atas, namun apabila menurut penilaian keadaan usaha peminjam diperkirakan tidak mampu untuk
mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya, maka kredit tersebut harus digolongkan pada kualitas yang lebih rendah atas dasar penilaian yang
berpedoman pada indikator tambahan yang ditentukan oleh Bank Indonesia.
43
Salah satu hal yang dilakukan untuk mengatasi terjadinya masalah yang timbul dalam perkreditan adalah dengan pengawasan kredit. Kegiatan pengawasan ini
akan menjadi lebih penting ketika kita mengetahui bahwa kredit merupakan kekayaan yang berisiko atau risk assets, karena aset-aset tersebut dikuasai oleh
pihak di luar bank.
44
1. Pengawasan kredit dimuka steering control
Pengawasan kredit dalam arti luas akan meliputi pengawasan sebelum kredit diberikan steering control, pengawasan pada waktu
proses persetujuan kredit post action dan pengawasan setelah kredit diberikan feedback control.
Pengawasan kredit ini lebih banyak dalam bentuk rekomendasi dari hasil analisis departemen atau unit yang menangani riset dan pengembangan usaha
suatu bank. Hasil analisis tentang tingkat atau rating kelayakan usaha dari perusahaan-perusahaan sejenis dalam industri yang sama, kelompok industri
yang mana dengan tingkat Investing Policy Ratio tinggi, sedang dan rendah. Analisis tentang tingkat kejenuhan sektor usaha tertentu atau industri tertentu,
43 Muhamad Djuhmana, Op.Cit., hlm. 427.
44 Warman Djohan, Op.Cit., hlm. 165-168.
baik tingkat kejenuhan sektor usaha secara nasional ataupun analisis regional dengan ukuran tingkat kejenuhan tinggi, sedang, dan rendah. Analisis tentang
kecenderungan perkembangan ekonomi saat ini, apakah dalam keadaan booming, krisis, atau normal.
Hasil analisis tentang tinggi rendahnya tingkat kemacetan usaha dari berbagai sektor usaha atau industri dalam sistem ekonomi, yang dapat diukur
dengan tingkat kemacetan tinggi, sedang, dan rendah. Kemudaian manajemen menetapkan pula kebijakan tentang arah usaha bank mission yaitu arah dari
penempatan dana di bidang perkreditan. Hasil dari analisis di atas merupakan rekomendasi yang diberikan oleh
departemen riset dan pengembangan bank kepada departemen kredit atau analisis yang sedang memproses permohonan kredit, baik diminta atau tidak.
Selanjutnya, para analisator dapat melakukan pengawasan pendahuluan, sebelum proses analisis kredit dilakukan melalui anlisis siklus hidup
perusahaan life cycle, pengecekan dalam daftar kredit macet dan daftar hitam yang diterbitkan oleh Bank Sentral.
2. Pengawasan kredit pada waktu proses analisis
Pengawasan kredit ini merupakan pengawasan administratif meliputi kelengkapan dan keabsahan dokumen permohonan kredit, akurasi analisis dan
kesempurnaan warkat-warkat perjanjian dan pengikatan. Pengawasan dapat dilakukan dengan menggunakan check list.
3. Pengawasan kredit pada waktu kredit berjalan
Pengawasan kredit ini meliputi pengawasan administratif, pengawasan fisik terhadap kegiatan usaha debitur di lapangan dan analisis kecenderungan
ekonomi. Analisis tentang kecenderungan ekonomi biasanya ditangani oleh unit atau departemen riset dan pengembangan suatu bank. Departemen inilah
yang memberikan rekomendasi bahwa kecenderungan ekonomi akan membaik atau akan memburuk dimasa datang.
Pengawasan kredit ini dilakukan untuk tujuan sebagai berikut: 1.
dapat dilakukannya dengan baik penjagaan dan pengawasan dalam pengelolaan kekayaan bank di bidang perkreditan, untuk menghindarkan
penyelewengan baik dari intern bank maupun ekstern, 2.
untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data admintrasi di bidang perkreditan serta penyusunan dokumentasi perkreditan yang lebih baik,
3. untuk memajukan efisiensi di dalam pengelolaan dan tatalaksana usaha di
bidang perkreditan dan medorong tercapainya rencana yang telah ditetapkan, 4.
untuk menilai tingkat kepatuhan terhadap aturan yang telah ditetapkan dan penggarisan dalam manual perkreditan dalam pencapaian sasaran di atas.
Masing-masing tujuan tersebut mempunyai keterkaitan yang erat satu dengan lainnya. Misalnya, dengan memiliki administrasi perkreditan yang
dilaksanakan secara tertib, teliti, dan benar akan membantu dan mempermudah untuk mengantisipasi dan menemukan terjadinya penyimpangan atau
penyelewengan secara dini. Dengan adanya sistem dokumentasi yang baik terhadap arsip perkreditan, tentunya akan meningkatkan efisiensi dalam
pengelolaan dan pengendalian portofolio perkreditan.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang