Perjanjian Kredit pada Bank

7. Kredit dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional Bank-bank luar negeri yang besar mempunyai jaringan di dalam negeri dapat menyalurkan kreditnya langsung atau tidak langsung kepada perusahaan- perusahaan dalam negeri, bantuan dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antar negara yang bersangkutan tapi juga dapat meningkatkan hubungan internasional.

C. Perjanjian Kredit pada Bank

Perjanjian kredit adalah salah satu bentuk perjanjian yang ada di dalam dunia usaha, yang menimbulkan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih. Di dalam Pasal 1313 KUH Perdata disebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Untuk sahnya suatu perjanjian kredit sebagaimana untuk sahnya suatu perjanjian seperti yang diisyaratkan oleh Pasal 1320 KUH Perdata harus dipenuhi, dan hal tersebut berlaku pula untuk perjanjian kredit. Adapun syarat sahnya perjanjian antara lain : 1. sepakat mereka yang mengikatkan diri, 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3. suatu hal tertentu, 4. suatu sebab yang halal. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan pactum de contrahendo. Dengan demikian perjanjian ini mendahului perjanjian utang- piutang perjanjian pinjam-mengganti. Sedang perjanjian utang-piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit. 33 Perjanjian kredit merupakan salah satu perjanjian di dalam transaksi bisnis yang terjadi bukan melalui proses negosiasi yang seimbang antar para pihak, melainkan perjanjian itu dibuat oleh salah satu pihak dengan cara menyiapkan syarat-syarat baku pada formulir perjanjian yang sudah hampir tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lain untuk bernegosiasi atas syarat-syarat tersebut. Perjanjian inilah yang disebut sebagai perjanjian baku atau perjanjian standart. Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausula- klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dalam transaksi perbankan adalah bank yang bersangkutan dan pihak lain dalam transaksi perbankan adalah nasabah bank tersebut pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Terdapat beberapa perbedaan yang lain antara perjanjian kredit dan perjanjian utang-piutang, yaitu terletak pada sifat perjanjian tersebut. Perjanjian kredit bersifat konsensuil sedang perjanjian utang piutang bersifat riil. Riil berarti bahwa perjanjian baru ada setelah utang yang dipinjamkan dalam perjanjian kredit diserahkan secara nyata pada debitur. Karena perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok maka perlu mendapat perhatian yang serius baik oleh bank sebagai kreditur maupun nasabah sebagai debitur. 34 Perjanjian baku digunakan dalam volume besar dan untuk transaksi yang ditentukan oleh salah satu pihak dan persyaratan-persyaratan yang tertuang dalam perjanjian baku tersebut harus diterima secara keseluruhan oleh pihak lain tanpa 33 Budi Untung, Op.Cit., hlm. 29. 34 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia Jakarta : Bankir Indonesia, 1993, hlm. 3. adanya negosiasi diantara para pihak. Perjanjian baku kadang tidak memperhatikan isinya, tetapi hanya menekankan pada bagian pentingnya dengan janji-janji atau klausula-klausula yang harus dipenuhi oleh para pihak yang menggunakan perjanjian baku. Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit merupakan perrjanjian baku atau perjanjian standar, karena dalam praktik perbankan, setiap bank telah menyediakan formulir perjanjian kredit yang isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu. Formulir tersebut diberikan oleh bank kepada setiap calon debitur yang akan mengajukan permohonan fasilitas kredit. Calon debitur hanya diminta pendapatnya apakah dapat menerima syarat-syarat yang tersebut dalam formulir yang diberikan atau tidak. 35 Pemberian istilah perjanjian kredit memang tidak tegas dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam penjelasan Pasal 8 ayat 2 UU Perbankan hanya disebutkan bahwa dalam pemberian kredit disertai dengan suatu perjanjian tanpa dibahas lebih lanjut mengenai perjanjian kredit. Pasal 8 ayat 2 UU Apabila calon debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka debitur berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut, akan tetapi jika calon debitur menolak, maka ia tidak perlu menandatangani perjanjian kredit tersebut. Perjanjian kredit tidak memiliki suatu bentuk tertentu karena tidak ditetapkan oleh undang-undang. Hal ini menyebabkan perjanjian kredit di setiap bank berbeda satu sama lain sesuai dengan kebutuhan masing-masing bank. Namun pada umumnya perjanjian kredit bank dibuat dalam bentuk tertulis baik secara notariil maupun di bawah tangan. 35 Johannes Ibrahim, Cross Default dan Cross Collateral sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah Bandung : Refika Aditama, 2004, hlm. 30. Perbankan menginstruksikan agar bank wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam penjelasan Pasal 8 ayat 2 UU Perbankan disebutkan pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain : 1. pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis. 2. bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesungguhan nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur. 3. kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. 4. kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. 5. larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur atau pihak- pihak terafiliasi. 6. penyelesaian sengketa. Namun demikian, berdasarkan Surat Bank Indonesia No.031093UPKKPD tanggal 29 Desember 1970, yang ditujukan kepada segenap Bank Devisa saat itu, pemberian kredit diinstruksikan harus dibuat dengan surat perjanjian kredit sehingga perjanjian pemberian kredit tersebut hingga kini disebut perjanjian kredit. 36 36 Bhakti Samudra, “Beberapa Aspek Hukum Perjanjian Kredit Credit Agreement”, https:bh4kt1.wordpress.com2012082414 diakses pada tanggal 22 Maret 2015. Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit. Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis akta yang dibuat sebagai alat bukti. Dalam praktik bank ada dua bentuk perjanjian kredit, yaitu: 37 1. Perjanjian kredit dibawah tangan Perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standar standard form yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis akta dibawah tangan. Dalam rangka penandatangan perjanjian kredit, formulir perjanjian kredit yang isinya sudah disiapkan bank kemudian disodorkan kepada setiap calon- calon debitur untuk diketahui dan dipahami mengenai syarat-syarat dan ketentuan pemberian kredit tersebut. Syarat-syarat dan ketentuan dalam formulir perjanjian kredit tidak pernah diperbincangkan atau diperundingkan atau dinegosiasikan dengan calon debitur. Calon debitur mau tidak mau dengan terpaksa atau sukarela harus menerima semua persyaratan yang tercantum dalam formulir perjanjian kredit. Seandainya calon debitur melakukan protes atau tidak setuju terhadap pasal-pasal tertentu yang tercantum dalam formulir perjanjian kredit, maka kreditur tidak akan menerima protes tersebut karena isi perjanjian memang sudah disiapkan dalam bentuk cetakan oleh lembaga bank 37 Sutarno, Op.Cit., hlm. 100. itu sehingga bagi petugas bank pun tidak bisa menanggapi usulan calon debitur. Calon debitur menyetujui atau menyepakati isi perjanjian kredit karena calon debitur dalam posisi yang sangat membutuhkan kredit posisi lemah sehingga apapun persyaratan yang tercantum dalam formulir perjanjian kredit calon debitur dapat menyetujui. 2. Perjanjian kredit notariil atau akta otentik Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris. Yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris, namun dalam praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh bank kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam bentuk akta notariil atau akta otentik. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta otentik biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit sindikasi kredit yang diberikan lebih dari satu kreditur atau lebih dari satu bank. Perjanjian kredit perlu mendapat perhatian yang khusus baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan maupun penatalaksanaan kredit itu sendiri. Menurut CH. Gatot Wardoyo, perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, yaitu : 38 38 Budi Untung, Op.Cit., hlm. 43. 1. perjanian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan, 2. perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur, 3. perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. Senada dengan itu, Sutarno juga memberikan beberapa tanggapan mengenai fungsi perjanjian kredit, yakni : 39 1. Perjanjian kredit sebagai alat bukti bagi kreditur dan debitur yang membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara bank sebagai kreditur dan debitur. Hak debitur adalah menerima pinjaman dan menggunakan sebagai tujuannya dan kewajibannya debitur mengembalikan hutang tersebut baik pokok dan bunga sesuai waktu yang ditentukan. Hak kreditur untuk mendapatkan pembayaran bunga dan kewajiban kreditur adalah meminjamkan sejumlah uang kepada debitur, dan kreditur berfungsi menerima pembayaran kembali pokok dan bunga. 2. Perjanjian kredit dapat digunakan sebagai alat atau sarana pemantauan atau pengawasan kredit yang sudah diberikan, karena perjanjian kredit berisi syarat dan ketentuan dalam pemberian kredit dan pengembalian kredit. Untuk mencairkan kredit dan penggunaan kredit dapat dipantau dari ketentuan perjanjian kredit. 3. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang menjadi dasar dari perjanjian pengikutannya yaitu perjanjian pengikatan jaminan. Pemberian 39 Sutarno, Op.Cit., hlm. 129. kredit pada umumnya dijamin dengan benda-benda bergerak atau benda tidak bergerak milik debitur atau milik pihak ketiga yang harus dilakukan pengikatan jaminan. 4. Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan adanya hutang debitur, artinya perjanjian kredit tidak mempunyai kedudukan eksekutorial atau tidak memberikan kekuasaan langsung kepada bank atau kreditur untuk mengeksekusi barang jaminan apabila debitur tidak mampu melunasi hutangnya wanprestasi. Pihak bank atau notaris dalam membuat materi perjanjian kredit harus memperhatikan klausul-klausul yang sangat perlu dicantumkan dalam perjanjian tersebut. Menurut CH. Gatot Wardoyo ada beberapa klausul yang selalu perlu dicantumkan dalam setiap perjanjian kredit, diantaranya : 40 1. Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali, atau predisbursement clause Klausul ini menyangkut : a. pembayaran provisi, premi asuransi kredit, dan asuransi barang jaminan serta biaya pengikatan jaminan secara tunai, b. penyerahan barang jaminan, dan dokumen serta pelaksanaan pengikatan barang jaminan tersebut, c. pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan, asuransi kredit dengan tujuan untuk memperkecil risiko yang terjadi diluar kesalahan kreditur maupun debitur. 2. Klausul mengenai maksimum kredit amount clause Klausul ini mempunyai arti penting dalam beberapa hal, yaitu : 40 Budi Untung, Op.Cit., hlm. 44. a. merupakan objek penting dari perjanjian kredit sehingga perubahan kesepakatan mengenai materi ini menimbulkan konsekuensi diperlukannya pembuatan perjanjian kredit baru sesuai dengan Pasal 1381 butir 3 dan Pasal 1413 KUH Perdata mengenai novasi obyektif, b. merupakan batas kewajiban pihak keditur yang berupa penyediaan dana selama tenggang waktu perjanjian kredit, yang berarti pula batas hak debitur untuk melakukan penarikan pinjaman, c. merupakan penetapan besarnya nilai agunan yang harus diserahkan, dasar perhitungan penetapan besarnya provis atau commitment fee, d. merupakan batas dikenakannya denda kelebihan tarik overdraft 3. Klausul mengenai jangka waktu kredit Klausul ini penting dalam beberapa hal, yaitu : a. memberikan batas waktu bagi bank kapan harus menyediakan dana besar maksimum kredit berakhir dan kapan waktu itu terlewati sehingga hak tagihpengembalian kredit dari nasabah diperoleh, b. memberikan batas waktu kapan bank boleh melakukan teguran-teguran kepada debitur bila tidak memenuhi kewajiban tepat pada waktunya, c. memberikan suatu masa yang tepat bagi bank untuk melakukan review atau analisis kembali apakah fasilitas kredit tersebut perlu diperpanjang atau perlu segera ditagih kembali. 4. Klausul mengenai bunga pinjaman interest clause Klausul ini diatur secara tegas dalam perjanjian kredit dengan maksud untuk : a. memberikan kepastian mengenai hak bank untuk memungut bunga pinjaman dengan jumlah yang sudah disepakati bersama karena bunga merupakan penghasilan bank yang baik secara langsung maupun tidak langsung akan diperhitungkan dengan biaya dana untuk penyediaan fasilitas kredit tersebut, b. pengesahan pemungutan bunga diatas 6 per tahun. Dengan mendasarkan pada pedoman keterangan Pasal 1765 dan Pasal 1767 KUH Perdata yang memungkinkan pemungutan bunga pinjaman diatas 6 per tahun asalkan diperjanjikan secara tertulis. c. klausul mengenai barang agunan kredit Klausul ini bertujuan agar pihak debitur tidak melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara sepihak, tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak bank. 5. Klausul asuransi insurance clause Klausul ini bertujuan untuk mengalihkan risiko yang mungkin terjadi baik atas barang agunan maupun atas kreditnya sendiri. Adapun materinya perlu memuat maskapai asuransi yang ditunjuk, premi asuransinya, keharusan polis asuransi untuk disimpan di bank, dan sebagainya. 6. Klausul mengenai tindakan yang dilarang oleh bank negative clause Klausul ini terdiri dari berbagai macam hal yang mempunyai akibat yuridis dan ekonomis bagi pengamanan kepentingan bank sebagai tujuan utama. 7. Klausul cidera janji tigger clause atau opeisbaar clause Klausul ini mengatur hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum berakhir. 8. Klausul mengenai denda penalty clause Klausul ini dimaksudkan untuk mempertegas hak bank untuk melakukan pungutan baik mengenai besarnya maupun kondisinya. 9. Klausul biaya expence clause Klausul ini mengatur mengenai beban biaya dan ongkos yang timbul sebagai akibat pemberian kredit, yang biasanya dibebankan kepada nasabah. 10. klausul otorisasi debet debet authorization clause Pendebetan rekening pinjaman debitur haruslah seijin debitur. 11.Klausul representasi representation clause Klausul ini sering juga disebut dengan istilah material adverse change clause. Maksudnya ialah pihak debitur menjanjikan dan menjamin semua data dan informasi yang diberikan kepada bank adalah benar dan tidak diputarbalikkan. 12.Klausul ketaatan pada ketentuan bank Klausul ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan bila terdapat hal-hal yang tidak diperjanjikan secara khusus tetapi dipandang perlu sehingga sudah dianggap telah diperjanjikan secara umum. 13.Aturan-aturan tambahan miscellaneous atau boiler plate provision Berisi pasal-pasal tambahan yang dianggap perlu diatur dalam sebuah perjanjian kredit. 14.Penyelesaina sengketa Dispute Settlement atau Alternatif Dispute Resolution Klausul mengenai metode penyelesaian perselisihan antara kreditur dengan debitur bila terjadi. 15.Pasal Penutup Pasal penutup membuat eksemplar perjanjian kredit yang maksudnya mengadakan pengaturan mengenai jumlah alat bukti dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kredit serta tanggal penandatanganan perjanjian kredit. Pada prakteknya bentuk dan isi perjanjian kredit berbeda-beda antara satu bank dengan bank yang lainnya. Namun demikian pada dasarnya suatu perjanjian kredit harus memenuhi enam syarat minimal, yaitu : 1. jumlah hutang, 2. besarnya bunga, 3. waktu pelunasan, 4. cara-cara pembayaran, 5. berakhirnya perjanjian kredit, dan 6. barang jaminan.

D. Kredit Macet pada Perbankan

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Krakatau Medan

2 72 103

Tanggung Jawab Perusahaan Penjaminan Kredit Sebagai Penjamin Untuk Menanggulangi Risiko Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (Studi Perum Jamkrindo Cabang Medan)

14 178 131

Upaya Penyelesaian Kredit Macet Dalam Kredit Usaha Rakyat (Kur) Pada Bank (Studi Pada Bank Btn Cabang Pemuda Medan)

9 166 128

Tinjauan Yuridis terhadap Penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Saat Terjadi Kredit Macet pada Bank Mandiri Medan (Studi pada Perum Jamkrindo Cabang Medan dan Kantor Wilayah I Bank Mandiri Medan)

0 8 162

Penjaminan Kredit Usaha Rakyat Oleh Perum Jamkrindo Cabang Denpasar.

0 0 14

Tanggung Jawab Perusahaan Penjaminan Kredit Sebagai Penjamin Untuk Menanggulangi Risiko Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (Studi Perum Jamkrindo Cabang Medan)

0 0 11

Tanggung Jawab Perusahaan Penjaminan Kredit Sebagai Penjamin Untuk Menanggulangi Risiko Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (Studi Perum Jamkrindo Cabang Medan)

0 0 1

Tanggung Jawab Perusahaan Penjaminan Kredit Sebagai Penjamin Untuk Menanggulangi Risiko Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (Studi Perum Jamkrindo Cabang Medan)

0 0 38

Tanggung Jawab Perusahaan Penjaminan Kredit Sebagai Penjamin Untuk Menanggulangi Risiko Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (Studi Perum Jamkrindo Cabang Medan)

0 0 4

Tanggung Jawab Perusahaan Penjaminan Kredit Sebagai Penjamin Untuk Menanggulangi Risiko Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (Studi Perum Jamkrindo Cabang Medan)

0 0 3