5.3. Aplikasi dalam Penggunaan Pestisida
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar petani mengaplikasikan pestisida kategori buruk 52,3. Pada umumnya petani tidak menggunakan APD
pada saat melakukan penyemprotan pestisida, yaitu tidak menggunakan sarung tangan, topi, sepatu kebun, dan semua responden tidak menggunakan masker bersih
dan sapu tangan. Dimana petani yang mengaplikasikan pestisida yang tidak sesuai dengan aturan, maka akan dapat meningkatkan risiko mengalami keluhan kesehatan.
Pernyataan tersebut senada dengan Prihadi 2007, yang menyatakan bahwa petani yang praktek penanganan pestisida buruk mempunyai resiko 17 kali lebih besar
terkena keracunan pestisida dibandingkan petani yang baik dalam praktek penanganan pestisida.
Petani pada lokasi penelitian pada umumnya tidak langsung mencuci pakaian yang digunakan tetapi mereka menjemur kembali pakaian mereka untuk digunakan
pada saat penyemprotan selanjutnya. Kebiasaan ini dapat berakibat keracunan pada petani tersebut yaitu masuknya bahan kimia dari pestisida melalui kulit, bahan racun
tersebut memasuki pori-pori atau terserap langsung ke dalam sistem tubuh, terutama bahan yang larut minyak
Pada umumnya perilaku petani di daerah ini menggunakan APD yang tidak lengkap, mereka pada umumnya hanya menggunakan APD yang berupa baju lengan
panjang, celana panjang dan topi. Pestisida umumnya adalah racun bersifat kontak, oleh karenanya penggunaan alat pelindung diri pada petani waktu menyemprot sangat
penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida. Pemakaian alat pelindung diri lengkap yaitu : baju lengan panjang, celana panjang, masker, topi, kaca
Universitas Sumatera Utara
mata, kaos tangan dan sepatu boot. Pemakaian APD dapat mencegah dan mengurangi terjadinya keracunan pestisida, dengan memakai APD kemungkinan kontak langsung
dengan pestisida dapat dikurangi sehingga resiko racun pestisida masuk dalam tubuh melalui bagian pernafasan, pencernaan dan kulit dapat dihindari. Semua petani tidak
menggunakan masker pelindung karena merasa tidak nyaman, panas, sulit bekerja dan yang paling utama adalah karena tidak mengetahui manfaatnya dan dampaknya
bila terpapar oleh pestisida melalui pernafasan dan kulit. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana akan menimbulkan efek samping
bagi kesehatan manusia, sumber daya hayati dan lingkungan pada umumnya. Penggunaan pestisida pada petani dengan cara penyemprotan. Petani yang tidak
dilengkapi alat pelindung diri pada saat menggunakan pestisida, besar kemungkinan akan terpapar pestisida yang dapat memasuki tubuh baik melalui pernapasan maupun
kontak dengan kulit. Selain kecerobohan pada saat penggunaan pestisida di bidang pertanian, juga ketidaktahuan atau karena higiene perorangan masyarakat yang
menggangap remeh dampak buruk terhadap kesehatan Achmadi, 1993 Pestisida senantiasa harus disimpan dalam keadaan baik, dengan wadah atau
pembungkus asli, tertutup rapat, tidak bocor atau rusak. Sertakan pula label asli beserta keterangan yang jelas dan lengkap. Dapat disimpan dalam tempat yang
khusus yang dapat dikunci, sehingga anak-anak tidak mungkin menjangkaunya, demikian pula hewan piaraan atau temak. Jauhkan dari tempat minuman, makanan
dan sumber api. Buatlah ruang yang terkunci tersebut dengan ventilasi yang baik. Tidak terkena langsung sinar matahari dan ruangan tidak bocor karena air hujan. Hal
Universitas Sumatera Utara
tersebut kesemuanya dapat menyebabkan penurunan kemanjuran pestisida Kementerian Pertanian RI, 2011.
5.4. Keluhan Kesehatan akibat Penggunaan Pestisida
Penggunaan pestisida bisa mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
bahwa semua petani mengalami keluhan kesehatan dalam 1 bulan terakhir akibat penggunaan pestisida. Keluhan kesehatan yang kadang-kadang dialami responden
dalam 1 bulan terakhir adalah: sakit kepala 100, pusing 87,7, mual 75,4, muntah-muntah 7,0, mencret 82,5, badan lemah 94,7, gugup 5,3, dan
gemetar 36,8. Dari hasil terlihat bahwa sakit kepala merupakan keluhan kesehatan yang diderita semua petani akibat penggunaan pestisida. Menurut Sudarmo 2007,
sakit kepala atau dalam dunia kedokteran disebut Cephalgia yaitu satu keluhan fisik paling utama yang sering manusia rasakan.
Dalam kajian yang dilakukan oleh kumpulan multidisiplin dari Universitas Chulalongkorn kepada 150 petani sayuran di Bang Bua Thong, dekat
Bangkok, dihasilkan bahwa gangguan yang dialami oleh petani adalah kelelahan 61, sakit kepala 39, pusing-pusing 47, sesak napas 35, mual atau
muntah 33 Azman dalam Himmawan, 2006. Sedangkan menurut hasil penelitian selama 2 tahun di Malaysia mengungkapkan bahwa 72 wanita penyemprot
hama di 17 ladang pertanian di Malaysia mengalami gangguan kesehatan yang serius, gejala yang muncul di antaranya kelelahan, muntah, sulit bernapas, dada terasa
tertekan, sakit kepala Yun dalam Himmawan, 2006. Dari Survei yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
FAO tahun 2005 pada bawang merah menunjukkan, sejumlah petani di Brebes mengalami gejala-gejala keracunan pestisida, seperti sesak napas, pusing, mual,
muntah-muntah, tangan bergetar tak terkendali Untung, 2005. Tingginya keluhan kesehatan petani dikarenakan bahwa selama itu petani
terpapar pestisida yang digunakan untuk menyemprot tanaman pertaniannya. Racun pestisida ini masuk ke dalam tubuh bisa melalui kulit karena petani tidak pernah
menggunakan sarung tangan, dan terhirup lalu masuk melalui sistem pernafasan karena petani tidak menggunakan masker. Selain itu penyemprotan dilakukan secara
berlawanan arah dengan arah angin, sehingga pestisida yang disemprotkan berbalik terbawa angin ke arah petani. Seharusnya penyemprotan dilakukan searah dengan
arah angin. Sehingga dampak dari penggunaan pestisida yang salah menyebabkan petani sering merasa pusing, dan badan terasa lemah.
Umumnya, kasus keracunan dikalangan petani terjadi karena beberapa hal. Pengaplikasian pestisida, terutama penyemprotan merupakan pekerjaan yang paling
mudah dan paling sering menimbulkan kontaminasi kulit. Kontaminasi juga sering terjadi karena menyeka wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang
terkontaminasi. Petani tidak memiliki informasi yang benar dan akurat tentang pestisida, resiko penggunaan, serta teknik penggunaan atau aplikasi pestisida yang
benar dan bijaksana. Biasanya petani cenderung menganggap ringan bahaya pestisida sehingga tidak mematuhi syarat-syarat keselamatan dalam menggunakan pestisida.
Keracunan pestisida, terutama keracunan kronis, sering tidak terasa dan akibatnya sulit diramalkan. Oleh karena itu, kebanyakan petani akan mengatakan bahwa mereka
sudah belasan tahun mengaplikasikan pestisida dengan cara mereka dan tidak merasa
Universitas Sumatera Utara
terganggu. Padahal justru anggapan praktek pengelolaan pestisida yang dilakukan oleh petani saat ini sangat berbahaya bagi diri mereka maupun lingkungan hidup di
sekitarnya. Siswanto dalam Suwarni 1997, menyatakan pemaparan pestisida terhadap
petani dapat melalui kulit, sistem pernapasan maupun oral. Selanjutnya dijelaskan akibat pemaparan pestisida golongan organofosfat dan karbamat dapat menimbulkan
keracunan yang bersifat akut, efek sistemik biasanya timbul setelah 30 menit terpapar melalui inhalasi; 45 menit setelah tertelan ingested; 2 – 3 jam setelah kontak dengan
kulit. Penelitian yang dilakukan oleh Xiang et al. 2000 bahwa penggunaan APD selama aplikasi terhadap pestisida mempunyai hubungan yang bermakna terhadap
kejadian keracunan. John H.R. et al. dalam Runiafa 2008, menyatakan bahwa salah satu faktor utama dalam keterpaparan seseorang terhadap pestisida adalah
penggunaan APD. Kejadian kontaminasi pestisida melalui kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi, meskipun tidak seluruhnya berakhir dengan
keracunan akut. Lebih dari 90 kasus keracunan diseluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit. Keracunan karena partikel pestisida atau butiran semprot
terhisap melalui hidung merupakan kasus terbanyak nomor dua setelah kontaminasi kulit.
Pada penelitian ini, kontaminasi pestisida lebih banyak melalui kulit tangan, pernafasan dan mata. Hal ini terlihat dari data yang menunjukkan jumlah petani yang
tidak menggunakan sarung tangan, tidak menggunakan masker, dan tidak menggunakan pelindung mata. Penelitian yang dilakukan oleh Vreede et al. 1998
menunjukkan bahwa petani yang tidak menggunakan alat pelindung diri saat kontak
Universitas Sumatera Utara
dengan pestisida mempunyai paparan pestisida terbesar melalui tangan terutama saat pencampuran pestisida dengan paparan sebesar 103,53 µgjam dan diikuti oleh
paparan melalui pernafasan yaitu sebesar 11,6 µgjam. Prabu 2008 menyatakan bahwa gejala keracunan pestisida organofosfat dan
karbamat biasanya timbul setelah 4 jam kontak, tetapi bisa timbul setelah 12 jam. Hasil penelitian pada petani di Desa Tejosari menunjukkan bahwa rata-rata responden
melakukan penyemprotan selama 2 jam dan sebanyak 97,4 melakukan penyemprotan 4 jam dalam setiap praktek penyemprotan. Demikian juga denan
Atmojo dalam Runiafa 2008, yang menyatakan bahwa semakin lama seorang petani penyemprot bekerja dalam sehari, semakin tinggi risiko untuk terjadi keracunan.
Penelitian yang dilakukan oleh Tugiyo 2003 menyatakan bahwa tenaga penyemprot yang mempunyai jam kerja 5 jam mempunyai resiko keracunan pestisida lebih
besar daripada tenaga penyemprot yang mempunyai jam kerja ≤ 5 jam.. Lama waktu
saat penyempotan merupakan hal yang harus diwaspadai karena semakin lama petani kontak dengan pestisida maka akan semakin besar kemungkinan petani mengalami
keracunan apalagi jika diiringi dengan waktu penyemprotan.
Universitas Sumatera Utara
57
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan