Pembahasan Hasil Penelitian 1. Peran teater lenong betawi dalam pembentukan identitas budaya masyarakat betawi (studi kultural historis: teater lenong marong group di Ciater, Tangerang Selatan)
Beliau menambahkan bahwa silat juga ditampilkan di setiap para panjak memperkenalkan diri ke penonton.
Lenong Marong nunjukin ke orang-orang identitas kebudayaan Betawi itu dengan karakter yang dimaenin sama panjak.
Karakter itu ngewakilin orang Betawi tuh kaya gimana. Misalnya orang Betawi yang berani atau jujur. Silat juga
ditampilin mulu tiap para jago keluar. Selaen ntuh ya nunjukin juga baju khas punye Betawi kaya gimane.
20
Menurut panjak termuda yaitu Dini upaya yang dilakukan lenong Marong Group dalam pembentukan identitas Betawi yaitu
dengan mengalunkan gambang kromong di setiap pementasan. Selain itu juga menurutnya penggunaan bahasa , pantun, dan pakaian khas
Betawi merupakan upaya yang dilakukan teater lenong Marong Group dalam pembentukan identitas budaya Betawi.
“Banyak. nih ya misalnya sebelum lenong main itu musik gambang ngalun terus, terus
bahasa sama baju”.
21
Menurut bapak ongkih, upaya teater lenong Marong Group dalam pembentukan identitas Betawi yaitu dengan menampilkan
gambang kromong yang merupakan alat musik Betawi. Serta dengan busana khas yang dipakai oleh para pemain. Selain itu ceritayang
dimainkan kental dengan agama dirasa beliau sangat menunjukan identitas Betawi.
Wah banyak, misalnya dengan nampilin gambang kromong yang merupakan alat musik Betawi, dibarengin ame lagu-lagu
khas Betawi. Misalnya tuh kaya jali-jali, ondel-ondel, sang bango, kicir-kicir ama yang laennya dah. Terus dengan baju
yang dipake pemain, pemaen kan kalo nampil pada pake baju khas Betawi nah terakhir tuh maenin cerita-cerita yang kentel
agama.
22
Bapak Maceng rupanya sependapat dengan Bapak Ongkih, “Setuju sama ongkih, tapi saya tambahin yaa dikit. Group Marong
20
Wawancara dengan Bapak Katong pada tanggal 23 November 2014
21
Wawancara dengan Dini pada tanggal 23 November 2014
22
Wawancara dengan Bapak Ongkih pada tanggal 13 November 20 14
nunjukin identitas Betawi itu kalo lagi manggung wajib buat pemaen ngomong pake bahasa Betawi. Yaa itu mah ga susah dah, emang udah
kebiasaan kita”.
23
Menurut bapak Robert, upaya teater lenong Marong Group dalam pembentukan identitas Betawi yaitu dengan cara mewajibkan
pemain berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Betawi. Para pemain memakai busana khas Betawi lengkap dengan golok di
pinggang. Selain itu, dalam pementasan selalu menampilkan keahlian silat para pemain. Menurutnya main lenong kalau tidak bisa silat
bahaya, karena golok yang dipakai adalah golok asli. Caranya itu kalo lagi manggung pemaen wajib ngomong pake
bahasa Betawi, terus pemaen pake baju khas Betawi lengkap dengan golok di pinggang. Selain itu juga nampilin keahlian
silat jadinya orang pada tau kalo orang Betawi itu jago silat. Maen lenong kalo gak bisa silat bahaya, golok yang dipake kan
golok beneran kalo gak bisa silat bisa pala kebelah.
24
Terakhir menurut bapak Rudi atau biasa dipanggil Jambrong. Menurutnya upaya teater lenong Marong Group dalam pembentukan identitas Betawi
yaitu dengan cara menampilkan busana-busana khas Betawi yang dipakai oleh pemain serta senjata-senjata khas milik masyarakat Betawi.
“Kalo lenong Marong sih nunjukin identitas betawinya dengan nampilin busana-
busana khas Betawi sama senjata- senjata khasnya”.
25
Dari hasil wawancara tersebut dapat dikatakan peran teater lenong Marong Group dalam pembentukan Identitas Betawi yaitu
pertama, dengan menunjukan kalau orang Betawi adalah orang Islam, orang Betawi adalah orang yang cinta islam. Hal ini sejalan dengan
pengamatan yang peneliti lakukan, peneliti melihat Islam dijadikan sebagai simbol pemersatu untuk merekat elemen masyarakat Betawi,
selain itu, tradisi dan kebudayaan yang dikembangkan komunitas etnis
23
Wawancara dengan Bapak Maceng pada tanggal 13 November 20 14
24
Wawancara dengan Bapak Robert pada tanggal 23 November 2014
25
Wawancara dengan Bapak Rudi pada tanggal 26 Oktober 20 14
Betawi selalu didasari atas nilai-nilai keislaman. Sehingga banyak orang menilai, masyarakat Betawi adalah masyarakat yang religius.
Kedua, lenong Marong Group menggunakan bahasa Betawi di setiap pementasannya. Hal ini dirasa sangat perlu dalam
pembentukan identitas suatu budaya. Seperti yang dikatakan oleh Burke, menurutnya
“untuk menentukan identitas budaya itu sangat tergantung pada bahasa”.
26
Krisis identitas seharusnya tidak perlu terjadi jika masyarakat Betawi merasa bangga dengan identitas bahasa
dan budaya yang dimiliki, Karena bahasa Betawi yang sederhana, akrab,dan egaliter berpengaruh di seluruh antero Indonesia. Bahasa
Betawi yang sering dipergunakan dalam sinetron, dan tayangan lainnya di media elektronik, dijadikan sebagai bahasa gaul sehari-hari
masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak muda. Mereka sangat terbiasa dengan gaya bahasa dan logat Betawi.
Ketiga, para pemain memakai pakaian khas Betawi. Para pemain laki-laki yang sudah tua memakai ujung serong. Pakaian ini
berupa setelan jas tutup warna gelap, celana pantolan, dan dilengkapi kain batik yang dikenakan di sekitar pinggang dan ujungnya serong di
atas lutut. Untuk laki-laki yang masih muda menggenakan baju koko atau disebut juga sadariah dengan celana batik, peci, dan kain pelekat.
Kain pelekat ini bentuknya seperti selendang yang ditempatkan sebelah pundak atau diselempengkan pada leher. Untuk wanita yang
berusia lanjut menggenakan kebaya panjang Nyak berwarna gelap. Sedangkan untuk yang masih muda menggenakan warna terang.
Sebagaimana ditegaskan John Berger dalam karyanya Signs in Contemporary Culture
, “Pakaian kita, model rambut, dan seterusnya
26
Alo Liliwei M.S, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya Yogyakarta: Lkis, 2007, h. 72
adalah sama tingkatannya dan digunakan untuk menyatakan identitas kita”
27
Keempat, perkumpulan teater lenong Marong Group dalam pementasannya menampilkan senjata tradisional Betawi. Senjata
tradisional Betawi yang digunakan dalam pementasan teater lenong Marong Group adalah golok. Ada banyak macam-macam golok yang
digunakan dalam pementasan, diantaranya adalah: Golok si Betok, golok cangkringan, dan golok sorean.
Kelima dan keenam yaitu memasukan kesenian-kesenian Betawi lainnya seperti silat, gambang kromong, lagu-lagu Betawi, dan
tarian Betawi. Silat yang sering ditampilkan dalam pementasan yaitu silat beksi dan dapat dipastikan bahwa seluruh pemain teater lenong
Marong laki-laki menguasai jurus silat beksi. Peralatan gambang kromong yang dimiliki oleh perkumpulan inipun lengkap, yaitu:
Tehyan, gamelan, kongahyan, kecrek, gong, gambang, kromong, dan gendang.
Jika kita
melihat tujuh
unsur kebudayan
menurut Koentjaraningrat, upaya-upaya yang dilakukan oleh perkumpulan
teater lenong Marong dapat dikatakan cukup mewakili kebudayaan Betawi. Menurut Koentjaraningrat unsur kebudayaan yaitu: bahasa,
sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup, sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian.
28
Dalam setiap pementasan, teater lenong Marong selalu menggunakan bahasa Betawi
dalam berkomunikasi, sistem pengetahuan tidak terlalu ditampilkan dalam pementasan, organisasi sosial ditampilkan dengan cara
menunjukan kekerabatan diantara para pemain, menampilkan sistem peralatan hidup masyarakat Betawi yaitu golok, sistem mata
27
Idi Subandi, Budaya Populer sebagai Komunikasi, Yogyakarta: Jalasutra, 2007 h. 135
28
Koentjaraningrat, pengantar ilmu antropologi, Jakarta: Fa. Aksara baru, 1983 cet. 4, h. 206
pencaharian ditampilkan dengan para pemain yang bekerja di bidang perdagangan dan ada juga yang bertani, sistem religi dalam
pementasan yaitu menunjukan bahwa masyarakat Betawi sangat menjunjung tinggi agama Islam, dan terakhir yaitu kesenian, teater
lenong sendiri merupakan salah satu kesenian masyarakat Betawi. Di dalam lenong, kesenian-kesenian Betawi lainnya juga ditampilkan
seperti silat, gambang kromong, lagu-lagu Betawi, dan tarian Betawi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa teater lenong bisa
dijadikan wujud identitas Betawi dan dapat juga disimpulkan bahwa perkumpulan teater lenong Marong Group di Ciater berperan dalam
pembentukan Identitas Betawi. Budaya masyarakat Betawi akan terus ada terjaga manakala semua masyarakat Betawi mau memelihara,
menjaga, dan mengembangkan terus budaya tersebut. Proses pembelajaran, penjagaan, dan pengembangan budaya Betawi akan
sangat tepat apabila dilaksanakan melalui proses pendidikan sejak dini, yaitu saat anak mulai menduduki dunia pendidikan usia dini, taman
kanak-kanak, pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Melalui pendidikanlah citra Betawi yang negatif akan terkikis. Anak-anak akan
semakin menghargai kebudayaan Betawi yang mereka serap melalui sekolah dan lingkungan mereka.
b. Teater Lenong Marong: Pembentukan Nilai Betawi sebagai Identitas Kultural Masyarakat Betawi
Nilai Betawi ini merupakan gagasan ideal masyarakat Betawi terhadap kehidupan mereka sehari-hari. Oleh karena itu, nilai Betawi
ini dapat pula dimanfaatkan masyarakat Betawi untuk menghadapi derasnya arus budaya global yang membanjiri masyarakat kota
Tangerang melalui berbagai macam media. Sehingga hanya unsur- unsur budaya global yang berguna dan bermanfaat saja yang dapat kita
kembangkan dalam kebudayaan.
Keterbukaan masyarakat Betawi menghadirkan rasa toleransi yang tinggi terhadap kaum pendatang. Keterbukaan ini membuat
masyarakat Betawi tidak menutup diri terhadap kemajuan dan perkembangan kebudayaan dunia. Islam tidak hanya dijadikan sebagai
sebuah simbol ritual keagamaan, juga telah menjadi identitas diri dan budaya masyarakat Betawi hingga kini. Islam memainkan peranan
yang cukup penting di dalam proses pembentukan identitas dan kebudayaan komunitas etnis Betawi.
Dalam usahanya teater lenong Marong berupaya dapat mengangkat citra masyarakat Betawi dengan nilai-nilai Betawi. Seperti
yang telah penulis jelaskan sebelumnya bahwa teater lenong adalah seni pertunjukan yang menggambarkan keseharian masyarakat Betawi
yang diangkat menjadi tontonan publik. Dengan menepis stereotip etnis Betawi yang cenderung negative dalam pandangan masyarakat di
luar etnis Betawi. Dalam sketsa-sketsa teater lenong, gambaran karakter terlihat
pada watak tokoh-tokoh dalam sketsa-sketsa yang tegas pendiriannya terhadap perbuatan curang dan merugikan masyarakat, seperti korupsi.
Sementara itu kesabaran tampil dalam ketabahan tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam pertunjukan teater lenong dalam menghadapi
cobaan hidup, seperti kemiskinan dan kesusahan. Walaupun hidup dalam kesusahan, orang Betawi tidak akan menjual keyakinan mereka.
Sesuatu yang telah mereka anut sejak kecil tidak akan pudar begitu saja hanya karena kesusahan atau iming-iming harta-benda.
Karakter-karekater yang
dimainkan oleh
para panjak
menonjolkan nilai-nilai Betawi yang ideal bagi masyarakat Betawi. Selain itu penggambaran watak seorang manusia yang menghargai
kejujuran dan keterbukaan juga ditampilkan dalam teater lenong Marong. Kejujuran dan keterbukaan dalam masyarakat Betawi
merupakan hal yang sangat esensial dan tampak dalam keseharian mereka, seperti terlihat dalam komunikasi mereka sehari-hari.
Kejujuran masyarakat Betawi ini terlihat menonjol pada pola komunikasi mereka yang apa adanya, hampir jarang ditemui kata-kata
untuk memperhalus maksud pembicaran. Hitam dikatakan hitam, putih dikatakan putih, tidak dilebih-lebihkan atau dikurang-kurangi.
Keterbukaan dan kejujuran masyarakat Betawi dalam keseharian ini pun melahirkan sikap orang Betawi humoris. Hal ini mungkin terjadi
untuk menghindri pertengkaran karena sikap terbuka dan jujur mereka yang mungkin akan melukai hati orang lain. Dengan humor setidaknya
sikap jujur mereka terhadap perbuatan seseorang yang buruk hanya akan ditanggapi main-main atau hanya bercanda oleh orang itu,
walaupun maksudnya menyindir perbuatan orang itu. Kelucuan masyarakat Betawi umumnya juga terjadi karena keluguan dan
kepolosan sikap mereka terhadap situasi yang mereka hadapi. Sketsa-sketsa seperti inilah yang kemudian diadopsi dalam
pertunjukan lenong Marong yang dilandasi dengan kearifan masyarakat Betawi. Walaupun masyarakat Betawi bersikap terbuka
dan bisa dikatakan jika bahasa Betawi itu bersifat egaliter dan tidak memiliki tingkatan bahasa, seperti bahasa Jawa, orang Betawi tetap
menghargai orang yang lebih tua. Dalam keseharian, penghormatan terhadap orang yang lebih tua ini dihadirkan dalam sikap untuk
memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada orang tua, sebelum yang muda-muda. Dalam bahasa hal ini hadir dalam penyebutan diri
mereka dengan tidak memakai kata ganti diri gue, tetapi kata ganti diri saye, aye atau menggunakan nama mereka sendiri.
Terakhir, dalam
setiap pertunjukan
lenong Betawi,
penggambaran orang Betawi digambarkan sebagai orang yang menghormati adat istiadat mereka dan sangat religius. Dalam
masyarakat Betawi, adat istiadat mereka jalani secara konsekuen. Hampir seluruh adat istiadat masyarakat Betawi diwarnai oleh agama
Islam. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat Betawi sangat taat terhadap ajaran yang mereka anut.
Kereligiusan masyarakat Betawi ini tampak dalam adat istiadat mereka yang tidak pernah melepaskan unsur-unsur agama Islam.
Bahkan kereligiusan ini pun melahirkan sikap hidup masyarakat Betawi yang jujur dan sangat toleran. Ketoleran inilah yang membuat
mereka terbuka terhadap para pendatang. Hal inilah yang membuat para pendatang betah hidup di Tangerang karena keramahan penduduk
aslinya. Teater lenong dijadikan salah satu ajang penanaman nilai-nilai
Betawi yang dalam prosesnya nilai tersebut dapat diaktualisasikan melalui pertunjukan teater. Selain itu, teater lenong juga dijadikan
sebagai sarana internalisasi nilai-nilai BetawI yang mengarah kepada pembentukan identitas kultural secara utuh.
Para calon peserta didik secara langsung mendapat kesempatan untuk merevitalisasi budaya melalui pertunjukan teater lenong Betawi
yang diaktualisasikan melalui karakter-karakter panjak dalam setiap pertunjukannya. Karakter-karaker yang ditampilkan diharapkan
mampu menjadi model atau contoh karakter yang sesungguhnya mayarakat Betawi baik dari sisi positif maupun negatifnya. Tidak
hanya dalam pementasan di kehidupan sehari-hari perilaku yang mencerminkan nilai-nilai Betawi juga diterapkan dengan terbuka,
lugas dengan ciri khasnya Betawinya. Berdasarkan penjelasan di atas terlihat bahwa nilai-nilai Betawi
merupakan inti yang diaktualisasikan dalam peran-peran atau karakter para panjak teater yang dipentaskan dan dipertunjukan dalam setiap
lakon dalam wadah kesenian teater lenong.
Jadi, berdasarkan nilai-nilai Betawi yang terlihat pada pertunjukan teater lenong, karakter-karakter yang dimainkan oleh para
panjak digambarkan bahwa orang Betawi adalah sosok masyarakat Indonesia yang sangat mencintai negaranya, menghormati orang yang
lebih tua, menghargai adat-istiadat, jujur, sabar, berani, humoris, dan religius.
Bisa disimpulkan bahwa orang Betawi adalah orang yang teguh dan taat pada keyakinan, adat istiadat dan agama mereka, bersikap
jujur dan menghormati orangtua, sabar dan berani dalam menghadapi tantangan hidup, berwatak humoris dan terbuka terhadap kemajuan,
dan sangat teguh menjalankan agama Islam.
1 Nilai Betawi dan Identitas Kultural Betawi
Dalam sejarahnya, budaya Betawi telah mengalami berbagai dan berulang kali proses asimilasi dan adaptasi. Proses yang terjadi
pada masa lampau tersebut membuktikan bahwa masyarakat Betawi mampu menyaring dan menyesuaikan unsur-unsur budaya
lain itu ke dalam kehidupan mereka dengan cara sedemikian rupa, sehingga terasa layak dan cocok, serta tidak terlihat dipaksakan. Itu
semua bisa dilakukan karena masyarakat Betawi memiliki identitas budaya yang kuat, yang mampu beradaptasi dengan budaya baru
tanpa meninggalkan akar tradisi mereka. Akan tetapi, jika melihat situasi Tangerang saat ini, kita akan melihat sebuah fenomena dari
budaya baru, yaitu budaya kota atau metropoloitan. Budaya kota sebagai hasil industrialisme ini biasanya
disebut budaya popular. Budaya popular yang terlihat dalam segi kehidupan masyarakat Tangerang, tidak hanya terlihat dalam
musik, lagu, film, novel, tetapi bisa juga dalam wujud penampilan, dan gaya hidup. Kebudayaan jenis ini sering kali dipersepsikan
sebagai atribut modernitas oleh sekelompok masyarakat tertentu.
Musik barat dianggap modern sedangkan gambang kromong atau keroncong dianggap tradisional.
Di sinilah diperlukan pemantapan identitas atau jati diri masyarakat Betawi dengan kembali menengok nilai-nilai tradisi
yang bahkan mungkin lebih baik daripada nilai-nilai yang dibawa oleh arus budaya baru tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar tidak
terjadi krisis identitas kultural pada masyarakat Tangerang di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pemupukan nilai-nilai Betawi
yang merupakan penggambaran yang khas terhadap identitas budaya masyarakat Betawi perlu diingatkan, agar masyarakat
Betawi bisa tetap memiliki dan mengenal identitas budaya mereka sendiri.
Ada beberapa hal yang menyebabkan nilai-nilai Betawi dapat dikembangkan untuk memperkuat identitas kultural
masyarakat Betawi. Pertama, karena budaya Betawi dengan nilai- nilainya ini merupakan budaya yang lahir karena proses asimilasi
yang cukup lama dan beberapa kali terjadi dengan berbagai macam budaya masyarakat pendatang, tetapi tetap bisa ditampilkan dalam
keseharian masyarakat pendukungnya. Kedua, karena fakta yang menunjukan bahwa budaya Betawi dapat diterima banyak kalangan
dan lapisan apapun di masyarakat kita, hal ini bisa dilihat dengan banyakanya stasiun televisi yang menayangkan sinetron-sinetron
yang berlatar budaya Betawi. Dalam hal ini, seperti yang telah dilakukan oleh Marong
dalam perkumpulan teater lenong pimpinannya, nilai-nilai Betawi ini merupakan sebuah identitas masyarakat Betawi yang hingga
kini masih kukuh dipertahankan para pendukung budaya tersebut. Akan tetapi, masih ada satu hal lagi yang diperlukan agar nilai-
nilai Betawi ini tidak pudar dan tetap dipegang masyarakat Betawi sebagai identitas mereka, yaitu sebuah dukungan pemerintah.
2 Nilai Betawi Dalam Realitas Global
Dalam konteks realitas globalisasi pada saat ini, ketika batas-batas ruang dan waktu hampir tidak ada lagi dan arus
kebudayaan luar bisa masuk dengan mudah ke negara ini, tentu diperlukan ketahanan budaya yang cukup kuat dari masyarakat
Indonesia. Hal ini diperlukan karena budaya yang masuk ke Indonesia itu tidak selamanya baik dalam kehidupan budaya
masyarakat, tetapi ada juga beberapa yang tidak baik. Penghargaan terhadap masyarakat budaya asing jangan
sampai membuat masyarakat lupa akan tradisi yang sudah terbentuk sekian lama. Tradisi harus tetap menjadi idenitas lokal,
sedangkan nilai-nilai baru dari budaya-budaya asing harus kita adaptasi lagi dan kita sesuaikan dengan nilai-nilai budaya lokal.
Oleh karena itu, diperlukan kontrol yang kuat terhadap serbuan budaya yang mungkin akan merusak tatanan kebudayaan dan
identitas budaya bangsa. Fungsi kontrol ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi juga harus dijalani oleh individu-
individu yang merasa memiliki negeri ini. Sementara itu, individu itu sendiri memiliki dua sisi sikap
terhadap budaya yang dianutnya. Disatu sisi, pemahaman budaya cenderung bertahan dalam diri individu, di sisi lain, ia dapat
berubah-ubah melalui berbagai upaya mereka dalam menghadapi kondisi lingkungan mereka yang juga selalu berubah. Setiap
individu memiliki identitas sendiri yang membedakannya dengan individu lain. Akan tetapi, setiap individu juga memiliki identitas
sosial dan kultural yang membatasinya dan mengharuskannya beradaptasi dengan lingkungan budaya yang didiaminya. Selama
ini pada masyarkat Betawi, nilai-nilai Betawian inilah yang berperan sebagai kontrol terhadap serbuan budaya luar yang
cenderung mengabaikan persoalan moralitas. Kebudayaan memang dinamis atau mengalami perubahan
terus-menerus dalam dimensi ruang dan waktu. Akan tetapi, perubahan budaya yang amat cepat dan tanpa melalui proses
penyesuaian terhadap nilai-nilai budaya sebelumnya akan menimbulkan masalah terhadap generasi muda bangsa, yaitu krisi
identitas budaya pada generasi muda. Karena itu perlu dikembangkan identitas budaya yang timbul dari perasaan ke-
kami-an we-ness ataupun menjadi satu kelompok yang berskala dari hubungan sosial masyarakat. Pada kota Tangerang yang dihuni
banyak etnis dan ragam budaya, kondisi ini pun akan menimbulkan ketercabutan generasi muda dari akar budaya asal mereka.
Oleh karena itu, pada masyarakat yang majemuk seperti di Tangerang ini, penanaman nilai-nilai budaya daerah perlu
dilakukan sejak dini, agar mereka bisa menjadi generasi yang kukuh dalam mempertahankan tradisi menghadapi derasnya arus
budaya asing. Selain itu, penyesuaian dan revitalisasi nilai-nilai budaya lokal juga perlu dilakukan, agar masyarakat Betawi bisa
tetap eksis di era global ini dan terhindar dari krisis identitas. Di sinilah nilai-nilai Betawi mempunyai peran yang sangat
penting dalam pembentukan karakter masyarakat Betawi, terutama generasi mudanya. Nilai-nilai Betawi yang ditanamkan Marong
dalam teater lenong ini sangat membantu masyarakat Ciater pada umumnya dan masyarakat RT 0610 Kelurahan Ciater pada
khususnya, dalam memupuk semangat untuk mengembangkan budaya Betawi dan meningkatkan karakter etnis Betawi yang tahan
banting terhadap perubahan dan perkembangan pemikiran yang
amat cepat di era global saat ini. Dengan demikian, etnis Betawi tidak mudah diombang-ambingkan arus budaya asing yang dapat
merusak nilai-nilai luhur yang telah lama mengakar pada budaya lokal. Identitas memberikan kita gambaran mengenai tanah leluhur
dimana kita berada, sebuah sejarah yang dimiliki oleh masyarakat Betawi, serta memiliki akses istimewa ke luas warisan budaya dan
kreativitas.
3 Penataan Kesenian Teater Lenong
Di era globaliasi sekarang ini tidak mungkin lagi bisa dibendung masuknya berbagai produk budaya luar negeri ke
Indonesia. Perlu adanya kiat-kiat yang seharusnya dilakukan untuk mempertahankan berbagai budaya asli karya leluhur lokal
agar tetap lestari. Salah satu karya yang dibanggakan masyarakat Ciater hingga saat ini adalah seni pertunjukan teater lenong.
Berbagai usaha melestarikan seni budaya Betawi agar digemari generasi muda di Tangerang khususnya Ciater terus diupayakan.
Caranya, dengan menggali kembali khasanah budaya lokal tersebut, kemudian memodifikasinya hingga melahirkan kreasi
baru. Dan itu bisa dilakukan melalui eksperimentasi oleh para ahlinya. Ini dimaksudkan agar kesenian tersebut mudah diterima
dan digemarin generasi muda sehingga di masa mendatang tetap eksis.
Teater lenong merupakan kesenian tradisi milik masyarakat Betawi yang kini sedang dipikirkan oleh berbagai pihak untuk
dikembangkan. kesenian ini terdiri atas unsur seni musik gambang kromong, seni peran atau acting, lawak dan tari silat. Beberapa
diskusi ilmiah pernah dilakukan untuk melestarikan dan mengembangkan kesenian ini yang diharapkan dapat menjadi salah
satu identitas kultural masyarakat Betawi. Namun, hasil yang
dicapai dalam forum-forum itu belum memuaskan. Oleh karena itu, sanggar kesenian pimpinan Marong sebagai tempat dimana teater
lenong yang komprehensif dilakukan, sehingga dapat dijadikan sebagai landasan untuk pengembangannya.
Teater lenong sebagai kesenian yang memiliki akar historis yang kuat, konsep estetis dan urutan penyajian tertentu perlu
dikembangkan. Untuk mewujudkanyya, tidak berlebihan apabila seni pertunjukan teater lenong perlu mendapatkan penanganan
dengan membuat suatu model penataan kesenian teater lenong sebagai identitas kultural masyarakat Betawi.
Penataan kesenian teater lenong sebagai identitas kultural masyarakat Betawi meliputi penataan musik gambang kromong,
seni peran atau acting, lawak dari tari silat. Dengan demikian, adanya upaya untuk mereaktualisasi kesenian teater lenong tidak
terlepas dari peralatan gambang kromong, pelatih, dan membentuk kelompok kesenian dilandasi oleh suatu pertimbangan historis.
Adanya akar historis itu diperkuat oleh fakta bahwa dalam perjalanan sejarah, kesenian ini juga didukung oleh masyarakat
Betawi termasuk orang-orang Tangerang. Dari perjalanan sejarah itu, tampak bahwa teater lenong dan gambang kromong merupakan
seni pertunjukan yang berfungsi sebagai hiburan dan tontonan. Penataan musik gambang kromong dan lagu dilakukan dengan cara
membuat aransemen, menambahkan beberapa instrument modern, mengembangkan teknik permainan instrument, serta menampilkan
lagu-lagu yang bertema dan bernuansa Betawi, yaitu: Kincir-kincir, Jali-jali, Keroncong Kemayoran, Kawin Paksa, Ondel-ondel, Main
Panjat-panjatan, Asal Mogok Genjot, Kompor Mleduk, Cintaku Berat di Ongkos.
Penataan seni peran atau acting dalam teater lenong dilakukan dengan menampilkan tokoh-tokoh masyarakat Betawi
yang akrab, jujur tidak melebih-lebihkan baik dalam dialog maupun tindakan. Tokoh-tokoh yang diperankan ditampilkan
secara natural dan lebih mengedepankan pesan moral yang ingin disampaikan dalam setiap pertunjukan. Penataan peran ditujukan
agar dalam setiap pementasan para panjak dapat melakukannya dengan memperhatikan teknik bermainan drama.
Penataan seni silat merupakan komponen yang tidak terlepas dari setiap pertunjukan teater lenong. Tari silat adalah tarian yang
keseluruhan gerakannya diambil dari gerak pencak silat. Tari silat cukup menarik gerakannya apalagi bila ditarikan dengan iringan
musik Betawi. Iringan pencak silat Betawi diikuti oleh samprah dan kroncong yang memang lekat di teater lenong. Sementara gaya
dalam tari silat yang paling terkenal disebut gaya seray, gaya pecut, gaya rompas serta gaya bandul. Tari silat Betawi sendiri
menunjukan aliran atau gaya yang diikuti oleh masing-masing penari. Selain tari silat, Betawi juga memiliki banyak tari-tarian
lain. Tari-tari silat inilah yang kemudian salah satu model dalam penataan seni pertunjukan teater lenong sebagai identitas budaya
Betawi. Penataan lawak dilakukan dengan mengacu pada bentuk-
bentuk lawakan teater lenong, yaitu lawakan verbal, nonverbal, dan musikal. Penggarapan lawak dilakukan dengan mengubah cerita
Betawi yang diadopsi dari film-film Benyamin Sueb seperti Samson Betawi, Biang Kerok, Cukong Bloon, Abu Nawas. Seni
lawak disini mendapat penggarapan yang cukup penting dalam rangka pengembangan teater lenong sebagai salah satu identitas
budaya Betawi. Salah satu unsur budaya Betawi yang dapat diidentifikasi secara mudah adalah dialek. Oleh karena itu, dalam
bagian lawak dimasukan dialek Betawi dengan harapan bahwa hal tersebut dapat menampilkan identitas etnis Betawi.
Media komunikasi yang digunakan dalam penataan lawak ini adalah bahasa Betawi yang jenaka. Busana sebagai unsur
pendukung dalam pertunjukan musik, tari, dan lawak teater lenong ditata dengan memanfaatkan khasanah busana tradisonal Betawi.
Untuk merealisasikan konsep-konsep penataan kesenian teater lenong sebagai identitas budaya Betawi dilakukan pelatihan
terhadap kelompok teater lenong di perkumpulan teater Marong RT 0610 Ciater Tangerang Selatan.