data terkait dengan monografi kependudukan diperoleh melalui badan-badan kemasyarakatn yang resmi seperti kantor kelurahan. Kemudian peneliti
meminta data administrasi kependudukan yang terdapat di wilayah RT 0610, yang selanjutnya data-data tersebut diolah oleh peneliti. Sedangkan data-data
yang lebih mendalam terkait kegiatan teater lenong didapatkan dari teater lenong milik Bapak. Marong. Selain itu, peneliti mengunjungi para tokoh
Betawi dalam rangka kejelasan tentang seni pertunjukan teater yang ada di wilayah penelitian. Berdasarkan data tersebut selanjutnya peneliti
mengkroscek informasi tersebut dengan mengunjungi para panjak. Peneliti melakukan triangulasi dengan membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Pada metode triangulasi dapat
diperoleh dengan cara: a.
Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara
b. Membandingkan apa yang dikatakan narasumber yang satu dan
yang lainnya
45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Data 1.
Struktur Sosial Kelurahan Ciater
Kelurahan Ciater merupakan bagian wilayah Kecamatan Serpong Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten, terletak dibagian timur wilayah
Kecamatan Serpong dan memiliki luas wilayah 426,00 Ha atau 16,64 dari wilayah kecamatan Serpong lainnya. Batas wilayah kelurahan Ciater
yaitu : Utara : berbatasan dengan kelurahan Rawa Mekar Jaya, Timur : berbatasan dengan keamatan Ciputat, Barat : berbatasan dengan kelurahan
Rawa Buntu, dan Selatan : berbatasan dengan kelurahan Buaran. Kelurahan Ciater merupakan wilayah daratan yang memiliki
ketinggian 48 meter di atas permukaan laut dpl, karena letak geografis kelurahan Ciater cukup strategis maka sebagian besar wilayahnya
merupakan wilayah permukiman. Ciater secara administrasi terdiri dari 13 RW dan 70 RT dengan jumlah penduduk sebanyak 19.200 Jiwa terhitung
sejak akhir 2012.
1
a. Struktur Sosial Penduduk
Dalam melihat struktur sosial kelurahan Ciater penulis melihatnya dengan memahami kondisi fisik daerah kelurahan Ciater dengan
karakteristik di daerah tersebut. Penjelasan akan struktur sosial kelurahan Ciater diawali dengan struktur sosial penduduk berdasarkan jenis kelamin,
komposisi menurut tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan.
1
Data kependudukan kelurahan Ciater tahun 2013
1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan data kantor Kelurahan Ciater, jumlah penduduk adalah 19.200 jiwa dan jumlah Kepala Keluarga KK sebanyak 5.492
jiwa dengan jumlah rata-rata kepadatan penduduk 45 jiwa per Km². Terdiri dari 9.758 orang berjenis kelamin laki-laki dan 9.442 orang
berjenis perempuan.
2
Untuk memperoleh gambaran yang lebih terperinci dan jelas di bawah ini terdapat table yang menggambarkan
kependudukan penduduk Ciater. Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Kelurahan Ciater berdasarkan jenis kelamin
No Jenis Kelamin
Jumlah Satuan
1 Laki-laki
9.758 Jiwa
2 Perempuan
9.442 Jiwa
TOTAL 19.200
Jiwa
Sumber: Profil kelurahan Ciater 2
Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Penduduk Ciater saat ini di dominasi oleh para pendatang baik dari daerah pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa, mereka umumnya
datang ke Tangerang karena tertarik dengan harapan hidup yang lebih baik daripada tempat asalnya. Kawasan yang mereka tuju memang
banyak memberikan banyak kesempatan kerja dan tak jarang mereka membawa sanak keluarga lainnya dari kampung halaman untuk ikut
tinggal bersama dan bekerja di Ciater. Para buruh pabrik dan calon
2
Data kependudukan kelurahan Ciater tahun 2013
buruh pabrik ini sebagian besar tamatan SMP dan SMA. Hal ini yang menyebabkan penduduk di tempat ini mayoritas berpendidikan
menengah.
Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Ciater Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan
Jumlah satuan
1 Tidak atau belum
1.639 Jiwa
2 Belum tamat SD
1.938 Jiwa
3 Tamat SD
3.680 Jiwa
4 SMP
4. 165 Jiwa
5 SMA
5.743 Jiwa
6 D III
1080 Jiwa
7 D IV S1
730 Jiwa
8 S2
168 Jiwa
9 S3
57 Jiwa
Sumber: Profil kelurahan Ciater
Berdasarkan tabel di atas terihat bahwa penduduk Ciater tingkat pendidikan menengah pertama dan menengah atas sangat mendominasi.
3 Jenis Mata Pencaharian Penduduk
Setiap orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tingkat pendidikan seseorang seringkali memiliki keterkaitan yang sangat
erat dengan mata pencaharian orang tersebut. Masyarakat Ciater yang berpendidikan rendah seperti tamatan SD mereka bekerja sebagai kuli
bangunan, tukang sayur, tukang ojek. Sementara lulusan SMP dan SMA umumnya bekerja di sektor informal sebagai buruh pabrik, makelar tanah
sebagian juga ada yang bekerja seperti berwiraswata dan berdagang. Spesialisasi pekerjaan sepertinya terjadi karena mereka tidak
mampu bersaing dengan penduduk lain yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi di bidang akademik dan keterampilan. Untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak di sektor forml dengan gaji dan tunjangan yang mencukupi mereka diwajibkan mampu bersaing dengan
perkembangan zaman dan kebtuhan masyarakat yang semakin kompleks. Guna memasuki persaingan memperoleh lapangan pekerjaan
mreka dituntut membekali diri dengan tingkat pendidikan dan tentunya memiliki ijazah pendidikan jenjang perguruan tinggi serta kemampuan dan
keterampilan yang apik di dunia kerja. Karena beberapa pekerjaan mereka yang bergerak di sektor informal seperti kuli bangunan, tukang sayur dan
tukang ojek tidak memiliki penghasilan yang tetap dan tergolong berpenghasilan rendah. Penghasilan ini berdampak pada kehidupan
keluarga mereka sehari-hari. Penghasilan mereka yang terbilang rendah dan tergolong pas-pasan mengakibatkan mereka seringkali mangalami
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup primer sehari-hari hingga memenuhi kebutuhan guna pendidikan ataupun urusan sekolah anak-anak
mereka. Buruh pabrik sendiri masih tergolong beruntung karena memiliki
penghasilan tetap meskipun penghasilan mereka tidak banyak dan hanya cukup untuk makan dan biaya sekolah. Penduduk lain yang bekerja di
sektor formal seperti guru, dokter, karyawan BUMNBUMDSwasta, TNI- POLRI, PNS dapat hidup layak dan memenuhi segala kebutuhan hidupnya
baik primer, sekunder maupun tersier. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, penulis menggambarkan jenis mata pencaharian masyarakat
Ciater dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.3 Jenis Mata Pencaharian Masyarakat Ciater
No Jenis Mata Pencaharian
Jumlah Satuan
1 Pensiunan
74 Jiwa
2 Pegawai Negeri Sipil PNS
112 Jiwa
3 Tentara Nasional Indonesia TNI
44 Jiwa
4 Polisi Republik Indonesia POLRI
43 Jiwa
5 Pedagang
1.879 Jiwa
6 Petani
17 Jiwa
7 Peternak
9 Jiwa
8 karyawan BUMNBUMDSwasta
4.164 Jiwa
9 Buruh
1.499 Jiwa
10 Guru
199 Jiwa
11 Dosen
2 Jiwa
12 Dokter
24 Jiwa
13 Perawat
23 Jiwa
14 Bidan
25 Jiwa
Sumber: Profil kelurahan Ciater
2. Konteks Sejarah
Teater Lenong Betawi Marong Group
Pada bab ini penulis akan memaparkan gambaran dan karakteristik masyarakat dan kondisi fisik lokasi penelitian, yaitu teater lenong Marong
yang berdomisili Kelurahan Ciater Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan.
Sebagai gambaran
awal penulis
menjelaskan sejarah
perkembangan teater lenong Marong Group serta posisi teater lenong dalam masyarakat Betawi di Ciater tersebut. Penulis mengkaji
keistemewaan teater lenong yang memiliki ketertarikan khusus dibanding kesenian Betawi lainnya di Ciater.
a. Sejarah Perkembangan Teater Lenong Betawi
Sebagai suatu bentuk teater, tentunya teater lenong mempunyai sejarah perkembangan sendiri hingga pada akhirnya terwujud apa yang
dinamakan teater lenong. Uraian tentang sejarah perkembangan teater lenong ini lebih ditunjukan untuk mengetahui proses perkembangan teater
tersebut, sampai dikenal bentuk teater lenong seperti yang sekarang ini. “Lenong merupakan salah satu bentuk teater peran di Betawi yang mulai
berkembang di akhir abad ke- 19
”.
3
Teater ini merupakan pengaruh dari kebudayaan Cina. Hal ini jelas terlihat pada musik pengiringnya yaitu gambang kromong. Gambang
kromong merupakan alat musik yang dibawa ke Indonesia dibawa oleh orang-orang Tiong Hoa yang merantau sampai ke Indonesia secara khusus
menetap di Betawi. Gambang kromong sendiri sebuah orkes tradisional Betawi yang
merupakan orkes perpaduan antara gamelan, dengan nada pentatonis bercorak Cina. Orkes ini memang erat hubungannya
dengan masyarakat Cina Betawi. Pada awal perkembangannya lagu-lagu yang biasa dibawakan dengan iring-iringan gambang
kromong adalah lagu-lagu Cina. Menurut istilah setempat lagu semacam itu biasa disebut gambang Cina. Gambang Cina itu
berupa lagu-lagu instrumentalia dan lagu-lagu bersyair.
4
Di samping untuk mengiri lagu, Gambang kromong biasa dipergunakan untuk pengiring tarian yakni tari Cokek, tari pertunjukan
kreasi baru dan teater Lenong. Biasanya musik gambang kromong
3
Eni Setiati, Pofil Kota Jakarta Doeloe, Kini, Dan Esok, Jakarta: PT Lentera Abadi, 2009 h.63
4
Muhadjir,dkk, Peta Seni Budaya Betawi,Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1986, hlm 31
digunakan untuk menyambut tamu, demikian juga halnya dengan teater lenong, dipertunjukan untuk menghibur tamu suatu pesta hajat. Dalam
perkembangannya gambang
kromong memperlihatkan
berbagai variasinya. Misalnya ada yang disebut gambang cokek yang dikenal juga
dengan gambang plesir. Jenis musik ini digunakan untuk mengiringi cokek, yaitu penari wanita yang menari dengan pasangannya yang
merupakan tamu-tamu yang diundang dalam suatu pesta hajat orang Tiong Hoa.
Bapak Marong sendiri mulai belajar menabuh dari rombongan gambang plesir ini. Baru kemudian setelah mulai bisa, ia pindah ke
rombongan musik gambang kromong, yang pada gilirannya digunakan untuk mengiringi pertunjukan teater lenong. Dengan demikian uraian di
atas memperlihatkan bahwa teater lenong memang mempunyai hubungan erat dengan orang Tiong Hoa.
Gambar 4.1 Alat musik gambang kromong milik Marong group
Menurut cerita Bapak Marong pada masa kecilnya pertunjukan teater lenong tidak mempunyai batas waktu. Kalau dikehendaki penonton,
pertunjukan yang diadakan setelah sembahyang Isya dapat berlangsung sampai pukul enam pagi atau bahkan lebih siang lagi. Pertunjukan
semacam ini biasanya menggunakan dua macam cerita. Sampai pukul dua pagi pertunjukan mengemukakan cerita bangsawan, dan kemudian
dilanjutkan dengan cerita preman yang menceritakan kehidupan pada masa tuan tanah masih bercokol di daerah Betawi.
Tema cerita lenong preman mengenai kesengsaraan rakyat miskin di pinggiran kota Jakarta, di bawah kekuasaan para tuan tanah yang
ceritanya didasarkan atas kisah nyata kehidupan sehari-hari atau karangan.
5
Kisah nyata didasarkan pada cerita dari para penjahat yang masih diingat penduduk setempat sedangkan cerita karangan diciptakan
sendiri oleh pemain lenong khususnya, yang ceritanya diperoleh dari buku, film, atau menonton pertunjukan lenong dari kelompok lain. Terkadang
tema cerita juga di adopsi dari kehidupan sehari-hari dengan menggambarkan keadaan ekonomi rumah tangga yang semerawut, cinta
segitiga para pemuda-pemudi desa yang bergenre drama. Busana lenong preman adalah pakaian sehari-hari orang Betawi.
Bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari penduduk lokal di pinggiran kota Jakarta yang dinilai kasar oleh golongan kelas menengah
atas di Jakarta. Teater jenis inilah yang justru digemari oleh banyak penonton karena di nilai lebih ekspresif dan jalan ceritanya yang terkadang
sulit ditebak dibandingkan dengan cerita-cerita kebangsawanan yang mengawang di atas jangkauan.
5
Yasmine Zaki Shahab, Identitas dan Otoritas: Rekonstruksi Tradisi Betawi, Depok: Laboratorium Anropologi, FISIP UI, 2004, h.28
Gambar 4.2 Bang Marong ketika main lenong preman dengan Mak Nori
6
Menurut Bapak Marong pada masa kecilnya ia mengenal adanya dua macam pertunjukan teater lenong yang dibawakan suatu perkumpulan,
Bapak Marong juga bercerita bahwa pada tahun 1950-an teater lenong dapat dipertunjukan dengan hanya menggunakan enam atau tujuh orang
seniman saja pertunjukan sekarang dilakukan 25 sampai 30 orang seniman. Keenam atau ketujuh orang seniman itu bukan anggota tetap
suatu perkumpulan teater lenong. Jika pemilik yaitu orang yang mempunyai peralatan teater lenong ingin mengadakan pertunjukan teater
lenong maka ia mengumpulkan teman-temannya untuk diajak main bersama. Mereka melakukan tugas serabutan. Selain berperan sebagai
tokoh-tokoh yang digambarkan dalam cerita, mereka juga harus berperan sebagai tukang angkut, yaitu orang yang mengangkat peralatan ke tempat
pertunjukan, mereka juga harus dapat mengatur pentas dan mereka juga berperan sebagai tukang tabuh atau pemain musik.
Dalam hal ini seorang seniman teater lenong harus dapat membawakan peran sebagai dua atau tiga tokoh sekaligus, namun seiring
6
Rajakamar Admin, Lenong, Seni Peran Penerus Gambang Kromong, 2014 http:content.rajakamar.comlenong-seni-peran-penerus-gambang-kromong
Diakses Jumat, 17
Oktober 2014
dengan perkembangan peran-peran ini juga terspesialisasi sesuai dengan kemampuan para pemain. Pertunjukan teater lenong pada saat itu boleh
dikatakan mempunyai sifat opera, sebab dialog dan monolog yang digunakan banyak dilakukan dengan bernyanyi. Nyanyian itu juga
digunakan untuk mengungkapakan perasaan sedih, gembira, dan menyatakan suatu maksud. Misalnya maksud untuk melakukan perjalanan
atau maksud untuk melamar seorang wanita. Pementasan teater lenong juga dapat digunakan sebagai tempat pertemuan para pendekar silat,
karena pendekar silat juga banyak yang merangkap sebagai seniman teater lenong.
Seniman teater lenong memperoleh uang dari hasil pertunjukan yang dilakukannya, baik itu merupakan pertunjukan yang diselenggarakan
karena suatu pesta hajat maupun pertunjukan yang dilakukan dengan cara ngamen. Pada tahun 1960-an pementasan lenong yang diselenggrakan
pada suatu hajat seharga Rp. 500,00. Dan pemain mendapat bagian sebesar Rp.75,00. Sekarang lenong setiap pementasan di suatu pesta hajat paling
kecil yaitu Rp. 30.000.000,00 dan pemain mendapat Rp. 200.000, - Rp. 300.000,00.
Jenis pertunjukan yang dilakukan dengan cara ngamne tidak berhubungan dengan suatu hajat apapun, tetapi semata-mata dilakukan
untuk memperoleh uang. Dengan ngamen, biasanya terisi dengan sawer, yaitu hadiah-hadiah yang diberikan penonton kepada seniman karena ia
puas dengan pertunjukan yang dapat mengunggah perasaannya atau karena penonton secara pribadi menyenangi seniman yang dipujanya.
Dalam pertunjukan lenong tidak ada batas yang jelas antara pemain dan penonton. Para penonton dapat duduk di pinggir tempat
pertunjukan, sedangkan para pemain dapat berlari dan saling mengejar di antara para penonton. Sering ada pertunjukan dengan adegan seorang
dikejar dan berlari di antara para penonton. Keakraban dengan penonton
sangat menonjol. Penonton dapat turut ambil bagian dalam dialog. Kadang-kadang penonton ikut terlibat secara emosi dan ikut memukul
pemain yang membawa peran orang jahat. Untuk itu pimpinan lenong sering harus merubah jalan cerita ketika pemain peran jahat harus kalah,
padahal tidak terdapat dalam rencana cerita. Hal ini terpaksa dilakukan untuk menghindari keributan dengan para penonton.
Menurut tradisi, ada upacara sebelum permainan teater lenong dimulai, yaitu upacara yang dinamakan ungkup yang ditunjukan untuk roh
halus penjaga alat musik supaya pertunjukan berjalan lancar. Sebelum mulai main, saya melakukan tradisi yang selalu dilakuin
kalau ngelenong yaitu ngungkup atau ungkup. Kita percaya kalau alat-alat ngelenong kita ada roh yang nempatin tuh alat. Saya
nyajiin sesajen yang terdiri dari tujuh makanan dan minuman, rokok, telur serta nyalahin kemenyan, baca doa, nyiprat bunga dan
air pada alat-alat permainan tujuannya agar pertunjukan berjalan dengan selamat.
7
Teater tradisional ini berjalan sampai tahun 1960-an
8
yang cukup subur di daerah perbatasan kota Jakarta seperti Tangerang. Sesudah
beberapa waktu teater lenong mulai menghilang di perbatasan kota Jakarta. Teater lenong nyaris punah dari Tangerang perkumpulan demi
perkumpulan lenong yang pernah ada gulung tikar. Semakin meningkatnya
urbanisasi di
Tangerang menyebabkan
semakin berkurangnya area terbuka di Tangerang sehingga seiring dengan ini teater
lenong secara perlahan-lahan juga mulai menghilang. Panggilan untuk mentas di pesta-pesta semakin jarang. Si Pitung
yang perkasa, Nyai Dasima yang malang, untuk sementara istirahat dalam ruangan lain dari imaji para aktor dan aktris lenong yang pernah
memainkannya. Cerita Si Pitung dan para jagoan Betawi lainnya juga tragedi Nyai Dasima, adalah kisah-kisah Betawi yang cukup lama
7
Wawancara dengan Bapak Marong tanggal 19 September 2014
8
Dina Nawangningrum ed., Ragam Seni Budaya Betawi, Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,2012, h. 91
mengoperasikan narasi Betawi sebagai kebudayaan. Hingga, membiarkan kisah-kisah itu raib boleh jadi sama dengan menutup mata atas
memudarnya nilai-nilai Betawi. Di samping itu, masuknya hiburan modern, seperti film dan radio yang biaya pertunjukannya lebih murah
daripada lenong, menyebabkan orang cenderung meninggalkan teater lenong sebagai kesenian hiburan.
Umumnya orang di daerah ini lebih memilih menyewa video untuk menghibur tamu-tamunya dalam pesta keluarga seperti khitanan dan
perkawinan. Latar belakang dimunculkannya kembali lenong adalah ide Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu untuk menggalakkan Betawi di
Jakarta. Akhirnya pada tahun 1970 para pembesar Taman Ismail Marzuki TIM seperti Sumantri Sastrosuwondi, Daduk Jayakusumah, Ardan dan
Ali Shahab, mengangkat lenong ke tempat terhormat.
9
Hal ini berpengaruh juga pada kota Tangerang, teater lenong Betawi di Ciater sangat
merasakan pengaruh tersebut, mereka mulai kebanjiran order untuk tampil di acara-acara penting seperti khitanan, pernikahan, dan dalam pertunjukan
seni-seni lainnya.
b. Sejarah Terbentuknya Lenong Marong Group
Kecintaan terhadap kesenian Betawi telah mengiringi Bapak Marong untuk menjadi seoarang pemain lenong. Di awal karirnya dia
menjadi salah satu pemain lenong di perkumpulan teater lenong Gaya Baru pimpinan Almarhum Bapak Sarkim. Perkumpulan teater lenong
Gaya Baru merupakan salah satu perkumpulan yang memiliki banyak penggemar. Banyak para pelawak yang memulai karirnya di Gaya Baru
ini, contohnya yaitu Almarhum Bokir, H. Mandra, H. Bolot dan tentunya Marong.
9
Yasmine Zaki Shahab, Identitas dan Otoritas: Rekonstruksi Tradisi Betawi, Depok: Laboratorium Anropologi, FISIP UI, 2004, h. 40
Ketika Bapak Sarkim meninggal akhirnya perkumpulan teater lenong Gaya Baru dipimpin oleh anaknya dan itu membuat perkumpulan
lenong Gaya Baru ini menjadi hilang pamor. Panggilan untuk manggung mengurang sehingga membuat beberapa pemain membuat perkumpulan
lenong sendiri. Salah satunya yaitu Bapak Marong. Kecintaan terhadap kesenian Betawi memang tak cukup baginya
jika hanya menjadi pemain lenong di perkumpulan milik orang. Beliaupun akhirnya memutuskan untuk membentuk perkumpulan lenong pada tahun
2004 yang ia namakan Marong group. Berdirinya perkumpulan lenong tesebut didasari oleh pemikiran untuk melestarikan budaya Betawi. “Kalau
bukan kita, siapa lag i?” itulah jawaban dari Bapak Marong ketika penulis
bertanya apa alasan beliau mendirikan perkumpulan lenong tersebut. Marong sudah cukup mempunyai nama di masyarakat Betawi
khususnya di Tangerang Selatan. Banyak penggemar yang menunggu kehadirannya di setiap kali ada lenong tampil. Lelaki yang memiliki
jargon “Marong namanya, baru keluar dari sarangnya” ini tentu tidak
kesulitan baginya untuk membuat perkumpulan lenongnya menjadi terkenal.
Marong yang berawal hanya menjadi bintang tamu di perkumpulan lenong milik orang kini mampu memberikan sumber rezeki untuk para
anggotanya. Marong group kurang lebih memiliki 30 anggota yang terdiri dari panjak dan pemain musik.
Selain membentuk perkumpulan lenong, Marong mendirikan sanggar kesenian yang baru terbentuk tahun 2014. Sanggar ini dibentuk
oleh Bapak Marong dengan tujuan untuk mencari penerus kesenian Betawi. Berikut adalah jawaban dari Bapak Marong ketika penulis
menanyakan tujuan mendirikan sanggar kesenian Betawi: “Tujuan saya ya buat nyari penerus Neng, Kesenian Betawi gak
akan punah kalau ada penerusnya, lenong sampai sekarang masih
ada ya itu karna ada penerusnya. Cukuplah ubrug, jinong, jipeng dan yang lainnya punah karna tidak ada penerusnya. Jangan
sampai ada lagi kesenian Betawi yang punah. Kasian cucu Eneng, nanti tau kesenian Betawi cuma dari cerita aja
”.
10
c. Posisi Teater Lenong Betawi dalam Masyarakat Betawi
Setempat
“Keberadaan kesenian Betawi yang merupakan kesenian tuan rumah di DKI Jakarta, mempunyai berbagai keanekaragaman, karena
paling tidak terdapat 72 jenis, kesenian Betawi dari seluruh disiplin seni termasuk ragam hias yang pernah dan masih berkembang di DKI
Jakarta ”.
11
Keanekaragaman kesenian Betawi yang sering tampil di masyarakat wilayah Ciater Tangerang Selatan adalah lenong, tanjidor,
samrah, ubrug, jipeng, jinong, wayang Sumedar, Senggol dan Si Ronda.
12
Seni pertunjukan inilah yang sering dinikmati masyarakat Ciater, Tangerang Selatan Keempat kesenian terakhir yang disebutkan di
atas telah dinyatakan hilang oleh Dinas Kebudayaan DKI Jakarta 2002.
13
Penulis akan menjelaskan keempat kesenian-kesenian yang hilang guna memberikan gambaran dan mengingatkan kembali bentuk dari kesenian-
kesenian yang pernah menjadi tontonan masyarakat Ciater khususnya. Pertama, kesenian ubrug kesenian ini sudah dikenal rakyat Betawi
pada awal abad ke-20 dengan masa keemasan tahun 1930-an. Ubrug berasal dari daerah Banten Selatan. Untuk membedakan dengan ubrug
lain, di Betawi menjadi ubrug Betawi. Ubrug adalah teater rakyat yang melakukan pentas di tanah lapang. Ubrug berpentas ngamen keliling
kampung. Dahulu ubrug menjadi suguhan tontonan yang popular. Jika masyarakat mendengar tabuhan musik ubrug, mereka segera keluar rumah
10
Hasil Wawancara dengan Bapak Marong, Jumat, 19 September 20 14
11
Budiaman, Folklore Betawi, Jakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, 2000, hlm.
18
12
Hasil Wawancara dengan Bapak Marong, Jumat, 19 September 20 14
13
Ridwan Saidi, Maman S. Mahayana, Yahya Andi Saputra, Rizal SS, Ragam Budaya Betawi Pendidikan Mulok Untuk Kelas 6 SD, Jakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta,
2002, Hlm. 26
memastikan di tanah lapang mana ubrug akan melakukan pertunjukan. Ubrug mengumpulkan penonton dengan cara berkeliling kampung
mencari tempat pentas. Sepanjang perjalanan keliling, musik ubrug terompet, rebana
biang, gendang dan lanter tidak henti dimainkan. Suara musik pengiring ubrug itu akan menarik perhatian masyarakat untuk datang menonton.
Pementasan ubrug tidak lain dari menunjukan sulap yang dilengkapi peran pendek penuh banyolan lawakan. Gerak sulap didasarkan pada keahlian
tangan dan ilmu gaib. Sulap yang didasarkan ilmu gaib di sebut sulap gedebus. ubrug tidak mementingkan alur cerita yang terpenting banyolan-
banyolannya yang tetap menghibur. Walaupun begitu kritik sosial dan sindiran tetap diselipkan di antara banyolan itu. ubrug kini sudah punah,
tidak ada tokoh yang mencoba menghidupkan kembali. Kedua jipeng, ada seniman kreatif yang mencoba menggabungkan
dua jenis kesenian menjadi satu. Sebagai contoh kesenian yang disebut Jipeng. Jipeng adalah singkatan dari kata tanji dan topeng. Sebagai
kesenian perpaduan, tata cara pertunjukan Jipeng tidak berbeda dengan tata cara pertunjukan topeng. Perbedaanya terletak pada awal pertunjukan
dan kostum. Kostum yang digunakan pemain Jipeng lebih sederhana. Untuk
penarinya, Jipeng cukup memakai kebaya, kain panjang dan selendang panjang yang diikatkan ke pinggang. Topeng diawali dengan lagu arang-
arangan atau enjot-enjotan. Jipeng diawali dengan lagu-lagu khas tanjidor. Lagu-lagu Jipeng antara lain Kramton, Bataliyon, dan Was Katak. Tema
dan cerita yang dibawakan Jipeng tidak banyak berbeda dengan topeng. Cerita berkisar pada kebaikan dan kebenaran pasti mengalahkan kejahatan,
dalam pertunjukan Jipeng sering ditampilkan tokoh-tokoh ksatria, yang melawan kewenang-wenangan penjajah atau tuan tanah, cerita-cerita
legenda seperti Raja Majapahit, Prabu Siliwangi.
Ketiga, jinong proses terbentuknya kesenian jinong sama dengan jipeng. Jinong singkatan dari kata tanji dan lenong. Pertunjukan lenong
preman dengan iringan musik tanjidor disebut jinong. Jinong, pada masanya berdiri sendiri sebagai teater rakyat. Sama seperti lenong, jinong
sering digunakakn untuk memeriahkan hajatan, peran yang ditampilkan dalam pertunjukan seperti Si Jampang, Si Pitung, Si Angkri Jago Pasar
Ikan. Biasanya jinong sudah mulai memainkan musiknya pada jam 9 pagi sampai menjelang magrib. Musik ini berfungsi sebagai pemberitahuan aka
nada pertunjukan jinong. Pertunjukan jinong dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama penyajian musik dan nyanyian, tahap kedua penyajian
musik dan tarian, tahap ketiga penyajian peran. Keempat, wayang sumedar, senggol, si ronda penggunaan kata
wayang dalam wayang sumedar, wayang senggol dan wayang si ronda, tidak mengacu pada arti yang sebenarnya. Wayang disini berarti sama
dengan teater rakyat. Ketiga wayang yang disebutkan terdahulu sebenarnya bentuk lain dari lenong, hanya saja wayang sumedar dan
wayang senggol ini cenderung seperti lenong denes sedangkan si ronda menyerupai lenong preman.
Wayang sumedar pernah popular sebelum perang dunia ke-2. Wayang sumedar biasanya membawakan peran komedi bangsawan. Peran
yang sering dibawakan antara lain: Jula Juli Bintang Tujuh, Saiful Muluk dan Indra Bangsawan. Wayang senggol pada tahun 1930-an pernah
menjadi tontonan yang sangat dinanti-nantikan. Wayang senggol mirip dengan lenong denes terlihat dari cerita dan teknik perkelahian.
Wayang senggol membawakan cerita-cerita panji, seperti: Candakirana dan Jaka Sembung. Gerak dan perkelahian dalam wayang
senggol lebih memperlihatkan gerak tari, tentu kontak badan terjadi dengan senggol-senggolan. Adegan action dilakukan dengan senggol-
enggolan maka orang lebih mengenal dengan wayang senggol. Wayang
ronda lebih menyerupai lenong preman. Perbedaan paling menonjol terletak pada tempat pertunjukan.
Wayang si ronda melakukan pertunjukan di atas tanah. Sedangkan lenong mengadakan pertunjukan di atas panggung. Dalam pertunjukan
wayang si ronda menampilakn peran sehari-hari seperti peran jagoan, yang dilengkapi dengan humor dan nyanyian. Keempat kesenian yang telah
disebutkan di atas kini sudah tiada hanya sejarah yang mampu mengenangnya karena tidak ada generasi yang mengembangkan. Teater
rakyat betawi mempunyai kegunaan sebagai alat hiburan dan pendidikan. Teater itu dapat hilang jika masyarakatnya sudah tidak membutuhkannya
lagi. Berbeda dengan teater lenong meskipun sulit upaya untuk menggiatkannya kembali, namun para pecinta lenong di Ciater masih
memiliki semangat untuk membangkitkan kembali teater lenong yang dahulunya sempat merajai panggung hiburan rakyat di wilayah Tangerang.
Lenong yang sebagai teater rakyat Betawi bagi pendukungnya berfungsi antara lain sebagai media kritik sosial atau alat untuk
menyampaikan protes terhadap ketidakadilan yang terjadi di masyarakat. Sebagai alat untuk memberi teguran kepada anggota masyarakat yang
menyeleweng dari norma-norma yang berlaku di masyarakat, di samping sebagai sarana hiburan. Teater lenong juga sebagai sarana untuk
melepaskan diri sementara dari kenyataan hidup yang penuh ketegangan dan membosankan, ke dunia khayalan yang menyenangkan.
Lenong juga hampir mengalami masa kepunahan tetapi kemudian dimuncukan kembali. Latar belakang di munculkannya lenong kembali
setelah mengalami masa-masa sulit pada tahun 1960-an adalah ide Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu Ali Sadikin untuk menggalakan
Betawi di Jakarta. Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang menyebabakan diberikan prioritas pada lenong dalam rangka menggalakan
Betawi dalam proyek yang dinamakan: Penggalian dan Pelestarian
Kesenian Betawi. Pertama, lenong adalah salah satu kesenian Betawi yang tersebar luas di seluruh wilayah Jabotabek. Kedua, Lenong cukup popular
di antara orang Betawi dibandingkan dengan kesenian Betawi lainnya di Jakarta. Ketiga, Soemantri, salah seorang promotor dalam menghidupkan
kembali lenong di Jakarta telah memberikan perhatian yang amat besar pada lenong sejak tahun 1960-an.
14
Ia adalah salah satu seorang bukan Betawi yang amat prihatin akan kematian lenong dibawah pengaruh kebudayaan yang melanda negeri ini.
Oleh karena itu, ia memulai usaha kerjanya dalam rangka menyelamatkan lenong dengan menggunakan dana dari uangnya sendiri, dengan
melakukan penelitian dari satu kampong ke kampong lainnya di seluruh Jabotabek. Dengan empat bulan ia berhasil mengumpulkan sejumlah besar
data mengenai teater lenong. Dari data yang diperoleh menunjukan bahwa lenong mempunyai kompetensi komunikasi yang sangat besar bukan
hanya dengan orang Betawi tetapi juga dengan non Betawi. Sayangnya, ambisinya terhalang oleh masalah keuangan. Tetapi, akhirnya keinginan
bertemu dengan kebijaksanaan pemerintah pada akhir tahun 1967, bersama Dinas Kebudayaan, Soemantri memulai proyeknya dalam
menangani penyelamatan teater rakyat Betawi ini. Soemantri menuangkan ide-idenya ini ke dalam proposal dan tim
penelitian lenong segera dibentuk dengan tenaga intinya adalah Soemantri dan Djajakususma, dan dua orang Betawi S.M. Ardan dan Ali Shahan.
Keduanya berasal dari Kwitang, salah satu daerah Betawi Tengah Jakarta Kota. S.M Ardan adalah seorang penulis yang tinggal di daerah
Rawabelong, daerah Betawi udik. Tim inilah yang kemudian berhasil mengangkat lenong ke tempat terhormat dan dipentaskan di Taman Ismail
Marzuki TIM dan berimplikasi terhadap komunitas-komunitas Betawi di daerah pinggiran Jakarta dan juga daerah perbatasan Jakarta.
14
H. Widjaya Peny Seni Budaya Betawi, Pralokakarya, Penggalian, Dan Pengembangan, Jakarta: Pustaka Jaya, 1976, Hlm. 41
d. Organisasi Teater Lenong Marong Group
1 Pimpinan
Dalam struktur organisasi perkumpulan teater lenong dikenal adanya pimpinan tertinggi yang bertindak pula sebagai ketua umum, di
samping pemimpin-pemimpin lainnya seperti pimpinan panggung atau sutradara. Pimpinan perkumpulan teater lenong bertanggung jawab
terhadap perkumpulan dan anggota-anggotanya, baik pada waktu sedang diadakan pertunjukan maupun bila sedang tidak ada pertunjukan.
Sedapat mungkin pimpinan juga diharapkan untuk membantu kesejahteraan anggota keluarganya, misalnya memberikan hadiah-hadiah
pada hari raya Idul Fitri yang biasa disebut Tunjangan Hari Raya atau menolong dalam hal meringankan biaya anggota keluarganya yang sakit
atau terkena musibah. Sebenarnya ada beberapa syarat yang tidak tertulis agar seseorang dapat menjadi pimpinan pada perkumpulan teater lenong.
Pertama, sebaiknya seorang pemimpin teater lenong mempunyai warisan memimpin, yaitu bakat memimpin yang biasanya diperoleh
karena ia adalah keturunan pemimpin suatu kesenian tradisional Betawi, khususnya perkumpulan teater lenong. Kedua, seorang peimimpin juga
harus jujur terhadap para anggota perkumpulan yang dipimpinnya, terutama dalam hal keuangan. Hal ini disebabkan keuangan perkumpulan
dipegang oleh pimpinan perkumpulan. Meskipun demikian, seorang pemimpin tidak boleh mengambil bagian terlalu besar bagi dirinya, tetapi
juga jangan mengambil terlalu kecil. Bagian yang terlalu besar akan menurunkan wibawa karena
menimbulkan kesan serakah dan jatah kecil juga akan menurunkan wibawa karena jatah kecil menunjukan bahwa pimpinan lebih kecil
daripada anggota yang dipimpinnya. Tidak adanya rumus yang menetapkan berapa persen jatah yang sebaiknya diambil oleh seorang
pimpinan teater lenong, justru memperlihatkan sifat kepemimpinannya.
Ketiga, seorang pemimpin perkumpulan teater lenong juga harus mempunyai tanggung jawab terhadap seni. Misalnya, seorang pemimpin
perkumpulan yang baik tidak akan menolak permintaan kalau diminta untuk mengadakan pertunjukan di sebuah panti asuhan yang ingin
menghibur anak-anak asuhannya. Mengadakan pertunjukan di panti asuhan memang tidak membawa keuntungan, tetapi pemimpin yang
bertanggung jawab tidak akan menolaknya. Syarat-syarat tersebut di atas apabila dipenuhi dapat membuat
seseorang menjadi pemimpin perkumpulan teater lenong yang baik. Setelah diteliti, ternyata Bapak Marong dapat dikatakan pemimpin
perkumpulan lenong yang baik. Pernyataan ini diperkuat oleh para anggota yang diwawancarai oleh penulis yang menanyakan bagaimana sosok
Bapak Marong yang mereka biasa panggil Ayah Marong. “Ayah Marong merupakan sosok pemimpin yang bisa kita pegang,
bisa di teladani lah istilahnya. Kalo ada anggotanya yang salah pasti dinasehatinnya gak di depan orang banyak. Masalah
keuangan dia mah terbuka, gak ada yang ditutup-tutupin. Ayah marong juga sosok yang tegas nah makanya anggotanya pada
disiplin
”.
15
2 Keanggotaan
Semua seniman yang aktif dalam pertunjukan teater lenong adalah anggota dari suatu perkumpulan teater lenong. Pada masa lalu pemain
lenong biasa disebut dengan panjak. Panjak adalah istilah yang digunakan untuk menyebut orang-orang yang aktif dalam kegiatan seni. Dengan
demikian, orang mengenal misalnya panjak topeng, panjak tanji, dan panjak teater lenong.
Ada dua bentuk panjak dalam perkumpulan teater lenong, yaitu seniman yang menjadi anggota tetap perkumpulan dan seniman yang
menjadi anggota tidak tetap. Baik panjak yang menjadi anggota tetap
15
Hasil wawancara dengan salah satu aggota pemain lenong Marong yaitu Bapak Ongkih. Kamis, 13 November 2014
maupun yang tidak menjadi anggota tetap, keduanya dapat bekerja sama untuk menyelenggarakan suatu pertunujukan. Suatu perkumpulan teater
lenong mempunyai anggota tetap yang tidak dapat ditentukan tetapi biasanya 25 sampai 40 orang. Perkumpulan teater lenong Marong
mempunyai anggota tetap sebanyak 35 orang. Anggota tetap perkumpulan teater lenong adalah mereka yang
mengutamakan kegiatan dimana ia menjadi anggota tetapnya. Seorang anggota tetap dilarang turut aktif untuk mengadakan pertunjukan pada
perkumpulan lain apabila perkumpulan di mana ia menjadi anggota tetapnya sedang mengadakan pertunjukan. Anggota tidak tetap biasanya
disebut sebagai panjak bonan, karena mereka akan mengadakan pertunjukan setelah di-bon yaitu ikut main dalam suatu perkumpulan
karena pesanan atau diajak teman-teman. Panjak teater lenong yang sudah memiliki nama sering di-bon oleh
perkumpulan lenong, baik itu atas permintaan pemilik hajat yang ingin pesta hajatnya kelihatan lebih semarak dengan tampilan tokoh-tokoh teater
lenong itu, maupun atas permintaan ketua perkumpulan yang ingin perkumpulannya mendapat nama tampilnya tokoh-tokoh tersebut. Panjak
bonan, biasanya menerima upah yang lebih banyak dari pada panjak tetap. Hak yang diperoleh kedua jenis panjak tersebut di atas, berbeda-
beda. Seorang panjak anggota tetap akan mendapat bantuan moril dan materil dari ketua atau teman-teman sekumpulannya. Kemudahan seperti
itu tidak akan diterima oleh panjak yang aktif sewaktu-waktu saja. Anggota tetap juga wajib menjaga kelangsungan hidup perkumpulannya
antara lain dengan mengikutsertakan suara mereka di dalam rapat anggota yang diadakan sekali waktu, dan ketentuan ini tidak berlaku bagi mereka
yang tidak menjadi anggota tetap. Ada dua alasan pokok yang menyebabkan seseorang terikat untuk
menjadi anggota tetap suatu perkumpulan teater lenong, yaitu kebutuhan
ekonomi dan kekerabatan. Dengan menjadi anggota tetap, seorang panjak teater akan lebih mudah memperoleh pinjaman uang yang sewaktu-waktu
diperlukannya, karena hutang dapat dibayar dengan memotong upah yang diterima karena ia aktif mengadakan pertunjukan.
Selain itu, menjadi anggota tetap suatu perkumpulan tetaer lenong sering juga disebabkan pimpinan perkumpulan masih kerabatnya; orang
tua, suami, istri, paman, keponakan, dan sebagainya. Seperti halnya Rudi salah satu anggota tetap perkumpulan Teater lenong Marong yang
merupakan keponakan dari Bapak Marong. Walau menjadi anggota tetap, Bapak Marong membebaskan
anggotanya untuk mengikuti perkumpulan lenong lain namun harus mengutamakan perkumpulan lenong Marong. Oleh karena itu, Beberapa
dari mereka ada yang menjadi pemain di perkumpulan lenong lain dan ada juga yang bekerja di luar lingkup kesenian Betawi. Berikut daftar anggota
perkumpulan lenong Marong dan mata pencarian para anggota selain main lenong di Marong Group.
Tabel 4.4 Daftar anggota perkumpulan teater lenong Marong Group
No. Nama
Umur Jabatan
dalam Perkumpulan
Jabatan dalam
kesenian Mata pencarian
diluar main lenong
1. Marong
56 th Pimpinan
Pemain bodor utama
Siaran di radio pribumi
2. Ustadz Ita
60 th Penasehat
Pemainsutradara Ceramah
3. Ishak
60 th Pelindung
Pemain -
4. Diki
42 th Penanggung
Jawab Pemain
Polisi
5. Madi
52 th Anggota
Pemainbodor utama
Main lenong di perkumpulan lain
6. Robert
58 th Anggota
Pemainbodor -
7. Katong
53 th Anggota
Pemainbodor Main lenong di
perkumpulan lain 8.
Adnani 53 th
Anggota Juru Gambang
Tukang service 9.
Agus 42 th
Anggota Juru Gendang
Main musik di dangdut
10. Dono
49 th Anggota
Juru Kecrek Kuli bangunan
11. Mursan
39 th Anggota
Juru kemong -
12. Aca
48 th Anggota
Juru tehyan Petani
14. Marup
43 th Anggota
Juru gong Petani
15. Tata
40 th Anggota
Pemain Pelatih silat
16. Ongkih
37 th Anggota
MCPemain MC dangdutmain
lenong di perkumpulan lain
Siaran di radio pribumi
17. Pingku
49 th Anggota
Pemain Calo
18. Bule
36 th Anggota
Pemain Tukang ojek
19. RT Ateng
53 th Anggota
Pemain -
20. Ihak
44 th Anggota
Pemain main lenong di
perkumpulan lain 21.
Rudi 37 th
Anggota Pemain
Satpam, main lenong di
perkumpulan lain 22.
Maceng 49 th
Anggota Pemain
Palang pintu main lenong di
3 Keuangan
Seperti telah disebutkan sebelumnya, ketua perkumpulan teater lenong adalah juga pemilik perabot teater lenong. Perabot teater lenong
yang merupakan modal suatu perkumpulan teater lenong, dapat diperoleh dengan berbagai cara. Perabotan dapat diperoleh baik dengan cara dibeli
maupun dengan cara diwariskan dari generasi terdahulu, perabotan yang dimiliki oleh Marong Group diperoleh dengan cara dibeli. Pembelian
perabot teater lenong diharapkan oleh Marong dapat mendatangkan penghasilan bagi perkumpulan yang didirikan, dan dalam kenyataannya
memang keuangan perkumpulan teater lenong diperoleh dari hasil pertunjukan.
Perkumpulan teater lenong Marong tidak memiliki harga pasti untuk suatu pertunjukan yang diselenggarakan. Karena harga yang
ditetapkan juga dipengaruhi oleh hubungan antara pihak penyelenggara hajat dengan pimpinan perkumpulan dan tempat pertunjukan itu
dilakukan. Misalnya, jika pihak penyelenggara hajat masih kerabat atau kenalan pemilik perabot teater lenong Marong, maka harga akan lebih
perkumpulan lain 23.
Ade 24 th
Anggota PemainPenyanyi
Wiraswasta 24.
Yani 35 th
Anggota PemainPenyanyi
Wiraswasta 25.
Heni 28 th
Anggota Penyanyi
Penyanyi dangdut 26.
Anday 27 th
Anggota Penyanyi
Penyanyi dangdut 27.
Dini 18 th
Anggota Penyanyi
Sekolah 28.
Ayu 22 th
Anggota PemainPenyanyi
Karyawan 29.
Tania 17 th
Anggota Penyanyi
Sekolah 31.
Een 40 th
Anggota Penyanyi
Wiraswasta 32.
Wanda 42 th
Anggota Pemain
Tukang service 33.
Ati 40 th
Anggota Pemain
Wiraswasta
murah dibandingkan bila si pihak penyelenggara hajat tidak mempunyai hubungan sosial dengan pemimpin teater lenong Marong.
Pertimbangan harga yang telah disebutkan itu masih dipengaruhi oleh tempat pertunjukan. Jika pertunjukan diadakan di wilayah Ciater dan
sekitarnya, harga pertunjukan menjadi lebih murah bila dibandingkan dengan petunjukan yang diselenggarkan di luar daereah Ciater dan
sekitarnya. Untuk penyelenggara hajat yang tidak mempunyai hubungan sosial dengan pimpinan teater lenong dan tempat pertunjukan bukan di
wilayah Ciater maka dikenakan tarif Rp. 30.000.000,00. Dari tarif pertunjukan yang telah disepakati, biasanya perkumpulan
teater lenong Marong tidak menerima seluruh jumlah uang yang telah disepakati itu, karena uang yang diterima masih harus diberikan pada
perantara yang menghubungkan perkumpulan teater lenong dengan orang yang mempunyai hajat. Para perantara disebut calo biasanya paling sedikit
mendapat dua setengah persen dari harga jadi. Hal tersebut merupakan salah satu faktor suatu perkumpulan lenong dapat mengalami kerugian
kerugian. Selain itu, kerugian dapat dialami karena pertunjukan dilakukan di
wilayah sendiri, atau karena penyelenggara hajat adalah kenalan atau kerabat. Perkumpulan teater lenong Marong ini pun tidak mempunyai
organisasi yang baik, tidak ada administrasi pembukuan sama sekali, panjak yang mengadakan pertunjukan kebanyakan bukan anggota tetap,
sehingga tidak dapat diperhitungkan lebih dahulu berapa kira-kira biaya yang akan dikeluarkan untuk memberi upah panjak. Selain itu, cara
membayar pajak yang diterapkan oleh perkumpulan ini, juga memegang andil yang cukup besar bagi kerugian yang dialami perkumpulan.
B. Pembahasan Hasil Penelitian 1.
Peran Teater
Lenong Marong
Sebagai Arena
Pembentukan Identitas Kultural Masyarakat Betawi
a. Pembentukan Identitas Kultural Betawi
Hal yang ingin ditegaskan di dalam penelitian ini adalah selama ini masyarakat Betawi pada umumnya mengalami krisis
identitas Betawi sehingga memerlukan penegasan kembali tentang identitasnya. Termasuk masyarakat Betawi yang ada di lingkungan
masyarakat Tangerang, khususnya Ciater. Selama ini masyarakat Betawi yang ada di lingkungan Ciater
hampir melupakan identitas sebagai masyarakat Betawi yang berbudaya. Tingginya tingkat migrasi dari berbagai latar belakang
etnis menyebabkan munculnya krisis identitas etnis. Disaat proses migrasi inilah turut menyurutkan tradisi dan kesenian tradisional
masyarakat Betawi. Dengan adanya fenomena tersebut pemuda Betawi tidak tinggal diam, mereka berusaha untuk mempertegas identitas
Betawi agar budaya Betawi terus terjaga. Perkumpulan teater lenong Marong Group salah satu perkumpulan yang berupaya untuk
pembentukan identitas Betawi. Menurut Bapak Marong selaku pimpinan teater lenong Marong
Group, peran teater lenongnya dalam membentuk identitas Betawi yaitu dengan cara menampilkan bahwa orang Betawi adalah orang
yang cinta Islam. Tujuan bapak Marong menampilkan unsur Islam di pementasannya yaitu untuk anak-anak yang tidak diajarkan oleh
orangtuanya tentang Islam. Kedua yaitu dengan menggunakan bahasa Betawi. Para pemain lenong Marong Group diwajibkan menggunakan
bahasa Betawi saat berbicara di panggung. Selain dengan menjunjung tinggi agama Islam dan bahasa Betawi, lenong Marong juga
menampilkan beberapa gerakan silat. Bahkan hampir seluruh pemain teater lenong Marong Group menguasai jurus-jurus silat Betawi.
“Paling utama ya nunjukin kalo Betawi itu orang Islam, di dalam cerita dimasukin unsur-unsur Islam. Tujuannya sih ya buat
bocah-bocah yang dirumahnya orangtuanya kaga peduli, banyak bener sekarang yang kaya begitu. Orangtuanya sibuk
nyari duit anak kaga diperhatiin. Makanya sekarang jarang bener bocah kalo abis magrib pada ngaji di mushola. Nah
selain buat bocah juga ya buat pemuda Betawi yang sekarang mulai pada demen minum-minum yang kaga bener, dicerita
kita nampilin kalo Islam itu kaga ngebolehin minum begituan terus dampaknya gimana juga ada di cerita. Selaen dengan
nunjukin kalo Betawi itu cinta Islam, lenong Marong juga nunjukinnya dengan bahasa, kita nunjukin bahasa Betawi itu
kaya gimana. Nah lenong saya ini juga mamerin ke penonton yang bukan orang Betawi kalo orang Betawi ntuh pade jago
silat. Sambil silat sambil nunjukin golok dah
”.
16
Menurut Bapak Ita atau yang biasa dipanggil Ustadz Ita peran teater lenong Marong Group dalam pembentukan identitas Betawi ini
dengan cara para pemain menggunakan pakaian khas Betawi. Selain itu, menurutnya di dalam teater lenong Marong sangat menjunjung
agama Islam. Beliau juga menjelaskan bahwa selain menampilkan lawakan, lenong Marong Group juga menampilkan tarian Betawi dan
lagu-lagu Betawi. Semua upaya tersebut dirasa cukup mampu untuk pembentukan identitas Betawi.
Banyak ya sebenernya, misalnya kaya pemaen make baju khas Betawi. Selain itu, di dalem teater lenong Marong juga sangat
menjunjung agama Islam. kalo giliran yang cerita-cerita Islam, saya dah yang keluar. Bisa dikata mah ceramah sambil
ngelawak gitu. Disini tuh selaen nampilin lawakan, lenong Marong Group juga nampilin tarian Betawi dan lagu-lagu
Betawi.
17
Menurut Bapak Agus yang mulai ikut perkumpulan teater lenong Marong Group sekitar 2 tahun lalu upaya yang dilakukan
lenong Marong Group dalam pembentukan identitas Betawi adalah
16
Wawancara dengan Bapak Marong pada tanggal 19 September 20 14
17
Wawancara dengan Bapak Ita pada tanggal 23 November 2014
dengan cara menampilkan alat musik gambang kromong. Menurutnya masih banyak orang Betawi asli yang tidak tahu nama-nama alat musik
gambang kromong. Beliau menjelaskan macam-macam alat musik yang biasa digunakan dalam teater lenong Marong, yaitu: Tehyan,
gamelan, kongahyan, kecrek, gong, gambang, kromong, dan gendang. Menurutnya lenong dan gambang kromong adalah dua kesenian yang
tidak dapat dipisahkan. Yaa dengan cara nampilin alat musik gambang kromong secara
lengkap. Gambang kromong kan alat musik Betawi. Kan banyak yang kaga tau kalo gambang kromong punya Betawi.
Banyak juga yang kaga tau gambang kromong itu alat musiknya macem-macem, ada tehyan, gamelan, kongahyan,
kecrek, gong, gambang, kromong, dan gendang. Lenong itu sama gambang kromong dua kesenian yang gak bisa
dipisahin.
18
Menurut bu Ati, upaya yang dilakukan lenong Marong Group dalam pembentukan identitas Betawi yang beliau sangat setuju yaitu
memasukan unsur-unsur Islam didalam cerita yang dibawakan. Beliau menambahkan didalam lenong Marong Group mencoba menampilkan
orang Betawi memiliki sifat yang terbuka dan jujur. Selain itu juga didalam cerita selalu diselipkan beberapa pantun Betawi.
Yang paling saya setuju sih cara marong nyelipin unsur-unsur Islam. Supaya bocah-bocah yang masih muda yang
orangtuanya ga ngajarin jadi tau ajaran Islam kaya gimana. Marong juga disini kaya semacem ngasih tau kalo orang
Betawi tuh orangnya jujur, gak ada yang ditutupin. Kalo ga demen ama sifat orang yaa langsung bilang gitu.
19
Menurut bapak Katong, upaya yang dilakukan lenong Marong Group dalam pembentukan identitas Betawi yaitu dengan cara
menampilkan identitas Betawi itu dengan karakter yang diperankan oleh para panjak. Karakter-karakter yang ditampilkan mewakili orang
Betawi seperti apa. Misalnya orang Betawi yang berani atau jujur.
18
Wawancara dengan Bapak Agus pada tanggal 23 November 2014
19
Wawancara dengan Ibu Ati pada tanggal 23 November 2014
Beliau menambahkan bahwa silat juga ditampilkan di setiap para panjak memperkenalkan diri ke penonton.
Lenong Marong nunjukin ke orang-orang identitas kebudayaan Betawi itu dengan karakter yang dimaenin sama panjak.
Karakter itu ngewakilin orang Betawi tuh kaya gimana. Misalnya orang Betawi yang berani atau jujur. Silat juga
ditampilin mulu tiap para jago keluar. Selaen ntuh ya nunjukin juga baju khas punye Betawi kaya gimane.
20
Menurut panjak termuda yaitu Dini upaya yang dilakukan lenong Marong Group dalam pembentukan identitas Betawi yaitu
dengan mengalunkan gambang kromong di setiap pementasan. Selain itu juga menurutnya penggunaan bahasa , pantun, dan pakaian khas
Betawi merupakan upaya yang dilakukan teater lenong Marong Group dalam pembentukan identitas budaya Betawi.
“Banyak. nih ya misalnya sebelum lenong main itu musik gambang ngalun terus, terus
bahasa sama baju”.
21
Menurut bapak ongkih, upaya teater lenong Marong Group dalam pembentukan identitas Betawi yaitu dengan menampilkan
gambang kromong yang merupakan alat musik Betawi. Serta dengan busana khas yang dipakai oleh para pemain. Selain itu ceritayang
dimainkan kental dengan agama dirasa beliau sangat menunjukan identitas Betawi.
Wah banyak, misalnya dengan nampilin gambang kromong yang merupakan alat musik Betawi, dibarengin ame lagu-lagu
khas Betawi. Misalnya tuh kaya jali-jali, ondel-ondel, sang bango, kicir-kicir ama yang laennya dah. Terus dengan baju
yang dipake pemain, pemaen kan kalo nampil pada pake baju khas Betawi nah terakhir tuh maenin cerita-cerita yang kentel
agama.
22
Bapak Maceng rupanya sependapat dengan Bapak Ongkih, “Setuju sama ongkih, tapi saya tambahin yaa dikit. Group Marong
20
Wawancara dengan Bapak Katong pada tanggal 23 November 2014
21
Wawancara dengan Dini pada tanggal 23 November 2014
22
Wawancara dengan Bapak Ongkih pada tanggal 13 November 20 14