Pegurangan Waste Pada Proses Produksi Benang Karet Dengan Pendekatan Lean Six Sigma di PT. Industri Karet Nusantara

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim, dkk. 2014. “Implementasi Lean Six Sigma Sebagai Upaya Meminimasi Waste Pada Pembuatan Webb Di PT Temprina Media

Grafika Ngajuk”. Universitas Brawijaya: Malang.

Besterfield, Dale H. 2003. “Total Quality Management”. New Jersey: Pearson Education International

Carreira, Bill. 2012. “Lean Six Sigma That Works: a powerful action plan for dramatically improving quality, increasing speed, and reducingwaste / Bill Carreira and Bill Trudell”. AMACOM

Cindy Marika, Kinley Aritonang. 2014. “Penerapan Lean Six Sigma dan Activity Besed Costing Pada Perusahaan Garmen PT X”. Bandung: Universitas

Katolik Parahyangan

George, Michael L, dkk. 2005. “The Lean Six Sigma Pocket Toolbook,”. New York : McGraw-Hill

Gupta, Praveen. 2005. “The Six Sigma Performance Handbook”. New York: McGraw-Hill Inc

Jiang,jui-chin.2015. “Process improvement by application of Lean Six Sigma and TRIZ methodology Case Study in Coffee Company”.Chun Yuan Christian University: Taiwan


(6)

DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan)

Kamaruddin Shahrul,dkk. 2014. “Implementing the Lean Six Sigma Framework in a Small Medium Enterprise (SME) – A Case Study in a Printing

Company

Pulau pinang: Malaysia

Pande, Peter S., et al. 2003. “The Six Sigma Way”. Yogyakarta: Andi

Sinulingga,sukaria. 2013. “Perencanaan dan Pengendalian Produksi”. Yogyakarta:

Graha ilmu.

Supriyanto,Hari,dkk.2014” Penerapan Lean Six Sigma Untuk Meningkatkan Kualitas Produksi Dengan Memperhatikan Faktor Lingkungan Studi

Kasus: PT Loka Rerractories Wira Jatim”. Surabaya:Institut Teknologi Sepuluh November”.

Sutalaksana, Iftikar Z. 1979. “Teknik Tata Cara Kerja”. Bandung: ITB Press

Gaspersz, Vincent. 2008. “The Executive Guide to Implementing Lean Six Sigma”. PT. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama


(7)

(8)

BAB III LANDASAN TEORI

3.1. Perencanaan Proses5

Setiap produk yang diorder oleh pelanggan dapat diklasifikasikan sebagai barang konsumsi (consumable goods) dan berang teknologi (technogical goods). Barang konsumsi ialah produk – produk yang merupakan barang habis atau sekali pakai yaitu barang yang ditujukan untuk memenuhi konsumsi tertentu misalnya bahan – bahan makanan, obat – obatan dan lain – lain. Sebaliknya barang teknologi ialah produk yang digunakan sebagai alat produksi seperti mesin – mesin, komputer dan lain – lain. Ditinjau dari sudut proses perencanaan dan

manufacturing, barang – barang konsumsi relatif sederhana sedangkan barang – barang teknologi demikian rumit karena pada umumnya melibatkan banyak part,

komponen dan sub-assembly yang harus berfungsi secara baik dalam jangka waktu yang relatif lama.

Proses perencanaan adalah jembatan penghubung antara tahap desain dan tahap manufacturing dalam arti setelah tahap desain selesai, proses perencanaan dilakukan untuk menjelaskan bagaimana masing – masing part, komponen dan

sub – assembly dibuat dilantai pabrik. Karena berhubungan dengan proses manufaktur maka proses perencanaan berkaitan dengan waktu proses, biaya

manufacturing dan lain – lain.


(9)

3.2. Pengendalian Kualitas6

Pengendalian kualitas adalah teknik dan kegiatan yang digunakan untuk mencapai, mempertahankan dan meningkatkan kualitas dari suatu produk. Pengendalian kualitas mengintegrasikan hubungan antara teknik dan kegiatan sebagai berikut:

1. Spesifikasi yang dibutuhkan.

2. Desain produk untuk memenuhi spesifikasi.

3. Produksi atau instalasi untuk memenuhi keseluruhan tujuan dari spesifikasi. 4. Inspeksi untuk menentukan kesesuaian spesifikasi.

5. Tinjauan kembali dari penggunaan informasi untuk perbaikan spesifikasi jika diperlukan.

Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk peningkatan kualitas secara terus menerus.

3.3. Pemborosan (Waste)7

Pemborosan (waste) diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam pelaksanaan suatu kegiatan digunakan sumber daya produksi yaitu waktu, bahan, tenaga ataupun biaya melebihi jumlah seharusnya. Sumber-sumber pemborosan pada perusahaan manfaktur umumnya adalah :


(10)

1. Defect

Defect (produk cacat) adalah sumber utama pemborosan. Setiap produk cacat seharusnya diidentifikasi dan kemudian diseleksi atau diperbaiki sebelum pengiriman kepada pelanggan. Jika produk cacat tidak dapat lagi diperbaiki maka kerugian yang ditanggung perusahaan ialah pemborosan bahan, jam mesin, jam buruh dan biaya pemusnahan produk cacat tersebut.

2. Transportation

Sebagian besar perusahaan membutuhkan transportasi orang, bahan, komponen, bahan penolong dan lain-lain dari satu lokasi ke lokasi

manufacturing. Setiap kegiatan transportasi akan mengkonsumsi sejumlah sumber daya yaitu waktu, tanaga kerja, energi dan peralatan. Kegiatan transportasi mungkin tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diminimisasi melalui perencanaan lokasi dan tata letak fasilitas yang baik.

3. Inventory

Inventory pada dasarnya ialah sejumlah item (bahan baku, bahan penolong, komponen, produk setengah jadi, produk akhir) dalam keadaan menunggu untuk diperlakukan atau dikenakan suatu kegiatan berikutnya. Masalah

inventory tidak terbatas hanya pada bahan tersimpan dalam gudang persediaan tetapi jauh lebih luas dari hal tersebut misalnya adanya gundukan bahan setengah jadi dilantai pabrik, tumpukan produk akhir digudang-gudang distribusi dan lain-lain.


(11)

4. Overproduction

Perusahaan manufaktur tidak jarang menetapkan kebijakan membuat produk dalam jumlah yang melebihi perkiraan penjualan untuk mancapai tingkat utilisasi mesin-mesin produksi dan peralatan/fasilitas penunjang yang semakin tinggi. Pada umumnya, setiap produk akhir yang tersimpan lama digudang akan menimbulkan masalah penyimpanan. Tidak jarang ditemui bahwa produk akhir yang tersimpan lama harus dijual dengan harga yang lebih rendah dan kalua tidak dapat dijual maka harus dimusnahkan.

5. Inappropriate processing

Merupakan waste yang disebabkan oleh proses produksi yang tidak tepat karena prosedur yang salah, penggunaan peralatan atau mesin yang tidak sesuai dengan kapasitas dan kemampuan dalam suatu operasi kerja.

6. Waiting

Waiting adalah salah satu bentuk pemborosan yang paling mudah dilihat dan diidentifikasi. Waktu menunggu mempunyai bermacam bentuk antara lain menunggu kedatangan order pelanggan, menunggu tibanya komponen dari departemen sebelumnya ataupun menunggu mesin-mesin selesai diperbaiki. Kerugian karena terjadinya waktu menunggu ialah menurunnya kapasitas produksi akibat menurunnya jam kerja produktif.

7. Motion

Untuk tidak membingungkan dalam membedakan gerakan sebagai pemborosan dan gerakan yang bukan pemborosan maka didefinisikan kerja


(12)

(work) ialah semua gerakan yang menciptakan atau meningkatkan nilai tambah dan gerakan (motion) ialah setiap gerakan yang tidak mengandung nilai tambah.

3.4. Lean8

Lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang/ jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan (customer value). APICS Dictionary (2005) mendefenisikan lean sebagai suatu filosofi bisnis yang berlandaskan pada minimisasi penggunaan sumber-sumber daya (termasuk waktu) dalam berbagai aktivitas perusahaan. Lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah (non-valueadding activities) dalam desain, produksi (untuk bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa), dan supply chain management yang berkaitan langsung dengan pelanggan.

Terdapat lima prinsip dasar dari lean yaitu :

1. Mengidentifikasi nilai produk (barang/jasa) berdasarkan perspektif pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk berkualitas superior dengan harga kompetitif pada penyerahan tepat waktu.

2. Mengidentifikasi value sream mapping untuk setiap produk.

3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang proses value stream tersebut.

8Vincent, Gaspersz. 2008. “The Executive Guide to Implementing Lean Six Sigma”. Jakarta: PT


(13)

4. Mengorganisasikan agar material, informasi dan produk mengalir secara lancer dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan sistem tarik (pull system)

5. Mencari terus-menerus berbagai teknik dan alat-alat peningkatan (improvement tools and technique) untuk mencapai keunggulan (excellence) dan peningkatan terus-menerus (continuous improvement).

3.5. Six Sigma9

Six sigma adalah suatu upaya terus-menerus (continuous improvement efforts) untuk menurunkan variasi dari proses, sehingga meningkatkan kemampuan proses dalam menghasilkan produk (barang dan/atau jasa) yang bebas kesalahan (zero defects) untuk memberikan nilai kepada pelanggan (customer value).

Tujuan six sigma adalah meningkatkan kinerja bisnis dengan dengan mengurangi berbagai variasi proses yang merugikan, mereduksi kegagalan-kegagalan produk/proses, menekan cacat-cacat produk, meningkatkan keuntungan, mendongkrak moral personil/karyawan, dan meningkatkan kualitas produk pada tingkat yang maksimal.


(14)

3.6. Lean Six Sigma10

Lean six sigma merupakan kombinasi antara lean dan six sigma yang didefinisikan sebagai suatu filosofi bisnis dan pendekatan sistematis untuk perbaikan berkelanjutan. Tujuan dari lean six sigma adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau

aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value added activities).

2. Melalui peningkatan terus-menerus radikal untuk mencapai tingkat kinerja enam Sigma (kapabilitas proses 6 Sigma).

3. Mengalirkan produk (material, work in process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal 4. Mengejar keunggulan dan kesempurnaan hanya dengan memproduksi 3,4

kecacatan untuk setiap satu juta kesempatan atau operasi (3,4 DPMO)

3.7. Siklus DMAIC11

DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve and Control) menyediakan kerangka kerja untuk meningkatkan proses yang ada secara sistematik.Proyek DMAIC dimulai dengan mengidentifikasi masalah. Pada tahap define akan digambarkan hal yang membutuhkan peningkatan. Data ini berdasarkan hal-hal yang diperkirakan, jadi pada tahap measure akan menggunakan fakta dan data untuk memahami bagaimana proses pekerjaan sehingga masalah menjadi lebih efektif. Analyze diperoleh dengan menggunakan fakta dan data untuk menentukan akar penyebab permasalahan. Dengan mengidentifikasi akar penyebab masalah,


(15)

Pada tahap improve akan dilakukan identifikasi, pemilihan, implementasi solusi dan validasi data. Tahap control merupakan hal paling penting untuk memeriksa perbedaan yang dirasakan oleh konsumen.

3.7.1. Define

3.7.1.1. Project Statement12

Project statement adalah suatu pernyataan proyek yang meliputi beberapa komponen berikut:

1. Business case, berisi pernyataan yang menyatakan latar belakang umum dari permasalahan yang terjadi.

2. Problem definition, berisi pernyataan tentang masalah yang akan dibahas. 3. Project scope, menyatakan objek dan ruang lingkup penelitian.

4. Goal statement, menyatakan tujuan dari penelitian yang dilakukan. 5. Project timeline, menyatakan jangka waktu penelitian dilakukan.

Tujuan dari project statement adalah: 1. Menjelaskan apa yang dibutuhkan oleh tim 2. Mengklarikasi apa yang diinginkan oleh tim. 3. Menjaga fokus tim.

4. Menyelaraskan tujuan tim dan tujuan organisasi


(16)

3.7.1.2. Diagram SIPOC13

Diagram SIPOC (Supplier-Input-Process-Output-Customer) adalah suatu

tools berupa diagram yang berfungsi untuk memberikan gambaran mengenai hubungan antara proses beserta input dan output nya terhadap pelayanan konsumen. Diagram ini merupakan gambaran mengenai model proses kerja dalam bentuk lain disamping big picture mapping. Elemen diagram SIPOC adalah sebagai berikut :14

1. Penyalur (Supplier) adalah kelompok atau perorangan yang menyediakan informasi-informasi kunci material atau berbagai pasokan-pasokan untuk kepentingan proses.

2. Input adalah “perihal” yang akan diproses.

3. Proses adalah suatu langkah-langkah yang akan mengubah bentuk dan idealnya aka nada penambahan-penambahan nilai dari input.

4. Output adalah produk akhir dari proses.

3.7.1.3. Value Stream Mapping Tools15

Value stream mapping adalah suatu tool yang dapat digunakan untuk memetakan aliran nilai (value stream) secara mendetail untuk mengidentifikasi adanya pemborosan dan menemukan penyebab-penyebab terjadinya pemborosan serta memberikan cara yang tepat untuk menghilangkannya atau paling tidak

12Praveen, Gupta. 2005. “The Six Sigma Performance Handbook”. New York: McGraw-Hill Inc.

hal. 161-173

13Ibid. hal. 158-161

14 Anang Hidayat. 2007. Strategi Six Sigma. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. hal. 32-33 15 Michael, George dkk. 2005. “The Lean Six Sigma Pocket Toolbook”. New York: McGraw-Hill


(17)

mengeliminirnya. Fokus value stream mapping adalah pada proses value adding

dan non-value adding. Terdapat 7 macam detail mapping tools yang biasa digunakan, salah satunya adalah process activity mapping.

Process activitymapping, tool ini memetakan proses secara detail langkah demi langkah. Gambar ini menggunakan simbol-simbol yang berbeda untuk mempresentasikan aktivitas operasi, menunggu, transportasi, inspeksi dan penyimpanan. Peta ini berguna untuk mengetahui berapa persen kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan nilai tambah dan berapa persen bukan nilai tambah, baik yang bisa dikurangi maupun yang tidak. Perluasan dari tool ini dapat digunakan untuk mengidentifikasikan lead time dan produktivitas baik aliran fisik maupun aliran informasi.

Lima tahap pendekatan dalam process activity mapping secara umum antara lain yaitu:

1. Memahami aliran proses 2. Mengidentifikasi pemborosan

3. Mempertimbangkan apakah proses dapat di arrange ulang pada rangkaian yang lebih effisien.

4. Mempertimbangkan aliran yang lebih baik, melibatkan aliran layout dan rute transportasi yang berbeda.

5. Mempertimbangkan apakah segala sesuatu yang telah dilakukan pada tiap-tiap

stage benar-benar perlu dan apa yang akan terjadi jika hal-hal yang berlebihan tersebut dihilangkan.


(18)

Tujuan dari pemetaan ini adalah untuk membantu memahami aliran proses, mengidentifikasikan adanya pembororsan, mengidentifikasikan apakah suatu proses dapat diatur kembali menjadi lebih efisien, mengidentifikasikan perbaikan aliran penambahan nilai. Simbol-simbol pada Value Stream Mapping

dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Simbol-Simbol pada Value Stream Mapping

Nama Lambang Fungsi

Customer/Supplier Merepresentasikan Supplier bila diletakkan di kiri atas, sebagai titik awal yang umum digunakan dalam penggambaran aliran material. Merepresentasikan Customer bila ditempatkan di kanan atas, biasanya sebagai titik akhir aliran material.

Dedicated Process Menyatakan proses, operasi, mesin atau departemen yang melalui aliran material. Secara khusus, untuk menghindari pemetaan setiap langkah proses yang tidak diinginkan, maka lambang ini biasanya merepresentasikan satu departemen dengan aliran internal yang kontinu.

Shared Process Menyatakan operasi, proses, departemen atau stasiun kerja dengan famili-famili yang saling berbagi dalam value-stream. Perkiraan jumlah operator yang dibutuhkan dalam value stream dipetakan, bukan sejumlah operator yang dibutuhkan untuk memproduksi seluruh produk

Data Box Menyatakan informasi/data yang dibutuhkan unuk menganalisis dan mengamati sistem. C/T adalah waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu barang sampai barang yang akan diproduksi selanjutnya. C/O adalah

changeover time yang merupakan waktu pergantian produksi satu produk dalam suatu proses untuk yang lainnya.


(19)

Tabel 3.1. Simbol-Simbol pada Value Stream Mapping (Lanjutan)

Nama Lambang Fungsi

Operator Menunjukkan jumlah operator yang dibutuhkan dalam proses.

Work Cell Mengindikasi banyak proses yang terintegrasi dalam sel-sel kerja manufaktur, seperti sel-sel yang biasa memproses famili terbatas dari produk yang sama atau produk tunggal. Produk berpindah dari satu langkah proses ke langkah proses lain dalam berbagai batch

yang kecil atau bagian-bagian tunggal.

Inventory Menunjukkan keberadaan suatu inventory

diantara dua proses. Ketika memetakan

current state, jumlah inventory dapat diperkirakan dengan satu perhitungan cepat, dan jumlah tersebut dituliskan dibawah gambar segitiga.

Safety Stock Melambangkan sebuah persediaan “hedge” (safety stock) yang mengatasi masalah seperti downtime, untuk melindungi sistem dalam mengatasi fluktuasi pemesanan konsumen secara tiba-tiba atau terjadinya kerusakan pada sistem.

Shipments Merepresentasikan pergerakan raw material dari supplier hingga menuju gudang penyimpanan akhir di pabrik. Atau pergerakan dari produk akhir di gudang penyimpanan pabrik hingga sampai ke konsumen.

Push Arrows Merepresentasikan pergerakan material dari satu proses menuju proses berikutnya.

Shipments Melambangkan pengiriman yang dilakukan dari supplier ke konsumen atau pabrik ke konsumen dengan menggunakan pengangkutan eksternal (di luar pabrik)


(20)

Tabel 3.1. Simbol-Simbol pada Value Stream Mapping (Lanjutan)

Nama Lambang Fungsi

Production Control Merepresentasikan penjadwalan produksi utama atau departemen pengontrolan, orang atau operasi.

Manual Info Menunjukkan aliran informasi umum yang bisa diperoleh melalui catatan, laporan ataupun percakapan.

Electronic Info Merepresentasikan aliran elektronik seperti melalui: Electronic Data Interchange (EDI), internet, intranet, LANs (Local Area Network), WANS (Wide Area Network). Melalui anak panah ini, maka dapat diindikasikan jumlah informasi atau data yang dipertukarkan, jenis media yang digunakan seperti fax, telepon, dll.

Other Menyatakan informasi atau hal lain yang penting.

Timeline Menunjukkan waktu yang memberikan nilai tambah (cycle time) dan waktu yang tidak memberikan nilai tambah (waktu menunggu). Gunakan lambang ini untuk menghitung Lead Time dan Total Cycle Time.

Sumber: Michael L. George, Rowlands, The Lean Six Sigma Pocket Toolbook

3.7.2. Measure

3.7.2.1. Pengukuran Waktu dengan Stopwatch Time Study16

Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerja baik elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan oleh peneliti seperti stopwatch, lembar pengamatan, dan alat tulis.


(21)

Tujuan dari pengukuran waktu adalah mencari waktu yang sebenarnya dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan setelah memperhatikan faktor penyesuaian dan kelonggaran. Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Tingkat ketelitian dan keyakinan ini ditetapkan pada saat menjalankan langkah penetapan tujuan pengukuran. Tahapan yang dilakukan sebelum melakukan pengukuran yaitu:

1. Penetapan tujuan pengukuran. 2. Melakukan penelitian pendahuluan 3. Memilih operator

4. Melatih operator

5. Menguraikan pekerjaan atas elemen pekerjaan 6. Menyiapkan alat-alat pengukuran

3.7.2.2. Uji Keseragaman Dan Kecukupan Data17

Pengujian ini dilakukan karena keadaan sistem yang selalu berubah mengakibatkan waktu penyelesaian yang dihasilkan sistem selalu berubah-ubah, namun harus dalam batas kewajaran.

Berikut ini langkah-langkah untuk pengujian keseragaman data: 1. Hitung rata-rata dari seluruh data pengamatan

2. Hitung stándar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian 3. Tentukan batas kontrol atas dan bawah (BKA dan BKB)


(22)

Batas – batas kontrol merupakan batas kontrol apakah group “seragam” atau tidak. Jika semua rata-rata subgroup sudah berada dalam batas kontrol, maka dapat dihitung banyaknya pengukuran yang diperlukan dengan menggunakan rumus kecukupan data. Rumus yang digunakan adalah :

Dimana :

N’ = Jumlah pengamatan yang seharusnya dilaksanakan s = Tingkat ketelitian

k = Diperoleh dari Tabel distribusi normal jika tingkat kepercayaan 99% maka k = 3 jika tingkat kepercayaan 95% maka k = 2 jika tingkat kepercayaan 68% maka k = 1 x = Waktu pengamatan

N = Jumlah pengamatan yang telah dilakukan N’<N berarti data sudah representative

3.7.2.3. Peta Kontrol18

Peta kontrol merupakan penggambaran secara visual mengenai mutu atau kualitas suatu barang atau jasa. Tujuan digunakannya peta kendali adalah untuk mengendalikan proses sehingga proses dapat dianalisa dengan tujuan perbaikan secara terus menerus. Peta kontrol dapat dibagi atas peta kontrol variabel dan peta


(23)

kontrol atribut. Peta kontrol atribut digunakan jika karakteristik kualitas yang akan dikendalikan tidak diukur dalam skala metrik/numerik. Salah satu peta kontrol atribut yaitu Peta p, yaitu peta kontrol untuk mengamati proporsi atau perbandingan antara produk yang cacat dengan total produksi.

3.7.2.4.Rating Factor dan Allowance19

Rating factor adalah faktor yang diperoleh dengan membandingkan kecepatan bekerja dari seorang operator dengan kecepatan kerja normal menurut ukuran peneliti/pengamat. Rating factor pada dasarnya digunakan untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh dari pengukuran kerja akibat tempo atau kecepatan kerja operator yang berubah-ubah

1. Jika operator dinyatakan terampil, maka rating factor akan lebih besar dari 1 (Rf > l).

2. Jika operator bekerja lamban, maka rating factor akan lebih kecil dari 1 (Rf < l).

3. Jika operator bekerja secara normal, maka rating factornya sama dengan 1 (Rf = 1). Untuk kondisi kerja dimana operasi secara penuh dilaksanakan oleh mesin (operating atau machine time) maka waktu yang diukur dianggap waktu yang normal.

Pemberian nilai rating dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya yaitu dengan Westing House System Rating. Ada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yakni:

18Dale H, Besterfield. 2003. “Total Quality Management”. New Jersey: Pearson Education


(24)

1. Skill (keterampilan) adalah kemampuan untuk mengikuti cara kerja yang ditetapkan secara psikologis.

2. Effort (usaha) adalah kesungguhan yang ditunjukkan oleh pekerja atau operator ketika melakukan pekerjaannya.

3. Condition (kondisi kerja) adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan.

4. Consistency (konsistensi), faktor ini perlu diperhatikan karena angka-angka yang dicatat pada setiap pengukuran waktu tidak pernah semuanya sama.

Allowance atau kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu sebagai berikut: 1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi

Kebutuhan pribadi disini antara lain berupa kegiatan seperti minum sekadarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja sekadar untuk menghilangkan ketegangan dalam kerja. 2. Kelonggaran untuk menghilangkan fatique

Rasa lelah tercermin dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Jika rasa lelah telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah lelah. Adapun hal-hal yang diperlukan pekerja untuk menghilangkan lelah adalah melakukan peregangan otot, pergi keluar ruangan untuk menghilangkan lelah dan lain sebagainya. 3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tak terhindarkan


(25)

Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar kemampuan pekerja untuk mengendalikannya. Beberapa contoh keterlambatan yang tak dapat dihindarkan antara lain menerima petunjuk dari pengawas, melakukan penyesuaian mesin, pemadaman aliran listrik oleh PLN, dan lain sebagainya.

3.7.2.5. Perhitungan Waktu Normal

Perhitungan waktu normal dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata yang diperoleh dari data pengamatan dengan rating factor. Dalam penelitian ini, penentuan rating factor yang diberikan menggunakan cara

Westinghouse dimana penilaian dilakukan terhadap 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi

Rating factor = 1 + Westinghouse factor Wn = Ws x Rf

Dimana :

Wn = waktu normal

Ws = waktu terpilih (waktu rata-rata setelah data seragam dan cukup) Rf = Rating factor


(26)

3.7.2.6. Perhitungan Waktu Baku

Waktu baku penyelesaian pekerjaan adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik .

Nilai-nilai kelonggaran untuk kebutuhan pribadi pria adalah sebesar 0 – 2,5 % dan untuk wanita sebesar 2 – 5%. Kelonggaran untuk hambatan tak terhindarkan tergantung pada kondisi yang ada. Perhitungan nilai kelonggaran total diperoleh dengan menjumlahkan seluruh nilai kelonggaran yang telah dilakukan.

Total kelonggaran (All) = Ka + Kb + Kc Waktu Baku Operator (WBO)= Wno x

Waktu Mesin (Wm) = Waktu mesin Waktu Baku Total (Wb) = Wbo + Wm Dimana :

Ka = kelonggaran untuk kebutuhan pribadi

Kb = kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah Kc = kelonggaran untuk hambatan yang tak terhindarkan Wbo = Waktu Baku Operator

3.7.2.7.Perhitungan Metrik Lean20

Langkah yang perlu dilakukan untuk melakukan penerapan sistem Lean

adalah pengukuran beberapa metrik Lean. Pengukuran metrik ini akan


(27)

memberikan gambaran awal mengenai kondisi perusahaan sebelum diterapkan

Lean. Perhitungan metrik lean terdiri dari perhitungan process cycle effisiency,

process velocity dan process lead time.

1. Efisiensi dari tiap siklus proses (process cycle effisiency)

Efisiensi dari tiap siklus proses merupakan suatu metrik atau ukuran untuk melihat sejauh mana efisiensi waktu dari proses terhadap waktu siklus proses secara keseluruhan. Berikut ini adalah rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai efisiensi dari siklus proses:

Process Cycle Effisiency =

Value Added Time adalah waktu yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan-kegiatan didalam proses yang memberikan nilai tambah terhadap produk atau tidak.

2. Process lead time dan process velocity (kecepatan proses)

Kecepatan proses adalah seberapa tahapan yang ada di dalam proses dapat dilakukan dalam setiap satuan waktu. Berikut ini adalah rumus yang digunakan untuk mencari process lead time dan process velocity :

Process Lead Time =

Process Velocity =

3.7.2.8. Perhitungan DPMO dan Tingkat Sigma21

Perhitungan DPMO dan Tingkat Sigma untuk data atribut dapat dilakukan sesuai langkah-langkah perhitungan berikut ini:


(28)

1. Defect Per Unit (DPU). Ukuran ini merefleksikan jumlah rata-rata dari cacat, semua jenis, terhadap jumlah total unit dari unit yang dijadikan sampel

DPU = Dimana:

D = jumlah defective atau jumlah kecacatan yang terjadi dalam proses produksi

U = jumlah unit yang diperiksa

2. Defect Per Opportunity (DPO). Menunjukkan proporsi cacat atas jumlah total peluang dalam sebuah kelompok.

DPO= Dimana:

OP (Opportunity) = Karakteristik yang berpotensi untuk menjadi cacat

3. Defect Per Million Opportunities (DPMO). DPMO mengindikasikan berapa banyak cacat akan muncul jika ada satu juta peluang.

DPMO = DPO x 1.000.000

4. Mengkonversikan nilai DPMO menggunakan Tabel konversi untuk mengetahui proses berada pada tingkat Sigma berapa.

5. Perhitungan tingkat Sigma dapat dihitung dengan menggunakan Microsoft Excel yaitu dengan menggunakan formula berikut ini:

NORMSINV (1-DPMO/1.000.000) + 1,5


(29)

3.7.2.9. Pareto Diagram22

Pareto diagram adalah sebuah grafik yang mengklasifikasikan peringkat data dalam urutan dari kiri ke kanan. Klasifikasi data yang mungkin antara lain adalah masalah, penyebab, jenis kesesuaian dan sebagainya. Variabel utama berada di sebelah kiri dan variabel lain disebelah kanan. Pareto diagram yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang paling penting, biasanya digunakan aturan pareto 80-20 yang berarti 20% dari cacat sistem menyebabkan 80% masalah atau 80% gangguan berasal dari 20% masalah yang ada. Penyusunan diagram pareto sangat sederhana. Proses penyusunan diagram pareto meliputi enam langkah, yaitu :

1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya berdasarkan jumlah masalah, penyebab, jenis ketidaksesuaian dan sebagainya. 2. Menetukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik

tersebut, misalnya rupiah, unit, frekuensi dan sebagainya.

3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang ditentukan.

4. Merangkum data dan membuat ranking kategori data tersebut dari yang terbesar hingga yang terkecil.

5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan. 6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif masing

– masing masalah. Mengidentifikasi beberpa hal yang penting untuk mendapat perhatian.


(30)

3.7.3. Analyze

3.7.3.1. Diagram Sebab-akibat(Fishbone Diagram)23

Diagram sebab-akibat adalah alat yang digunakan untuk menentukan hipotesis akar masalah dan penyebab potensial untuk sebuah efek khusus. Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan sebagai berikut:

1. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah. 2. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah. 3. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

3.7.3.2. FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)24

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan proses yang sistematis untuk mengidentifikasi potensi kegagalan yang akan timbul dalam proses dengan tujuan untuk mengeliminasi atau meminimalkan resiko kegagalan produksi yang akan timbul. Penggunaan FMEA diperkenalkan pertama sekali pada tahun 1920. Namun pendokumentasian pertama dilakukan sejak tahun 1960 oleh National Aeronautics Space Agency (NASA). Tujuannya untuk memperbaiki reliabilitas peralatan militer.

Tujuan utama FMEA adalah untuk menemukan dan memperbaiki permasalahan utama yang terjadi pada setiap tahapan dari desain dan proses produksi untuk mencegah produk yang tidak baik sampai ke tangan pelanggan, yang dapat membahayakan reputasi dari perusahaan.


(31)

Konsep FMEA adalah sebagai alat perencanaan kualitas untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi potensi kegagalan atau kerusakan. FMEA juga mengidentifikasi kegagalan (kemungkinan, mekanisme, pengaruh, mode deteksi, kemungkinan pencegahan). Hasil dari FMEA berupa rencana tindakan untuk eliminasi atau penyelidikan kegagalan. Arti FMEA secara harafiah adalah : 1. Failure yaitu prediksi kemungkinan atau cacat.

2. Mode yaitu penentuan mode kegagalan.

3. Effect yaitu identifikasi pengaruh tiap komponen terhadap kegagalan. 4. Analysis tindakan perbaikan berdasarkan hasil evaluasi terhadap penyebab.

FMEA digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik proses atau desain kritis yang memerlukan pengendalian khusus untuk mencegah atau mendeteksi

failure mode. Peran FMEA antara lain :

1. Mengevaluasi sistematis produk dan proses. 2. Pembuktian kegagalan, identifikasi kegagalan.

3. Dokumentasi potensial untuk produk atau proses yang tidak memenuhi syarat.

Kegunaan FMEA adalah :

1. Meningkatka kualitas, reliability dan keamanan dari produk/servis/machinery

dan proses.

2. Meningkatkan company image dan daya saing.

3. Meningkatkan kepuasan konsumen (customer satisfaction).


(32)

4. Mengurangi waktu dan biaya untuk pengembangan produk (support integrated product development).

5. Melakukan dokumentasi aksi yang perlu dilakukan untuk mereduksi resiko. 6. Mengurangi tingkat kegagalan dan garansi setelah produk berada ditangan

pelanggan.

3.7.4. Improve

3.7.4.1. Metode 5S25

Metode 5S adalah program yang merangkum serangkaian aktivitas untuk menghilangkan pemborosan yang menyebabkan kesalahan, cacat dan kecelakaan di tempat kerja. 5S merupakan pendekatan sistematik untuk meningkatkan lingkungan kerja, proses-proses, dan produk dengan melibatkan karyawan di lantai pabrik atau lini produksi maupun di kantor. Adapun kelima S tersebut adalah sebagai berikut:

1. Seiri (Sort): secara tegas memisahkan item yang dibutuhkan dari item yang tidak dibutuhkan, kemudian menghilangkan item yang tidak diperlukan dari tempat kerja.

2. Seiton (Stabilize): menyimpan item yang diperlukan di tempat yang tepat agar mudah diambil jika akan digunakan.

3. Seiso (Shine): mempertahankan area kerja agar tetap bersih dan rapi.

4. Seiketsu (Standardize): melakukan standarisasi terhadap praktek 3S (Seiri,Seiton, dan Seiso) di atas.


(33)

5. Shitsuke (Sustain): membuat agar kedisiplinan menjadi suatu kebiasaan melalui dan mengikuti prosedur-prosedur yang berlaku.

3.7.5. Control

3.7.5.1. SOP26

Standard Operating Prosedure (SOP) adalah pedoman yang berisi prosedur – prosedur operasional stándar yang ada disuatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa setiap keputusan, langkah atau tindakan dan penggunaan fasilitas pemrosesan yang dilaksanakan oleh orang-orang di dalam suatu organisasi agar berjalan secara efektif, konsistan, standar dan sistematis. Suatu organisasi dapat memiliki sistem yang baik apabila tersedianya SOP yang baik dan begitu pula sebaliknya. Manfaat dari SOP ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat menjelaskan secara detail semua kegiatan dari proses yang dijalankan. 2. Dapat menstandarkan semua aktifitas yang dilakukan pihak yang

bersangkutan.

3. Dapat mengurangi waktu pelatihan karena sudah ada kerangka kerja yang diperlukan.

4. Dapat meningkatkan konsistensi pekerjaan karena sudah ada arah yang jelas. 5. Dapat meningkatkan komunikasi antar pihak-pihak yang terkait, terutama

pekerja dengan pihak managemen.


(34)

(35)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Industri Karet Nusantara. Lokasi pabrik terletak di Jl. Tanjung Morawa KM. 9,5 Medan. Penelitian dilakukan mulai tanggal Maret – Agustus 2016

4.2. Objek Penelitian

Objek yang menjadi penelitian adalah waste (pemborosan) pada proses produksi benang karet.

4.3. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif sebab-akibat, yakni penelitian yang bertujuan menyelidiki hubungan sebab-akibat dengan cara mengamati akibat yang terjadi dan kemungkinan faktor (sebab) yang menimbulkan akibat tersebut. Dalam penelitian ini ada variabel independen (sebab) yaitu variabel yang mempengaruhi dan variabel dependen (akibat) adalah variabel yang dipengaruhi. (Sukaria Sinulingga, 2014)


(36)

4.4. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang akan diamati dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Dependen

Perbaikan proses produksi 2. Variabel Independen

a. Defect

b. Waiting

c. Transportation

d. Motion

e. Inventory

f. Overproductiron

g. Inappropriate process

4.5. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah sebuah model yang ditunjukkan dalam bentuk diagram yang memperlihatkan struktur dan sifat hubungan logis antar variabel penelitian yang telah diidentifikasi dari teori dan temuan-temuan hasil review artikel yang akan digunakan dalam menganalisis masalah penelitian, kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.


(37)

Defect

Waiting

Inventory Motion Transportation

Inappropriate Process

Perbaikan proses produksi

Planned Downtime

Perpindahan Operator

Megambil material

Bahan baku

Kegiatan inspeksi Ukuran tidak sesuai

Benang Berlubang

Benang gembung

Overproduction

Penambahan Produksi

Overproduction Unplanned Downtime

Gambar 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian

4.5.1. Definisi Operasional

Definisi operasional ialah penegasan arti atau makna dari setiap variabel yang tercakup dalam kerangka konseptual. Penegasan ini penting untuk menciptakan kesatuan pengertian yang sangat dibutuhkan dalam proses pengukuran nilai dari masing-masing variabel ketika pengumpulan data dilakukan. Definisi operasional penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut


(38)

Tabel 4.1. Definisi Operasional Penelitian

No Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Skala

A Variabel Independen

1 Defect Produk yang tidak

sesuai dengan spesifikasi

perusahaan

Checksheet Nominal

2 Waiting Proses yang tidak

seimbang sehingga ada operator ataupun mesin yang harus menunggu untuk melakukan pekerjaan

Stopwatch Nominal

3 Transportation Material handling yang menambah lama waktu operasi

Stopwatch Nominal

4 Motion Gerakan pekerja

yang tidak memberi nilai tambah

Kertas kerja Nominal

5 Inventory Penumpukan bahan

baku dan barang

yang sudah

diproduksi

Kertas kerja Nominal

6 Overproduction Adanya penambahan produksi

Kertas kerja Nominal

7 Inappropite process

Melakukan kegiatan yang sama secara berulang

Kertas kerja Nominal

B Variabel Dependen

1 Perbaikan proses produksi

Perbandingan sebelum dan sesudah perbaikan

Lean Six

Sigma

Nominal


(39)

4.6. Pengumpulan Data

Data yang diperlukan untuk penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder, yang masing-masing dijabarkan sebagai berikut:

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan penelitian secara langsung di lapangan. Adapun yang termasuk data primer yaitu : a. Jenis – jenis pemborosan

b. Waktu proses produksi 2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak langsung diamati oleh peneliti. Pengumpulan data sekunder ini dilakukan melalui pencatatan data historis perusahaan berupa data-data proses produksi dan data-data barang sisa, yaitu:

a. Urutan proses

b. Jam kerja dan jumlah tenaga kerja c. Data Jumlah produksi

4.7. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah stopwatch yang digunakan untuk pengukuran waktu, checksheet digunakan untuk mencatat jumlah kecacatan produk dan kertas kerja untuk mencatat hasil pengamatan.


(40)

4.8. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Mulai

Identifikasi Masalah awal

Identifikasi Kebutuhan Data

Kesimpulan dan Saran

Selesai

 Kondisi Perusahaan

 Proses Produksi

 Informasi Pendukung Studi Pendahuluan

 Metode Pemecahan Masalah

 Teori Pendukung Studi Literatur

 Jenis-jenis pemborosan

 Waktu proses produksi DataPrimer

 Urutan Proses

 Jam kerja dan jumlah tenaga kerja

 Data jumlah produksi Data Sekunder

Pengolahan Data 1. Define Phase

2. Measure Phase

3. Analyze Phase

4. Improve Phase

5. Control Phase

Analisis Pemecahan Masalah


(41)

4.9. Metode Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dikumpulkan dengan cara sebagai berikut:

1. Observasi (Pengamatan)

Pengumpulan data ini dilakukan dengan pengamatan dan pengukuran secara langsung terhadap objek penelitian di lapangan terutama pada bagian produksi.

2. Wawancara

Pengumpulan data ini dilakukan dengan tanya jawab dan diskusi secara langsung terhadap pimpinan atau karyawan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan mereka di perusahaan dimana data tersebut dapat digunakan untuk menunjang pembahasan masalah.

3. Melihat buku - buku laporan administrasi serta catatan - catatan atau dokumentasi dari perusahaan yang berhubungan dengan kegiatan penelitian.

4.10. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan Lean Six Sigma dengan metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Tahapan-tahapan dari metode DMAIC yang digunakan dalam pengolahan data dapat dilihat pada gambar 4.3


(42)

Mulai

 Data permintaan produk

 Waktu proses produksi

Rating factor dan

allowance  Data atribut waste

Define Phase

Project Statement  SIPOC

Value Stream mapping

Measure Phase

 Perhitungan Data Waktu Siklus

 Perhitungan Waktu Baku dan Waktu normal

 Perhitungan Metrik Lean  Penentuan Critical to waste  Perhitungan nilai sigma

Analyze Phase

 Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)

Failure mode and effect analysis (FMEA)

Improve Phase

 Perbaikan dengan metode 5S

 Perbaikan proses produksi

Control Phase

Standard Operating Procedure

(SOP)

Selesai


(43)

4.11. Analisis Pemacahan Masalah

Analisis pemecahan masalah dilakukan terhadap hasil pengolahan data dari metode DMAIC yang berkaitan dengan masalah pemborosan (waste).

4.12. Kesimpulan dan Saran

Tahapan terakhir yang dilakukan adalah penarikan kesimpulan yang berisi hal-hal penting dalam penelitian tersebut. Selain itu, pemberian saran kepada pihak perusahaan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan untuk dapat meningkatkan produktivitas lantai produksi perusahaan.


(44)

(45)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan untuk selanjutnya digunakan pada pengolahan data pada penelitian ini antara lain, yaitu data permintaan produk, data waktu siklus tiap proses, data penetapan rating factor dan allowance operator, serta data atribut pemborosan yang terjadi selama proses produksi.

5.1.1. Data Permintaan Produk

Data permintaan produk yang dikumpulkan pada penelitian ini diambil dari data permintaan produk pada bulan April 2016. Data permintaan produk dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Data Permintaan Produk April 2016

No Produk Jumlah Permintaan (Kg)

1 Benang Karet

300.000

Sumber: PT. Industri Karet Nusantara

5.1.2. Data Aliran Proses

Berikut ini adalah langkah-langkah proses yang dilewati bahan baku menjadi produk benang karet yang dihasilkan PT.Industri Karet Nusantara adalah sebagai berikut :


(46)

1. Lateks dialirkan ke weighting tank

2. Lateks ditimbang di weighting tank 3. Lateks dialirkan ke in active tank

4. Bahan kimia dipindahkan ke trolly melalui pipa 5. Bahan kimia ditimbang

6. Bahan kimia dipompakan ke in active tank yang telah berisi lateks 7. Proses pencampuran lateks dan bahan kimia di in active tank

8. Vacuum pressure pump dipasang pada in active tank

9. Campuran lateks dan bahan kimia dipindahkan ke active tank dengan menggunakan vacuum pressure pump

10. Proses aktivasi pada active compound tank membentuk compound

11. Compound yang telah diaktivasi diperiksa kualitasnya 12. Vacuum pressure pump dipasang pada mesin homogenizer

13. Compound dipindahkan ke mesin homogenizer menggunakan vacuum pressure pump

14. Proses homogenisasi

15. Compound dipompakan ke cooling compound service tank

16. Proses pendinginan

17. Vacuum pressure pump dipasang pada jet filter

18. Compound dialirkan ke bottom

19. Compound dipompakan ke jet filter

20. Proses penyaringan 1


(47)

22. Proses penyaringan 2

23. Compound dialirakan ke top feeding

24. Selang dipasang pada header

25. Compound dialirkan ke acid bath melalui header

26. Proses pembentukan benang karet di acid bath

27. Benang karet dibawa ke water bath melalui roller

28. Proses pencucian benang karet di water bath

29. Benang karet dibawa ke drying oven menggunakan roller

30. Proses pengeringan benang karet

31. Benang karet dibawa ke talcum area menggunakan belt conveyor

32. Proses pembedakan benang karet pada talcum box

33. Benang karet dibawa ke mesin ribboning dengan roller melalui sisir pemisah

34. Pembentukan pita karet pada mesin ribboning

35. Pita karet dibawa ke mesin curing dengan menggunakan conveyor

36. Proses pematangan pita karet pada curing

37. Pita karet dibawa ke cooling drum dengan menggunakan belt conveyor

38. Proses pendinginan pita karet

39. Pita karet dibawa ke packing area melalui mesin shipping

40. Proses pengisian pita karet ke dalam kotak yang telah dilapisi plastic 41. Produk diperiksa kualitasnya

42. Kotak yang berisi produk dibawa ke timbangan 43. Produk ditimbang


(48)

44. Produk dibawa ke mesin sealer

45. Produk dikemas dengan seal tape

46. Produk dibawa ke gudang bahan jadi

5.1.3. Penilaian Rating Factor dan Allowance Operator

5.1.3.1. Rating Factor pada Operator Pembuatan Benang Karet

Terdapat beberapa operator yang terlibat dalam pembuatan benang karet.

Rating factor yang ditetapkan kepada operator masing-masing tersebut yang dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Rating Factor pada Proses Pembuatan Benang Karet No Jenis Proses Mesin/

Peralatan

Faktor Rating

(Kelas)

Skor Total Skor 1 Persiapan dan

penimbangan bahan

Weighting tank

Keterampilan Good +0,03

+0,05

Usaha Good +0,02

Kondisi Kerja Average 0,00 Konsistensi Average 0,00 2 Proses

pencampuran bahan kimia dan lateks

In Active Tank

Keterampilan Good +0,03

+0,05 Usaha Average 0,00

Kondisi Kerja Good +0,02 Konsistensi Average 0,00 3 Proses aktivasi Active Tank Keterampilan Average 0,00

+0,04

Usaha Good +0,02

Kondisi Kerja Good +0,02 Konsistensi Average 0,00 4 Prosses

homogenisasi

Homogenizer Machine

Keterampilan Average 0,00

+0,03

Usaha Average 0,00

Kondisi Kerja Good +0,02 Konsistensi Good +0,01 5 Proses

pendinginan

compound

Cooling compound service tank

Keterampilan Average 0,00

+0,03

Usaha Good +0,02

Kondisi Kerja Average 0,00 Konsistensi Good +0,01


(49)

Tabel 5.2. Rating Factor pada Proses Pembuatan Benang Karet (Lanjutan) No Jenis Proses Mesin/

Peralatan

Faktor Rating

(Kelas)

Skor Total Skor 6 Pembentukan

benang karet

Acid Bath Keterampilan Good +0,06

+0,06

Usaha Average 0,00

Kondisi Kerja Average 0,00 Konsistensi Average 0,00 7 Proses

pengeringan benang karet

Drying Oven Keterampilan Good +0,03

+0,07

Usaha Good +0,02

Kondisi Kerja Good +0,02 Konsistensi Average 0,00 8 Proses

pembedakan benang karet

Talcum box Keterampilan Average 0,00

+0,04

Usaha Good +0,02

Kondisi Kerja Good +0,02 Konsistensi Average 0,00 9 Proses

pembentukan pita karet

Ribboning Keterampilan Good +0.03

+0.05

Usaha Good +0.02

Kondisi Kerja Average 0.00 Konsistensi Average 0.00 10 Proses

pemasakan pita karet

Curing Keterampilan Average 0,00

0,00

Usaha Average 0,00

Kondisi Kerja Average 0,00 Konsistensi Average 0,00 11 Proses

pendinginan pita karet

Cooling drum

Keterampilan Good +0,03

+0,08

Usaha Good +0,02

Kondisi Kerja Good +0,02

Konsistensi Good +0,01

12 Pengepakan pita karet

Shipping Machine

Keterampilan Good +0,03

+0.05

Usaha Good +0,02

Kondisi Kerja Average 0,00 Konsistensi Average 0,00


(50)

5.1.3.2. Allowance pada Operator Pembuatan Benang Karet

Setiap operator yang bekerja tentu harus memilki kelonggaran atau

Allowance selama bekerja. Allowance operator pembuatan benang karet ditetapkan berdasarkan beberapa faktor yang telah ditetapkan. Allowance yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Allowance pada Operator Benang Karet

No Jenis Proses Faktor Allowance Allowance Total

1 Persiapan dan penimbangan bahan

Kebutuhan pribadi: Pria 1

15 Tenaga yang dikeluarkan: Sangat ringan 6

Sikap kerja: Berdiri diatas dua kaki 1

Gerakan kerja: Normal 0

Kelelahan mata: Pandangan yang hampir terus menerus

6

Keadaan temperatur: Normal 0

Keadaan atmosfer: Baik 0

Keadaan lingkungan: Cukup bising 1 2 Proses pencampuran

bahan kimia dan lateks

Kebutuhan Pribadi: Pria 1

14 Tenaga yang dikeluarkan: Sangat ringan 6

Sikap kerja: Berdiri diatas dua kaki 1

Gerakan kerja: Normal 0

Kelelahan mata: Pandangan terputus-putus

5

Keadaan temperatur: Normal 0

Keadaan atmosfer: Baik 0

Keadaan lingkungan: Bising 1

3 Proses aktivasi Kebutuhan pribadi: Pria 1

15 Tenaga yang dikeluarkan: Sangat ringan 6

Sikap kerja: Berdiri diatas dua kaki 1

Gerakan kerja: Normal 0

Kelelahan mata: Pandangan terputus-putus 6

Keadaan temperatur: Normal 0

Keadaan atmosfer: Baik 0


(51)

Tabel 5.3. Allowance pada Operator Benang Karet (Lanjutan)

No Jenis Proses Faktor Allowance Allowance Total

4 Proses

homogenisasi

Kebutuhan pribadi: Pria 1

13 Tenaga yang dikeluarkan: Sangat ringan 6

Sikap kerja: Berdiri diatas dua kaki 1

Gerakan kerja: Normal 0

Kelelahan mata: Pandangan terputus-putus

5

Keadaan temperatur: Normal 0

Keadaan atmosfer: Baik 0

Keadaan lingkungan: Rendah bising 0 5 Proses

pendinginan

compound

Kebutuhan pribadi: Pria 1

15 Tenaga yang dikeluarkan: Sangat ringan 6

Sikap kerja: Berdiri diatas dua kaki 1

Gerakan kerja: Normal 0

Kelelahan mata: Pandangan yang hampir terus menerus

6

Keadaan temperatur: Normal 0

Keadaan atmosfer: Cukup 1

Keadaan lingkungan: Rendah bising 0 6 Pembentukan

benang karet

Kebutuhan pribadi: Pria 1

15 Tenaga yang dikeluarkan: Sangat ringan 6

Sikap kerja: Berdiri diatas dua kaki 1

Gerakan kerja: Normal 0

Kelelahan mata: Pandangan yang hampir terus menerus

6

Keadaan temperatur: Normal 0

Keadaan atmosfer: Cukup 1

Keadaan lingkungan: Rendah bising 0 7 Proses

pengeringan benang karet

Kebutuhan pribadi: Pria 1

15 Tenaga yang dikeluarkan: Sangat ringan 6

Sikap kerja: Berdiri diatas dua kaki 1

Gerakan kerja: Normal 0

Kelelahan mata: Pandangan yang hampir terus menerus

6

Keadaan temperatur: Normal 0

Keadaan atmosfer: Baik 0


(52)

Tabel 5.3. Allowance pada Operator Benang Karet (Lanjutan)

No Jenis Proses Faktor Allowance Allowance Total

8 Proses pembedakan benang karet

Kebutuhan pribadi: Pria 1

14 Tenaga yang dikeluarkan: Sangat ringan 6

Sikap kerja: Berdiri diatas dua kaki 1

Gerakan kerja: Normal 0

Kelelahan mata: Pandangan terputus-putus

5

Keadaan temperatur: Normal 0

Keadaan atmosfer: Baik 0

Keadaan lingkungan: Cukup bising 1 9 Proses

pembentukan pita karet

Kebutuhan pribadi: Pria 1

14 Tenaga yang dikeluarkan: Sangat ringan 6

Sikap kerja: Berdiri diatas dua kaki 1

Gerakan kerja: Normal 0

Kelelahan mata: Pandangan terputus-putus

5

Keadaan temperatur: Normal 0

Keadaan atmosfer: Baik 0

Keadaan lingkungan: Bising 1

10 Proses

pemasakan pita karet

Kebutuhan pribadi: Pria 1

15 Tenaga yang dikeluarkan: Sangat ringan 6

Sikap kerja: Berdiri diatas dua kaki 1

Gerakan kerja: Normal 0

Kelelahan mata: Pandangan yang hampir terus menerus

6

Keadaan temperatur: Normal 0

Keadaan atmosfer: Baik 0

Keadaan lingkungan: Bising 1

11 Proses pendinginan pita karet

Kebutuhan pribadi: Pria 1

15 Tenaga yang dikeluarkan: Sangat ringan 6

Sikap kerja: Berdiri diatas dua kaki 1

Gerakan kerja: Normal 0

Kelelahan mata: Pandangan yang hampir terus menerus

6

Keadaan temperatur: Normal 0

Keadaan atmosfer: Baik 0


(53)

Tabel 5.3. Allowance pada Operator Benang Karet (Lanjutan)

No Jenis Proses Faktor Allowance Allowance Total

12 Pengepakan pita karet

Kebutuhan pribadi: Pria 1

15 Tenaga yang dikeluarkan: Sangat ringan 6

Sikap kerja: Berdiri diatas dua kaki 1

Gerakan kerja: Normal 0

Kelelahan mata: Pandangan yang hampir terus menerus

6

Keadaan temperatur: Normal 0

Keadaan atmosfer: Cukup 1

Keadaan lingkungan: Rendah bising 0

Sumber: Pengumpulan data

5.1.4. Waktu Proses Produksi

Pengukuran data waktu proses dilakukan dengan metode stopwatch time study dengan pengukuran dilakukan sebanyak 10 kali. Data waktu yang diukur adalah data waktu siklus operator selama bekerja menyelesaikan satu siklus pekerjaan dalam masing-masing mesin yang digunakan. Data waktu siklus hasil pengukuran pada proses produksi benang karet dapat dilihat pada Tabel 5.4.


(54)

Tabel 5.4. Waktu Siklus Proses Produksi Benang Karet

No

Uraian Proses Tahapan

Waktu Tahapan Proses (Menit/ton)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Lateks dialirkan ke weighting tank

1

4,3 4,5 4,2 4,3 4,6 4,5 4,6 4,7 4,4 4,5

2

Lateks ditimbang di weighting tank 1,4 1,1 1,3 1,2 1,4 1,1 1,3 1,5 1,3 1,3

3 lateks dialirkan ke in active tank 3,5 3,2 3,4 3,3 3,5 3,6 3,7 3,5 3,7 3,8 4

Bahan kimia dipindahkan ke trolly melalui pipa 3,3 3,1 3,4 3,5 3,3 3,2 3,1 3,2 3,1 3,2

5 Bahan kimia ditimbang 1,3 1,2 1,5 1,4 1,3 1,4 1,5 1,3 1,4 1,5

6 Bahan kimia dipompakan ke in active tank yang telah berisi lateks

2

3,5 3,3 3,4 3,6 3,5 3,3 3,5 3,4 3,1 3,6

7 Proses pencampuran lateks dan bahan kimia di in

active tank 8,2 8,3 8,7 8,5 8,8 8,5 8,2 8,6 8,4 8,3

8 Vacuum pressure pump dipasang pada in active

tank 12,5 12,3 12,4 12,7 12,6 12,5 12,4 12,7 12,5 12,4

9 Campuran lateks dan bahan kimia dipindahkan ke

active tank dengan menggunakan vacumm pressure pump

3

6,3 6,4 6,6 6,7 6,1 6,2 6,1 6,4 6,7 6,8

10 Proses aktivasi pada active coumpund tank

membentuk compound 12,7 12,1 12,5 12,4 12,1 12,8 12,4 12,7 12,5 12,8

11 Compound yang telah diaktivasi diperiksa

kualitasnya 10,3 10,2 10,5 10,7 10,6 10,4 10,3 10,4 10,6 10,1

12 Vacuum pressure pump dipasang pada mesin

homogenizer

4

16,4 16,2 16,5 16,1 16,6 16,4 16,3 16,7 16,3 16,4

13 Compound dipindahkan ke mesin homogenizer

menggunakan vacumm pressure pump 3,4 3,6 3,7 3,1 3,4 3,2 3,3 3,4 3,5 3,3


(55)

Tabel 5.4. Waktu Siklus Proses Produksi Benang Karet (Lanjutan)

No Uraian Proses Tahapan

Waktu Tahapan Proses (Menit/ton)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

15 Compound dipompakan ke cooling coumpound service tank

5

5,2 5,4 5,6 5,2 5,3 5,4 5,7 5,5 5,7 5,2

16 Proses pendinginan 13,1 13,3 13,4 13,6 13,5 13,8 13,1 13,2 13,6 13,2

17 Vacuum pressure pump dipasang pada jet filter 13,5 13,4 13,2 13,6 13,3 13,5 13,2 13,3 13,6 13,4

18 Compound dialirkan ke

bottom

6

4,3 4,2 4,4 4,6 4,7 4,1 4,2 4,5 4,5 4,3

19 Compound dipompakan ke jet filter 4,1 4,3 4,2 4,3 4,5 4,4 4,1 4,3 4,2 4,1

20 Proses penyaringan 1 4,5 4,4 4,2 4,1 4,3 4,2 4,7 4,5 4,3 4,1

21 Compound yang telah disaring dipompakan ke

container 6,4 6,2 6,1 6,2 6,3 6,4 6,6 6,8 6,3 6,5

22 Proses penyaringan 2 3,2 3,4 3,5 3,4 3,7 3,5 3,4 3,2 3,1 3,2

23 Compound dialirakan ke top feeding 2,3 2,5 2,6 2,7 2,5 2,3 2,1 2,3 2,4 2,3 24 Selang dipasang pada header

12,4 12,6 12,3 12,7 12,5 12,2 12,8 12,6 12,4 12,7

25 Compound dialirkan ke acid bath melalui header 6,1 6,3 6,6 6,5 6,3 6,5 6,3 6,7 6,8 6,1 26 Proses pembentukan benang karet di acid bath 15,4 15,6 15,1 15,3 15,4 15,2 15,6 15,7 15,8 15,2 27 Benang karet dibawa ke water bath melalui roller 8,3 8,1 8,4 8,5 8,6 8,7 8,8 8,1 8,2 8,4 28 Proses pencucian benang karet di water bath 15,3 15,1 15,4 15,7 15,3 15,2 15,3 15,1 15,3 15,7


(56)

Tabel 5.4. Waktu Siklus Proses Produksi Benang Karet (Lanjutan)

No

Uraian Proses Tahapan

Waktu Tahapan Proses (Menit/ton)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

29 Benang karet dibawa ke drying oven menggunakan

roller

7

6,4 6,3 6,1 6,3 6,5 6,7 6,1 6,3 6,4 6,1

30 Proses pengeringan benang karet 6,3 6,1 6,4 6,5 6,6 6,8 6,2 6,7 6,5 6,2 31 Benang karet dibawa ke talcum area menggunakan

belt conveyor

8

5,3 5,1 5,4 5,5 5,7 5,8 5,1 5,3 5,2 5,1

32 Proses pembedakan benang karet pada talcum box 5,1 5,3 5,6 5,7 5,8 5,1 5,4 5,5 5,3 5,2 33 Benang karet dibawa ke mesin ribboning dengan

roller melalui sisir pemisah

9

3,4 3,1 3,4 3,6 3,7 3,5 3,8 3,2 3,5 3,1

34 Pembentukan pita karet pada mesin ribboning 5,4 5,6 5,1 5,2 5,3 5,5 5,8 5,4 5,3 5,1 35 Pita karet dibawa ke mesin curing dengan

menggunakan conveyor

10

3,4 3,2 3,6 3,7 3,1 3,2 3,5 3,1 3,6 3,8

36 Proses pematangan pita karet pada curing 6,2 6,1 6,6 6,5 6,7 6,8 6,1 6,2 6,5 6,3 37 Pita karet dibawa ke cooling drum dengan

menggunakan belt conveyor

11

3,4 3,1 3,2 3,5 3,7 3,8 3,1 3,4 3,6 3,7

38 Proses pendinginan pita karet


(57)

Tabel 5.4. Waktu Siklus Proses Produksi Benang Karet (Lanjutan)

No

Uraian Proses Tahapan

Waktu Tahapan Proses (Menit/ton)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

39 Pita karet dibawa ke packing area melalui mesin

shipping

12

2,3 2,4 2,7 2,2 2,4 2,6 2,8 2,1 2,2 2,4

40 Proses pengisian pita karet ke dalam kotak yang

telah dilapisi plastik 13,7 13,4 13,5 13,4 13,1 13,5 13,7 13,6 13,5 13,2

41 Produk diperiksa kualitasnya 10,3 10,2 10,4 10,5 10,1 10,2 10,3 10,2 10,5 10,7 42 Kotak yang berisi produk dibawa ke timbangan

5,4 5,5 5,7 5,6 5,5 5,1 5,2 5,4 5,6 5,1

43 Produk ditimbang 2,5 2,3 2,4 2,5 2,1 2,3 2,2 2,4 2,5 2,4

44 Produk dibawa ke mesin sealler

3,4 3,2 3,1 3,5 3,7 3,5 3,7 3,6 3,2 3,1

45 Produk dikemas dengan sealtape

2,5 2,4 2,2 2,4 2,3 2,5 2,5 2,3 2,2 2,5

46 Produk dibawa ke gudang bahan jadi

3,2 3,3 3,5 3,7 3,8 3,5 3,1 3,2 3,4 3,5


(58)

5.1.5. Data Atribut Defect

Pengumpulan data atribut kecacatan dalam penelitian ini yaitu jumlah kecacatan yang terjadi pada produksi benang karet. Data kecacatan diperoleh dari dengan melakukan pengamatan langsung terhadap produk yang dihasilkan. Data atribut kecacatan pada produk benang karet bulan april 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Data Atribut Defect Produk Benang Karet

Hari Total

Produksi (kg)

Jenis Kecacatan (kg) Total Cacat (kg) Persentase Kecacatan (%) Ukuran Tidak Sesuai Benang Gembung Benang Berlubang

1 8.544 192 155 93 440 5,15

2 8.442 278 145 103 526 6,23

3 8.481 167 162 111 440 5,19

4 8.548 186 121 124 431 5,04

5 8.432 234 115 141 490 5,81

6 8.474 214 141 123 478 5,64

7 8.485 225 125 98 448 5,28

8 8.408 265 154 103 522 6,21

9 8.411 275 165 97 537 6,38

10 8.435 256 173 94 523 6,20

11 8.442 222 165 111 498 5,90

12 8.543 189 154 109 452 5,29

13 8.443 215 142 112 469 5,55


(59)

Tabel 5.5. Data Atribut Defect Produk Benang Karet (Lanjutan)

Hari Total

Produksi (kg)

Jenis Kecacatan (kg) Total Cacat (kg) Persentase Kecacatan (%) Ukuran Tidak Sesuai Benang Gembung Benang Berlubang

15 8.454 235 122 116 473 5,59

16 8.485 211 142 115 468 5,52

17 8.557 194 124 98 416 4,86

18 8.462 187 154 117 458 5,41

19 8.477 208 136 97 441 5,20

20 8.472 275 129 105 509 6,01

21 8.492 198 162 121 481 5,66

22 8.532 203 137 117 457 5,36

23 8.482 222 144 113 479 5,65

24 8.463 254 114 121 489 5,78

25 8.447 197 134 125 456 5,40

26 8.538 202 131 111 444 5,20

Sumber : PT.Industri Karet Nusantara

5.1.6. Data Atribut Waiting

Proses menunggu pada lantai pabrik ditemukan karena adanya downtime

pada mesin. Downtime terbagi menjadi dua, yaitu planned downtime dan

unplanned downtime. Kedua jenis downtime tersebut pernah terjadi diperusahaan.

Planned downtime terdiri dari aktivitas preventive maintenance, sedangkan


(60)

seperti kerusakan yang terjadi tiba – tiba pada mesin. Data atribut downtime pada proses produksi benang dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6. Data Atribut Waiting Produk Benang Karet

Jenis Waiting Waktu Frekuensi/bulan

Planned downtime 5 jam 1

Unplanned downtime 10-15 menit 43

Sumber : Pengumpulan Data

5.1.7. Data Atribut Transportation

Transportasi juga merupakan salah satu Non Value Added Activity

(NVA) yang diteliti selama proses produksi. Transportasi yang diteliti yakni perpindahan operator. Data atribut transportasi dituliskan dalam bentuk checklist. Transportasi yang terjadi pada operator selama proses produksi benang karet dapat dilihat pada Tabel 5.7.


(61)

Tabel 5.7. Data Transportasi pada Produksi Benang Karet

Proses Ke Tahapan Jenis Transportasi

Perpindahan Operator 1

1

-

2 -

3 -

4

5 -

6

2

7 -

8

3

9

10 -

11 -

12

4

13

14 -

15

5

16 -

17

6

18 -

19

20 -

21 -

22 -

23 -

24 25 26

27 -

28 -

29

7 -

30 -

31

8 -

32 33

9

34 -

35

10 -


(62)

Tabel 5.7. Data Transportasi pada Produksi Benang Karet (Lanjutan)

Proses Ke Tahapan Jenis Transportasi Perpindahan Operator 37

11 -

38 -

39

12

- 40

41 -

42

43 -

44

45 -

46

Jumlah 18

Sumber : Pengumpulan Data

5.1.8. Data Atribut Motion

Motion merupakan salah satu non value added activity yang diteliti, dimana gerakan-gerakan yang tidak perlu selama proses produksi diamati. Motion

yang diteliti adalah mengambil material. Hasil pengamatan selama proses produksi benang karet dalam bentuk checklist dapat dilihat pada Tabel 5.8.


(63)

Tabel 5.8. Data Motion pada Produksi Benang Karet

Proses Ke Tahapan Jenis Motion

Mengambil Material 1

1

2 -

3 4

5 -

6

2

7 -

8

3 9

10 -

11 -

12

4 13

14 -

15

5

16 -

17

6

18 -

19

20 -

21 -

22 -

23 -

24 25 26

27 -

28 -

29

7 -

30 -

31

8 -

32 33

9 34

35

10 -


(64)

Tabel 5.8. Data Motion pada Produksi Benang Karet (Lanjutan)

Proses Ke Tahapan Jenis Motion

Mengambil Material 37

11 -

38 -

39

12

- 40

41 -

42

43 -

44 -

45

46 -

Jumlah 20

Sumber : Pengumpulan Data

5.1.9. Data Atribut Invetory

Terdapat beberapa produk yang disimpan di penyimpanan, baik itu produk jadi maupun bahan baku. Data inventory produk tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9. Data Inventori Produk

No Nama Produk Jumlah Inventori Lama Penyimpaan

1 Bahan baku 50.000 kg

3 bulan

2 Overproduction 15.000 kg

Sumber : Pengumpulan Data

5.1.10. Data Atribut Overproduction

Data atribut untuk overproduction selama produksi hanya memiliki 1 jenis waste yaitu penambahan produksi benang karet sebanyak 15.000 kg selama 3 bulan.


(65)

5.1.11. Data Atribut Inappropriate process

Data atribut untuk inappropriate process selama proses produksi benang karet hanya terjadi satu kali, yaitu pada saat operator packing mengecek keadaaan benang karet saat sebelum proses pengepakan karena kegiatan yang bertujuan sama sudah dilakukan pada proses sebelumnya.

5.2. Pengolahan Data 5.2.1. Tahap Define

Pada tahap define diidentifikasi mengenai tahapan proses produksi dengan menggunakan project statement, diagram SIPOC dan value stream mapping (VSM).

5.2.1.1. Project Statement

Terdapat beberapa komponen dalam melaksanakan suatu penyataan yaitu:

a. Business Case (Penyataan Kegiatan)

Permasalahan yang dialami perusahaan pada saat ini yaitu mengenai proses produksi yang berlangsung. Hal ini dikarenakan adanya waste yang terjadi selama proses produksi berlangsung yaitu defect, waiting, transportation, motion, inventory, overproduction dan innapropriate process.

b. Problem Statement (Pernyataan Masalah)

Pernyataan masalah dalam perusahaan adalah banyaknya waste yang terdapat pada proses produksi benang karet.


(66)

c. Project Scope (Ruang Lingkup Proyek)

Ruang lingkup dalam proyek penyelesaian masalah perusahaan adalah proses produksi benang karet.

d. Goal Statement (Pernyataan Tujuan)

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk melakukan perbaikan proses produksi benang karet dengan cara mengidentifikasi serta meminimalisasi waste yang terjadi selama proses produksi melalui pendekatan

Lean Six Sigma.

e. Project Timeline (Batas Waktu Proyek)

Batas waktu penelitian ini dimulai dari bulan Maret 2016 sampai Agustus 2016.

Setelah selesai menentukan project statement kemudian akan dibuat diagram SIPOC.

5.2.1.2. Diagram SIPOC

Diagram SIPOC menggambarkan informasi mengenai supplier, input, process, output, dan customer yang terlibat dalam proses produksi jenis produk yang diinginkan oleh konsumen. Elemen-elemen yang terlibat dalam diagram SIPOC produk benang karet adalah sebagai berikut:

1. Supplier : Gudang bahan baku 2. Input : Lateks dan bahan kimia

3. Process : Persiapan bahan dan penimbangan bahan, proses pencampuan, proses aktivasi, proses homogenisasi, proses pendinginan compound, proses


(67)

pembentukan benang karet, proses pengeringan benang karet, proses pembedakan benang karet, proses pembentukan pita karet, proses pemasakan pita karet, proses pendinginan pita karet, pengepakan pita karet.

4. Output : Benang karet 5. Customer : Gudang bahan jadi

Gudang bahan baku

Proses pendinginan compound

Pembentukan benang karet

Proses pengeringan benang karet

Proses pembedakan benang karet Persiapan dan penimbangan

bahan

Proses pencampuran

Proses aktivasi

Proses Homogenisasi

Proses pembentukan pita karet

Proses pemasakan pita karet

Proses pendinginan pita karet

Pengepakan pita karet

Gudang Bahan Jadi Benang Karet

Supplier Process

Lateks

Bahan kimia

Input Output Customer

Sumber : Pengolahan Data

Gambar 5.1. Diagram SIPOC Proses Produksi Benang Karet

5.2.1.3. Value Stream Mapping

Value stream mapping merupakan suatu penggambaran proses produksi suatu produk secara menyeluruh. Kegiatan pengamatan hanya dilakukan pada bagian proses produksi. Pada proses produksi benang karet, terdapat beberapa work in


(68)

process, antara lain pada proses aktivasi, proses homogenisasi, dan pembentukan benang karet. Value Stream Mapping proses pembuatan benang karet dapat dilihat pada Gambar 5.2.


(69)

Gudang

Purchasing PPC Marketing

Produksi Supplier Costumer Daily Daily Persiapan dan penimbangan bahan Op 1 orang C/T 1 shiff

Proses pencampuran Op 1 orang C/T 1 shiff

Proses aktivasi

Op 1 orang C/T 1 shiff

Prosese homogenisasi Op 1 orang C/T 1 shiff

Proses pendinginan Op 1 orang C/T 1 shiff

Pembentukan benang karet Op 1 orang C/T 1 shiff

Pengeringan benang karet Op 1 orang C/T 1 shiff

Pembedakan benang karet Op 1 orang C/T 1 shiff

Pembentukan pita karet Op 1 orang C/T 1 shiff

Proses pemasakan pita karet Op 1 orang C/T 1 shiff

Proses pendinginan pita

karet Op 1 orang C/T 1 shiff

Pengepakan pita karet

Op 1 orang C/T 1 shiff

Penyimpanan Gudang Bahan Baku

Weekly

Weekly

WIP WIP

WIP

Sumber : Pengumpulan Data


(70)

(1)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2 DAFTAR PUSTAKA


(2)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Jenis Pemborosan Produk Benang Karet PT Industri Karet

Nusantara ... I-2 2.1. Rekapitulasi Jumlah Tenaga Kerja PT. Industri Karet

Nusantara ... II-39 3.1. Simbol-simbol pada Value Stream Mapping ... III-12 4.1. Definisi Operasiolan Perusahaan ... IV-4 5.1. Data Permintaan Produk April 2016 ... V-1 5.2. Rating Factor pada Proses Pembuatan Benang Karet ... V-4 5.3. Allowance pada Proses Operator Benang Karet ... V-6 5.4. Waktu Siklus Proses Produksi Benang Karet ... V-10 5.5. Data Atribut Defect Produk Benang Karet ... V-14 5.6. Data Atribut Waiting Produk Benang Karet ... V-15 5.7. Data Transportasi pada Produksi Benang Karet ... V-16 5.8. Data Motion pada Produksi Benang Karet ... V-18 5.9. Data Inventori Produk ... V-19 5.10. Rekapitulasi Hasil Uji Keseragaman Waktu Siklus untuk


(3)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.12. Rekapitulasi Waktu Normal dan Waktu Baku Produksi Benang

Karet ... V-34 5.13. Value Added dan Non Value Added Time Process Produksi

Benang Karet ... V-38 5.14. Pengurutan Jumlah Kecacatan Benang Karet ... V-43 5.15. Jenis dan Jumlah Inventory ... V-45 5.16. Perhitungan DPMO dan Level Sigma Waste Defect ... V-46 5.17. Tabel Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ... V-52 5.18. Usulan Kegiatan Seiri... V-58 5.19. Urutan Proses Kerja Baru pada Produksi Benang Karet ... V-69 5.20. Value Added dan Non Value Added Time Process Produksi

Benang Karet Setelah Estimasi ... V-71 6.1. Hasil Uji Data Waktu Siklus ... VI-1 6.2. Critical to Waste Pasa Proses Produksi Benang Karet ... VI-4 6.3. Ringkasan Hasil Estimasi Sebelum dan Sesudah Usulan


(4)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT. Industri Karet Nusantara ... II-18 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-3 4.2. Block Diagram Rancangan Penelitian... IV-6 4.3. Block Diagram Pengolahan Data ... IV-8 5.1. Diagram SIPOC Proses Produksi Benang Karet ... V-22 5.2. Value Stream Mapping ... V-24 5.3. Peta Kontrol Waktu Siklus Lateks Dialirkan ke

Weighing Tank... V-26 5.4. Value Stream Mapping Proses Produksi Benang Karet ... V-41 5.5. Pareto Diagram... V-44 5.6. Fish Bone Diagram Akibat Waste Defect Ukuran Tidak

Sesuai ... V-47 5.7. Fish Bone Diagram Akibat Waste Defect Benang

Gembung ... V-47 5.8. Fish Bone Diagram Akibat Waste Waiting Unplanned

Downtime ... V-48 5.9. Fish Bone Diagram Akibat Waste Trensportation


(5)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

5. 11. Fish Bone Diagram Akibat Waste Inventory Bahan

Baku ... V-50 5.12. Fish Bone Diagram Akibat Waste Overproduction

Penambahan Produksi ... V-50 5.13. Fish Bone Diagram Akibat Waste Inappriprite Process

Inspeksi... V-51 5.14. ProsesProduksi Benang Karet Sebelum Perbaikan ... V-61 5.15. Proses Produksi Benang Karet Sesudah Perbaikan ... V-62


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Kartu Brainstorming ... L-1 2. Rating Factor Operator Setiap Proses Produksi ... L-2 3. Allowance Operator Setiap Proses Produksi ... L-3 4. Surat Riset Tugas Akhir ... L-5 5. Surat Balasan Riset Tugas Akhir ... L-6 6. Surat Keputusan Tugas Akhir ... L-7 7. Form Asistensi ... L-8