I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan dan iklim persaingan usaha harus dapat tumbuh dengan sehat dan
terhindar dari praktek monopoli dan berbagai bentuk persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat. Demi terlaksananya hal tersebut, maka perlu disusun
peraturan yang mengatur tentang hal itu. Pada tanggal 5 Maret 1999 oleh Dewan Perwakilan Rakyat DPR Republik
Indonesia mengesahkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Selanjutnya disebut
Undang-Undang Anti Monopoli. Implementasi Undang-Undang Anti Monopoli harus berjalan dengan efektif sebagaimana tujuannya yaitu mencegah terjadinya
praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. Tujuan tersebut dapat terlaksana bila diawasi pelaksanaannya. kemudian pemerintah membentuk suatu
lembaga yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Anti Monopoli. Lembaga tersebut adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU.
KPPU adalah lembaga administrasi non struktural yang independen yang dibentuk
dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pembentukan KPPU ditetapkan dalam Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999 tentang KPPU. Sebagai lembaga
pengemban amanat Undang Undang No 5 tahun 1999, KPPU berkewajiban untuk memastikan terciptanya iklim persaingan usaha yang sehat dan kondusif di
Indonesia. Iklim persaingan usaha yang sehat akan menjamin tercapainya efisiensi dan
efektifitas sistem perekonomian. Melalui persaingan usaha yang sehat pula, akan terjamin adanya kesempatan berusaha yang sama antara pelaku usaha besar,
menengah dan kecil. Selain itu, persaingan usaha yang sehat akan meningkatkan daya saing industri dalam negeri sehingga mampu bersaing baik di pasar domestik
maupun pasar internasional. Dengan demikian penegakan hukum persaingan dan implementasi kebijakan persaingan yang efektif akan menjadi pengawal bagi
terimplementasinya sistem ekonomi pasar yang wajar, yang akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Dalam menjalankan tugasnya KPPU melakukan pemeriksaan terhadap dugaan
pelanggaran persaingan usaha atas inisiatif sendiri. Namun KPPU juga membuka pintu seluas-luasnya bagi masyarakat dan atau pelaku usaha lain untuk
melaporkan dugaan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, untuk ditindaklanjuti. Hal tersebut diketahui melalui penyelidikan dan
pemeriksan. KPPU dapat memberikan putusan dan menjatuhkan sanksi kepada pelaku usaha yang terbukti melakukan praktek yang menghambat persaingan
usaha tersebut. Dengan demikian KPPU dalam melakukan pemeriksaan perkara persaingan usaha
melalui 3 tiga cara, yaitu inisiatif KPPU sendiri, laporan dari pelaku usaha yang dirugikan dan laporan dari masyarakat Munir Fuady, 1999: 104. Sesuai Pasal 38
ayat 2 Undang-Undang Anti Monopoli, KPPU akan memberikan jaminan kerahasiaan terhadap identitas pelapor dalam hal penanganan perkara melalui
laporan. KPPU melakukan monitoring dan atau menerima laporan dan menindaklanjuti
serta menyelesaikan perkara pelanggaran Undang-Undang Anti Monopoli secara tuntas sampai menjatuhkan sanksi kepada pelaku usaha yang terbukti melakukan
persaingan usaha tidak sehat. Pelaksanaan tugas tersebut memerlukan aturandasar hukum sebagai acuannya. KPPU membuat sendiri aturan atau dasar hukum dalam
beracara karena Undang-Undang Anti Monopoli tidak mengatur secara jelas mengenai hal tersebut, dan memberikan wewenang kepada KPPU untuk membuat
hukum acaranya sendiri. Berdasarkan hal tersebut, maka akhirnya KPPU mengeluarkan Keputusan KPPU Nomor 05KPPUKepIX2000 tentang Tata
Cara Penyampaian Laporan dan Penanganan Dugaan Pelanggaran terhadap Undang-Undang Anti Monopoli sebagai dasar hukum acaranya yang kemudian
telah disempurnakan kembali menjadi Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU. Sejak tanggal 18 April 2006, pedoman
tata cara penanganan perkara di KPPU harus mengacu pada Peraturan KPPU No.1 Tahun 2006.
Persaingan usaha tidak sehat yang dimaksud dalam Undang-Undang Anti
Monopoli terbagi dalam 3 tiga lingkup, yaitu perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan posisi dominan.
Salah satu bentuk kegiatan yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah kegiatan persekongkolan. Menurut Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Anti
Monopoli, persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk
menguasai pasar yang bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.
Persekongkolan dibagi dalam 3 tiga bentuk, yaitu persekongkolan untuk
mengatur pemenang tender, persekongkolan untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaing yang dapat diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan,
dan persekongkolan untuk menghambat produksi atau pemasaran barang dan jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar yang bersangkutan menjadi kurang baik
dari jumlah, kualitas maupun ketetapan waktu yang dipersyaratkan. Undang-Undang Anti Monopoli melarang pelaku usaha untuk melakukan
persekongkolan dalam tender. Pasal 22 Undang-Undang Anti Monopoli melarang pelaku usaha bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau
menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Meskipun Undang-Undang Anti Monopoli melarang pelaku usaha untuk
melakukan kegiatan persekongkolan dalam tender, namun pada kenyataannya masih saja terjadi kegiatan persekongkolan dalam pelaksanaan tender tender yang
diadakan oleh pemerintah. Implementasi undang undang tersebut oleh KPPU yang telah dijalankan selama beberapa tahun, sepanjang periode tersebut KPPU telah
menerima kurang lebih 450 laporan dari masyarakat mengenai dugaan
pelanggaran persaingan usaha, dan hampir 60 dari kasus yang ditangani KPPU adalah kasus dugaan persekongkolan tender. http:www.hukumonline.com
Fakta tersebut menunjukkan bahwa kondisi terkini pengadaan barang dan jasa
masih banyak diwarnai perilaku usaha yang tidak sehat, dimana pelaku usaha cenderung memupuk insentif untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya
dengan melakukan tindakan-tindakan anti persaingan, seperti melakukan pembatasan pasar, praktek persekongkolan, serta melakukan kolusi dengan panitia
pengadaan untuk menentukan hasil akhir lelang. Dalam konteks inilah, KPPU menjalankan fungsinya sebagai pengawas yang
menelusuri pembuktian dugaan persekongkolan yang terjadi pada setiap tahapan proses pengadaan. Berkaitan dengan upaya penciptaan iklim usaha yang sehat di
bidang pengadaaan barang dan jasa, KPPU berusaha mengetahui sejauh mana kebijakan yang ada telah sesuai dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang
sehat, terutama terhadap aspek pemberian kesempatan yang sama kepada semua pelaku usaha. Persekongkolan sering terjadi dalam tender-tender pemerintah.
Perkara persekongkolan dalam tender yang terjadi antara lain adalah tender pengadaan alat kedokteran, kesehatan dan KB RSUD Kabupaten Buleleng,
Singaraja, Bali Tahun Anggaran 2007. Perkara ini telah diputus dan ditetapkan oleh KPPU dalam surat putusan nomor 15KPPU-L2008. Dan pada tender
pengadaan alat kesehatan, kedokteran dan KB Program Upaya Kesehatan Perorangan Badan Pengelolaan RSUD dr. Soesilo Kab. Tegal Dana Tugas
Pembantuan Tahun 2007. Perkara ini telah diputus dan ditetapkan oleh KPPU dalam surat putusan nomor 01KPPU-L2008.
Kedua perkaran tersebut berawal dari laporan masyarakat. Dari hasil monitoring
yang dilakukan oleh KPPU telah terjadi persaingan usaha tidak sehat berupa persekongkolan dalam tender. KPPU membentuk tim pemeriksa guna melakukan
pendalaman lebih lanjut mengenai adanya dugaan persekongkolan dalam tender tersebut. Selanjutnya tim memeriksa semua pihak yang terkait dalam tender ini
untuk mendapatkan keterangan dan bukti. Perkara ini terus diproses dan diselesaikan hingga akhirnya ditemukan fakta dan dipastikan terjadi
persekongkolan dalam pelaksanaan tender tersebut. Namun dalam pelaksanaan penyelesaian perkara yang dilakukan oleh KPPU pastilah terdapat perbedaan baik
dalam bentuk proses penyelesaian perkarannya ataupun bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan dalam suatu tender pengadaan meskipun tender
pengadaan tersebut merupakan jenis pengadaan barang yang sama. Jadi, walaupun jenis perkaranya sama yaitu pengadaan barang dalam sebuah tender bisa saja
terdapat perbedaan-perbedaan seperti perbedaan bentuk pelanggaran yang dilakukan, tata cara penanganan perkara oleh KPPU, dan sanksi hukum yang
dijatuhkan oleh sidang majelis komisi pada proses persidangan. Dari latar belakang permasalahan di atas menarik kiranya jika dilakukan sebuah
penelitian mengenai Persekongkolan Dalam tender Pengadaan Barang Sebagai Bentuk Pelanggaran Hukum Persaingan Usaha Studi Terhadap
Putusan KPPU No. 15KPPU-L2008 dan No. 01KPPU-L2008.
B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian