Pengaruh Jumlah Pemakaian Air Terhadap Kadar Minyak Hilang dalam Lumpur Minyak (SLUDGE) Pada Pemisahan SLUDGE PTP. Nusantara III Pabrik Kelapa Sawit Rambutan

(1)

PENGARUH JUMLAH PEMAKAIAN AIR TERHADAP KADAR

MINYAK HILANG DALAM LUMPUR MINYAK (SLUDGE)

PADA PEMISAHAN SLUDGE PTP . NUSANTARA III PABRIK

KELAPA SAWIT RAMBUTAN

KARYA ILMIAH

HELGA F BUTAR BUTAR

062409071

PROGRAM STUDI D-III KIMIA INDUSTRI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

PENGARUH JUMLAH PEMAKAIAN AIR TERHADAP KADAR MINYAK HILANG DALAM LUMPUR MINYAK (SLUDGE) PADA PEMISAHAN SLUDGE PTP . NUSANTARA III PABRIK KELAPA SAWIT RAMBUTAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

HELGA F BUTAR BUTAR 062409071

PROGRAM STUDI D-III KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH JUMLAH PEMAKAIAN AIR

TERHADAP KADAR MINYAK HILANG DALAM LUMPUR MINYAK PADA PEMISAHAN SLUDGE PTP. NUSANTARA III PABRIK KELAPA SAWIT RAMBUTAN

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : HELGA F BUTAR BUTAR

Nomor Induk Mahasiswa : 062409071

Program Studi : D3-KIMIA INDUSTRI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, 27 Juni 2009

Diketahui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua, Pembimbing

Dr. Rumondang Bulan, MS Drs. Philippus Siregar, MSi


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH JUMLAH PEMAKAIAN AIR TERHADAP KADAR MINYAK HILANG DALAM LUMPUR MINYAK PADA PEMISAHAN SLUDGE PTP .

NUSANTARA III PABRIK KELAPA SAWIT RAMBUTAN

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2009

HELGA F BUTAR BUTAR 062409071


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat dan kasihnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dari awal penyusunan sampai selesai. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya pada Program Diploma 3 Kimia Industri di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan Penulis baik dari segi kemampuan dan ilmu pengetahuan. Tetapi Penulis telah berusaha sebaik-baiknya untuk kesempurnaan dan kelengkapan karya ilmiah ini. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat berguna bagi penulis dan semua pihak yang membaca khususnya dan untuk lingkungan Universitas Sumatera Utara pada umumnya.

Selama penulisan karya ilmiah ini dari awal sampai selesai, Penulis banyak mendapat dorongan, bantuan, motivasi, dan petunjuk dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati Penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua Orang Tua saya, Bapak L.Butar-butar dan Ibu D.Hutajulu yang sangat Penulis sayangi, yang telah memberikan dukungan, doa, kasih sayang dan materi kepada Penulis.

2. Abang saya Jefri Butar Butar dan Reinold Butar Butar serta adik saya Doris Butar Butar yang sangat penulis sayangi, yang telah memberikan dukungan, doa, dan motivasi kepada Penulis.

3. Bapak Drs.Philippus Siregar, Msi, sebagai dosen pembimbing yang telah dengan sabar dan teliti dalam membimbing Penulis.

4. Bapak Prof.Dr.Eddy Marlianto,M.Sc, sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

5. Ibu Dr.Rumondang Bulan,MS, sebagai ketua jurusan kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

6. Bapak Pimpinan serta seluruh karyawan dan karyawati PT PN III PKS Rambutan.

7. Bapak dan Ibu dosen pengajar di Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama Penulis mengikuti perkuliahan. 8. Seluruh rekan – rekan mahasiswa KIN 06 yang turut membantu Penulis dalam


(6)

Ms Biring, Ms Dayak, Ms Hutauruk, Ms La Load, Ms Manurung, Ms Marpaung, Ms Marunduri, Ms Pasaribu, Ms Pretty, Ms Regar, Ms Limbong, Ms Saragih, Ms Situmeang, Bro Bijek, Bro Vierman, Bro Dame Anderson, Bro Jefry, Kos Gaol, Tim CMSI.

Akhir kata Penulis sangat mengucapkan terima kasih karena karya ilmiah ini dapat selesai.

Medan, 27 Juni 2009


(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan analisa laboratorium tentang pengaruh jumlah pemakaian air terhadap kadar minyak pada sludge yang ikut terbuang ke limbah (losis). Pada pengolahan kelapa sawit diperoleh minyak kasar murni (CPO) dan sludge yang diproses kembali untuk mengutip minyak yang masih tersisa didalamnya. Salah satu faktor yang paling penting diperhatikan dalam proses ini penggunaan air sebagai pengencer dan sangat berpengaruh terhadap kadar losis perusahaan. Dari hasil pengutipan minyak pada sludge di PTP. Nusantara III PKS Rambutan diperoleh persentase kadar losis minyak dengan jumlah pemakaian air yang optimal yaitu 1,2 ton pada kapasitas alat 8 ton adalah sekitar 0,83 – 1,58 % dan memenuhi standar perusahaan.


(8)

THE EFFECT AMOUNT OF WATER TOWARD PERCENTAGE OF OIL LOSSES IN SLUDGE AT THE SLUDGE SEPARATOR OF PTP. NUSANTARA III. MANUFACTURE OF CRUDE OIL RAMBUTAN

ABSTRACT

Laboratorium analysis has been done about the effect of amount of using water toward oil percentage in sludge which is dumbed to waste. In manufacture of crude oil is obtained pure crude oil and sludge which is processed again to pick up oil residue. One factor is the very important to attentioned is water and very influenced toward of manufacture losses. From the result oil pick up of sludge in PTP. Nusantara III Manufacture of Crude Oil Rambutan obtained percentage of oil losses with using optimal water is 1.2 ton on capacity of machine is 8 ton is about 0,83 – 1,58 % and has been fulled standart of manufacture.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ……….. ii

Pernyataan ……….. iii

Penghargaan ……… iv

Abstrak ……….. v

Abstract ……….. vi

Daftar Isi ………vii

Daftar Tabel ………..viii

Daftar Grafik ………...ix

Bab I Pendahuluan ………. 1

1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Identifikasi Masalah……… 2

1.3 Tujuan ………. 3

1.4 Manfaat ……… 3

Bab II Tinjauan Pustaka ……….. 4

2.1 Minyak sawit ………. 4

2.2 Pengolahan Kelapa Sawit……… 7

2.2.1 Pengangkutan Buah Segar(TBS) ………. 7

2.2.1 Perebusan Tandan Buah Segar (TBS)……….. 7


(10)

2.2.4 Pencecahan (Digester)……….. 9

2.2.5 Pengempaan (Presser)……… 9

2.2.6 Pemurnian Minyak ……….. 10

2.2.7 Pemisahan Biji dan Kernel………15

Bab III METODOLOGI PERCOBAAN………..20

3.1 Metodologi ………. 20

3.1.1 Sampel ………..20

3.1.2 Peralatan………20

3.1.3 Prosedur……… 21

3.2 Pengolahan Data………. 22

3.3 Perhitungan ……… 23

3.3.1 Kadar Minyak Dalam Lumpur (Sludge) ……….. 23

3.3.2 Kadar Air Dalam Lumpur (Sludge) ….………..……..23

3.4 Pembahasan……… 24

Bab IV KESIMPULAN DAN SARAN ……… 26

4.1 Kesimpulan………. 26

4.2 Saran………26

DAFTAR PUSTAKA ……….. 27 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1……… 5

Tabel 2.2………15

Tabel 3.1………... 22


(12)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Kadar Minyak Terbuang (%) VS Jumlah Air yang digunakan Grafik 2. Kadar Air Dalam Sludge (%) VS Jumlah Air Yang digunakan (Ton)


(13)

ABSTRAK

Telah dilakukan analisa laboratorium tentang pengaruh jumlah pemakaian air terhadap kadar minyak pada sludge yang ikut terbuang ke limbah (losis). Pada pengolahan kelapa sawit diperoleh minyak kasar murni (CPO) dan sludge yang diproses kembali untuk mengutip minyak yang masih tersisa didalamnya. Salah satu faktor yang paling penting diperhatikan dalam proses ini penggunaan air sebagai pengencer dan sangat berpengaruh terhadap kadar losis perusahaan. Dari hasil pengutipan minyak pada sludge di PTP. Nusantara III PKS Rambutan diperoleh persentase kadar losis minyak dengan jumlah pemakaian air yang optimal yaitu 1,2 ton pada kapasitas alat 8 ton adalah sekitar 0,83 – 1,58 % dan memenuhi standar perusahaan.


(14)

THE EFFECT AMOUNT OF WATER TOWARD PERCENTAGE OF OIL LOSSES IN SLUDGE AT THE SLUDGE SEPARATOR OF PTP. NUSANTARA III. MANUFACTURE OF CRUDE OIL RAMBUTAN

ABSTRACT

Laboratorium analysis has been done about the effect of amount of using water toward oil percentage in sludge which is dumbed to waste. In manufacture of crude oil is obtained pure crude oil and sludge which is processed again to pick up oil residue. One factor is the very important to attentioned is water and very influenced toward of manufacture losses. From the result oil pick up of sludge in PTP. Nusantara III Manufacture of Crude Oil Rambutan obtained percentage of oil losses with using optimal water is 1.2 ton on capacity of machine is 8 ton is about 0,83 – 1,58 % and has been fulled standart of manufacture.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak kelapa sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan control yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS sampai dihasilkan minyak sawit dan sampingannya.

Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu yaitu:

a. Kandungan air dan kotoran dalam minyak

b. Kandungan asam lemak bebas

c. Bilangan peroksida

Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 % dan kadar kotoran lebih dari 0,01 % dan kandungan asam lemak bebas serendah mungkin kurang lebih 2 % dan bilangan peroksida dibawah 2.

Untuk memperoleh minyak kelapa sawit, maka diperlukan perlakuan – perlakuan untuk memurnikan minyak kelapa sawit hasil olahan, hingga diperoleh minyak kelapa sawit yang siap untuk dipasarkan. Salah satu pemurnian minyak kasar hasil olahan adalah pemurnian minyak dari kotoran – kotoran, seperti padatan, lumpur dan air.


(16)

Pemurnian dilakukan pada stasiun pemurnian minyak, dimana minyak kasar hasil pengempaan terpisah menjadi minyak dan sludge(lumpur minyak) karena proses pengendapan. Minyak dari tangki pengendap selanjutnya dikirim ke tangki minyak, sedangkan sludge dikirim ke tangki sludge.

Lumpur minyak (sludge) merupakan fasa campuran yang masih mengandung minyak. Sludge diolah untuk dikutip kembali minyak yang masih terkandung didalamnya. Sludge biasanya diolah pada sebuah alat pemisah sludge yang bekerja berdasarkan prinsip sentrifugasi.

Tugas utama dari stasiun klarifikasi adalah untuk memisahkan minyak sawit sebanyak mungkin dari minyak sawit kasar, yang disebut dengan proses pemurnian minyak. Dari hasil analisa laboratrium tampak bahwa tingkat pengenceran minyak sawit kasar memberi pengaruh kepada kecepatan pengendapan minyak sawit pada alat pemisahan sludge dan banyak tidaknya kehilangan minyak (losses).

1.2 Identifikasi Masalah

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal pada pengutipan minyak dari lumpur minyak (sludge), maka salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah jumlah air pengencer yang digunakan. Pengenceran bertujuan untuk membantu pemisahan pasir dan serat – serat yang terdapat dalam minyak dapat berjalan dengan baik. Jadi, jumlah air pengencer sangat mempengaruhi kadar kehilangan minyak dan mutu minyak yang dihasilkan.


(17)

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh air pengencer pada kadar kehilangan minyak (losses) pada pengutipan minyak dari alat pemisah lumpur minyak (sludge).

1.4 Manfaat

Untuk mengetahui jumlah air pengencer yang tepat digunakan untuk mendapatkan mutu minyak yang baik dan menekan kehilangan minyak yang sekecil mungkin pada proses pengutipan minyak dari lumpur minyak (sludge).


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Sawit

Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil)dan minyak mentah dari daging buah (crude palm oil).

Minyak sawit dan minyak inti sawit digolongkan dalam lipida. Lipida adalah suatu kelompok senyawa heterogen yang berhubungan dengan asam lemak, termasuk biomolekul yang tidak larut atau sebagian larut didalam air, larut didalam pelarut organik ( non polar ) seperti eter, khloroform dan lain – lain.

Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak nabati terdapat dalam buah – buahan, kacang – kacangan, biji – bijian, akar tanaman dan sayur – sayuran. Lemak tersebut menghasilkan tiga molekul asam lemak rantai panjang dan satu molekul gliserol.

Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, dan hal ini tergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat atau asam linolenat dengan titik cair yang rendah.


(19)

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit.

Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (persen)

Minyak Inti Sawit (persen) Asam Kaprilat Asam Kaprolat Asam Laurat Asam Miristat Asam Palmitat Asam Stearat Asam Oleat Asam Linoleat -1,1 - 2,5

40 - 46 3,6 - 4,7

39 – 45 7 – 11

3 – 4 3 - 7 46 - 52 14 - 17 6,5 - 9 1 - 2,5 13 – 19

0,5 - 2

(S. Ketaren, 1986)

Kelapa sawit memiliki beberapa varietas yang dikenal sebagai dura(D), tenera (T), dan pisifera (P). Dura memiliki inti yang besar dan bijinya tidak dikelilingi sabut dengan ekstraksi minyak sekitar 17 – 18%. Tenera merupakan hasil persilangan antara dura dan pisifera, memiliki cangkang yang tipis dengan cincin serat yang dikelilingi biji, serta ekstraksi minyak sekitar 22 – 25 %. Pisifera tidak mempunyai cangkang dan mempunyai inti kecil.


(20)

Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak minyak asam oleat-linoleat. Minyak sawit berwarna merah jingga karena kandungan karotenoida ( terutama ᵦ -karotena), berwujud setengah padat pada suhu kamar, dalam keadaan segar dan dengan kadar asam lemak bebas yang rendah, bau dan rasanya enak.

Titik lebur minyak sawit tergantung pada kadar asam lemak bebasnya (ALB), atau pada kadar trigliseridanya. Minyak sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda – beda. Panjang rantai antara 14 – 20 atom karbon. Dengan demikian sifat sawit ditentukan oleh perbandingan dan komposisi trigliserida tersebut.

Kebalikan dari pembentukan lemak adalah penguraian atau hidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Proses ini dalam buah terjadi sejak mulai berlangsungnya proses kematian yaitu saat buah membrondol atau saat tandan dipotong dan terlepas dari pohon.

Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang juga terdapat didalam buah, tetapi berada diluar sel yang mengandung minyak. Jika dinding sel pecah atau rusak karena proses pembusukan atau karena pelukaan mekanik, tergores, atau memar karena benturan, enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan segera berlangsung dengan cepat. Bila suasananya sesuai, yaitu pada suhu rendah dibawah 50oC, dan dalam keadaan lembab dan kotor. Oleh karena itu minyak sawit harus segera dimurnikan setelah pengutipannya. Pemanasan sampai suhu di atas 90oC


(21)

mikroorganisme juga tidak dapat berkembang. Jika lebih tinggi sebaiknya minyak ditimbun dalam keadaan panas sekitar 50o– 60oC.

Pembentukan asam lemak bebas oleh mikroorganisme (jamur dan bakteri tertentu) juga dapat terjadi. (Mangoensoekarjo, 2003)

2.2 Pengolahan Kelapa Sawit

Pengolahan buah kelapa sawit bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat. Secara ringkas, tahap – tahap proses pengolahan tandan buah segar sampai dihasilkan minyak diuraikan sebagai berikut:

2.2.1 Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS)

TBS harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah, yaitu maksimal 8 jam setelah panen. Buah yang tidak segera diolah, akan mengalami kerusakan. Setelah TBS sampai dipabrik, segera dilakukan penimbangan. Penimbangan perlu dilakukan terutama untuk mendapatkan angka – angka yang berkaitan dengan produksi, upah pekerja, dan perhitungan rendemen minyak kelapa sawit.

2.2.2 Perebusan Tandah Buah Segar (TBS)

TBS yang telah ditimbang beserta lorinya selanjutnya direbus didalam ketel rebus (sterilizer). Proses perebusan sangat menentukan kualitas hasil pengolahan pabrik kelapa sawit. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas yang lamanya tergantung pada besarnya tekanan uap yang diberikan. Tujuan dari perebusan adalah :


(22)

Asam lemak bebas meningkat akibat kegiatan enzim yang menghidrolisis minyak. Menghentikan kerja enzim tersebut cukup dengan perebusan hingga temperatur 50o Namun jika ditinjau dari proses pengolahan selanjutnya, perebusan harus dilakukan dengan temperatur yang lebih tinggi.

b. Mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang (pemipilan).

Untuk memperoleh brondolan dari tandan secara manual, sebenarnya cukup merebus dalam air mendidih. Namun, cara ini tidak memadai. Oleh karenannya, diperlukan uap jenuh bertekanan agar diperoleh temperature yang semestinya dibagian dalam tandan buah.

c. Melunakkan daging buah sehingga mempermudah proses pemerasan.

Perebusan dapat melunakkan buah sehinga daging buah mudah lepas dari biji sewaktu diaduk dalam bejana peremas.

d. Penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit.

Hal utama yang dihadapi pada proses pengolahan inti sawit yaitu sifat lekat dari inti sawit terhadap cangkangnya. Dengan proses perebusan, kadar air dalam biji akan berkurang sehingga daya lekat inti terhadapa cangkangnya menjadi berkurang. (Yan Fauzi,2002)

2.2.3 Pemipilan Buah (Stripper)

Lori - lori yang berisi TBS yang telah direbus dikirim kebagian pemipilan dan dituangkan ke alat pemipil (thresher) dengan bantuan alat hosting crane. Hoisting


(23)

telah rontok di bawa ke mesin pelumat (digester). Untuk memudahkan penghancuran daging buah dan pelepasan biji.

Kecepatan putaran dari tromol pemipil harus ditentukan secara tepat untuk mencapai efek pemipilan yang optimal. Kerugian yang terjadi pada proses pemipilan ada dua yaitu kerugian minyak yang terserap oleh tandan kosong dan kerugian minyak dalam buah yang masih tinggal ditandan (tidak membrondol). Tingkat kematangan buah dan metode perebusan buah sangat menentukan dalam keberhasilan proses pengolahan buah kelapa sawit.

Semakin tinggi tingkat kematangan dan semakin lama waktu perebusan, semakin besar pula minyak akan meleleh dari daging buah dan minyak tersebut diserap oleh tandan. Untuk mengurangi kehilangan minyak selama pemipilan, dapat dilakukan dengan cara melakukan pengisian buah ke pemipil secara teratur.

2.2.4 Pencacahan (Digester)

Brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkut ke bagian pengadukan (digester). Tujuan utama dari proses pencacahan adalah mempersiapkan daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian yang sekecil – kecilnya.

2.2.5 Pengempaan (Presser)

Brondolan yang telah mengalami pencacahan sudah berupa bubur dan langsung dimasukkan ke alat pengempaan. Proses pengempaan berfungsi untuk memisahkan minyak dari daging buah dengan menggunakan alat tekan, sehingga minyak akan keluar dari daging buahnya. Proses pengempaan akan menghasilkan minyak kasar dengan kadar 50 % minyak, 42 % air, dan 8 % zat padat.


(24)

Selama proses pengempaan berlangsung, air panas ditambah kedalam alat kempa. Hal ini bertujuan untuk pengenceran (dilution) sehingga massa bubur buah yang dikempa tidak terlalu rapat. Jika massa bubur buah terlalu rapat maka akan dihasilkan cairan dengan viskositas tinggi yang menyulitkan proses pemisahan sehingga mempertinggi kehilangan minyak. Jumlah penambahan air berkisar 10 – 15% dari berat tandan buah segar yang diolah dengan temperatur air sekitar 90oC.

2.2.6 Pemurnian Minyak (Clarifier)

2.2.6.1 Tujuan Pemurnian

Minyak sawit hasil pengempaan belum siap untuk dipasarkan karena belum memenuhi spesifikasi kadar air dan kadar kotoran yang ditentukan. Minyak sawit masih harus melalui pemurnian dan pengeringan dan inti sawit melalui pengeringan dan pemilihan atau pemungutan kotoran.

Proses pemurnian ini bertujuan untuk melakukan pemurnian minyak kelapa sawit dari kotoran – kotoran, seperti padatan, lumpur dan air. Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan perlu dibersihkan dari kotoran – kotoran, baik yang berupa padatan (solid),lumpur (sludge) maupun air. Tujuan dari pemurnian minyak kasar adalah agar diperoleh minyak dengan kualitas sebaik mungkin.

Minyak yang dikutip dari tangki pengendapan masih mengandung sekitar 0,5% air dan sejumlah kotoran. Ini dipisahkan dengan sentrifus berputaran tinggi, biasanya kadar air akan menurun menjadi 0,25 %, dan kotoran menjadi sekitar 0,01 %.


(25)

2.2.6.2 Proses Pemurnian

Minyak hasil pengempaan dapat dirinci sebagi berikut:

a. Campuran minyak dengan air

Campuran yang unsurnya minyak dan air terbagi tidak terlalu halus sehingga dengan cepat dan mudah dipisahkan. Minyak dalam campuran ini disebut minyak bebas karena tidak mempunyai afinitas apapun dengan air yang mengelilinginya. Minyak dari campuran jenis ini bila dibiarkan akan segera terpisah diatas lapisan air yang mengendap.

b. Campuran homogennya antara butir air dan minyak

Campuran ini terbagi sangat halus. Dalam keadaan demikian, kedua unsur merupakan emulsi yang stabil.

c. Emulsi air – minyak

Emulsi ini dapat dihindari dengan menjaga viskositas yang tepat ( pada temperatur 80 – 90oC ).

d. Emulsi minyak – air

Jika integrasi minyak dalam air jauh sehingga diperoleh emulsi yang stabil. Namun telah diketahui bahwa tanpa intregasi minyak dalam air yang intensif, emulsi stabil dapat terbentuk dengan adanya emulgator yang aktif. Asam lemak, zat lendir, serat halus, serta sisa sel merupakan emulgator atau stabilisator sehingga dapat menjadi emulsi hidup.


(26)

Ada tiga metode dalam pemurnian minyak kasar, yaitu metode

pengendapan, metode pemusingan, dan metode pemisahan biologis.

A. Metode Pengendapan

Pada metode ini, pemisahan minyak dan air terjadi karena pengendapan bagian yang lebih berat. Minyak berada di lapisan atas karena berat jenisnya lebih kecil. Jika minyak kasar yang ditampung di dalam tangki dibiarkan, isi tangki akan mengendap dan terbentuk beberapa lapisan sesuai dengan berat jenis dari fase yang terkandung dalam minyak kasar tersebut.

Lapisan pertama merupakan lapisan minyak yang masih mengandung butir – butir air dan zat pengotor lainnnya dengan kadar 99,0% minyak, 0,75% air, dan 0,25% zat padat. Lapisan kedua merupakan lapisan air yang mengandung minyak dalam bentuk terhomogenisir. Lapisan ketiga merupakan fase yang mengandung zat organik padat serta emulsi minyak – air. Minyak dengan kandungan tersebut belum memenuhi standar kualitas jual sehingga harus diproses lebih lanjut untuk menurunkan kadar air dan zat padatnya.

B. Metode Sentrifus

Metode pemisahan dengan pemusingan dengan mesin putaran tinggi digunakan untuk memisahkan cairan – cairan yang mempunyai fase yang berbeda, mempunyai berat jenis berbeda, dan benda padat yang terkandung didalamnya. Fase yang lebih besar akan mendapat gaya sentrifugal yang lebih besar sehingga akan terlempar lebih jauh kebagian luar sumbu putar.


(27)

Dengan demikian pemusingan dapat digunakan dalam berbagai proses untuk pemisahan cairan – cairan atau antara cairan dengan bahan padat yang terkandung di dalamnya.

C. Metode Biologis

Pada industri pengolahan minyak sawit, fat fit bukan suatu alat untuk proses mendapatkan minyak tetapi pada bak ini masih dapat dikutip minyak dengan lebih dahulu menganalisa asam lemak bebasnya.

Yang dimaksud dengan pemisahan biologis adalah pengutipan minyak yang dilakukan fat pit (tempat penampungan sludge minyak). Minyak yang diperoleh dari fat pit ini sebagian terjadi karena peristiwa pengendapan dan sebagian lagi karena proses biologis, yaitu terjadinya pemecahan molekul – molekul minyak sebagai akibat fermentasi. Minyak yang diperoleh dari fat pit selanjutnya dikembalikan ke tangki minyak kasar (tangki minyak kasar), sedangkan sisa lumpur dan air dialirkan ke kolam limbah. (Pahan, 2006)

Walaupun dilakukan pengutipan minyak semaksimal mungkin, tetapi pada sisa lumpur dan air yang dialirkan ke kolam limbah tersebut, masih saja ada minyak yang terikut. Minyak yang ikut ke kolam limbah ini dihitung dengan kerugian (losses).

Untuk memisahkan atau mengutip minyak yang masih terkandung pada sludge, sludge diproses pada sludge separator. Cairan sludge dimasukkan ke alat pemisah sludge (sludge separator) untuk dikutip minyaknya. Akibat gaya sentrifugal, minyak yang berat jenisnya lebih kecil bergerak menuju poros dan terdorong keluar melalui sudu-sudu (disc) ke ruang pertama tangki pisah (settling tank). Cairan dan ampas yang memiliki berat jenis lebih berat dari minyak terdorong ke bagian bowl dan


(28)

keluar melalui nozzle. Padatan yang menempel pada dinding bowl dicuci secara manual atau otomatis.

Minyak dan inti sawit yang diperoleh dari pemisahan belum siap dipasarkan, yaitu belum siap untuk dipasarkan, yaitu belum memiliki spesifikasi kadar air dan kadar kotoran yang ditentukan. Minyak sawit masih harus melalui pemurnian dan pengeringan, dan inti sawit melalui pengeringan dan pemilihan atau pemungutan kotoran.

Didalam sludge masih banyak zat – zat lain selain dari minyak yaitu sisa – sisa daging buah, air dan macam – macam mineral. Minyak di dalam sludge masih berkisar 3,5 % - 5 %. Untuk mengambil minyak sisa didalam sludge, maka diolah kembali oleh alat pemisah lumpur minyak (sludge separator). (Abdul Karim,2001)

Sludge yang masuk ke dalam alat sentrifus terdiri dari bahan mudah menguap 80 – 85 %, bahan padatan bukan minyak (NOS) 8 – 12%, dan minyak 5 – 10%. Komposisi sludge yang keluar dari tangki sludge dipengaruhi oleh :

a. Jumlah air pengencer yang digunakan.

b. Perlakuan sebelumnnya. Hal ini menyangkut efisiensi alat yang digunakan.

c. Pemakaian ayakan getar yang berfungsi untuk memisahkan lumpur dan pasir yang terdapat dalam cairan sehingga kemampuan sludge separator untuk memisahkan minyak semakin tinggi. (Ponten, 1996)

Minyak yang dikutip dari tangki pengendapan masih mengandung sekitar 0,5 % air dan sejumlah kotoran. Ini dipisahkan dengan sentrifus berputaran tinggi,


(29)

biasanya kadar air akan turun menjadi 0,25 % dan kadar kotoran menjadi sekitar 0,01 %.

Sludge separator berfungsi untuk mengutip kembali minyak yang terkandung dalam sludge. Untuk memaksimalkan efisiensi pengutipan, sludge yang akan disentrifugasi harus bebas dari serabut dan untuk memperpanjang umur nozzle, sludge bebas dari pasir. (PT.Perkebunan X,1993)

Perbandingan sifat antara minyak kelapa sawit sebelum dan sesudah dimurnikan dapat dilihat pada Tabel 2.2

Sifat Minyak Sawit Kasar Minyak Sawit Murni

Titik Cair (oC) : Awal Akhir Bobot jenis 15oC Indeks bias D 40oC Bilangan Penyabunan Bilangan Iod

Bilangan Reichert Meissl Bilangan Polenske Bilangan Krichner Bilangan Bartya

21-24 26 – 29 0,859 – 0,870

36,0 – 37,5 224 -249 14,5 – 19,0

5,2 – 6,5 9,7 – 10,7

0,8 – 1,2 33

29,4 40,0 -46 – 49 196 – 206

46 – 52

-(S. Ketaren, 1986)

2.2.7 Pemisahan Biji dan Kernel

Proses pemisahan biji-serabut dari ampas pengempaan bertujuan terutama untuk memperoleh biji sebersih mungkin. Kemudian, pemisahan biji dari gumpalan –


(30)

gumpalan ampa pengempaan sangat dipengaruhi oleh proses sebelumnya. Jika prosess pemisahan serabut tidak menghasilkan biji yang bersih maka sebab – sebab utamanya adalah sebagai berikut:

a. Perebusan kurang baik sehingga biji sukar lepas dari serabut.

b. Pengadukan yang kurang baik menyebabkan buah kurang tercacah sehingga serabut masih melekat pada biji.

c. Ampas pengempaan tidak cukup kering karena kondisi buah kurang bagus, tekanan pengempaan kurang mencukupi, panambahan air kurang banyak pada saat pengempaan.

d. Pemuatan atau pengisian alat pemisah biji-serabut dengan ampas melebihi kapasitasnya.

e. Daya kipas yang tidak cukup dan tidak sesuai dengan alat pemisah.

f. Kotoran – kotoran berat, seperti batu, kerikil, dan lain – lain yang memperkecil kapasitas alat pemisah.

g. Kebersihan alat tidak terpelihara sehingga mempengaruhi hasil kerja.

Minyak sawit dapat dipakai dalam berbagai jenis makanan, terutama dalam pembuatan margarin atau minyak goreng atau lemak – lemak dalam pembuatan roti dan kue.Dalam margarin misalnya kandungan minyak bumi dapat mencapai 20 %.

Minyak kelapa sawit (CPO) yang disimpan akan mengalami penurunan mutu jika tidak ditangani dengan tepat, terutama karena terjadinya reaksi oksidasi dan


(31)

faktor, seperti absorbsi bau dan kontaminasi, aksi enzim, aksi mikroba, dan reaksi kimia.

1. Absorbsi Bau dan Kontaminasi

Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan yang mengandung minyak (lemak) yaitu usaha menncegah pencemaran bau dan kontaminasi dari alat penampung. Hal ini karena minyak (lemak) dapat mengabsorpsi zat menguap atau bereaksi dengan bahan lain. Adanya absorpsi dan kontaminasi dari wadah ini akan menyebabkan perubahan pada minyak, sehingga akan menghasilkan bau tengik sehingga akan menurunkan mutu minyak.Proses absorpsi dan kontaminasi dari tempat penyimpanan dapat dihindari dengan pemakaian bahan yang sesuai.

2. Aksi Enzim

Biasanya, bahan yang mengandung minyak (lemak) mengandung enzim yang dapat menghidrolisis. Jika organisme dalam keadaan hidup, enzim dalam keadaan tidak aktif. Sementara organisme telah mati maka koordinasi antarsel akan rusak sehingga enzim akan bekerja dan merusak minyak. Indikasi dari kerja enzim dapat diketahui dengan mengukur bilangan asam.

Adanya aktivitas enzim akan menghidrolisis minyak sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Kandungan asam lemak yang tinggi akan menghasilkan bau tengik dan rasa yang tidak enak. Asam lemak bebas juga dapat menyebabkan warna gelap dan proses pengkaratan logam. Untuk mengurangi aktivitas enzim ini, bisa diusahakan dengan penyimpanan minyak pada kondisi panas, minimal 50oC.


(32)

3. Aksi Mikroba

Kerusakan minyak oleh mikroba (jamur, ragi dan bakteri) biasanya terjadi jika masih terdapat dalam jaringan. Namun, minyak yang telah dimurnikan masih mengandung mikroba yang berjumlah makimum 10 organisme setiap gramnya. Kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh mikroba antara lain produksi asam lemak bebas, bau sabun, bau tengik, dan perubahan warna minyak.

4. Reaksi Kimia

Kerusakan minyak kelapa sawit yang memiliki pengaruh yang besar yaitu kerusakan karena reaksi kimia, yaitu hidrolisis, oksidasi, polimerisasi. Dalam rekasi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Hal ini akan merusak minyak dengan timbulnya bau tengik. Untuk mencegah terjadinya reaksi hidrolisis, kandungan air dalam minyak harus diusahakan seminimal mungkin.

Reaksi hidrolisis minyak :

O

CH2 O C R1 CH2 OH

O O

CH O C R2 + 3H2O CH OH + 3 R C

O OH


(33)

Reaksi oksidasi akan menghasilkan senyawa aldehida dan keton, dan senyawa dapat menimbulkan ketengikan. Pengaruh lain akibat oksidasi yaitu perubahan warna karena kerusakan pigmen warna, penurunan kandungan vitamin, dan keracunan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghambat reaksi oksidasi yaitu dengan pemanasan (50 – 55oC) yang mematikan aktivitas mikroorganisme.

Reaksi polimerisasi merupakan penggabungan satu molekul dengan molekul yang lain sehingga membentuk molekul yang lain yang lebih besar dengan berat molekul yang lebih besar. Polimerisasi pada minyak merupakan kelanjutan dari proses oksidasi dan pemanasan. Polimer yang terbentuk memiliki titik cair yang lebih tinggi dari trigliserida. Jika disimpan dalam temperatur kamar, polimer akan membentuk kristal – kristal halus yang sukar larut dalam minyak. Jika polimerisasi berlanjut terus akan terbentuk bahan yang mengendap.


(34)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Metodologi

3.1.1 Sampel

-Sludge dari pemisahan sludge pada kecepatan rendah -N-Heksan

-Kapas bebas minyak -Air Kran

3.1.2 Peralatan

- Ember plastik

- Neraca analitik

- Labu alas

- Soklet

- Cawan

- Oven

- Timbel


(35)

3.1.3 Prosedur

a. Penyediaan sampel

 Sampel diambil dari sludge separator dengan menggunakan ember plastik  Cawan kosong dibersihkan dan dilapisi kertas, kemudian ditimbang

 Dimasukkan sampel kedalam cawan, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat sampel

 Sampel dimasukkan ke dalam oven ± 30 menit pada suhu 130o C untuk menghilangkan kandungan airnya

 Setelah sampel kering, dibiarkan ± 15 menit agar suhu penimbangan sampel konstan

 Ditimbang sampel

b. Pemisahan minyak dari sludge

 Sampel yang telah ditimbang dimasukkan kedalam timbel dan ditutup dengan kapas bebas minyak

 Ditimbang labu alas kosong

 Dimasukkan N-Heksan 250 ml kedalam labu

 Timbel yang berisi sampel dimasukkan kedalam alat soklet dan labu alas  Disokletasi selama ± 4 jam pada suhu 80 o C, kemudian ekstraknya

didestilasi pada suhu yang sama sampai semua pelarut menguap

 Labu alas yang berisi minyak didinginkan sampai suhu penimbangan konstan

 Ditimbang labu yang berisi minyak untuk mengetahui berat minyak yang diperoleh dari hasil sokletasi.


(36)

3.2 Pengolahan Data

Tabel3.1 Data analisa kadar minyak dan kadar air dalam lumpur minyak (sludge) buangan dari alat pemisahan sludge.

Hari Jumlah Air yang digunakan (Ton) Berat Sampel (g) Berat Minyak (g) Kadar Minyak Hilang (losis) (%) Kadar Air pada Lumpur Minyak(sludge) (%)

I 0 10 0.3325 1.8 92.60

1.2 10 0.1892 1.00 95.54

4 10 0.0885 0.44 98.39

II 0 10 0.2206 2.18 93.09

1.2 10 0.0834 0.83 96.25

4 10 0.0153 0.15 99.82

III 0 10 0.2679 2.6 91.46

1.2 10 0.1625 1.58 94.00

4 10 0.0393 0.37 98.31

IV 0 10 0.2271 2.2 87.71

1.2 10 0.1486 1.46 92.88

4 10 0.0932 0.9 97.34

V 0 10 0.2517 2.5 82.85


(37)

3.3 Perhitungan

3.3.1 Kadar minyak dalam lumpur (sludge)

Dari data hasil analisa dilaboratorium, maka kadar minyak dalam lumpur (minyak) dapat dinyatakan dalam % berat.

Rumus: % 100 ) / %( X l BeratSampe k BeratMinya W W

Contoh perhitungan :

Berat sampel : 10 gram

Berat minyak : 0,3325 gram

% 100 ) / %( X l BeratSampe k BeratMinya W W  % 100 10 3325 , 0 X g g  = 1,8 %

3.3.2 Kadar air dalam lumpur (sludge)

% 100 % X oven lsebelumdi Beratsampe oven lsetelahdi Beratsampe oven lsebelumdi Beratsampe


(38)

Contoh Perhitungan :

Berat sampel sebelum dioven : 18,9909 gram

Berat sampel setelah dioven : 0,8428 gram

% 100 % X oven lsebelumdi Beratsampe oven lsetelahdi Beratsampe oven lsebelumdi Beratsampe

Air  

% 100 9909 , 18 8428 , 0 9909 , 18 X g g g

 95,54%

3.4 Pembahasan

Dari percobaan dilaboratorium, diperoleh data hubungan antara jumlah air pengencer terhadap kehilangan minyak pada sludge dari pengutipan minyak ( sludge separator). Dari data ditunjukkan bahwa tanpa penggunaan air pengencer pada pengutipan minyak (sludge separator) diperoleh hasil bahwa kadar minyak yang terbuang adalah sekitar 1,8 - 2,6 % Ini menunjukkan kadar kehilangan minyak yang tinggi. Dengan kata lain bahwa minnyak banyak terikut pada sludge yang dibuang. Sedangkan penggunaan air yang banyak (±4 ton/8ton kapasitas) menunjukkan hasil bahwa kadar minyak pada sludge buangan adalah sekitar 0,15 – 0,9 % Ini menunjukkan kadar kehilangan minyak yang rendah. Akan tetapi hal ini sangat merugikan, disebabkan karena akan menyebabkan kualitas minyak yang tidak baik karena sebagian besar minyak mengandung air dan bahkan tidak memungkinkan


(39)

Maka penggunaan air pengencer yang efisien pada pengutipan minyak (sludge separator) adalah sekitar 1,2 ton/8ton karena menurut hasil analisa pengunaan air sebanyak itu, kadar minyak yang terbuang dengan sludge adalah sekitar 0,83 – 1,58 % dan masih dibawah norma yang ditetapkan dan komposisi minyak yang terbentuk di tangki pengendap bersinambung memenuhi standar perusahaan.

Tabel 3.2 Rata – rata jumlah kadar minyak dan kadar air yang terdapat pada sludge buangan dari alat pemisah sludge.

Jumlah air (Ton)

Kadar Minyak (%)

Kadar Air (%)

0 2.25 89.54

1.2 1.17 94.15


(40)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1Kesimpulan

Kadar minyak yang terikut pada sisa lumpur (losis) yang dibuang ke limbah sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang digunakan. Jumlah pemakaian air yang paling efektif adalah 1.2 ton pada kapasitas alat 8 ton dengan kadar minyak hilang (losis) sekitar 0,83 – 1,58%.

4.2 Saran

1. Dengan mengetahui jumlah pemakaian air yang paling efektif untuk menghasilkan mutu minyak yang baik yaitu dengan kadar air yang sesuai dengan batas normal dan kadar minyak hilang yang sedikit, sebaiknya Perusahaan menggunakan air sebayak 1,2 ton yaitu 15 % dari kapasitas alat.

2. Pada proses pemisahan minyak dari sludge dengan menggunakan sentrifus, sebaiknya sebelum dipisahkan terlebih dahulu didiamkan sampai terbentuk fase minyak dan pengotor – pengotornya sehingga lebih mudah dipisahkan dan hasil minyak yang diperoleh lebih bersih.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

1. Fauzi, Y. 2002. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.

2. Karim, A. 2001. Metode Kualitatif Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Lembaga Pendidikan Perkebunan.

3. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

4. Mangoensoekarjo, S. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gajah Mada Uiversity Press.

5. Naibaho, P. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

6. PT.Perkebunan Nusantara III. 2007. Pedoman Kerja Bagian

Teknik/Pengolahan. Medan: Lembaga Pendidikan Perkebunan.


(42)

(43)

Bidang Pengolahan Laboratorium :

I Kualitas Produksi Satuan R.Kap

1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6

Kualitas Pabrik : Kapasitas Pabrik TBS Olah

Produksi Minyak Sawit Rendemen Inti Sawit Produksi Inti Sawit Rendemen Inti sawit

Kehilangan Minyak Sawit Dipengolahan Kehilangan Inti Sawit Dipengolahan Kualitas Produksi :

ALB Minyak Sawit Kadar Air Minyak Sawit Kadar Kotoran Minyak Sawit ALB Inti sawit

Kadar Air Inti Sawit Kadar Kotoran Inti Sawit

Ton / Jam Kg Kg % Kg % % % % % % % % % 30,00 188.592.000 44.929.150 ≥ 23,82 9.335.304 74,95 1,65 0,60 ≤ 3,50 ≤ 0,15 ≤ 0,020 ≤ 1,00 ≤ 7,00 ≤ 6,00


(44)

(45)

(1)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1Kesimpulan

Kadar minyak yang terikut pada sisa lumpur (losis) yang dibuang ke limbah sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang digunakan. Jumlah pemakaian air yang paling efektif adalah 1.2 ton pada kapasitas alat 8 ton dengan kadar minyak hilang (losis) sekitar 0,83 – 1,58%.

4.2 Saran

1. Dengan mengetahui jumlah pemakaian air yang paling efektif untuk menghasilkan mutu minyak yang baik yaitu dengan kadar air yang sesuai dengan batas normal dan kadar minyak hilang yang sedikit, sebaiknya Perusahaan menggunakan air sebayak 1,2 ton yaitu 15 % dari kapasitas alat.

2. Pada proses pemisahan minyak dari sludge dengan menggunakan sentrifus, sebaiknya sebelum dipisahkan terlebih dahulu didiamkan sampai terbentuk fase minyak dan pengotor – pengotornya sehingga lebih mudah dipisahkan dan


(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Fauzi, Y. 2002. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.

2. Karim, A. 2001. Metode Kualitatif Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Lembaga Pendidikan Perkebunan.

3. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

4. Mangoensoekarjo, S. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gajah Mada Uiversity Press.

5. Naibaho, P. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

6. PT.Perkebunan Nusantara III. 2007. Pedoman Kerja Bagian

Teknik/Pengolahan. Medan: Lembaga Pendidikan Perkebunan.

7. Vedemecum. 1993. Pengolahan dan Teknik. Surabaya: PT. Perkebunan X


(3)

(4)

Bidang Pengolahan Laboratorium :

I Kualitas Produksi Satuan R.Kap

1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6

Kualitas Pabrik : Kapasitas Pabrik TBS Olah

Produksi Minyak Sawit Rendemen Inti Sawit Produksi Inti Sawit Rendemen Inti sawit

Kehilangan Minyak Sawit Dipengolahan Kehilangan Inti Sawit Dipengolahan Kualitas Produksi :

ALB Minyak Sawit Kadar Air Minyak Sawit Kadar Kotoran Minyak Sawit ALB Inti sawit

Kadar Air Inti Sawit Kadar Kotoran Inti Sawit

Ton / Jam Kg Kg % Kg % % % % % % % % % 30,00 188.592.000 44.929.150 ≥ 23,82 9.335.304 74,95 1,65 0,60 ≤ 3,50 ≤ 0,15 ≤ 0,020 ≤ 1,00 ≤ 7,00 ≤ 6,00


(5)

(6)