3. Risiko Sistematis dan Return Saham
Dalam berinvestasi seorang investor harus mempertimbangkan tingkat risiko dari suatu saham sebagai dasar untuk mengambil keputusan.
Teori pasar modal menekankan hubungan antara risiko sistematis dan return saham. Hubungan risiko sistematis dan return saham merupakan
hubungan yang bersifat linear dan searah Tandelilin, 2001. Artinya semakin besar risiko maka semakin besar pula return saham yang
diharapkan atas investasi. Tetapi semakin kecil risiko, maka return yang diharapkan investor juga semakin kecil.
Tandelilin 2010 mendefinisikan risiko sebagai perbedaan antara return aktual yang diterima dengan return harapan. Semakin besar
perbedaan antara return aktual dengan return harapannya maka semakin besar risiko investasi yang akan ditanggung oleh investor. Jogiyanto
2014 membedakan risiko menjadi dua kelompok yaitu risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang
tidak terkait dengan perubahan pasar secara keseluruhan, misalnya adanya perubahan kebijakan pemerintah mengenai larangan ekspor dan impor
yang dapat mempengaruhi harga saham. Risiko sistematis atau sering dikenal dengan risiko pasar
merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Risiko sistematis ini tidak dapat dihilangkan. Contoh
dari risiko sistematis ini adalah adanya kenaikan inflasi dan kenaikan tingkat suku bunga.
Jogiyanto 2014 mendefinisikan beta merupakan suatu pengukur volatilitas return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return
pasar. Dengan demikian beta merupakan pengukur risiko sistematis dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar. Semakin tinggi
tingkat beta, semakin tinggi risiko sistematik yang tidak dapat dihilangkan karena diversifikasi. Beta dapat dihitung dengan data historis yaitu dengan
menggunakan data pasar, data akuntansi maupun data fundamental Jogiyanto, 2014: 377.
Dalam penelitian ini risiko sistematis diukur dengan menggunakan beta fundamental. Beaver, Kettler dan Scholes 1970 dalam Jogiyanto
2014 menjelaskan perhitungan beta menggunakan beberapa variabel fundamental yang dianggap variabel-variabel tersebut berhubungan
dengan risiko, karena beta merupakan pengukur dari risiko. Terdapat 7 variabel fundamental yang sebagian besar dari variabel tersebut adalah
variabel akuntansi antara lain: Dividen Payout, Asset Growth, Leverage, Liquidity, Asset size, Earning Variability, dan Accounting beta. Dari
ketujuh variabel tersebut salah satu yang akan digunakan untuk menghitung beta yaitu leverage karena memiliki hubungan positif dengan
beta. Apabila leverage semakin tinggi sementara proporsi total aktiva tidak berubah berarti risiko keuangan atau risiko kegagalan perusahaan untuk
mengembalikan pinjaman semakin tinggi dan sebaliknya. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan di antaranya yaitu oleh
Furda, dkk. 2012 menunjukkan hasil bahwa variabel risiko sistematis PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mempunyai pengaruh yang positif terhadap return saham. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Mehrara, dkk. 2012 menunjukkan hasil
bahwa risiko sistematis memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap return saham.
Penelitian yang dilakukan oleh Aufa 2013 menunjukkan hasil bahwa variabel beta berpengaruh negatif terhadap return. Hubungan
negatif ini menunjukkan bahwa peningkatan nilai beta akan
mengakibatkan pada menurunnya nilai return saham. Selanjutnya penelitian ini diteliti kembali oleh Nelia dan widyawati 2014 tentang
pengaruh faktor fundamental dan risiko sistematis terhadap return saham manufaktur menunjukkan hasil bahwa risiko sistematis berpengaruh
signifikan dan positif terhadap return saham. Penelitian ini mendukung dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan oleh Furda, dkk. 2012
dan Mehrara, dkk. 2012 yang menyatakan bahwa risiko sistematis berpengaruh positif terhadap return saham. Hal ini berarti semakin besar
nilai beta, maka semakin besar return yang akan diterima dan diharapkan oleh investor.
4. Sustainability Report