untuk menunjukkan diri dan mendapatkan pujian dari orang lain, melainkan karena mereka sangat senang dalam melakukan pekerjaannya.
Kahn dalam Albrecht, 2010; Perrin, 2003. Berdasarkan definisi-definisi di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa employee engagement adalah suatu keadaan ketika karyawan terlibat secara psikologis dengan pekerjaannya, baik secara fisik, kognitif,
maupun emosional, sehingga karyawan akan memberikan usaha terbaik mereka dalam menyelesaikan pekerjaan, serta merasa sulit untuk
melepaskan diri dengan pekerjaan yang dikarakteristikkan oleh vigor, dedication, dan absorption.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori employee engagement menurut Schaufeli dan Bakker 2003 dengan menekankan
adanya vigor, dedication, dan absorption dalam pemahaman mengenai engagement. Teori ini dipilih karena dianggap telah mencakup pengertian
yang komprehensif dan mudah dipahami.
2. Aspek dan karakteristik dalam Employee Engagement
Employee engagement lebih menekankan pada kontrak secara psikologis dibandingkan kontrak fisik. Engagement dikarakteristikkan
dengan karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi tempatnya bekerja. Karyawan dengan engagement yang tinggi merasa bersemangat
dalam pekerjaan, peduli dengan masa depan perusahaan, dan berupaya
untuk mencapai kesuksesan perusahaan Cook, 2008; MacLeod Clarke, 2009; May, Gilson Harter dalam Bakker, 2009; Perrin, 2003.
Schaufeli, Salanova, González-Romá, dan Bakker dalam Schaufeli Bakker, 2003 menjelaskan tentang 3 aspek pembentuk
employee engagement, yaitu vigor, dedication, dan absorption. Ketiga aspek ini merupakan konsep yang paling dikenal dan sering digunakan di
beberapa penelitian untuk mengukur tingkat engagement karyawan. Vigor menggambarkan level energi dan mental resiliensi yang dimiliki seseorang
ketika bekerja. Selain itu, vigor juga menunjukkan adanya kesediaan karyawan untuk melakukan usaha yang besar dalam menyelesaikan
pekerjaan, tidak mudah merasa lelah, dan tekun dalam melakukan pekerjaan. Dedication menggambarkan perasaan antusias karyawan di
dalam bekerja, bangga dengan pekerjaan yang dilakukan, serta merasa terinspirasi dan tertantang dengan pekerjaan. Absorption menggambarkan
keadaan karyawan terbenam secara total, merasa senang melakukan pekerjaannya, dan merasa sulit untuk melepaskan diri dengan pekerjaan.
Perrin, 2003; Schaufeli dan Bakker, 2003. Di sisi lain Cook 2008 mengkarakteristikkan karyawan dengan
tingkat engagement yang tinggi kedalam 4 aspek, yaitu kognitif cognitive engagement, emosi emotional engagement, fisik physical engagement,
dan advocacy. Pada aspek kognitif, karyawan yang memiliki engagement tinggi akan fokus terhadap pekerjaan yang dilakukan dan memiliki
kepercayaan terhadap perusahaan, baik terhadap pemimpin maupun
lingkungan kerjanya. Aspek emosi dapat terlihat ketika karyawan yang memiliki engagement tinggi akan menyukai hal apapun yang mereka
lakukan di dalam pekerjaan, merasa puas, terinspirasi dan bangga telah menjadi bagian dalam perusahaan. Secara fisik karyawan akan
mencurahkan energi dan semangat yang besar dalam menyelesaikan pekerjaannya. Aspek advocacy tampak ketika karyawan bersedia untuk
merekomendasikan, menggambarkan, bahkan mengajak keluarga maupun teman-temannya untuk bergabung dengan perusahaan tempatnya bekerja.
Karyawan dengan engagement yang tinggi menunjukkan kepedulian dan perhatian mereka terhadap kebutuhan serta kepuasan
konsumen. Mereka juga merasa sulit untuk melepaskan diri dengan pekerjaan dan perusahaan. Mereka tampak lebih menunjukkan
performansi yang baik dibandingkan karyawan dengan level engagement yang rendah MacLeod dan Clarke, 2009; Perrin, 2003; Right
Management, 2009; Schaufeli et al., 2009. Selain sangat berenergi, bersemangat dan antusias, karyawan
yang memiliki engagement tinggi juga berinisiatif, serta memiliki sikap dan level aktivitas yang positif dalam melakukan pekerjaannya Schaufeli,
Taris, Le Blanc, Peeters, Bakker De Jonge dalam Bakker, 2009. Meskipun karyawan dengan tingkat engagement tinggi terkadang merasa
lelah, mereka mengatakan bahwa kelelahan yang mereka rasakan itu merupakan gambaran dari kondisi yang menyenangkan karena
dihubungkan dengan pencapaian positif yang telah mereka raih. Mereka
mampu mempertahankan semangatnya meskipun mereka berada pada kondisi lingkungan kerja yang dapat menyebabkan frustasi Engelbrecht
dalam Bakker, 2009. Antusiasme dan energi yang besar juga mereka tujukkan ketika mereka berada di luar perusahaan. Mereka tidak hanya
menghabiskan waktu mereka untuk bekerja, tetapi juga tetap menikmati kegiatan-kegiatan lain yang tidak berkaitan dengan pekerjaan. Mereka
tidak bekerja keras dalam melakukan pekerjaannya karena bagi mereka bekerja adalah suatu hal yang menyenangkan Bakker, 2009.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan aspek-aspek pembentuk employee engagement menurut Schaufeli dan Bakker 2003.
Teori ini dipilih karena peneliti tidak menemukan perbedaan komponen dalam aspek-aspek menurut Schaufeli dan Bakker 2003 dengan aspek-
aspek menurut Cook 2008. Kedua teori tersebut sama-sama menekankan pada vigor, dedication, dan absorption sebagai pembentuk employee
engagement hanya saja keduanya mengkategorisasikan kedalam bentuk yang berbeda. Selain itu, teori ini dipilih karena banyak peneliti dari
penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan aspek-aspek menurut Schaufeli dan Bakker 2003 untuk mengukur tingkat engagement
karyawan, seperti Albrecht 2010, Alfes, Truss, Soane, Rees, dan Gatenby 2010, Attridge 2009, Drake 2012, Kular, Gatenby Rees,
Soane, dan Truss 2008, Lacy 2009, MacLeod dan Clarke 2009, Megani 2012, Nusatria 2011, Ram dan Prabhakar 2011, Salanova,
Agut, dan Pieró 2005, Smith dan Markwick 2009, Sweem 2009, serta
Verma, Kaura, dan Mathur 2013. Oleh karena itu, teori ini dianggap memiliki pengertian yang lebih komprehensif dan mudah dipahami.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Employee Engagement