KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGRAJIN MAINAN ( Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Strategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri
commit to user
i
KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGRAJIN MAINAN ( Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Strategi Bertahan Masyarakat
Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri Tahun 2010)
SKRIPSI
Oleh:
DIANITA KARTIKA SARI NIM : K8406003
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
(2)
commit to user
ii
KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGRAJIN MAINAN ( Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Strategi Bertahan Masyarakat
Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri Tahun 2010)
Oleh:
DIANITA KARTIKA SARI K8406003
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
(3)
commit to user
(4)
commit to user
(5)
commit to user
v
ABSTRAK
Dianita Kartika Sari, K8406003, KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGRAJIN MAINAN ( Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Strategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri). Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Agustus 2010.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendiskripsikan relasi sosial yang terjalin antara masyarakat pengrajin dengan masyarakat sekitar, dengan sesama pengrajin, dengan pembeli dan dengan aparat pemerintah terkait, (2) mendiskripsikan strategi bertahan masyarakat pengrajin mainan.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan strategi studi kasus tunggal terpancang. Sumber data dari informan atau narasumber serta
dokumen dan arsip. Teknik cuplikan menggunakan purposive. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri observasi langsung, wawancara mendalam dan dokumen. Untuk validitas data menggunakan trianggulasi data atau sumber dan trianggulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, pertama, bahwa relasi
sosial yang dibangun masyarakat pengrajin mainan di Desa Ngaglik mencerminkan solidaritas mekanik dicirikan dengan tidak adanya pembagian kerja yang terstruktur dan teradministrasi dengan baik, hubungan masyarakat yang akrab, sangsi sosial yang dibuat dan ditaati bersama, individualitas tidak berkembang, kepatuhan pada pimpinan dan tokoh-tokoh masyarakat, keterlibatan komunitas dalam menghukum orang-orang yang menyimpang, memasarkan sendiri hasil produk kerajinanya, paguyupan yang masih sangat kental jalinan
sosial antar individunya. Kedua, strategi bertahan masyarakat pengrajin mainan
dijelaskan melalui skema AGIL yaitu melalui adaptasi di bidang ekonomi, organisasi sosial melalui paguyupan dan pasar pahing, strategi penjualan masyarakat pengrajin mainan dengan cara saling membantu diantara pengrajin dan memberi pelayanan yang baik pada pembeli, strategi keberlangsungan pengrajin mainan melalui pendidikan dan sosialisasi orang tua pada anak.
(6)
commit to user
vi
ABSTRACT
Dianita Kartika Sari, K8406003, The Social Economic Life Of Toys Crafting Society (A Case Study on the Social Relation and Resilience Strategy of Toys Crafting Society in Ngaglik Village, Subdistrict Bulukerto, Regency Wonogiri). Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, August 2010.
The objectives of research are (1) to describe the social relation established between the craftsmen and the society surrounding, among the craftsmen, and the buyer, and the related governmental apparatus, (2) to describe the resilience strategy of toys craftsman.
This research employed a descriptive qualitative method with a single embedded study case strategy. The data sources were informant as well as document and archive. The sampling technique employed was purposive sampling. Techniques of collecting data used were direct observation, in-depth interview and documentation. In order to test the data validity, data or source and method triangulations were used. Technique of analyzing data used was an interactive analysis model.
Considering the result of analysis, it can be concluded that firstly, the social relation established by the toys craftsmen in Village Ngaglik reflects on the mechanic solidarity characterized by the absence of the structured and administered labor division, intimate society relation, social sanction is made and complied with jointly, not-developing individuality, the compliance with the society leaders and figures, community involvement in punishing the violating people, marketing the crafting product by themselves, the association with their
very close social relation among individuals. Secondly, the resilience strategy of
toys craftsmen is explained through AGIL scheme that is through the adaptation
in economic sector, social organization through the association and pahing
market, marketing strategy of toys craftsmen by means of helping each other among the craftsmen and giving good service to the buyer and the sustainability strategy of toys craftsmen through education and socialization from parents to children.
(7)
commit to user
vii
MOTTO
Keramahtamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan,
keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian, keramahtamahan dalam memberi menciptakan kasih
(Lao Tse)
Kita semua adalah anggota sebuah orkestra raksasa di mana setiap instrumen menjadi penting demi keutuhan dan keselarasan keseluruhan
(8)
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT, skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Ibu Endang Sulastri dan Bapak Dwi Yatno
atas cinta, doa, kasih sayang dan inspirasimu
2. Diana Puspita Sari, untuk kasih sebagai
saudara
3. Teman seperjuangan Sos-Ant angkatan’06
(9)
commit to user
ix
K ATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat karunia-Nya dan kemudahan dalam penyelesain skripsi ini untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidaklah berjalan dengan mudah, akan tetapi banyak hambatan yang menyertainya. Oleh karena itu sudah sepantasnya peneliti menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang turut membantu, terutama kepada :
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.
3. Drs. H. MH Sukarno, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Sosiologi-Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sebelas Maret.
4. Drs. Amir Fuady, M.Hum pembantu Dekan III FKIP UNS yang telah
memberi banyak kemudahan pada peneliti.
5. Drs. Basuki Haryono, M.Pd selaku Pembimbing I yang dengan sabar dan
penuh perhatian memberikan pengarahan dan bimbingannya.
6. Ibu Atik Catur Budiati, S. Sos, MA selaku Pembimbing II yang dengan
sabar dan penuh perhatian memberikan pengarahan, masukan serta saran yang membangun demi penyempurnaan penulisan skripsi.
7. Drs. Slamet Subagyo, M.Pd selaku Pembimbing Akademik terima kasih
atas kesabaran dan petunjuk yang diberikan selama peneliti menempuh studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
(10)
commit to user
x
8. Segenap Bapak/Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi
Antropologi yang telah memberikan ilmu kepada peneliti selama di bangku kuliah.
9. Kepala Badan Kesbangpolinmas Kabupaten Wonogiri beserta stafnya atas
pelayanan dalam pembuatan surat ijin penelitian.
10.Bapak Tarno, Kepala Desa Ngaglik yang telah memberi izin kepada
peneliti untuk melaksanakan penelitian.
11.Bapak Supriyatno, Sekretaris Desa Ngaglik yang telah memberikan
informasi kepada peneliti sehingga mempermudah peneliti dalam menyusun skripsi.
12.Masyarakat Desa Ngaglik yang telah meluangkan waktu dan kontribusinya
dalam memberikan informasi kepada peneliti sehubungan dengan skripsi ini.
13.Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas semua
bentuk bantuan dan dukunganya
Pada akhirnya peneliti berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi pihak-pihak terkait pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Disamping itu peneliti juga mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun bagi kesempurnaan penelitian ini.
Surakarta, Agustus 2010
(11)
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
PENGAJUAN ... ii
PERSETUJUAN ... iii
PENGESAHAN... iv
ABSTRAK ... v
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian... 5
BAB II LANDASAN TEORI... 6
A. Tinjauan Pustaka ... 6
B. Penelitian Yang Relevan... 20
C. Kerangka Berfikir ... 22
BAB III METODE PENELITIAN... 24
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 25
C. Sumber Data... 28
D. Teknik Cuplikan ... 28
(12)
commit to user
xii
F. Validitas Data ... 33
G. Teknik Analisis Data ... 33
H. Prosedur Penelitian ... 35
BAB IV SAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA PENELITIAN… 37
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 37
1. Gambaran Umum Desa Ngaglik ... 37
2. Sejarah Munculnya Kerajinan Mainan di Desa Ngaglik 44
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian... 47
1. Relasi Sosial Masyarakat Pengrajin Mainan... 48
a. Relasi Sosial yang Terjalin Antara Masyarakat Peng-rajin dengan Masyarakat Sekitar ... 48
b. Relasi Sosial yang Terjalin Antara Pengrajin Pengrajin ... 57
c. Relasi Sosial yang Terjalin Antara Pengrajin dengan-Pembeli... 62
d. Relasi Sosial yang Terjalin Antara Pengrajin dengan-Aparat Pemerintah ... 65
2. Strategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan ... 67
a. Adaptasi Ekonomi Masyarakat Pengrajin Mainan ... 67
b.Organisasi Sosial Melalui Paguyupan dan Pasar Pahing 73
c. Strategi Penjualan Masyarakat Pengrajin Mainan Desa- Ngaglik ... 77
d.Strategi Keberlangsungan Pengrajin Mainan... 81
Kesimpulan Hasil Temuan... 85
C. Temuan Studi yang Dihubungkan Dengan Kajian Teori... 88
1. Wujud Solidaritas Mekanik Masyarakat Pengrajin - Mainan Desa Ngaglik ... 88
2. Strategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan ... 96
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN... 106
A. Simpulan ... 106
(13)
commit to user
xiii
C. Saran ... 112
DAFTAR PUSTAKA... 114
(14)
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Masyarakat, Subsistem dan Imperatif Fungsionalnya... 18 Tabel 2 Waktu dan Kegiatan Penelitian... 25
(15)
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1 Skema Kerangka Berfikir ... 22
(16)
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1.Field Note ... 117
2.Foto-foto penelitian... 195
3.Peta... 208
4.Daftar Aparat Pemerintah Desa Ngaglik... 209
5.Susunan Keanggotaan Permusyawaratan Desa ... 210
6.Susunan Pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ... 211
7.Susunan Pengurus Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga 212 8.Data Nama Ketua RW dan Ketua RT ... 213
9.Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ... 214
10.Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada PD 1 ... 215
11.Surat Permohonan Ijin Research Kepada Rektor UNS... 216
12.Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Kepala Bakesbang Polinmas ... 217
13.Surat Rekomendasi Research dari Bakesbang Polinmas Wonogiri.. 218
14.Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Kepala Desa - Ngaglik ... 219
15.Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian... 220
16.Curiculum Vitae... ... 221
(17)
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian di sektor pertanian. Petani hidup di daerah pedesaan yang aktivitas hidup utamanya pada bidang pertanian adalah ciri utama agraris. Namun tanah yang merupakan sumber utama kehidupan masyarakat desa semakin sempit disebabkan oleh tingkat pertumbuhan dan penyebaran penduduk yang tidak merata sehingga terjadi pengalihan lahan perumahan dan industri, disamping itu terjadinya mekanisasi di sektor pertanian yang berakibat makin berkurangnya pekerjaan sektor pertanian.
Petani di Pulau Jawa mempunyai lahan yang sempit dimana kepemilikan tanah mereka rata-rata kurang dari 0,5 hektar. Faktor sempitnya tanah mengakibatkan hasil pertanian tidak sesuai dengan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga (Husein Sawit, 1979: 9). Data ini memperlihatkan bahwa antara jumlah tenaga kerja yang ada dengan luas lahan pertanian yang tersedia tidak seimbang. Berkaitan dengan hal itu diperlukan kesempatan kerja di luar sektor pertanian yang mampu menampung kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian serta dapat memperbaiki pendapatan keluarga. Sektor pertanian semakin kurang bisa diandalkan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat desa. Hal tersebut dibuktikan oleh semakin banyaknya orang yang tinggal di lingkungan pertanian yang menyandarkan hidup mereka di sektor perdagangan, jasa, industri dan kerajinan.
Pekerjaan diluar sektor pertanian merupakan sumber penting bagi ekonomi rumah tangga pedesaan. Petani dalam banyak kasus menghabiskan sebagian waktu atau bahkan seluruh waktunya baik di desanya atau di luar desanya bekerja di luar sektor pertanian. Masyarakat desa awalnya mengganggap bahwa pekerjaan di luar sektor pertanian hanyalah sebagai pekerjaan sampingan yang terpaksa dilakukan karena keadaan memaksa misalnya saja gagal panen atau
(18)
commit to user
produksi merosot rendah karena serangan hama penyakit. Namun saat ini banyak fenomena yang cukup menarik yaitu pekerjaan sampingan tersebut justru menjadi pekerjaan utama dari masyarakat desa. Pekerjaan diluar sektor pertanian pada masyarakat pedesaan diharapkan mampu menjadi pengganti pendapatan disektor pertanian bagi masyarakat desa.
Masyarakat Bulukerto adalah masyarakat pertanian, Desa Ngaglik termasuk salah satu desa yang ada di Kecamatan Bulukerto yang sumber mata pencahariannya di sektor pertanian. Namun tanah yang pertanian yang dimiliki penduduk tidak dapat mencukupi kebutuhan pokok perkepala keluarga dikarenakan lahan yang mereka miliki sempit dengan tanah pertanian yang bermutu sedang yang mengandalkan pengairan dari air sungai (setengah irigasi) dan tadah hujan, sehingga tingkat produksinya rendah. Hasil pertanian hasilnya hanya cukup untuk makan seluruh penduduk selama 10 bulan setiap tahunnya (Sumber : wawancara di kantor desa tanggal 19 Maret 2009). Oleh karena itu masyarakat berupaya menambah pendapatan dengan membuat kerajinan.
Tidak semua wilayah memiliki potensi kerajinan yang mendapat sorotan dari masyarakat. Kalaupun ada tempat industri kerajinan rumah tangga tentunya masing-masing memiliki karakteristik yang tidak dimiliki wilayah lain. Seperti yang diungkapkan Bupati Wonogiri, Begug Poernomosidi SH mengatakan bahwa Wonogiri memiliki potensi kerajinan yang luar biasa dan bersifat spesifik. Oleh karena itu masyarakat diharapkan meningkatkan kreativitas termasuk di Desa Ngaglik Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri yang memiliki industri kerajinan mainan sehingga dapat menambah penghasilan, memperbaiki kesejahteraan dan nasib kehidupannya.(Sumber : Bambang Purnomo, 2006)
Desa Ngaglik merupakan salah satu penghasil kerajinan mainan yang cukup banyak ditemukan di Kecamatan Bulukerto. Pengrajin mainan dapat ditemui dengan mudah di banyak tempat karena 30% masyarakat berprofesi sebagai pengrajin mainan. Aneka kerajinan mainan tersebut adalah terompet dan empet yang dibuat oleh 630 orang, topeng yang dibuat oleh 15 orang, kitiran dibuat oleh 48 orang dan wayang kardus yang dibuat oleh 32 orang (Sumber : RPJM Desa Ngaglik tahun 2009-2013).
(19)
commit to user
Keberadaan terompet mainan sendiri sudah ada sejak tahun 1978, pertama kalinya terompet-terompet hasil karya masyarakat Ngaglik dijual ke Surabaya. Keberadaan terompet mainan sepertinya tidak dapat dilepaskan dengan event menyambut Tahun Baru. Sebab, telah menjadi tradisi bagi orang kota, pada setiap menyongsong pergantian tahun mereka ramai-ramai meniupkan terompet. Tradisi tahunan penyambutan tahun baru itu memberikan kesempatan kepada para perajin terompet di pedesaan di Kecamatan Bulukerto yang selalu melakukan persiapan panjang sebelum menjajakan terompetnya di malam penyambutan Tahun Baru. Ada yang memulai persiapan sejak tiga atau empat bulan yang lampau. Pada saat Tahun Baru hampir semua penduduk baik pria dewasa dan sebagian penduduk wanita membuat terompet tahun baru. Bahkan mereka yang bekerja sebagai PNS setiap menjelang tahun baru mengambil cuti selama tiga hari hanya untuk membuat terompet tahun baru. Sekdes Ngaglik Supriyatno mengatakan bahwa keuntungan dari berjualan terompet memang menjanjikan, apalagi saat menjelang natal dan tahun baru, biasanya beliau juga mengambil cuti (Sumber : wawancara di kantor desa tanggal 19 Maret 2009).
Namun demikian, masih ada kerajinan lain yang dihasilkan masyarakat setempat. Kerajinan tersebut adalah topeng, kitiran, terompet dan wayang yang terbuat dari bahan karton, masyarakat setempat menyebutnya ”Wayang Kardus”. Berbeda dengan terompet yang produksinya mencapai puncaknya saat menjelang tahun baru. Topeng, kitiran dan wayang kardus diproduksi oleh para pengrajin sepanjang tahun. Sejarah adanya kerajinan wayang kardus di mulai jauh sebelum kerajinan terompet ada yaitu sekitar tahun 1950. Menurut Sekretaris desa dan masyarakat setempat asal mula kerajinan itu tidak terlepas dari peran almarhum Mbah Dikromo yang dulu juga menjual kalung opak (sejenis penganan) dan mainan berupa wayang kardus dan kitiran. Saat itu beliau membuat wayang kardus dan kitiran namun masih sederhana baik dalam bentuk dan ukuran, selanjutnya dijual ke berbagai daerah seperti Magelang, Madiun, Nganjuk dengan berjalan kaki (Sumber : wawancara di kantor desa tanggal 19 Maret 2010).
Industri mainan di Desa Ngaglik dapat bertahan hingga sekarang meskipun telah banyak muncul produk yang sejenis maupun mainan-mainan
(20)
commit to user
modern yang beredar di pasaran. Bisa dikatakan semua warga di Desa Ngaglik mahir membuat terompet dan mainan lainya sesuai dengan kreativitasnya masing-masing. Industri mainan ini dikerjakan oleh anggota keluarga yaitu ayah, ibu, anak, kakek dan nenek. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti kehidupan sosial ekonomi masyarakat pengrajin mainan di Desa Nganglik, Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri. Dalam penelitian ini penulis mengambil judul, “KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGRAJIN MAINAN”(Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Stategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri).
B. Perumusan Masalah
Bagaimanakah kehidupan sosial ekonomi masyarakat pengrajin mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri dilihat dari:
1. Bagaimana relasi sosial yang terjalin antara masyarakat pengrajin dengan
masyarakat sekitar, dengan sesama pengrajin, dengan pembeli dan dengan aparat pemerintah terkait ?
2. Bagaimana strategi bertahan masyarakat Ngaglik dalam melangsungkan usaha
kerajinan mainan ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka
penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mendeskripsikan relasi sosial yang terjalin antara masyarakat pengrajin
dengan masyarakat sekitar, dengan sesama pengrajin, dengan pembeli dan dengan aparat pemerintah terkait.
2. Untuk mendeskripsikan strategi bertahan masyarakat Ngaglik dalam
(21)
commit to user
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
1. Manfaat Teoritis
a. Teridentifikasinya strategi bertahan masyarakat Ngaglik dalam
melangsungkan usaha kerajinan terompet di Desa Ngaglik Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri dalam analisis Parson melalui skema
AGIL yang meliputi Adaptation (Adaptasi), Goal attainment (Pencapaian
tujuan), Integration (Integrasi) dan Latency (Latensi atau pemeliharaan
pola).
b. Menambah wawasan tentang adanya relasi sosial masyarakat pengrajin
mainan dan masyarakat sekitar dalam analisis Emile Durkheim yang melihat solidaritas mekanik yang tercipta di masyarakat
c. Dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti-peneliti sejenis untuk tahapan
selanjutnya yang lebih baik.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis digunakan sebagai salah satu syarat menempuh jenjang
pendidikan Stata-1 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
b. Bagi Pemerintah serta instansi pemerintah desa, khususnya Pemerintah
Daerah tingkat II Kabupaten Wonogiri penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dalam menetapkan kebijaksanaan pengembangan pedesaan.
c. Bagi Pengrajin, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan yang bermanfaat bagi masyarakat pengrajin mainan,
sebagai bahan informasi untuk mengambil keputusan untuk
(22)
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI A.Tinjauan Pustaka
Kehidupan sosial ekonomi merupakan aktivitas yang menyangkut seseorang dalam hubungannya dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada sebuah pola saling keterpautan antara dua sendi kehidupan yaitu sosial dan ekonomi. Keduanya berada dalam sebuah sistem yang disebut masyarakat. Kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama dengan berkelompok dan menempati suatu wilayah dengan menjunjung adat istiadat setempat dikenal dengan istilah masyarakat (Koentjaraningrat, 1990: 146). Masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, dengan atau karena sendirinya berkaitan secara golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu sama lain (Hassan Shadily, 1984: 47). Parson seorang aliran sosial fungsionalis memandang masyarakat sebagai suatu sistem tersendiri yang dilingkupi oleh kepribadian dan sistem budaya (Pasaribu dan Simandjuntak, 1986: 16). Masyarakat bukan hanya sekedar suatu penjumlahan individu semata-mata melainkan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka, sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-cirinya sendiri (Durkheim dalam Berry 1981: 5).
Sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok yaitu sebagai berikut :
1. kelompok manusia.
2. yang sedikit banyak memiliki kebebasan dan bersifat kekal.
3. menempati suatu kawasan.
4. memiliki kebudayan.
5. memiliki hubungan dalam kelompok yang bersangkutan (Horton dan Hunt
dalam Ridwan Effendi, 2004: 10)
Dengan demikian, karakteristik dari masyarakat itu terutama terletak pada kelompok manusia yang bebas dan bersifat kekal, menempati kawasan tertentu,
(23)
commit to user
memiliki kebudayaan serta terjalin dalam suatu hubungan di antara anggota-anggotanya. Sistem kehidupan masyarakat menimbulkan kebiasaan, sikap, tradisi dan kebudayaan yang selalu didukung oleh masyarakat pendukungnya, oleh karena itu setiap anggota kelompok merasa terikat dan mempunyai hubungan yang sangat erat satu sama lainya. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat pada hakikatnya adalah satu wujud dari kesatuan hidup manusia yang di dalamnya mempunyai ciri-ciri adanya interaksi, adanya ikatan pada tingkah laku khas di dalam suatu sektor kehidupan yang mantap dan kontinyu serta adanya identitas terhadap kelompok dimana manusia itu menjadi bagian dari padanya.
Masyarakat biasanya menempati suatu wilayah tempat tinggal. Apabila anggota-anggota suatu kelompok baik itu kelompok besar ataupun kecil hidup bersama sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama, maka kelompok tadi disebut masyarakat setempat. ”Masyarakat setempat adalah suatu wadah dan wilayah dari kehidupan sekelompok orang yang ditandai oleh adanya hubungan sosial” (Basrowi, 2006: 37). Di dalam masyarakat setempat terdapat tipe-tipe masyarakat yang saling berpautan, klasifikasi masyarakat setempat menggunakan empat kriteria, yaitu:
1. jumlah penduduk,
2. luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman,
3. fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat,
4. organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan (Soerjono Soekanto, 2007:
143).
Klasifikasi masyarakat setempat menurut jumlah penduduk maksudnya, kelompok manusia dapat dikatakan sebagai masyarakat apabila mereka membentuk suatu kelompok yang terdiri dari banyak orang. Masyarakat juga harus memiliki lahan yang luas untuk ditempati sekelompok orang dengan batas-batasnya, lahan tersebut memiliki kekayaan yang dapat digunakan untuk kebutuhan masyarakat seperti bertani, berladang dan mendirikan tempat tinggal dan lain sebagainya. Masyarakat berfungsi sebagai sarana penghubung antar
(24)
commit to user
orang, wadah penampung kebersamaan, serta sebagai pelindung warga masyarakat. Masyarakat juga membentuk organisasi sebagai penampung aspirasi masyarakat dalam berkelompok. Dari pendapat di atas, masyarakat setempat dapat disimpulkan sekelompok manusia yang berhubungan erat saling timbal balik dengan menempati suatu wilayah dengan batas-batasnya dan memiliki norma adat istiadat.
Dalam masyarakat modern, masyarakat dibedakan menjadi dua, yaitu
masyarakat pedesaan atau rural community dan masyarakat perkotaan atau urban
comunity (Soerjono Soekanto, 2007: 136).
Rural Communities are localities which are usually small having a homogeneity of culture and personal relationships
.
Althougt Urban Communities Refer to the cities or urban ettlements characterized by size, density and heterogeneity, which in combination provide the basis for a complex division of labor and fundamental changes in the nature of social relationships. (Sañana and Pajarillo, 2010: 6)Pedesaan adalah daerah yang pada umumnya kecil memiliki homogenitas budaya dan hubungan pribadi. Sedangkan perkotaan dicirikan oleh ukuran, kepadatan dan heterogenitas, yang dalam kombinasi memberikan dasar untuk pembagian kerja yang kompleks dan perubahan mendasar di dalam hubungan sosial (Sañana and Pajarillo, 2010: 6)
Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual (Soerjono Soekanto, 2007: 136).
Dalam memahami masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan tidak bisa di definisikan secara universal dan obyektif, tetapi berpatokan pada ciri-ciri masyarakat. Ciri-ciri itu ialah adanya sejumlah orang, tinggal dalam daerah tertentu, adanya sistem hubungan, ikatan atas dasar kepentingan bersama, tujuan dan bekerja bersama, ikatan atas dasar
unsur-unsur sebelumya, rasa solidaritas, sadar akan adanya
interdependensi, adanya norma-norma dan kebudayaan. Kesemua ciri-ciri masyarakat ini di coba ditranformasikan pada realita desa dan kota, dengan menitikberatkan pada kehidupanya (Munandar Soelaeman, 2006 :131-132).
(25)
commit to user
Dalam penelitian ini hal utama yang akan dibahas adalah mengenai kehidupan masyarakat desa. Umumnya penduduk pedesaan di Indonesia ini apabila ditinjau dari segi kehidupan, sangat terikat dan tergantung dari tanah. Biasanya mereka bertani semata-mata untuk mencukupi kebutuhan sendiri dan tidak untuk dijual. Mereka puas apabila kebutuhan keluarga telah terpenuhi, cara
bertani inilah yang dinamakan subsistence farming (Wharton dalam Raharjo,
2004: 70).
Dalam mengambarkan masyarakat agraris Scott mengungkapkan moral ekonomi petani etika subsistensi berusaha menghindari kegagalan yang menghancurkan kehidupannya dan bukan berusaha memperoleh keuntungan besar dengan mengambil resiko (Damsar, 2002:67). Karena lahan-lahan pertanian juga yang terbatas mendorong masyarakat untuk mencari alternatif lain sebagai mata pencaharian hidup. Seperti yang dikemukakan oleh Scott (1989: 20) bahwa :
”pada satu keluarga yang jumlah anggotanya tidak berubah, proporsisi waktu dalam satu tahun yang digunakan untuk membuat barang-barang kerajinan tangan dan untuk bekerja sebagai tukang semakin besar apabila lahan yang tersedia untuk keluarga itu semakin berkurang.” Hal ini juga yang terjadi di masyarakat Desa Ngaglik, kehidupan pertanian yang tidak menjanjikan menyebabkan para petani mencari usaha lain diluar sektor pertanian. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup pada masyarakat Ngaglik dilakukan dengan membuat kerajinan mainan. Kerajinan mainan di Desa Ngaglik tumbuh dan berkembang secara alamiah dari spesifikasi masyarakat setempat yang menghasilkan beraneka macam mainan. Kerajinan sendiri mempunyai pengertian merupakan ketrampilan yang berhubungan dengan suatu pembuatan barang yang dikerjakan secara teliti dan biasanya dominan dikerjakan dengan tangan atau sedikit menggunakan teknologi (Sulaiman dalam Mahendra Wijaya, 2001: 30). Sedangkan Larasati Suliantoro Sulaiman mengemukakan bahwa pengertian dari kerajinan dapat ditinjau dari beberapa arti :
1. Kerajinan secara umum dapat diartikan suatu ketrampilan yang dihubungkan
dengan suatu pembuatan barang yang harus dikerjakan secara rajin dan teliti, dan biasanya dikerjakan dengan menggunakan tangan.
(26)
commit to user
2. Kerajinan dilihat dari aspek budaya
Kerajinan berhubungan erat dengan sistem upacara kepercayaan, pendidikan, kesenian, teknologi, peralatan bahkan juga mata pencaharian.
(Mubyarto, 1985: 360-363).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kerajinan merupakan suatu ketrampilan tenaga manusia untuk menciptakan suatu barang yang bernilai. Dalam suatu penciptaan hasil karya kerajinan tentunya tidak lepas dari keberadaan pengrajin. Pengrajin memegang peranan penting dalam mewujudkan produk kerajinan.
Perajin adalah orang yang mempunyai kecakapan atau ketrampilan dalam bentuk suatu seni atau kemahiran dalam menggunakan alat perkakas. Tetapi pekerjaan yang menyangkut kecakapan dalam penguasaan teknis dan perkakas itu tidak menuntut adanya suatu penciptaan ataupun keaslian (Larasati Suliantoro Sulaiman dalam Mubyarto, 1985: 364).
Sedangkan pengertian pengrajin menurut Anton M. Moeliono dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 721) pengrajin adalah orang yang pekerjaanya membuat kerajinan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengrajin mainan adalah sekelompok individu yang mempunyai keahlian dan melakukan aktivitas membuat mainan, baik pekerjaan itu sebagai mata pencaharian pokok maupun sampingan dengan menggunakan ketrampilan tangan para pekerjanya dan alat-alat yang sangat sederhana. Kerajinan mainan yang ada di Desa Ngaglik ini tidak membuat masyarakatnya meninggalkan pekerjaanya sebagai seorang petani, sebab kerajinan mainan ini merupakan pekerjaan sampingan dari masyarakat Ngaglik tapi tidak menutup kemungkinan bahwa kerajinan mainan justru menjadi pekerjaan yang primer bagi unit-unit keluarga. Untuk melihat kehidupan sosial ekonomi masyarakat pengrajin mainan, dalam penelitian ini akan dibahas tentang:
1. Relasi Sosial Masyarakat Pengrajin Mainan
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain, mulai dari dilahirkan sampai meninggal dunia.
(27)
commit to user
Manusia selalu berelasi, berinteraksi, berkomunikasi dan saling membutuhkan. Di dalam dirinya ada hasrat untuk berhubungan baik dengan orang lain dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Masing-masing individu sadar akan kekurangan yang ia miliki dan tidak mungkin semua kebutuhan hidupnya dapat dipenuhi sendiri.
Upaya untuk memenuhi kepentingan individu tersebut bisa terlihat dari terbentuknya relasi sosial dalam masyarakat sesuai dengan lingkunganya dan kemampuanya. Manusia dengan sendirinya akan berelasi atau membentuk
hubungan sosial dengan orang lain. Bintarto berpendapat bahwa relasi adalah
hubungan antara dua gejala, dua komponen, dua individu atau lebih yang dapat menimbulkan pengaruh (1983: 63). Dengan demikian maka relasi sosial itu merupakan hubungan yang dinamis dalam kehidupan masyarakat yang dapat dimulai dari pertemuan antara dua orang, di mana kedua orang tersebut saling menegur, berjabat tangan dan saling berbicara, saling mempengaruhi, mengemukakan pendapat, perasaan, harapan yang ada di benaknya. Relasi menimbulkan pengaruh timbal balik antara individu dan golongan di antara usaha individu dan golongan itu untuk mencapai tujuannya.
Adanya relasi sosial yang terjalin dalam kelompok masyarakat mengakibatkan terbentuknya kesadaran kolektif di antara para pelaku sosial. Kesadaran kolektif ini sangat penting dalam membangun kekuatan suatu komunitas masyarakat, termasuk dalam masyarakat pengrajin mainan di Ngaglik. Perasaan saling memiliki diperlukan untuk meningkatkan produktivitas pengrajin itu sendiri. Selama menekuni pekerjaan membuat kerajinan mainan, pengrajin harus menjalin relasi yang baik dengan berbagai pihak yang nantinya akan menguntungkan pengrajin itu sendiri. Dalam kehidupan bermasyarakat, pengrajin menjalin hubungan satu sama lain dengan prinsip saling memberi dan menerima. Orang akan berelasi dan berinteraksi saling bantu membantu dalam kehidupan sosialnya agar hubungan ekonominya tetap terjalin dengan baik
Ferdinand Tonnies memberikan konsep gemeinschaft untuk masyarakat
desa. Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama di mana anggotanya diikat
(28)
commit to user
gemeinshaft terutama akan dijumpai dalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga, desa dan lain sebagainya (Basrowi, 2006: 128-129). Sedangkan Gesellshaft merupakan bentuk kehidupan bersama dimana para anggotanya mempunyai hubungan yang bersifat pamrih dan dalam waktu pendek (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 33)
Menurut Charles H. Cooley konsep primary group dan secondary group.
Primary group adalah kelompok-kelompok yang dicirikan kenal-mengenal antara anggota-anggotanya serta kerjasama erat yang bersifat pribadi. Sebagai salah satu hasil hubungan yang erat dan pribadi tadi adalah peleburan daripada individu-individu dalam satu kelompok sehingga tujuan individu-individu-individu-individu juga menjadi tujuan dalam kelompoknya ( Soerjono Soekanto, 2007 : 110). Kelompok primer
atau primary group ini sangat berguna sekali bagi individu, baik dalam hal
kepentingan maupun keamanan individu sehubungan dengan adanya hubungan
yang erat di antara para anggotanya. Kelompok primer atau primary group dalam
konteks masyarakat dapat dikarakteristikan dalam masyarakat pedesaan. Sedang
untuk kelompok sekunder atau secondary group, Cooley tidak menyebutkan
ciri-ciri yang khas. Namun dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang telah dikatakan pada kelompok primer adalah kebalikan dari kelompok sekunder. Kelompok sekunder dapat dikarakteristikan seperti masyarakat kota dimana tingkat individualisnya sangat tinggi.
Solidaritas sosial juga dapat dijadikan sebagai faktor penentu perbedaan karakteristik antara desa dan kota. Solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama (Johson, 1988: 181). Solidaritas sosial pada masyarakat pedesaan lebih didasarkan atas kesamaan-kesamaan sedangkan pada masyarakat perkotaan justru didasarkan pada perbedaan-perbedaan. Kesamaan-kesamaan atas dasar solidaritasnya menciptakan hubungan yang bersifat informal pada masyarakat desa, sebaliknya pada masyarakat perkotaan, karena solidaritasnya didasarkan pada ketidaksamaan yang tercipta karena adanya pembagian kerja (division of labor) maka hubungan-hubunganya bersifat formal.
(29)
commit to user
Durkheim memberikan karakteristik desa dengan konsepnya tentang solidaritas mekanik yaitu dengan ciri-ciri :
a. Pembagian kerja rendah
b. Kesadaran kolektif kuat
c. Hukum represif dominan
d. Individualitas rendah
e. Konsensus terhadap pola-pola normatif itu penting
f. Keterlibatan komunitas dalam menghukum orang-orang yang menyimpang
g. Secara relatif saling ketergantungan itu rendah
h. Bersifat primitif atau pedesaan (Johnson, 1988: 188)
Ciri-ciri yang diungkapkan Durkheim di atas dapat digunakan untuk menganalisa masyarakat. Pada masyarakat desa biasanya terdapat kepercayaan-kepercayan dan sentimen bersama yang sama. Solidaritas tergantung pada individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola normatif yang sama juga, oleh karena itu individualitas tidak berkembang, individualitas terus menerus dilumpuhkan oleh tekanan yang besar sekali untuk konformitas.
Konformitas diartikan sebagai bentuk interaksi yang di dalamnya seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok (Shepard dalam Kamanto Sunarto, 2004: 185). Sedangkan Merton mengartikan bahwa konformitas adalah cara adaptasi individu dalam mana perilaku mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat dan mengikuti cara yang ditentukan masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut (Kamanto Sunarto, 2004: 185). Jadi dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah penyesuaian diri dengan masyarakat dengan cara mengindahkan kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat itu sendiri. Suatu kaidah akan timbul dalam suatu masyarakat karena diperlukan sebagai pengatur hubungan antara seorang dengan orang lain, antara seseorang dengan masyarakatnya. Dalam masyarakat yang primitif atau pedesaan, homogen dan tradisional konformitas warga masyarakat kuat. Misalnya dalam pemeliharan dan mempertahankan tradisi. Dalam menghukum seseorang yang menyimpang di masyarakat, terkadang tidak menyesuaikan hukuman itu dengan tindak kejahatan, hukuman itu mencerminkan dan menyatakan kemarahan kolektif.
(30)
commit to user
Suatu aturan hukum bisa didefinisikan sebagai suatu aturan berperilaku yang mempunyai sanksi. Sanksi represif merupakan ciri khas dari hukum pidana dan terdiri atas suatu pemaksaan suatu bentuk penderitaan atas diri individu sebagai hukuman atas pelanggaran yang dia lakukan. Sanksi-sanksi demikian meliputi pencabutan kebebasan, mengenakan rasa nyeri, kehilangan hormat dan sebagainya. Kejahatan adalah tindakan yang melanggar perasaan yang secara universal telah disepakati anggota-anggota masyarakat. Landasan moral yang tersebar dari hukum pidana terbukti dari sifatnya yang umum (Giddens, 1986: 93)
Ciri khas yang penting dari solidaritas mekanik adalah bahwa solidaritas itu didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen dan sebagainya. Homogenitas terjadi jika pembagian kerja sangat minim sehingga secara relatif saling ketergantungan rendah.
Durkheim juga memberikan karakteristik kota dengan konsepnya tentang solidaritas organik yaitu dengan ciri-ciri :
a. Pembagian kerja tinggi
b. Kesadaran kolektif lemah
c. Hukum retitutif dominan
d. Individualitas tinggi
e. Konsensus pada nilai-nilai abstrak dan umum itu penting
f. Badan-badan kontrol sosial yang menghukum orang-orang yang menyimpang
g. Saling ketergantungan yang tinggi
h. Bersifat industrial-perkotaan (Johnson 1988: 188)
Solidaritas organik bukan hanya berasal dari penerimaan suatu perangkat bersama dari kepercayaan atau sentimen tapi dari ketergantungan fungsional di dalam pembagian kerja. Pada masyarakat kota terdapat spesialisasi pekerjaan, setiap posisi yang ada menuntut adanya keahlian tertentu. Perluasan pembagian kerja kemudian dikaitkan dengan individualisme yang makin meningkat. Hal inilah yang menyebabkan tingkat individualisnya tinggi, bahkan sampai pada kehidupan sosialnya. Masyarakat kota cenderung menutup diri dengan lingkungan sekitar. Masyarakat kota mengenal adanya hukum restitutif. Orang-orang yang menyimpang tersebut dihukum melalui badan-badan kontrol sosial. ”Dalam hukum restitutif, segi komitmen hukum secara khusus di definisikan menurut jenisnya, baik kewajiban maupun hukumanya atas suatu pelanggaran” (Giddens, 1986: 93) Sanksi restitutif melibatkan usaha perbaikan, penegakan kembali
(31)
commit to user
hubungan sebelum terjadi pelanggaran undang-undang. Dengan demikian bila seseorang menyatakan dirugikan orang lain maka inti proses hukumnya adalah mengusahakan ganti rugi kepada si penuntut jika tuntutannya dikabulkan.
Ciri khas yang penting dari solidaritas organik adalah bahwa solidaritas itu didasarkan pada suatu tingkat heterogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen, kehidupan dan kepercayaan. Heterogenitas tinggi terjadi jika pembagian kerja sangat beraneka ragam sehingga tercipta ketergantungan yang cukup tinggi.
Dalam penelitian ini, relasi sosial yang dibahas adalah hubungan-hubungan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Ngaglik yang meliputi relasi sosial yang terjalin antara masyarakat pengrajin dengan masyarakat sekitar, pengrajin dengan sesama pengrajin, pengrajin dengan pembeli dan aparat pemerintah terkait dalam kaitannya mengenai masalah perekonomian dengan mengunakan pendekatan analisis Durkheim mengenai konsep solidaritas mekanik dan organik.
2. Strategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan
Masalah pemenuhan kebutuhan hidup merupakan hal yang sangat penting dalam rangka bertahan hidup bagi rumah tangga, oleh karena itu diperlukan strategi yang merupakan usaha pengrajin untuk mengadaptasikan diri pada perubahan sosial, ekonomi, budaya serta kekuatan-kekuatan lainya diluar unit kolektif masyarakat pengrajin tersebut. Seorang pengrajin dalam sebuah
komunitas masyarakat mengenal adanya modal sosial (social capital).
Social capital can be defined as supporting human relationship that enable people to work together for common purposes. In particular, ”trust” underlies and sustains institutions. Trust is a voluntary relationship built through common pattern of socialization and acceptance of institutions, rules, norms, identities, and beliefs (Fukuyama, 1995). Robert Putnam (1993) showed how social capital or the lack of it operated in different part of Italy. Putnam point out the relationship between social capital and the acceptance of democratic norms. In the United States, social capital is often used to promote community development and economic prosperity (Briggs, Gittel and Vidal dalam Savitch and Paul, 2003: 11).
(32)
commit to user
Modal sosial bisa didefinisikan sebagai pendukung hubungan manusia yang memungkinkan orang untuk bekerja sama untuk tujuan yang sama. Secara khusus, "kepercayaan" mendasari dan mendukung lembaga-lembaga. Kepercayaan adalah hubungan sukarela dibangun melalui pola umum sosialisasi dan penerimaan dari lembaga-lembaga, aturan, norma, identitas, dan kepercayaan (Fukuyama, 1995). Robert Putnam (1993) menunjukkan bagaimana modal sosial atau kurangnya itu beroperasi di bagian yang berbeda dari Italia. Putnam menunjukkan hubungan antara modal sosial dan norma-norma demokratis penerimaan. Di Amerika Serikat, modal sosial sering digunakan untuk mempromosikan pembangunan masyarakat dan ekonomi kemakmuran (Briggs, Gittel dan Vidal dalam Savitch and Paul , 2003: 11).
Social capital merupakan tindakan saling mempercayai antara pihak yang satu dengan yang lain, dimana antara pihak-pihak tersebut selalu sedia
membantu satu sama lain. Social capital dapat diukur dan dilihat dari kepercayaan
atau sifat amanah (trust), solidaritas dan toleransi (Rusdi Syahra dalam Jurnal
Dinamika Vol. 3 No. 2, 2003 :60). Kepercayaan, atau sifat amanah (trust) adalah
kecenderungan untuk menepati sesuatu yang telah dikatakan dengan baik secara lisan ataupun tulisan. Adanya sifat kepercayaan ini merupakan landasan utama bagi kesediaan seseorang untuk menyerahkan sesuatu kepada orang lain, dengan keyakinan bahwa yang bersangkutan akan menepati kewajibanya. Solidaritas, adalah kesediaan untuk secara suka rela ikut menanggung suatu konsekwensi sebagai wujud adanya rasa kebersamaan dalam menghadapi suatu masalah. Sedangkan toleransi adalah kesediaan untuk memberikan kelonggaran baik dalam
bentuk materi maupun non materi. Konsep social capital mengacu pada
relasi-relasi sosial, maupun institusi-institusi, norma sosial dan saling percaya antar individu atau kelompok sehingga mempunyai dampak positif terhadap peningkatan kehidupan masyarakat pengrajin itu sendiri. Masyarakat merupakan kehidupan sosial yang berlangsung dalam suatu wadah. Menurut Talcott Parson kehidupan sosial harus dipandang sebagai sebuah sistem sosial. Talcott Parsons mengatakan bahwa:
”... a social system consists in a plurality of individual actors interacting with each other in a situation which has at least a physical or environmental aspect, actors who are motivated in terms of a tendency to the optimization or gratification and whose relation to their situations, including each other, is defined and mediated in terms of a social system
(33)
commit to user
of culturally structured and shared symbols…”(Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 125)
“…sistem sosial terdiri dalam pluralitas aktor individu berinteraksi satu sama lain dalam situasi yang setidaknya aspek fisik atau lingkungan, aktor yang termotivasi dalam hal kecenderungan untuk optimasi atau kepuasan dan yang berkaitan dengan situasi mereka, termasuk masing-masing lain, didefinisikan dan dimediasi dalam suatu sistem sosial budaya terstruktur dan bersama simbol-simbol…”(Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 125)
Sistem sosial merupakan kumpulan dari beberapa unsur atau komponen yang dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat yang terdiri dari beberapa peran (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 125). Misalnya dalam bidang pemerintahan ada peran sebagai presiden, menteri, bupati, kepala desa dan sebagainya, dalam bidang pendidikan terdapat peran sebagai rektor, dosen, guru, kepala sekolah dan lain sebagainya, dalam bidang kesehatan ada dokter, perawat, petugas laboratorium, bidan dan lain sebagainya. Karakteristik dari sistem memperlihatkan bahwa adanya unsur-unsur atau komponen sistem itu saling berhubungan satu sama lain dan saling tergantung yang dapat ditemukan dalam setiap kehidupan masyarakat, dimana peran-peran sosial sebagai komponen sistem sosial itu saling berhubungan dan saling tergantung (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 125).
Sistem sosial dalam analisis Parson ini dapat menjelaskan strategi bertahan dalam sebuah masyarakat. Sistem sosial terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan satu sama lain, saling tergantung dan berada dalam suatu kesatuan (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 124). Sistem sosial dijelaskan oleh Parson melalui empat subsistem yang menjalankan fungsi-fungsi utama didalam kehidupan masyarakat yang sering disingkat dengan AGIL, yaitu:
a. Adaptation (Adaptasi) sebuah sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhan.
b. Goal attainment (Pencapaian tujuan) sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utama.
c. Integration (Integrasi) sebuah sistem harus mengatur antar hubungan yang menjadi komponennya.
d. Latency (Latensi atau pemeliharaan pola) sebuah sistem harus
(34)
commit to user
maupun pola–pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi (Ritzer, 2003: 121)
Tabel 1 : Masyarakat, Subsistemnya dan Imperatif Fungsionalnya Fungsi pemeliharaan pola dilaksanakan
oleh subsistem fiduciary (misalnya sekolah, keluarga, sistem pendidikan dan budaya)
Fungsi integrasi dilaksanakan
oleh subsistem komunitas
kemasyarakatan
Fungsi adaptasi dilaksanakan oleh
subsistem ekonomi
Fungsi pencapaian tujuan
dilaksanakan oleh subsistem politik
Menurut Talcott Parson, fungsi adaptasi (Adaptation) tersebut akan
dilaksanakan oleh subsistem ekonomi, fungsi pencapaian tujuan (Goal
attainment) akan dilaksanakan oleh subsistem politik (Politicy) dengan mengejar tujuan-tujuan kemasyarakatan dan memobilisasi aktor dan sumber daya untuk
mencapai tujuan, fungsi integrasi (Integration) akan dilaksanakan oleh subsistem
komunitas kemasyarakatan yang akan mengkoordinasikan berbagai komponen
masyarakat, dan fungsi untuk mempertahankan pola dan struktur masyarakat (Latency) akan dilaksanakan oleh subsistem fiduciary (misalnya sekolah, keluarga) dengan menyebarkan kultur (norma dan nilai) kepada aktor sehingga aktor menginternalisasikan kultur itu (Parson dan Platt dalam Ritzer, 2003: 127-128).
Untuk lebih jelasnya rinciannya adalah subsistem ekonomi akan
melaksanakan fungsi-fungsi ekonomi, dalam penelitian ini pengrajin
melaksanakan produksi barang dan distribusi barang dan jasa. Subsistem ini akan mengusahakan fasilitas, alat atau sarana yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan sistem. Sistem ekonomi memiliki tanggung jawab utama terhadap pemenuhan pemenuhan persyaratan fungsional adaptif untuk masyarakat sebagai suatu sistem sosial. Melalui ekonomi sumber daya alam diubah menjadi fasilitas yang dapat di gunakan oleh sumber daya manusia (pengrajin) dan bermanfaat untuk berbagai tujuan, misalnya bekerja menjadi pengrajin untuk memperoleh uang sehingga bisa memenuhi kebutuhan keluarga seperti makanan, tempat tinggal dan penghidupan yang layak.
(35)
commit to user
Sedangkan subsistem politik (policy) akan melaksanakan fungsi
distribusi kekuasaan dan juga memonopoli penggunaan unsur paksaan yang sah
atau legalized power (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 130). Dalam
masyarakat, subsistem ini akan bekerja untuk memaksimalkan potensi masyarakat untuk mencapai tujuan kolektifnya. Tujuan individu berhubungan dengan tujuan masyarakat terutama melalui perannya sebagai warga masyarakat. Untuk masyarakat yang besar dan komplek, keputusan penting yang berhubungan dengan tujuan masyarakat akan dipengaruhi oleh kolektifitas. Misalnya saja pada masyarakat pengrajin ada sebuah paguyupan dan koperasi yang berfungsi sebagai tempat menampung aspirasi masyarakat pengrajin.
Integrasi menunjuk pada persyaratan terciptanya suatu solidaritas sehingga para anggotanya bersedia untuk bekerja sama menghindari konflik yang merusakkan. Bukan berarti bahwa konflik tidak ada, tapi kalau terjadi konflik harus di selesaikan agar tidak memburuk. Parson mengidentifikasi sistem hukum dan kontrol sosial keseluruhan sebagai mekanisme utama yang secara khusus berhubungan dengan masalah integrasi (Johson, 1988: 136). Fungsi integrasi
dilaksanakan oleh subsistem komunitas kemasyarakatan (Contoh :hukum, kontrol
sosial, kebiasaan dan norma-norma sosial) yang mengkoordinasikan berbagai komponen masyarakat, pengaturan perilaku eksternal dan dengan pelanggaran yang terjadi. Selain itu institusi-institusi agama mempunyai pengaruh terhadap fungsi integratif, banyak norma yang mengatur hubungan antarpribadi yang diperkuat oleh kepercayaan agama serta perasaan sebagai kewajiban moral.
Subsistem fiduciary akan menangani urusan pemeliharan nilai-nilai
budaya yang berlaku dalam proses kehidupan bermasyarakat, terutama untuk tujuan kelestarian struktur masyarakat (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 130). Subsistem ini akan memaksimalkan komitmen sosial, motivasi dan mengendalikan ketegangan perasaan-perasaan individu sehingga mereka dapat melaksanakan dan berpartisipasi dengan baik dalam kehidupan sosial. Pada pokoknya pemeliharaan pola akan berhubungan dengan aspek moralitas dari komponen-komponen di dalam sistem sosial. Yang termasuk dalam subsistem ini adalah keluarga, agama dan pendidikan (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto,
(36)
commit to user
2006: 130). Misalnya institusi keluarga relevan terhadap persyaratan fungsional latent pattern mainance sebab sosialisasi awal bagi anak-anak terjadi dalam keluarga. Meskipun fungsi ini dibagi bersama dengan sekolah, keluarga tetaplah yang terpenting dalam sosialisasi selama anak-anak dan remaja. Sistem
pendidikan merupakan struktur utama lainya yang menyumbang fungsi pattern
mainance dengan memberikan sosialisasi bagi calon baru dari setiap generasi. Proses sosialisasi sangat penting untuk mempertahankan pola-pola budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
“Keempat subsistem tersebut, masing-masing akan bekerja secara mandiri, tetapi saling tergantung satu sama lain untuk mewujudkan keutuhan dan kelestarian sistem sosial secara keseluruhan” (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 130).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap individu dalam menjalani kehidupanya selalu ada hambatan. Untuk itu individu selalu berusaha mendapatkan jalan terbaik untuk keluar dari hambatan tersebut, tidak terkecuali masyarakat pengrajin di desa Ngaglik yang berusaha keluar dari hambatan dengan
menerapkan keempat sistem tersebut yang meliputi Adaptation (Adaptasi), Goal
attainment (Pencapaian tujuan), Integration (Integrasi) dan Latency (Latensi atau Pemeliharaan Pola) sehingga kerajinan tersebut hingga saat ini dapat bertahan dan tetap menjadi pilihan masyarakat.
B.Penelitian Yang Relevan
Sumber penelitian relevan yang digunakan oleh peneliti yaitu penelitian dari Firman Afendi adalah seorang mahasiswi dari Universitas Sebelas Maret, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), jurusan Sosiologi. Firman mengambil penelitian dengan judul Jejaring Sosial Ekonomi Perajin Pahat Batu (Studi Kualitatif Mengenai Jejaring Sosial Ekonomi Masyarakat di Industri Kerajinan Pahat Batu di Desa Taman Agung Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang) sebagai syarat untuk memenuhi tugas-tugas dan melengkapi sarjana FISIP. Penelitian ini sangat menarik karena penelitian ini membahas tentang hasil kerja sama perajin dengan pemerintah atau masyarakat desa lainya muncul akibat
(37)
commit to user
setelah adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan pada yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan tersebut, seperti majikan ingin mendapatkan penghasilan yang lebih besar dari hasil produksi, buruh mendapat timbal balik dengan mendapat gaji, pedagang mendapatkan pemasukan. Khusus hubungan intern antara majikan dengan buruh muncul setelah ada perjanjian terlebih dahulu yang tentunya perjanjian tersebut berisi kesepakatan-kesepakatan dalam bekerja, baik
itu hubungan kerja Patron Klien, Homework maupun Sub Kontrak. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah sektor sosial perajin mempunyai hubungan dengan sektor ekonomi pengrajin, hubungan tersebut adalah tingkat status sosial yang dimiliki perajin akan berpengaruh dengan tingkat ekonomi pengrajin. Mengenai hubungan-hubungan sosial yang terjalin pada umumnya selaras dengan sistem sosial yang berlaku dan mengabaikan adanya konflik maupun perubahan-perubahan dalam masyarakat karena masih berkembang rasa kekeluargaan.
Penelitian ini memberikan gambaran bagi peneliti untuk mengetahui hasil kerja sama perajin dalam hubungan hubungan sosial yang terjalin dimasyarakat dan keadaan dalam masyarakat sehingga peneliti bisa menjalin interaksi dalam melakukan penelitian.
(38)
commit to user
C.Kerangka Berpikir
Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir
Keterangan:
Banyak aktivitas terjadi dalam kehidupan masyarakat yang dapat dilihat dari berbagai sisi di antaranya ekonomi, sosial dan budaya. Dari berbagai aktivitas tersebut dalam penelitian ini akan mengangkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat pengrajin di suatu desa yaitu Desa Ngaglik yang akan dilihat dari relasi sosialnya dan bagaimana stategi yang digunakan oleh masyarakat pengrajin untuk bertahan hidup.
Di dalam industri kerajinan mainan terbentuk adanya suatu relasi sosial maupun hubungan kerja, hal ini terbentuk sebagai upaya untuk mencapai tujuan. Dalam setiap relasi sosial maupun hubungan pasti terdapat norma-norma, aturan maupun kerjasama yang bersifat saling menguntungkan dan timbal balik. Kerajinan mainan tentu saja berimbas pada perubahan ekonomi masyarakat setempat dan juga memungkinkan berimbas terhadap masyarakat sekitar yang
Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pengrajin Mainan
Relasi sosial pengrajin dengan masyarakat sekitar, dengan sesama pengrajin, dengan majikan atau dengan pembeli dan dengan aparat pemerintah yang terkait
Strategi Bertahan masyarakat di Desa Ngaglik dalam
melangsungkan usaha kerajinan mainan
Sistem AGIL (Talcott Parson) Solidaritas Sosial
(39)
commit to user
pekerjaanya bukan sebagai pengrajin mainan, secara langsung pendapatan masyarakat sekitar akan bertambah dengan keberadaan industri kerajinan rumah tangga mainan. Sejalan dengan perubahan kehidupan masyarakat, relasi sosial maupun hubungan sosial ekonomi pada industri mainan tidak hanya bersifat sederhana saja seperti hanya hubungan antara pengrajin dengan masyarakat sekitar, pengrajin dengan pengrajin melainkan hubungan yang lebih luas baik relasi sosial antara pengrajin dengan pembeli maupun pengrajin dengan aparat pemerintah. Durkheim menjelaskan ada relasi yang dapat dikategorikan yaitu solidaritas organik dan mekanik yang akan digunakan untuk menganalisis relasi yang terjadi pada para pengrajin.
Manusia dalam usahanya mempertahankan kelangsungan hidupnya membutuhkan suatu adaptasi dengan lingkungan tempat mereka tinggal. Untuk menghadapi persoalan hidup yang melingkupinya maka manusia selalu berusaha terlibat dalam kegiatan beradaptasi yang diwujudkan melalui strategi bertahan sebagai bentuk tanggapan terhadap persoalan hidupnya. Tujuan dari strategi bertahan adalah memenuhi beberapa syarat tertentu agar dapat melangsungkan kehidupan di lingkungan tempat tinggal mereka. Dalam penelitian ini akan digunakan empat subsistem yang menjalankan fungsi-fungsi utama di dalam kehidupan masyarakat yang sering disingkat dengan AGIL yang meliputi Adaptation (adaptasi), Goal attainment (pencapaian tujuan), Integration
(integrasi) dan Latency (latensi atau pemeliharaan pola) dimana masing-masing
fungsi digunakan untuk menganalisis stategi bertahan masyarakat pengrajin mainan di Desa Ngaglik sehingga usaha kerajinan ini masih menjadi pilihan masyarakat.
(40)
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode adalah prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu secara
sistematis. Sementara metodologi adalah studi yang logis dan sistematis tentang
proses penelitian. Pengertian penelitian menurut Sudjana dan Ibrahim dalam Djam’an Satori (2009:21), “sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematik untuk mengumpulkan, mengolah dan menyimpulkan data dengan menggunakan metode dan teknik tertentu dalam rangka mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi”. Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2003:42) mengartikan metodologi penelitian adalah “suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian”. Metode penelitian menurut Ary et.al (1982: 50), “ialah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab persoalan yang dihadapi”. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, metodologi penelitian merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana prosedur kerja mencari kebenaran. Kualitas kebenaran yang diperoleh dalam berilmu pengetahuan terkait langsung dengan kualitas prosedur kerjanya. Sedangkan metode penelitian adalah cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelediki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah tersebut.
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di desa Ngaglik Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri, dengan pertimbangan :
a. sesuai permasalahan yang akan diteliti.
b. pertimbangan kemudahan dan kelancaran penelitian, karena peneliti juga
berdomisili di Kabupaten Wonogiri.
(41)
commit to user
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini diawali dengan penyusunan proposal, penyusunan desain penelitian, pengumpulan data, analisis data dan penulisan laporan. Penelitian ini dilakukan setelah konsultasi pengajuan judul disetujui oleh Dosen Pembimbing skripsi dan telah mendapatkan ijin dari berbagai pihak yang berwenang baik dari dalam kampus maupun lembaga atau instansi-instansi yang terkait. Penelitian ini dilaksanakan terhitung sejak penyusunan proposal sampai penyusunan laporan yakni dari bulan Februari 2010 sampai bulan Agustus 2010.
Tabel 1: Waktu dan Kegiatan Penelitian TAHUN 2010
No Kegiatan Feb’10 Mar’10 Apr’10 Mei’10 Jun’10 Jul’10 Agt’10
1 Penyusunan
proposal
2 Perijinan
3 Pengumpulan
data
4 Analisis data
5. Penyusunan
laporan
B. Bentuk dan Strategi Penelitian 1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan oleh peneliti disini adalah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Dalam sudut pandang naturalistik, topik penelitian kualitatif diarahkan pada kondisi asli (yang sebenarnya) dari subyek penelitian
dimana kondisi ini tidak dipengaruhi oleh perlakuan (treatment) secara ketat oleh
peneliti. Metode-metode kualitatif memungkinkan kita memahami masyarakat secara personal dan memandang mereka sebagaimana mereka sendiri mengungkapkan pandangan dunianya (Bogdan, 1993: 30). Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
(42)
commit to user
subyek penelitian meliputi perilaku, persepsi, tindakan yang sifatnya secara holistik dan naturalistik. Penafsiran kualitatif secara deskriptif dari fenomena sosial disajikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa dan dengan metode yang sistematis. Tan mengatakan bahwa deskripsif bertujuan mengambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekensi adanya hubungan tertentu antara gejala dan gejala lain dalam masyarakat (Ulber Silalahi, 2009: 28). Pelaksanaan penelitian deskripsif lebih terstruktur, sistematis dan terkontrol karena peneliti memulai dengan subyek yang telah jelas. Sehingga penelitian secara deskripsi sangat pas untuk meneliti tentang fenomena sosial khususnya yang berhubungan dengan tindakan atau perilaku ataupun persepsi masyarakat sebab dalam penelitian ini peneliti terjun langsung ke lapangan.
Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Peneliti disini hendak mendeskripsikan secara rinci dan mendalam mengenai kejadian atau potret apa yang sebenarnya terjadi, apa adanya di lapangan studinya dan mengambarkan fakta-fakta yang tampak dilapangan studinya mengenai kehidupan sosial ekonomi masyarakat pengrajin mainan dengan melihat relasi sosial pengrajin dengan masyarakat sekitar, sesama pengrajin, pembeli dan aparat pemerintah terkait serta strategi bertahan masyarakat di Desa Ngaglik dalam melangsungkan usaha kerajinan mainan. Semuanya akan disajikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa dengan padat dan jelas sehingga dapat menjelaskan kehidupan sosial ekonomi masyarakat pengrajin mainan .
2. Strategi Penelitian
Strategi diperlukan dalam suatu penelitian untuk memecahkan masalah yang dirumuskan. Strategi adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data (H. B Sutopo, 2002: 123). Menurut Dedy Mulyana, (2004: 201), ”Studi kasus ialah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program atau suatu sosial”. Sedangkan menurut Yin (2002: 18) studi kasus adalah
(43)
commit to user
inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata, bilamana; batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan dimana multi sumber dimanfaatkan.
Tunggal adalah penelitian yang dilaksanakan pada satu karakteristik
karena hanya dilakukan pada satu sasaran (satu lokasi dan satu subyek)”. Disebut
tunggal karena penelitian ini merupakan penataan secara rinci aspek-aspek tunggal. H.B Sutopo (2002: 112-113) mengungkapkan “aspek tunggal bisa dilakukan pada sasaran satu orang atau lebih, satu desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, negara, bangsa atau lebih, tergantung adanya kesamaan karakteristiknya atau adanya keseragaman”.
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal terpancang. Menurut H.B Sutopo (2002: 112), penelitian terpancang adalah:
Bentuk penelitian terpancang (embedded research) yaitu penelitian
kualitatif yang sudah menentukan fokus penelitian berupa variabel utamanya akan dikaji berdasarkan pada tujuan dan minat penelitianya sebelum peneliti kelapangan studinya. Dalam proposalnya, peneliti sudah menentukan fokus pada variabel tertentu.
Aspek tunggal atau karakteristik dalam penelitian ini yaitu meneliti masyarakat pengrajin mainan di Desa Nganglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri. Sedangkan terpancang artinya memfokuskan pada suatu obyek penelitian secara intensif. Dalam penelitian ini, permasalahan terfokus pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat pengrajin mainan yang dilihat dari dua (2) hal yaitu:
a. relasi sosial yang terjalin antara masyarakat pengrajin dengan masyarakat
sekitar, dengan sesama pengrajin, dengan pembeli dan aparat pemerintah terkait.
b. strategi bertahan masyarakat pengrajin dalam melangsungkan usaha kerajinan
mainan.
Peneliti menggunakan studi kasus tunggal terpancang untuk memperoleh arahan yang jelas. Studi kasus dimaksudkan agar peneliti bisa berusaha menyajikan realitas dari obyek penelitian terkait dengan penggunaan metode
(44)
commit to user
deskriptif. Dalam hal ini penemuan fakta sebagaimana adanya merupakan faktor
terpenting dalam penelitian kualitatif.
C. Sumber Data
Sumber data merupakan bagian yang penting dalam penelitian karena ketepatan memilih dan menentukan sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh. Data tidak akan bisa diperoleh tanpa adanya sumber data. Data dibedakan menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder (Djam’an Satori dan Aan Komariah, 2009: 103)
1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari informan yang kemudian
diolah sendiri oleh peneliti. Informan yaitu orang-orang yang menurut penulis memiliki representasi untuk memberikan informasi tentang permasalahan yang sedang diteliti. Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat pengrajin mainan anak di desa Ngaglik. Selain pengrajin, informan lain yaitu ketua paguyuban pengrajin dan pamong desa.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui sumber-sumber lain diluar
informan yang diolah seperti artikel atau berita dari internet maupun surat kabar. Selain itu juga beragam foto dan catatan lapangan mengenai aktifitas pengrajin mainan. Misalnya, foto hubungan yang terjadi antara pengrajin dengan pembeli di pasar dan jenis kerajinan mainan yang dibuat. Sedangkan informasi lokasi berupa arsip monografi data penduduk kecamatan Wonogiri khususnya Desa Nganglik. Semua dokumen dan arsip yang dikumpulkan berkaitan dengan fokus penelitian yaitu tentang kehidupan sosial ekonomi masyarakat pengrajin mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri.
D. Teknik Cuplikan
Dalam penelitian kualitatif teknik pengambilan informannya lebih ditekankan pada kualitas informan dan bukan pada jumlah atau kuantitasnya (Agus Salim, 2006: 12). Teknik pengambilan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik informan berdasarkan informan kunci. Dalam penelitian
(45)
commit to user
kualitatif yang penting adalah bagaimana menentukan informan kunci (key
informan) atau situasi sosial tertentu yang sarat informasi sesuai dengan fokus
penelitian. Untuk pemilihan informan dilakukan dengan sengaja (purposive),
selanjutnya apabila dalam pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi informasi, maka peneliti tidak perlu lagi mencari informan baru dan pengumpulan informan dianggap selesai (Burhan Bungin, 2008: 53). Jadi teknik yang cocok
digunakan dalam penelitian ini adalah purposive. Secara umum prosedur
pengambilan informan dalam penelitian kualitatif memiliki karakter sebagai berikut:
1. Tidak diarahkan pada jumlah yang besar, melainkan pada kekhususan kasus
(spesifik) sesuai dengan masalah penelitian
2. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, namun bisa berubah ditengah jalan
sesuai pemahaman dan kebutuhan yang berkembang selama proses penelitian
3. Tidak diarahkan pada keterwakilan atau representasi, melainkan pada
kecocokan pada konteks (siapa dengan jenis informasi apa) (Agus Salim,
2006:12).
Dalam teknik purposive, peneliti tidak menjadikan semua orang sebagai
informan, peneliti memilih informan yang dipandang tahu dan cukup memahami tentang masalah yang akan diteliti yaitu mengenai kehidupan sosial ekonomi masyarakat pengrajin mainan dilihat dari relasi sosial dan strategi bertahan. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bisa diajak kerjasama dan bersikap terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Dalam hal ini peneliti mengambil 10 informan yang diidentifikasikan sebagai berikut :
a. 8 pengrajin mainan anak
b. sedangkan untuk keperluan trianggulasi digunakan ketua paguyuban dan 1
informan dari pegawai kelurahan yaitu bapak Supriyatno sebagai sekretaris desa.
(46)
commit to user
E. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi adalah kegiatan keseharian manusia dengan
menggunakan pancaindra, karena itu menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata yang dibantu pancaindra lainnya untuk menangkap fenomena yang sedang diteliti (Burhan Bungin, 2008: 15). Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari jenis data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda. Tugas peneliti berupa pengamatan tentang apa yang mereka lakukan, apa yang mereka ketahui dan benda-benda apa saja yang mereka buat dan gunakan dalam kehidupan mereka. Spradley dalam H.B Sutopo (2002: 65) membagi dua yaitu observasi tak berperan dan observasi berperan. Dalam observasi tak berperan, peneliti sama sekali tidak diketahui keberadaannya oleh subjek yang diamati. Sedangkan observasi berperan dilakukan dengan mendatangi subjek penelitian dan objek penelitian mengetahui hal tersebut. Observasi berperan bertujuan untuk mendapatkan keakraban yang dekat dan mendalam dengan satu kelompok individu dan mengamati perilaku mereka secara intensif dengan lingkungan mereka. Observasi berperan sendiri dibagi menjadi tiga yaitu : 1) berperan pasif, 2) berperan aktif dan 3) berperan penuh.
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik observasi berperan pasif dimana peneliti berperan sebagai pengamat saja dan tidak melibatkan diri dalam kegiatan, namun proses pengamatan yang dilakukan peneliti bersifat terbuka diketahui oleh masyarakat sehingga informan dengan sukarela memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi sehingga segala macam informasi dapat dengan mudah diperoleh. Data yang didapat dari observasi meliputi penampilan fisik informan dan tingkah laku serta ekspresi subyek penelitian pada saat penelitian dilakukan. Dalam observasi, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang dan mendengarkan apa yang diucapkan mereka. Dari
(47)
commit to user
pengamatan tersebut tugas dari peneliti seterusnya adalah menangkap makna dari perilaku informan.
2. Wawancara
Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian itu, merupakan suatu pembantu utama dari metode
observasi (pengamatan) (Burhan Bungin, 2008: 62). Dalam penelitian
kualitatif posisi narasumber adalah sebagai informan. Menurut Y. Slamet (2006:101), “teknik wawancara adalah cara yang dipakai untuk memperoleh informasi melalui kegiatan interaksi sosial antara peneliti dengan yang diteliti”. Sedangkan menurut Moleong (2000:135), “wawancara adalah
percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu”. Dari pengertian wawancara di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa wawancara merupakan teknik tanya jawab antara dua orang dimana kedudukannya sebagai peneliti dan yang diteliti guna memperoleh informasi atau data secara mendalam. Dalam proses
wawancara, peneliti bisa menggunakan alat bantu seperti tape recorder.
Bilamana rekaman dilakukan oleh peneliti, hal itu berarti hanya sebagai tambahan kelengkapan untuk lebih memantapkan catatan lapangan (H.B Sutopo, 2002: 53). Namun dalam pemakaian rekaman, etika penelitian mengharuskan peneliti terbuka dan meminta izin pada informan untuk menggunakan tape recorder, peneliti tidak boleh memaksa atau mensiasatinya dengan cara tersembunyi karena jika ketahuan akan merusak hubungan baik antara informan dan peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara tidak
terstruktur (wawancara mendalam/in-depth interviewing). Wawancara tidak
terstruktur atau mendalam dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat “open
ended” dan mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak secara formal terstruktur, guna menggali pandangan subyek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar
(1)
commit to user
penjualan, Keempat latency (pemeliharaan pola) melalui pewarisan budaya dan sarana “edukasi”.
c. Dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti-peneliti yang lain tentang kehidupan masyarakat desa.
2. Implikasi Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran relasi sosial yang terjadi antara pengrajin dengan masyarakat tempat tinggal yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari yaitu ”gotong royong”. Relasi sesama pengrajin yang dapat dilihat dari adanya komunikasi, memberi pinjaman uang, pertukaran informasi dan menitipkan barang dagangan saat berada di Pasar Pahing. Relasi dengan pembeli yang meliputi lima hal yaitu; pertama, kegiatan jual beli; kedua, pembeli membelikan bahan baku terlebih dahulu; ketiga, pembeli memberi modal pada pengrajin; keempat, pemesanan melalui telepon maupun paket pengiriman; kelima, mencicil pembayaran pada barang kerajinan mainan yang sudah di pesan. Relasi pengrajin dengan pemerintah terkait meliputi tiga hal yaitu; pertama, pemberian pinjaman kredit lunak bagi kelompok tani sekaligus pengrajin; kedua, mengadakan event-event tahunan seperti karnaval budaya dan pameran potensi daerah; ketiga, yaitu bantuan berupa alat transportasi setiap menjelang tahun baru.
b. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai strategi bertahan masyarakat pengrajin mainan yang ada di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri. Dengan mengunakan analisis Parson dalam skema AGIL yang menjelaskan empat strategi bertahan dalam kehidupan masyarakat. Pertama, adaptation (adaptasi) melalui adaptasi ekonomi. Kedua, goal attainment (pencapaian tujuan) melalui paguyuban dan pasar pahing. Ketiga, integration (integrasi) melalui strategi penjualan, Keempat latency (pemeliharaan pola) melalui pewarisan budaya dan sarana “edukasi”.
(2)
commit to user
Setelah mengadakan penelitian dan pengkajian tentang Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pengrajin Mainan (Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Strategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri), peneliti memberikan saran-saran untuk menambah wawasan mengenai hal tersebut sebagai berikut:
1. Bagi Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri
a. Para Pengrajin hendaknya tetap dapat mempertahankan hubungan baik atau relasi sosialnya terhadap masyarakat tempat tinggal, sesama pengrajin, dengan pembeli dan aparat pemerintah.
b. Para pengrajin hendaknya lebih merespon bantuan yang diberikan pihak lain demi kemajuan usahanya. Misalnya : bersedia mengikuti pameran, bersedia mempertunjukkan hasil kerajinanya di pameran maupun gallery. c. Bagi ketua paguyupan dan anggota paguyuban Sungging Arjuno
diharapkan dapat tetap mempertahankan eksistensi Paguyupan sebagai saluran aspirasi para pengrajin.
d. Para pengrajin hendaknya lebih meningkatkan upaya penanaman nilai-nilai budaya maupun edukasi melalui media mainan anak berupa wayang sehingga generasi muda mengetahui dan lebih mencintai budaya luhur yang diwariskan nenek moyang agar tidak hilang dan tetap lestari.
2. Bagi Pemerintah
a. Bagi aparat desa diharapkan dapat memberi dorongan kepada masyarakat untuk dapat mempertahankan kreativitas masyarakat pengrajin dalam membuat mainan anak sehingga bisa menjadi ciri khas dari Desa Ngaglik dan bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga pengrajin itu sendiri.
b. Khususnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Keberadaan masyarakat pengrajin mainan ini dapat dijadikan sebagai salah satu upaya memperkaya aset potensi daerah desa wisata dan sebagai salah satu upaya
(3)
commit to user
meningkatkan ekonomi masyarakat sehingga keberadaanya hendakya lebih diperhatikan lagi.
c. Hendaknya pemerintah memberikan bantuan secara nyata melalui pinjaman lunak dengan prosedur yang tidak berbelit-belit, sehingga apabila ada pengrajin memerlukan modal untuk memperbesar usaha dapat memperoleh pinjaman dengan mudah.
(4)
commit to user
DAFTAR PUSTAKAAgus Salim. 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogjakarta: Tiara Wacana Yogja.
Anton. M. Moeliono. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka
Ary, Donald, Jacobs, Lucy Cheser, dan Razavieh, Asghar. 1982. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Basrowi. 2006. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Bambang Purnomo. 2006. Kreatif Menciptakan Model Terompet Baru. http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=UFEGAVQBUARc diakses 4/05/2010.
Berry, David. 1981. Pokok-pokok pikiran dalam Sosiologi. Terjemahan Lembaga Penelitian Pengembangan Sosiologi. Jakarta : CV Rajawali.
Bintarto. 1983. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahanya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Bogdan, Taylor. 1993. Kualitatif Dasar-Dasar Penelitian. Surabaya: Usana Offset Printing
Burhan Bungin. 2008. Analisis Data Penelitian Kulitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto. 2006. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prenada Media Group.
Damsar. 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Deddy Mulyana. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Djam’an Satori dan Aan Komariyah. 2009. Metode Penelitian Kulaitatif . Bandung : Alfabeta.
Giddens, Anthony. 1986. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern. Jakarta : UI Press
Hassan Shadily. 1984. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.
(5)
commit to user
Husaini Usman, Purnomo Setiady Akbar. 2003. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara
Johnson, Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi Klasik dan Modern (Jilid I). Terjemahan Robert M. Z. Lawang. Jakarta: PT Gramedia.
Jurnal Dinamika Vol. 3 No. 2 Th. 2003. Masyarakat Dalam Pemilu Perspektif : Social Capital. Surakarta: FISIP UNS
Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Mahendra Wijaya. 2001. Prospek Industrialisasi Pedesaan. Surakarta: Pustaka Cakra Surakarta.
Moleong, Lexy. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rodakarya.
Mubyarto. 1985. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan.Yogyakarta: BPFE.
Munandar Soelaeman. 2006. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: PT Rafika Aditama.
Pasaribu dan Simandjuntak. 1986. Sosiologi Pembangunan. Bandung: Tarsito.
Ritzer, George. 2003. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media.
Raharjo. 2004. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ridwan Effendi. 2004. Masyarakat dan Komunitas. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Sanana and Pajarillo. 2010. Rural and Urban Comunities. http://www.scribd.com/doc/14789876/Rural-and-Urban-Communities diakses 4/05/2010.
Savitch and Paul . 2003. Urban Strategies for a Global Era: A Cross- National Comparison. http://abs.sagepub.com diakses 27/02/2009.
Sawit, M. Hussein. 1983. Pengembangan dan Pola-Pola Musiman Peluang Kerja Rumah Tangga di Pedesaan Jawa. Yogyakarta: P3PK
(6)
commit to user
Slamet, Y. 2008. Metode Penelitian Sosial. Surakarta : UNS Press.
Soerjono Soekanto. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.
Ulber Silalahi. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT.Refika Aditama.
Yin, Robert. K. 2002. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.