Analisis Relasi Kekuasaan Dalam Pemerintahan Desa ( Studi Kasus Pada Pemerintahan Desa Kedai Damar Pabatu Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai )

(1)

ANALISIS RELASI KEKUASAAN

DALAM PEMERINTAHAN DESA

( Studi Kasus Pada Pemerintahan Desa Kedai Damar Pabatu Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai )

SKRIPISI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Diajukan Oleh :

HERU KURNIA

040901001

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “ Relasi Kekuasaan Dalam pemerintahan Desa, berangkat dari maraknya kasus-kasus yang terjadi dalam pemerintahan desa, yang menyangkut seluruh pemerintahan desa di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telag mencuat akhir–akhir ini. Pemerintahan desa yaitu merupakan penyelenggara urusan pemerintahan oleh Pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia. Hingga saat ini penyelenggaraan dan pelaksanaan pemerintahan desa masih sangat jauh dari perencanan yang dirumuskan dan tidak sesuai dengan undang-undang didalam mewujudkan relasi sosial yang partisipatif dan demokrasi. Serta pemerintah desa dan BPD juga terlihat bahwa kedua pihak memiliki pola hubungan kolusi atau kolaburasi menumbuhkan suatu permasalahan dalam pemerintahan desa khususnya relasi kekuasaan yang terbangun dalam pemerintaahn desa.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualiatatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan obsevasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah kepala desa, sekretaris desa, Badan Permusyawaratan Desa dan para perangkat desa lainnya.serta pihak – pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pemerintahan desa Kedai Damar Pabatu. Interpestasi data dilakukan dengan mengunakan catatan – catatan dari setiap kali peneliti turun dari lapangan.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dimungkinkan terwujudnya kompromi di antara sumber-sumber kekuasaan, sebagaimana yang terjadi di desa Kedai Damar Pabatu. Permasalahan didesa semakin menumpuk, partisipasitif dan keterlibatan masyarakat desa tidak telihat dalam melakukan kritik secara keras maupun tindakan-tindakan protes terhadap kepala desa dan Badan Permusyawaratan desa. Kepala Desa bersekongkol dengan para perangkat desa dan pihak BPD untuk memanipulasi alokasi dana desa (ADD), disisi lain masalah yang juga muncul didesa yaitu terutama lemahnya akuntabilitas pemerintah Desa Kedai Damar Pabatu dalam mengelolah Alokasi Dana Desa, ini merupakan pola relasi yang terbangun dalam pemerintah desa. bahwa peraturan undang – undang yang telah ada hanyalah sebagai tulisan belaka, yang dalam aplikasinya pemerintahan ditingkat desa tidak sesuai dengan mekanisme yang telah tertulis.

Relasi kekuasaan dalam pemerintah desa sampai saat ini masih sama saja dengan relasi kekuasaan yang bersifat sentralistik, dan sosial budaya masyarakat desa secara sosiologis masih menerapkan prinsip – prinsip lama yang sangat sulit hilang, yaitu pola relasi kekuasaan pemerintahan desa yang mendekati nilai – nilai korupsi, kolusi dan nepotisme semakin mengakar didesa Kedai Damar Pabatu. Dengan demikian kekuasaaan pembuatan kebijakan benar-benar terpusat pada satu orang yaitu kepala desa. Elemen-elemen lain yang ada didesa Kedai Damar Pabatu juga tidak mempunyai kekuasaan yang signifikan dalam penentuan kebijakan - kebijakan desa.


(3)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan dan Rahmat dan karunia – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurah ke haribaan Rasulullah SAW, keluarganya, serta para sahabatnya yang telah berjuang membawa ummatnya ke jalan yang benar.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengelolah gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang berjudul “ ANALISIS KEKUASAN DALAM PEMERINTAHAN DESA, ( Studi Kasus pada Pemerintahan Desa Kedai Damar Pabatu Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai ). Secara ringkas skripsi ini menggambarkan relasi politik desa antara kepala desa, BPD dengan masyarakat desa Kedai Damar serta pola relasi kekuasaan pemerintahan desa Kedai Damar kecamatan Tebing Tinggi kabupaten Serdang Bedagai dalam pelaksanaan alokasi dana desa (ADD).

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari semua pihak skripsi ini tidak akan selesai. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada seluruh pihak yang membantu dengan sepenuh hati, baik berupa ide, semangat, doa, bantuan moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih kepada kedua orangtua tercinta Ayahanda Paimin Irwanto Sani dan Ibunda Siti Ariati yang telah merawat dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Akhirnya inilah persembahkan yang dapat ananda berikan sebagai tanda ucapan terima kasih dan tanda bakti ananda.


(4)

Izinkan penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih yang mendalam kepada pihak – pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

1. Bapak Prof. DR. Badaruddin Rangkuti, M.si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Hj. Lina Sudarwati, M.si, selaku Ketua Departemen Sosiologi dan Bapak Drs.Ilham Saladin, M.si, selaku sekretaris Departemen Sosiologi, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Hj. Harmona Daulay, S.sos, M.si, selaku dosen penasehat akademik penulis di Departemen Sosiologi, Universitas Sumatera Utara.

4. Rasa Hormat dan terima kasih yang tidak akan dapat penulis ucapkan dengan kata – kata kepada Bapak Drs. Muba Simanihuruk, M.si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga, dan ide–ide dan pemikiran dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

5. Segenap Dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Kak Feni, Kak Beti yang telah cukup banyak membantu administrasi penulis selama masa perkuliahan.

6. Bapak Drs. Dimas Kurnianto selaku Camat Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai, serta Bapak Musa Khalik Nasution selaku Kepala Desa Kedai Damar Pabatu yang telah memberikan izin penulis dalam melakukan penelitian.


(5)

7. Para informan yang telah banyak membantu memberikan informasi yang sangat dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih banyak atas waktu dan kesediaan para informan.

8. Saudara-saudari penulis yang sangat penulis sayangi dan cintai: bang Arie N. Lesmana, bang Septa.Ramadhoni, Kak Dewi Enita, Bang Bambang Hartono dan Bang Jaka Syaputra, SPd.

9. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Suyanto dan Bapak Suparmin Hutagalung, SP serta rekan – rekan ASWD yang telah banyak memotivasi dan memberi ide – ide dan saran – saran.

10.Terima kasih juga saya ucapkan kepada kawan – kawan pengurus HMI FISIP USU, yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi kepada penulis.

11.Keluarga Besar Sanggar Musik dan gruop Marhaban Al Ikhlas, Bang Suharto SE, Ibu Suryani, Ibu Rafiqo, Kak Juli, Ibu Aswaliyah, Senja, Dedy, Rozak dan Bambang Sinaga, serta rekan – rekan OREMA As Syuhada. ” Terima kasih atas segala doa, dukungan dan perhatiannya.” 12.Buat Ibu Mariani dan Om Doman Sembiring. ( ” Terima kasih banyak atas

support, perhatian dan segala bantuannya, semoga Allah SWT membalas segala kebaikannya), adik –adikku yang kusayangi ( Tika, Mita Lina, dan Rina ), semoga kalian menjadi orang yang berhasil dan sukses berbakti kepada orangtua, dan tidak lupa kepada Paklek Ono dan keluarga.


(6)

13.Uwak Randon, Paklek Tukiman, Palek Tukiran, Paklek Paino, Bulek Ponira, Bulek Paini, beserta seluruh keluarga. ”Terima kasih atas segala doa, dukungan dan perhatiannya.”

14.Adinda Sujiana, Spdi yang telah memberikan motivasi dan support dalam penyelesaian skripsi ini. Kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi sikapku selama ini sangat ku hargai dan semoga adinda berhasil dalam menyelesaikan segala tugas – tugas pekerjaannya dan semakin sukses. Doaku selalu menyertaiku.

15.Kepada sahabat – sahabat komunitas berdikari 91: Rio, Irfan Lbs, Hengky, adek Nego, Roy, Putra, Chandra, Suratmo, Boyke, Fery. ”Terima kasih atas dukungan dan bantuannya.”

16.Sahabat-sahabat baikku yang bisa mengerti dan menerimaku baik dalam keadan suka maupun duka: Rudi dan Wildan (Thanks ya atas kesabaran, kebersamaan, pengertian, dan segala supportnya), Sakti, Ihsan, Wendi. Terima kasih atas segala support dan semangat, bantuan baik moril maupun materil, penulis bersyukur dan bangga mempunyai sahabat - sahabat seperti kalian.

17.Kawan – kawan anak Sosiologi stambuk 2004 FISIP USU tanpa kecuali: Kasihati, Maishara, Devi, Yanti, Reni, Yanti, Mestika, Nova, Rabanta, Rini, Juni, Idris, Alex, Beny, Azhari, Eko Rusadi, Eko Evan, juga seluruh kerabat yang lainnya, maaf tidak dapat saya tuliskan satu persatu. ”Terima kasih atas segala doanya, dukungan dan perhatiannya.”


(7)

18.Keluarga Besar IMASI ( Ikatan Mahasiswa Sosiologi ) FISIP USU, dan Abang /Kakak stambuk 1999 – 2003 serta Adek – Adek Junior Sosiologi Stambuk 2005 -2009. Terima kasih atas semua dukungan dan bantuan yang telah diberikan kepada saya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis mengharapkan dari berbagai pihak agar dapat memberikan masukan dan saran – saran yang sifatnya membangun demi kebaikan tulisan ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca, dan akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Medan, Maret 2011 ( Penulis )

HERU KURNIA 040901001


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi... vii

Daftar Tabel dan Gambar... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

I.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 8

1.3. Tujuan Penelitian... 8

1.4. Manfaat Penelitian... 9

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 9

1.4.2 Manfat Praktis... 9

1.5. Definisi Konsep... 10

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Relasi Kekuasaan... 12

2.2. Tipe Kekuasaan Sosial... 14

2.3. Kekuasaaan Pemerintahan Desa... 19

BAB III. Metodologi Penelitian... 21

3.1 Jenis Penelitian... 21

3.2. Lokasi Penelitian... 22


(9)

3.3.1. Unit Analisis... 22

3.3.2. Informan... 22

a. Informan utama... ... 23

b. Informan tambahan... 23

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 23

3.5. Interpretasi Data... 25

3.6. Jadwal Kegiatan... 25

3.7. Keterbatasan Penelitian... 26

BAB. IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA... 28

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Sejarah Desa Kedai Damar Pabatu... 28

4.1.2. Topografi, Keadaan Alam dan Batas Wilayah... 31

4.1.3. Administrasi Desa... 33

4.1.4. Tata Penggunaan Lahan... 36

4.1.5. Komposisi Penduduk... 38

1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis kelamin... 38

2. Komposisi penduduk Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin... 40

3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama... 41

4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku... 41

5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Bidang pekerjaan... 43

6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 45


(10)

4.2. Profil Informan... 52

4.2.1. Informan Utama... 52

4.2.2. Informan Tambahan... 69

4.3. Analisis Relasi Kekuasaan Pemerintahan Desa... 81

4.4. Analisis Pelaksanaan Alokasi Dana Desa... 84

4.5. Masalah Demokrasi Perwakilan di Tingkat Desa... 87

4.6. Meninjau Kembali Undang - Undang No. 32 Tahun 2004... 89

BAB. V PENUTUP... 92

5.1. Kesimpulan... 92

5.2. Saran... 93 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Halaman

TABEL 1. Jadwal kegiatan... 26

Gambar 1. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Kedai Damar Pabatu… 33 Tabel 2. Anggota Badan Permusyawaratan Desa ( BPD ) Desa Kedai Damar Tahun 2007 – 2013... 35

Tabel 3. Luas Lahan Menurut Peruntukkan... 37

Tabel 4. Luas Lahan Menurut Status Pemilikan...38

Tabel 5. Jumlah Penduduk Desa Berdasarkan Jenis Kelamin... 39

Tabel 6. Jumlah Penduduk Desa Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin... 40

Tabel 7. Jumlah Penduduk Desa Berdasarkan Suku Bangsa…... 42

Tabel 8. Jumlah Penduduk Desa Berdasarkan Bidang pekerjaan…... 43

Tabel 9. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 45

Tabel 10. Sarana Komunikasi…... 51

Tabel 11. Alokasi Dana desa (ADD) Kedai Damar Pabatu Tahun Anggaran 2010... 85

Tabel 12. Perbedaan Badan Perwakilan Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa…... 91


(12)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “ Relasi Kekuasaan Dalam pemerintahan Desa, berangkat dari maraknya kasus-kasus yang terjadi dalam pemerintahan desa, yang menyangkut seluruh pemerintahan desa di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telag mencuat akhir–akhir ini. Pemerintahan desa yaitu merupakan penyelenggara urusan pemerintahan oleh Pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia. Hingga saat ini penyelenggaraan dan pelaksanaan pemerintahan desa masih sangat jauh dari perencanan yang dirumuskan dan tidak sesuai dengan undang-undang didalam mewujudkan relasi sosial yang partisipatif dan demokrasi. Serta pemerintah desa dan BPD juga terlihat bahwa kedua pihak memiliki pola hubungan kolusi atau kolaburasi menumbuhkan suatu permasalahan dalam pemerintahan desa khususnya relasi kekuasaan yang terbangun dalam pemerintaahn desa.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualiatatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan obsevasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah kepala desa, sekretaris desa, Badan Permusyawaratan Desa dan para perangkat desa lainnya.serta pihak – pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pemerintahan desa Kedai Damar Pabatu. Interpestasi data dilakukan dengan mengunakan catatan – catatan dari setiap kali peneliti turun dari lapangan.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dimungkinkan terwujudnya kompromi di antara sumber-sumber kekuasaan, sebagaimana yang terjadi di desa Kedai Damar Pabatu. Permasalahan didesa semakin menumpuk, partisipasitif dan keterlibatan masyarakat desa tidak telihat dalam melakukan kritik secara keras maupun tindakan-tindakan protes terhadap kepala desa dan Badan Permusyawaratan desa. Kepala Desa bersekongkol dengan para perangkat desa dan pihak BPD untuk memanipulasi alokasi dana desa (ADD), disisi lain masalah yang juga muncul didesa yaitu terutama lemahnya akuntabilitas pemerintah Desa Kedai Damar Pabatu dalam mengelolah Alokasi Dana Desa, ini merupakan pola relasi yang terbangun dalam pemerintah desa. bahwa peraturan undang – undang yang telah ada hanyalah sebagai tulisan belaka, yang dalam aplikasinya pemerintahan ditingkat desa tidak sesuai dengan mekanisme yang telah tertulis.

Relasi kekuasaan dalam pemerintah desa sampai saat ini masih sama saja dengan relasi kekuasaan yang bersifat sentralistik, dan sosial budaya masyarakat desa secara sosiologis masih menerapkan prinsip – prinsip lama yang sangat sulit hilang, yaitu pola relasi kekuasaan pemerintahan desa yang mendekati nilai – nilai korupsi, kolusi dan nepotisme semakin mengakar didesa Kedai Damar Pabatu. Dengan demikian kekuasaaan pembuatan kebijakan benar-benar terpusat pada satu orang yaitu kepala desa. Elemen-elemen lain yang ada didesa Kedai Damar Pabatu juga tidak mempunyai kekuasaan yang signifikan dalam penentuan kebijakan - kebijakan desa.


(13)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Desa merupakan entitas pemerintahan yang langsung berhubungan dengan rakyat, namun secara geografis berjarak cukup jauh dari pusat kekuasaan di tingkat atasnya. Hal itu menyebabkan desa memiliki arti penting sebagai basis penyelenggara pelayanan publik dan memfasilitasi pemenuhan hak - hak publik rakyat lokal. Undang – Undang Dasar 1945 pasal 18 menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia terdiri atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang – undang.

Secara sosiologis desa merupakan sebuah gambaran dari satu kesatuan masyarakat atau komunitas penduduk yang bertempat tinggal dalam suatu lingkungan dimana mereka ( masyarakat ) saling mengenal dengan baik corak kehidupan mereka relatif homogen serta banyak bergantung pada alam. Atau dengan pengertian umum desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di dalam wilayah Kabupaten.

Dari sudut pandang politik dan hukum, desa sering diidentikkan sebagai organisasi kekuasaan. Yaitu desa dipahami sebagai organisasi pemerintahan atau organisasi kekuasaan yang secara politis mempunyai wewenang tertentu dalam struktur pemerintahan negara. Dengan sudut pandang ini desa dipilah dalam beberapa unsur penting: (1). Adanya orang – orang atau kelompok orang; (2).


(14)

Adanya pihak – pihak yang menjadi “penguasa” atau pemimpin, (3). Adanya organisasi ( badan ) penyelenggara kekuasaan, (4). Adanya tempat atau wilayah yang menjadi teretori penyelenggara kekuasaan; dan (5). Adanya mekanisme, tata aturan dan nilai, yang menjadi landasan dalam proses pengambilan keputusan. (Pambudi, 2003 : 5 - 6 ).

Pada Orde Lama telah ada suatu insitusi sosial yang berfungsi membantu anggota masyarakat desa yang dikenal sebagai Lembaga Sosial Desa bersifat otonom dan bebas dari kontrol pemerintah. Namun ketika Orde Baru lembaga yang semula bersifat independen, diambil ahli dan dikooptasi untuk mendukung kelestarian kekuasaaan Orde Baru dengan menetapkan Undang – Undang No. 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa, yang secara legal rasional desa merupakan suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang – Undang No. 5 Tahun 1979 pasal 3 menyebutkan bahwa pemerintahan desa terdiri dari kepala desa dan LMD (Lembaga Musyawarah Desa), dan melalui Intruksi Presiden No. 28 Tahun 1980 serta Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 1981, struktur dan fungsi organisasi kemasyarakatan desa masa Orde Baru juga membentuk LKMD ( lembaga Ketahanan Masyarakat Desa ). Dalam undang – undang ini, sistem birokrasi pemerintahan bersifat sentralistik, diintervensi (negaranisasi), yaitu desa adalah perpanjangan tangan dari pemerintah pusat. Kedudukan kepala desa merupakan penguasa tunggal,


(15)

sekaligus merangkap sebagai ketua LMD dan LKMD. .ac. id/simple/ us/ jurnal/ pdffile / Hakim 20 % & Endah 20% pengembangan 20% Kelembagaan 20% desa20%. Pdf. )

Soerjono Soekanto mendefinisikan lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan dari norma – norma, segala tindakan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok manusia di dalam kehidupan masyarakat. ( Ibrahim, 2003 : 87 ). Hayami Kikuchi ( 1987 ), menyatakan kelembagaan adalah aturan yang mengatur perilaku yang dikukuhkan dengan adanya sanksi oleh suatu anggota komunitas, masyarakat atau oleh seluruh organisasi kelompok sosial yang dijadikan pegangan dalam mengadakan transaksi, dan sebagai aturan perilaku yang menentukan pola – pola tindakan dan hubungan sosial. ( Wisadirana, 2005 : 116 ).

Pada Reformasi terjadi perubahan yang subtansial yaitu, dengan diberlakukannya Undang - Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan pengganti dari UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, dengan alasan bahwa kedua undang – undang tersebut sebagai dasar penyelenggara pemerintahan daerah sudah tidak mampu lagi menampung dinamika perkembangan masyarakat dan tidak sesuai lagi dengan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah yang demokratis, efektif dan efisien serta belum mampu mengakomodasikan keanekaragaman struktur dan kultur yang hidup dan berkembang di daerah dalam pelaksanaan pembangunan.

Undang - Undang No. 22 Tahun 1999 menyatakam bahwa pemerintahan desa adalah pelaksana kegiatan penyelenggara pemerintahan yang terendah


(16)

langsung di bawah Pemerintahan Kecamatan. Pemerintahan desa terdiri atas, kepala desa, BPD dan perangkat desa yaitu sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 64 Tahun 1999 telah memberikan peluang dan kesempatan bagi desa dalam memberdayakan masyarakat desa, untuk menghidupkan kembali parlemen desa dengan tujuan membangun relasi yang demokratis (desentralisasi dan demokrasi lokal) melalui perluasan ruang partisipasi politik pada masyarakat desa, untuk menghapus dan mengakhiri sentralisasi dalam mewujudkan suatu masyarakat yang otonom ( desa otonom ).

Struktur pemerintaha desa dalam Undang – Undang No. 22 Tahun 1999 terdiri atas pemerintahan desa dan BPD. Dalam konteks ini, pasal 104 Undang – Undang No. 22 Tahun 1999 mencantumkan keberadaan dan pembentukan Badan Perwakilan Desa merupakan lembaga legislasi desa, yang berfungsi sebagai pengayom adat istiadat, bersama kepala desa membuat Peraturan Desa, penyalur aspirasi masyarakat desa, dan pengawas penyelenggaraan pemerintahan desa.

Dalam skema yang baru, kecamatan tidak lagi membawahi Pemerintahan Desa, dan desa berada dibawah kontrol langsung kabupaten. Selain itu terdapat suatu pemisahan kekuasaan antara eksekutif ( kepala desa ) dan legislatif ( BPD ). Pelaksanaan tugas kepala desa yang selama Orde Baru di luar kontrol rakyat, kini diawasi secara ketat oleh BPD. Kepala desa tidak lagi sebagai pusat kekuasaan di desa dan pengambilan kebijakan tidak lagi menjadi wewenang mutlak kepala desa, melainkan beralih kepada BPD, pertanggungjawaban kepala desa diberikan pada BPD, serta BPD memberikan laporan kepada Bupati. ( Ali, 2007 : 100 ).


(17)

Kehadiran BPD sebagai tuntutan regulatif untuk menjadi aktor baru di desa sebagai lembaga kemasyarakatan dan kekuatan pemerintahan desa, BPD berpeluang secara luas sebagai roda penggerak masyarakat politik di tingkat desa. Hal ini menandakan perubahan signifikan dalam struktur dan fungsi kelembagaan desa, bahwa BPD dirancang untuk terlibat pada everyday life politics desa, dan menciptakan demokratisasi lokal serta merupakan roda penggerak partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa.

Dalam prakteknya, konsep pemerintahan desa yang diperbarui oleh UU No. 22 Tahun 1999 ini ditemukan adanya sisa - sisa pola patron klien di kalangan masyarakat desa, yang terbentuk pada masa orde baru. Belum lagi faktor - faktor keanekaragaman pola budaya yang terus berubah. Secara ideal oleh kalangan pengamat politik pedesaan disebut sebagai fenomena khas, yaitu bahwa masyarakat Indonesia adalah ‘masyarakat transisi yang permanen’ karena tidak lagi tradisional sepenuhnya, namun belum bergerak kearah masyarakat modern. (

Melalui Undang - Undang No. 32 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, undang – undang ini memberikan wacana dan paradigma baru dalam upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan pemberdayaan, dan peran serta masyarakat dalam proses pembangunan, serta daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, dan keadilan.

Dalam UU 32 Tahun 2004 pasal 209 terjadi perubahan mendasar terhadap peran dan fungsi BPD, dimana BPD diganti dengan istilah Badan


(18)

Permusyawaratan Desa dan mengalami penurunan derajat wewenang, sehingga tidak ada lagi fungsi kontrol terhadap kepala desa, juga BPD tidak memiliki kewenangan dalam pengolahan keuangan desa, termasuk penetapan APBDes dan penetapan tata cara pungutan objek pendapatan dan belanja desa. Undang – undang ini menempatkan lembaga BPD bukan dibawah kepala desa, berarti kepala desa bukan penguasa tunggal seperti pada masa – masa yang lalu. Implisit di sini adalah bahwa BPD sebagai partner kepala desa dalam memfasilitasi warganya.(http://percik.or.id/index.php/options=content&task=view&id=21&item id=38).

Pasal 215 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 secara tegas menyebutkan bahwa pembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan oleh Kabupaten / Kota dan pihak ketiga mengikutsertakan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawratan Desa, dan surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 140 / 640SJ tanggal 22 Maret 2005 tentang Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintahan Kabupaten kepada Pemerintah Desa sangat jelas, termasuk didalamnya tentang kewajiban yang tak bisa ditawar - tawar oleh Pemerintahan Kabupaten untuk merumuskan dan membuat peraturan daerah tentang ADD ( Alokasi Dana Desa ) sebagai bagian dari kewenangan fiskal desa untuk mengatur dan mengelola keuangannya.

Pengelolaan keuangan desa menjadi wewenang desa yang mesti terjabarkan dalam peraturan desa (Perdes) tentang anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes). Dengan sumber pendapatan yang berasal dari pendapatan asli desa seperti dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah.


(19)

Selanjutnya bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa, dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10%, yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa (ADD). Kemudian pendapatan itu bisa bersumber lagi dari bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan, serta hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat. (http://kingroodee. blogspot. com/ 2007/ 08/ otonomi- desa - dan- alokasi- dana- desa.html)

Selanjutnya regulasi yang ada tentang desa juga membolehkan desa untuk mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Artinya desa sesungguhnya telah didorong, diupayakan dan diharapkan menjadi mandiri. Desa tidak lagi dikendalikan oleh pusat seperti pada UU No. 5 Tahun 1979 dimana desa berada dibawah kecamatan. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 mengandung konsep desentralisasi desa yaitu sebagai kemandirian pemerintahan dan masyarakat desa dalam menyampaikan aspirasi, merencanakan kegiatan, menggali dana, dan mengontrol kegiatan pembangunan desa.

Berdasarkan uraian diatas, Pemerintahan Desa merupakan lembaga kemasyarakatan atau organisasi desa, dipahami sebagai organisasi kekuasaan yang secara politis memiliki fungsi dan wewenang dalam memenuhi kebutuhan – kebutuhan masyarakat untuk mencapai keteraturan dan integrasi dalam masyarakat, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti dan menganalisis


(20)

Kekuasaan dalam Pemerintahan Desa, khususnya pada pemerintahan desa Kedai Damar Pabatu kecamatan Tebing Tinggi kabupaten Serdang Bedagai.

1.2. Perumusan Masalah

Lincoln dan Guba (1985 : 218) mendefinisikan masalah sebagai suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda–tanda dan dengan sendirinya memerlukan upaya untuk mencari sebuah jawaban. Faktor yang berhubungan tersebut mungkin berupa konsep, data empiris, pengalaman atau unsur lainnya. ( Maleong, 2006 : 93 ).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana relasi politik desa antara kepala desa, BPD dengan masyarakat desa Kedai Damar Pabatu kecamatan Tebing Tinggi kabupaten Serdang Bedagai ?

2. Bagaimana pola relasi kekuasaan pemerintahan desa Kedai Damar Pabatu kecamatan Tebing Tinggi kabupaten Serdang Bedagai dalam pelaksanaan alokasi dana desa ?

1.3. Tujuan Penelitian

Mengacu pada pernyataan M Iqbal Hasan ( 2002 : 44 ) bahwa tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya suatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Dengan demikian pada dasarnya tujuan


(21)

penelitian memberikan informasi mengenai apa yang akan diperoleh setelah selesai penelitian. Berdasarkan adanya keinginan penulis untuk memperoleh data, guna menjawab pertanyaan - pertanyaan pada perumusan masalah penelitian ini, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana relasi politik desa antara kepala desa, BPD dengan masyarakat desa Kedai Damar kecamatan Tebing Tinggi kabupaten Serdang Bedagai.

2. Untuk mengetahui bagaimana pola relasi kekuasaan pemerintahan desa Kedai Damar kecamatan Tebing Tinggi kabupaten Serdang Bedagai dalam pelaksanaan Alokasi Dana Desa.

1.4. Manfaat Penelitian

Setelah melakukan penelitian ini diharapkan manfaat penelitian ini berupa: 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi wawasan ilmiah yang berkaitan dengan sistem Pemerintahan Desa yang terdapat di negara kita, sehingga dapat memberikan bahan pertimbangan bagi pihak – pihak yang berkompeten dalam menjalankan pemerintahan untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa dalam perencananan pembangunan.

1.4.2 Manfat Praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi peneliti berupa fakta – fakta temuan di lapangan dalam meningkatkan daya kritis dan analisis peneliti


(22)

sehingga memperoleh pengetahuan tambahan dari penelitian tersebut. Dan khususnya penelitian ini dapat menjadi referensi penunjang yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian – penelitian selanjutnya.

1.5. Definisi Konsep

Konsep merupakan suatu gagasan yang dinyatakan dalam suatu simbol atau kata. Untuk memperoleh maksud dan pengertian mengenai konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis membatasi konsep – konsep yang digunakan. Pemberian batasan konsep ini diperlukan untuk menuntun peneliti dalam menangani rangkaian proses penelitian bersangkutan serta dalam menginterpretasikan hasil penelitian ( Faisal, 2003 : 107 ). Adapun konsep – konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Relasi kekuasaan politik adalah adalah suatu hubungan antar dua individu atau lebih, atau antara individu dengan kelompok, mengunakan segala kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik dengan jalan memberi perintah, maupun dengan mempergunakan alat dan cara yang tersedia dalam melaksanakan kebijakkan – kebijakkan, siasat, kekuasaaan, kewenangan, pembagian atau alokasi, dalam membangun hubungan yang dinamis, mulai dari hubungan yang bersifat kerja sama, kompetisi hingga muncul konflik. (http://poq. oxfordjournals. Org / cgi/ content /summary 20/1/73)

2. Pemerintahan desa adalah lembaga perpanjangan pemerintah pusat memiliki peran yang strategis dalam pengaturan masyarakat desa/kelurahan dan keberhasilan pembangunan nasional, atau merupakan penyelenggaraan urusan


(23)

oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan NKRI.

3. Sentralisasi adalah sistem yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada pemerintah pusat. Seluruh wewenang, prakarsa, kebijakan, keputusan, perencanaan, pelaksanaan dan pembiayaannya dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat.

4. Desentaralisasi desa adalah penyerahan wewenang pemerintahan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI, mewujudkan pemerintahan desa yang mandiri dalam menyampaikan aspirasi, tata pemerintahan desa yang relatif bebas dari campur tangan kekuatan – kekuatan pemerintahan pada hiearkhi otoritas diatas – desa, yaitu pemerintahan kecamatan, pemerintahan kabupaten atau pemerintah pusat dalam mewujudkan efektifitas, efisiensi pemerintahan, demokratisasi serta pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan bagi publik. (UU.No.32 Tahun 2004)


(24)

BAB II.

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Relasi Kekuasaan

Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial selalu tersimpul pengertian – pengertian kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan terdapat disemua bidang kehidupan, kekuasaan mencakup kemampuan untuk memerintah ( agar yang diperintah patuh ) dan juga untuk memberi keputusan – keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengharuhi tindakan – tindakan pihak lain.

Hubungan kekuasaan merupakan suatu bentuk hubungan sosial yang menunjukkan hubungan yang tidak setara ( asymetric relationship ), hal ini disebabkan dalam kekuasaan terkandung unsur “pemimpin“ ( direction ) atau apa yang oleh Weber disebut “pengawas yang mengandung perintah“ (imperative control). Dalam hubungan dengan unsur inilah hubungan kekuasaan menunjukkan hubungan antara apa yang oleh Leon Daguit disebut “pemerintah” ( gouvernants ) dan “yang diperintah” ( gouvernes ). ( Poelinggomang, 2004 : 138 ).

Max Weber mengatakan, kekuasaan ( power ) adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan – kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan – tindakan perlawanan dari orang – orang atau golongan – golongan tertentu. Hak milik kebendaan dan kedudukan adalah sumber kekuasaan. Birokrasi juga merupakan salah satu sumber kekuasaan, disamping kemampuan khusus dalam bidang ilmu – ilmu pengetahuan ataupun atas dasar peraturan – peraturan hukum


(25)

yang tertentu. Jadi kekuasaan terdapat dimana – mana, dalam hubungan sosial maupun didalam organisasi – organisasi sosial. ( Soekanto, 2003 : 268 ).

Terkait dengan kekuasaan dalam pemerintahan desa, Max Weber ( dalam Jhonson, 1994 : 227 - 231 ), membagi kekuasaan dalam tiga tipe, yaitu;

a. Kekuasaan tradisional, yaitu kekuasaan yang bersumber dari tradisi masyarakat yang berbentuk kerajaan dimana status dan hak para pemimpin juga sangat ditentukan oleh adat kebiasaan. Tipe jenis ini melembaga dan diyakini memberi manfaat ketentraman pada warga.

b. Kekuasaan kharismatik. Tipe yang keabsahannya berdasarkan pengakuan terhadap kualitas istimewa dan kesetiaan kepada individu tertentu serta komunitas bentukkannya, tipe ini di miliki oleh seseorang karena kharisma kepribadiannya. Kekuasaan tipe ini akan hilang atau berkurang apabila yang bersangkutan melakukan kesalahan fatal. Selain itu, juga dapat hilang apabila pandangan atau paham masyarakat berubah.

c. Kekuasaan rasional – legal, yaitu kekuasaan yang berlandaskan sistem yang berlaku. Bahwa semua peraturan ditulis dengan jelas dan diundangkan dengan tegas serta batas wewenang para pejabat atau penguasa ditentukan oleh aturan main. Kepatuhan serta kesetian tidak ditujukan kepada pribadi pemimpin, melainkan kepada lembaga yang bersifat impersonal. Dalam masyarakat demokratis kedudukan wewenang berupa sistem birokrasi, dan ditetapkan untuk jangka waktu terbatas ( periode ). Hal ini untuk mencegah peluang yang berkuasa menyalahgunakan kekuasaannya sekaligus menjamin kepentingan masyarakat atas kewenangan legal tersebut.


(26)

Ketiga tipe kekuasaan tersebut menurut Weber salah satunya terdapat di setiap masyarakat. Pemerintahan Desa dalam konteks ini memiliki kekuasaan paling dekat pada poin ketiga yaitu tipe rasional legal, tetapi dalam aplikasinya mungkin tidak sepenuhnya sesuai dengan konsep ideal Weber.

2.2 Tipe Kekuasaan Sosial

Etzioni mendefinisikan kekuasaan, yaitu kemampuan untuk mengatasi sebagaian atau seluruh penolakan, dan memperkenalkan perubahan ketika terjadi penolakkan tersebut. Etzioni melihat manfaat untuk membedakan assets dengan kekuasaan. Asset merupakan kekuasaan potensil, sedangkan kekuasaan mengacu pada kekuasaan yang aktual. ( dalam Poloma, 2000 : 364 )

Dalam membahas asset dan kekuasaan, Etzioni mengidentifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu;

1. Asset utilitarian mencakup berbagai pemilikkan ekonomis, kemampuan teknis, administratif, tenaga kerja dan sebagainya. Kekuasaan utilitarian berlaku ketika pemilik asset menggunakan kekuasaan agar pihak lain bergabung dengan mereka.

2. Asset paksaan adalah persenjataan, instalasi dan tenaga kerja yang dipakai oleh militer, polisi dan sebagainya. Kekuasaan paksaan adalah kekuatan dan hasil – hasil ketika satu unit menggunakan asset paksaan untuk memaksakan pada pihak lain ketentuan – ketentuan bertindak. Pada masyarakat post – modern arah gerakkan selalu berawal dari kekuasaan paksaan menuju ke utilitaraian.


(27)

3. Asset persuasif yaitu : menurunkan kadar keterasingan ( menjurus pada penolakkan ). Sedangkan kekuasaan persuasif dilaksanakan lewat manipulasi simbol – simbol untuk memobilisir dukungan.

Blau memberi batasan kekuasaan sesuai dengan pengertian Weberian, yaitu “kemampuan orang atau kelompok memaksakan kehendaknya pada pihak lain, walaupun terdapat penolakkan melalui perlawanan, baik dalam bentuk pengurangan pemberian ganjaran secara teratur maupun dalam bentuk penghukuman, sejauh kedua hal itu ada, dengan memperlakukan sanksi negatif”. Dengan demikian kekuasaan hanya dilihat sebagai pengendalian melului sanksi – sanksi negatif, dimana kekerasaan fisik atau ancamannya merupakan kutub poler dari kekuasaan.

Blau mengutip skema Richard Emerson untuk menjelaskan hubungnan – hubungan ketergantungan – kekuasaan ( power – depedence ), sebagai dasar untuk menganalisis ketimpangan kekuasaan yang terdapat di dalam dan di antara kelompok – kelompok. Individu yang membutuhkan pelayanan orang lain harus memberikan alternatif berikut ini :

1. Mereka dapat memberikan pelayanan yang sangat ia butuhkan hingga cukup untuk membuat orang tersebut memberikan jasanya sebagai imbalan, apabila mereka memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk itu; hal ini akan menjurus pertukaran timbal balik.

2. Mereka dapat memperoleh pelayanan yang dibutuhkan itu di mana – mana ( dengan asumsi bahwa ada penyedia alternatif ), yang menjurus pada pertukaran timbal balik, sekalipun dalam hubungan yang berbeda.


(28)

3. Mereka dapat memaksa seseorang menyediakan pelayanan ( dengan asumsi orang tersebut mampu melakukannya ). Bilamana pemaksaan yang demikian terjadi, maka mereka yang mampu memperoleh pelayanan tersebut menciptakan dominasi terhadap penyedia ( supplier ).

4. Mereka dapat belajar menarik diri tanpa mengharap pelayanan atau menemukan beberapa pengganti pelayanan serupa itu.

Keempat alternatif itu menunjukan kondisi – kondisi ketergantungan sosial dari mereka yang membutuhkan pelayanan tertentu. Bilamana orang – orang yang menginginkan pelayanan itu tidak mampu memenuhi salah satu dari alternatif tersebut, maka mereka tidak mempunyai pilihan kecuali hanya menuruti kehendak penyedia ” sebab kelangsungan persediaan pelayanan yang dibutuhkan tersebut hanya dapat diperoleh sesuai dengan kepatuhan mereka. Ketergantungan ini menempatkan penyedia pada posisi kekuasaan. Agar dapat mempertahankan posisinya penyedia harus tetap bersikap wajar terhadap keuntungan yang diperoleh atas pertukaran pelayanan dan harus merintangi penyedia lain dalam kegiatan pelayanan yang sama.

Menurut Blau; ” Hanya perintah – perintah kekuasaan sah yang akan dipatuhi”. Istilah lain dari kekuasaan yang sah itu ialah otoritas. Kelompok secara suka-rela bersedia menerima kekuasaaan atau otoritas yang sah, dengan demikian membuat wewenang tersebut sebagai pengikat anggota – anggota kelompok. Apakah kekuasaaan cenderung memperoleh keabsahan atau oposisi, sebagian juga tergantung pada apakah ukuran atau nilai – nilai yang mengatur hubungan – hubungan sosial dengan kelompok bersifat khusus atau umum.


(29)

Blau menyebut kedua tipe nilai tersebut sebagai berikut; ” ukuran - ukuran yang bersifat khusus menunujuk pada atribut – atribut status yang hanya dinilai oleh in-group, seperti kepercayaan politik atau keagamaan, sedangkan ukuran – ukuran yang bersifat umum menunjuk pada atribut – atribut yang biasanya dinilai oleh orang yang tidak memiliki maupun memiliki kekayaan atau kompetisi”. Dalam penjelasannya Blau mengetengahkan empat nilai perantara dalam memahami kekuasaaan dan pertukaran sosial dalam kolektifitas – kolektifitas besar yaitu;

1. Nilai – nilai yang bersifat khusus berfungsi sebagai media bagi kohesi dan solidaritas sosial. Ia membantu menciptakan rasa kesatuan bersama yang menggantikan rasa ketertarikan yang bersifat pribadi. Akan tetapi disaat yang sama ia menghasilkan pembagian diantara sub kelompok yang terdapat dalam kolektivitas lebih besar.

2. Ukuran – ukuran tentang pencapaian tujuan dan bantuan sosial yang bersifat umum melahirkan sistem stratifikasi sosial. Disini status menjadi suatu ganjaran yang memungkinkan transaksi terjadi secara tidak langsung.

3. Sebagaimana dapat dilihat, nilai–nilai yang disahkan itu merupakan medium pelaksanaan wewenang dan organisasi usaha–usaha sosial berskala besar untuk mencapai tujuan – tujuan kolektif. Kekuasaan harus memperoleh legitimasi dan dilihat sebagai hal yang sah oleh anggota kelompok. Dia harus diterima sebagai kebutuhan dalam mencapai tujuan – tujuan kelompok.


(30)

4. Gagasan-gasasan oposisi adalah media reorganisasi dan perubahan, oleh karena itu hal ini dapat menimbulkan dukungan bagi gerakan oposisi dan memberi legitimasi bagi kepemimipinan. (dalam poloma, 2000: 84 - 92)

Menurut Robert M. MacIver kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah – tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan jalan memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan (relationship), dalam arti bahwa ada satu pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah ( the ruler and the ruled ); satu pihak yang memberi perintah, yang mematuhi perintah. Tidak ada persamaan martabat, selalu yang satu lebih tinggi daripada yang lain dan selalu ada unsur paksaan dalam hubungan–kekuasaan. (dalam Budiardjo, 2000:35-36)

MacIver mengemukakan bahwa kekuasaan dalam suatu masyarakat selalu berbentuk piramida. Ini terjadi karena kenyataan kekuasaan yang satu membuktikan dirinya lebih unggul, yaitu bahwa yang satu itu lebih kuat dengan jalan mensubordinasikan kekuasaaan lainnya. Menurut MacIver ada tiga pola umum piramida kekuasaaan yang terbentuk dalam masyarakat, yaitu:

1. Tipe pertama ( tipe kasta) adalah pola kekuasaaan dengan garis pemisah yang tegas dan kaku. Tipe semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat berkasta, di mana hampir – hampir tak terjadi gerak sosial vertikal. Garis pemisah antara masing – masing lapisan hampir tak mungkin ditembus.

2. Tipe kedua ( tipe oligarkis ) masih mempunyai garis pemisah yang tegas. Akan tetapi dasar perbedaan kelas – kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan


(31)

masyarakat, terutama pada kesempatan yang diberikan kepada warga untuk memperoleh kekuasaan – kekuasaan tertentu. Bedanya dengan tipe yang pertama adalah, walaupun kedudukan para warga pada tipe kedua masih didasarkan pada kelahiran ascribed status tetapi individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan.

3. Tipe ketiga ( tipe demokrasi ) menunjukkan kenyataan akan adanya garis pemisah antara lapisan yang sifatnya mobil sekali. Kelahiran tidak menentukan seseorang, yang terpenting adalah kemampuan dan kadang – kadang juga faktor keberuntungan. Yang terakhir ini terbukti dari anggota – anggota partai politik, yang dalam suatu masyarakat demokratis dapat mencapai kedudukan – kedudukan tertentu melalui partai.

Pola kekuasaan tipe ketiga ini merupakan tipe – tipe ideal atau tipe idaman – idaman. Namun di dalam kenyataan dan perwujudannya tidak jarang mengalami penyimpangan – penyimpangan, terutama disebabkan pada setiap masyarakat selalu mengalami perubahan – perubahan sosial dan kebudayaan.

2.3 Kekuasaaan Pemerintahan Desa

Dilihat dari posisi desa yang dilematik; pada satu sisi membutuhkan otonomi untuk merealisasikan keaslian dan aspirasi lokal, dan disisi lain harus memperhatikan “pusat”, dapat dikatakan bahwa kekuasaan pemerintahan desa untuk mengatur wilayahnya sangat besar dan bersifat mutlak. Oleh sebab itu, kontrol menjadi elemen penting untuk memastikan bahwa kekuasaan tersebut


(32)

tidak disalahgunakan dan tidak menjadikan alat bagi penguasa untuk memperdayakan rakyat.

Suatu pemerintahan desa yang demokratis adalah pemerintahan yang lahir dari bentukkan masyarakat sendiri, dan bukan merupakan hasil rekayasa elit penguasa. Pemerintahan desa mengakui ada tiga kuasa yang ada, yang menjadi kekuatan utama penggerak pemerintahan desa. Tiga kuasa yang dimaksud adalah: 1). Kedaulatan rakyat merupakan sumber utama dari kekuasaan yang ada. Pengakuan adanya kedaulatan rakyat merupakan cermin dari sebuah persepsi mengenai kekuasaan yang rasional, di mana kekuasaan datang dari rakyat dan karena itu harus dipertanggungjawabkan pada rakyat.

2). Parlemen desa adalah badan yang berfungsi dalam skema demokrasi perwakilan. Posisi parlemen desa sebagai penyampai aspirasi rakyat, dan tidak memiliki otonomi di hadapan rakyat. Parlemen desa juga bukan sebuah badan yang menerima kekuasaan mutlak dari rakyat desa, sebab yang diberikan hanya sebagian, sehingga ketika sewaktu - waktu dirasakan terjadi pengingkaran suara rakyat, maka rakyat bisa menggunakan hak dasarnya. 3). Pemerintahan desa adalah badan eksekutif yang bertugas menjalankan

aspirasi rakyat, untuk menjawab problem dan harapan rakyat. (dalam Pambudi, 2003:43).


(33)

BAB III

Metodologi Penelitian 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus ( case study ) tipe deskriptif. Studi kasus merupakan suatu metode dalam penelitian yang penelaahannya terhadap suatu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan konferensif. Studi kasus bertujuan mengembangkan dan menggeneralisasikan teori ( generalisasi analitis ) bukan menghitung frekuensi. (Sanapiah, 2003 : 22 ).

Adapun studi kasus tipe deskriptif dapat melacak urutan peristiwa hubungan antar pribadi, menggambarkan sub – budaya, dan menemukan fenomena kunci. Fokus studi kasus selain individu adalah kelompok, lembaga, organisasi, masyarakat atau suatu komunitas.

Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran, tentang kondisi ataupun fenomena tertentu. ( Bungin, 2007 : 68 ).

Dengan menggunakan pendekatan kualitatif peneliti akan dapat memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam mengenai analisis kekuasaan dalam pemerintahan desa, khususnya dilokasi tempat peneliti melakukan penelitian.


(34)

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Kedai Damar Pabatu Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai. Adapun alasan pemilihan tempat ini adalah: 1. Lokasi penelitian merupakan masyarakat desa yang masyarakatnya majemuk

dalam segala bidang baik dalam pekerjaan, agama, dan suku.

2. Lokasi penelitian merupakan pemeritahan desa yang berupaya mewujudkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa, khususnya di desa Kedai Damar Pabatu kecamatan Tebing Tinggi kabupaten Serdang Bedagai.

3. Lokasi penelitian merupakan tempat peneliti berdomisili sehingga memudahkan dalam mengakses data yang diperlukan dalam penelitian ini.

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah Pemerintahan Desa, dan masyarakat Desa Kedai Damar Pabatu Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai.

3.3.2. Informan

Mengingat jumlah unit analisis cukup banyak maka data diambil beberapa yang disajikan sebagai sumber informan. Subjek yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian ini menjadi informan yang akan menberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian,


(35)

dalam penelitian ini informan ada dua jenis yaitu informan utama dan informan tambahan.

a. Informan utama yaitu mereka yang terlibat langsung dalam kegiatan yang diteliti. Yang menjadi informan utama dalam penelitian ini adalah: Pemerintahan Desa yaitu Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan para perangkat desa di Desa Kedai Damar Pabatu Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai.

b. Informan tambahan yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam kegitan yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi informan tambahan adalah: para tokoh atau pemuka masyarakat lainnya serta masyarakat Desa Kedai Damar Pabatu Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu data primer dan data sekunder. Dimana data tersebut diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang biasa digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Data Primer

 Observasi partisipatif, yaitu peneliti ikut aktif dalam proses pengambilan data, peneliti mengadakan pengamatan secara langsung. Data yang diperoleh melalui observasi langsung terdiri dari rincian tentang kegiatan, perilaku, interaksi interpersonal, dan proses penataan yang merupakan bagian dari


(36)

pengalaman manusia yang dapat diamati. Disini peneliti akan melakukan obsevasi langsung kelapangan, ikut serta jika ada pertemuan – pertemuan ataupun kegiatan – kegiatan yang ada di desa Kedai Damar Pabatu selama penulis melakukan penelitian, baik antar warga sendiri maupun pertemuan ataupun kegiatan antar warga dengan pihak Pemerintah Kecamatan Tebing Tinggi atau pihak Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran faktual, cermat, dan terperinci mengenai Pemerintahan Desa Kedai Damar Pabatu.

 Wawancara mendalam, yaitu peneliti mengadakan tanya jawab secara langsung dengan para informan. Agar wawancara lebih terarah digunakan instrumen berupa pedoman wawancara ( inteview guide ) yakni urutan – urutan daftar yang diperlukan. Dalam penelitian ini digunakan juga instrumen penunjang lainnya dalam wawancara yaitu alat bantu rekam ( tape recorder ) yang akan membantu peneliti dalam menganalisis data dari hasil wawancara. Hal yang ingin diwawancarai adalah berupa informasi tentang relasi kekuasaan pemerintahan desa Kedai Damar Pabatu yang terjadi selama ini, serta informasi tentang pelaksanaan alokasi dana desa ( ADD) desa Kedai Damar Pabatu tersebut.

b. Data Sekunder

Studi kepustakaan yaitu dilakukan untuk mendapatkan data – data sekunder dengan mengumpulkan bahan – bahan yang berasal dari buku, juga dari sumber – sumber lainnya seperti surat kabar, internet dan lain – lain yang berkaitan langsung dan dianggap relevan dengan penelitian ini.


(37)

3.5. Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan pencarian pengertian yang lebih luas tentang data yang telah dianalisis. Atau dengan kata lain, interpretasi data merupakan penjelasan yang terinci tentang arti yang sebenarnya dari data yang telah di analisis atau dipaparkan. Dengan demikian, memberikan interpretasi dari data berarti memberikan arti yang lebih luas dari data penelitian. Interpretasi data dapat juga disebut dengan analisa data. ( Hasan, 2004 : 137 ).

Penganalisaan data pada dasarnya adalah proses penyederhanan data yang bertujuan untuk menghasilkan keterangan dan informasi yang dapat memberi arti kedalam bentuk yang lebih muda dibaca, hal ini akan menghasilkan suatu keterangan data yang terperinci dan sistematis. Setelah data – data terkumpul maka langkah berikutnya adalah menganalisa data secara kualitatif, semua data – data yang terkumpul disatukan kemudian diedit. Tahap akhir dari analisis data ini adalah mengadakan pemeriksaan keabsaan data, kemudian data diuraikan dan disajikan secara deskriptif.

3.6. Jadwal Kegiatan

Pengajuan judul ini merupakan tahap awal dari serangkaian kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan. Setelah seminar proposal penelitian dilakukan, lalu revisi proposal, pengurusan izin penelitian, dan tahapan selanjutnya adalah persiapan penelitian langsung ke lapangan. Untuk lebih rinci jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(38)

Tabel 1 Jadwal Kegiatan

No Jenis Kegiatan

Bulan

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Pra Observasi √

2 ACC Judul √

3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √

4 Seminar Penelitian √

5 Revisi Proposal Penelitian √

6 Penyerahan Hasil Seminar Proposal √

7 Operasional Penelitian √

8 Bimbingan √ √ √

9 Penulisan Laporan akhir √ √

10 Sidang Meja Hijau √

3.7. Keterbatasan Penelitian

Sebagai peneliti yang belum berpengalaman penulis merasa banyak kendala yang dihadapi, salah satu diantaranya adalah penulis masih belum menguasai secara penuh teknik dan metode penelitian sehingga dapat menjadi keterbatasan dalam mengumpulkan dan menyajikan data. Kendala tersebut diatasi melalui proses bimbingan dengan dosen pembimbing skripsi, juga penulis berusaha untuk mencari informasi dari berbagai sumber yang dapat mendukung proses penelitian ini.


(39)

Terbatasnya waktu yang dimiliki informan juga mempengaruhi pengerjaan tulisan ini, para informan yang bekerja hanya dapat bertemu pada malam hari karena mereka sibuk dengan pekerjaan mereka masing – masing. Disamping itu waktu mereka juga terbatas karena mereka harus istirahat, sehingga penulis harus rela melakukan wawancara berkali – kali.

Disamping keterbatasan penguasaan teknik dan metode penelitian serta keterbatasan waktu yang dimiliki para informan, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini juga membuat penulis agak takut. Permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini sedang mendapat sorotan dari publik dan menjadi pembahasan pada Pemerintahan Kabupaten Serdang Bedagai.


(40)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Sejarah desa Kedai Damar dan Asal mula nama desa Kedai Damar

Sejarah mengenai berdirinya desa Kedai Damar sampai saat ini belum ada secara tertulis, penulis membuat tulisan ini berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat setempat. Berdasarkan penuturan tokoh masyarakat setempat diperoleh informasi bahwa yang membuka desa Kedai Damar adalah para transmigrasi dari pulau Jawa, mereka pindah dari Jawa ke Sumatera adalah untuk membuka lahan atau berkebun untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Nama desa Kedai Damar pada mulanya adalah Kampoeng Damar, Kampoeng adalah satuan pemukiman penduduk yang jurnlahnya masih relatif sedikit dan heterogen, sedangkan Damar adalah nama pohon yang dahulunya banyak tumbuh di desa dan di tanam oleh para penduduk. Informan tersebut menjelaskan, bahwa diperkirakan desa Kedai Damar dibuka pada sekitar tahun 1600-an pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda sekitar tahun 1600-an, desa ini dikenal tempat penampungan / penyimpanan atau lebih dikenal dengan kedai penjualan kayu damar dan getah damar yang digunakan untuk bahan pembuat pernis dan cat.

Kebun Damar dan lahan yang luas di kampoeng tersebut akhirnya berhasil dirampas dan direbut oleh pemerintahan Kolonial Belanda, pada masa ini ditetapkan pula oleh Belanda mengenai kerja rodi atau kerja paksa. Akhirnya pemerintahan kolonial Hindia Belanda berhasil merubah kampoeng Damar


(41)

menjadi industri perkebunan yang luas dengan memperkerjakan rakyat dengan sistem rodi.

Pada awal dan sampai tahun 1938 kampoeng Damar adalah perkebunan tembakau yang dikonversi oleh BOCM (Bandar Oil Cport Maskapai) menjadi perkebunan kelapa sawit yaitu milik Handless Vereninging Amsterdam dengan mempekerjakan rakyat Indonesia, saat itu kampoeng Damar dikenal dengan sebutan kampoeng Damar BOCM, dan penduduk yang berdomisili disini tidak lagi hanya suku Jawa namun ada beberapa suku bangsa. Ada suku Batak, suku Melayu, Aceh, dan Minang. Setelah melalui beberapa tahap seiring dengan pertambahan jurnlah penduduk, sekitar tahun 1947 nama Kampoeng Damar berubah nama menjadi desa Bandar Oli.

Di tahun 1960-an BOCM diambil ahli dan dinasionalisasikan oleh Pemerintahan Indonesia diganti dengan nama PPN Sumut (Perusahaan Perkebunan Negara) lalu berubah menjadi PT.P–VI Pabatu ( PT. Perkebunan VI Pabatu ) sekitar tahun 1996 diubah lagi menjadi PTPN.VI Kebun Pabatu. Sekitar tahun tersebut diadakan pemilihan kepala desa secara langsung oleh warga desa, sejak saat inilah kampoeng Kedai Damar berubah menjadi desa Pabatu. Di masa peralihan atau pengembangan desa pada tahun 1965 ketika terjadi peristiwa G30S/PKI semua desa terjadi perubahan desa.

Posisi desa Pabatu terjadi perubahan nama yang ditetapkan oleh Bupati Kabupaten Deli Serdang Baharuddin Siregar. Pemerintahan desa Pabatu mengirim namanya menjadi desa Pabatu, namun pada akhir penetapan desa tersebut yang masih menggunakan sistem manual pada saat itu terjadi kesalahan mengetik,


(42)

sehingga desa Pabatu berubah nama menjadi desa Kedai Damar Pabatu. Pada hal seharusnya adalah desa Pabatu, desa Kedai Damar terletak di daerah Lubuk Baru lokasi perkebunan Hapinis. Sampai saat telah terjadi 8 (delapan) kali penggantian kepala desa di desa ini mulai tahun 1960-an sampai sekarang, berikut ini adalah nama-nama kepala desa yang pernah memimpin desa Kedai Damar Pabatu yakni: 1. T. Nazar Lubis ( 1960 )

2. H. Abd. Muiz Nasution. ( 1961 ) 3. Ali Akbar ( 1962 )

4. Abdul Halim ( 1963 )

5. Abd. Khalik Nasution ( 1964 – 1984 ) 6. H. Khrursin ( 1985 – 1992 )

7. H. Sudarto ( 1993 – 2002 ), dan

8. Musa Khalik Nasution ( 2003 – 2008 ), pemilihan kepala desa terpilih kembali dan mulai tahun 2009 menjabat sebagai kepala desa sampai sekarang.

Berdasarkan jenis / klasifikasinya desa Kedai Damar Pabatu merupakan desa swasembada yang berada pada wilayah perkebunan, yang sampai sekarang desa Kedai Damar Pabatu masih dalam lingkungan PTPN.IV Kebun Pabatu. Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2003, dan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 131.21 – 26 tahun 2004, pada tanggal 15 Januari 2004 kabupaten Deli Serdang dimekarkan, pada saat dimekarkan Kabupaten Deli Serdang dimekarkan menjadi kabupaten Serdang Bedagai terdiri atas 17 kecamatan, desa Kedai Damar Pabatu masih dalam kecamatan Tebing Tinggi.


(43)

Pada 7 Januari 2007, Pemerintah Daerah kabupaten Serdang Bedagai melakukan pemekaran kecamatan, salah satu kecamatan yang dimekarkan adalah kecamatan Tebing Tinggi, kecamatan ini dimekarkan menjadi 2 kecamatan Tebing Tinggi dan kecamatan Tebing Syabandar. Kecamatan Tebing Tinggi terdiri dari 14 desa salah satunya adalah desa Kedai Damar Pabatu.

4.1.1 Topografi, Keadaan Alam dan Batas Wilayah

Topografi wilayah atau letah Kecamatan Tebing Tinggi terbagi atas lintang utara 3011’ – 3023’ dan bujur timur 99001’ – 99019’, geografis desa Kedai Damar Pabatu berada pada ketinggian 5 – 250 meter dari atas permukaan air laut, dengan topografi daratan, curah hujan berdasarkan data BMG curah hujan periode sampai dengan Desember 2011 sebesar rata – rata 232 mm per tahun dan suhu udara rata – rata 26o s/d 31o Celcius.

Posisi desa Kedai Damar dekat dengan Sungai Padang, disatu sisi memberi keuntungan berupa panorama alam yang sangat indah serta memberikan kesuburan bagi tanah perkebunan, tetapi disisi lain posisi tersebut juga menjadikan desa ini kedalam kalegori berbahaya. Apabila terjadi hujan lebat dari pegunungan dan mengalir dari Sungai Baberong sampai ke Sungai Padang sehingga Sungai Padang menjadi banjir, sehingga air sungai meluap ke desa ini dan desa lain disekitarnya. Banjir di desa ini mulai tahun 2001, 2002 dan hampir setiap tahun desa ini mengalami banjir kiriman, sehingga masyarakat banyak mengalami kerugian secara material. Hal ini disebabkan semakin banyaknya


(44)

penebangan hutan secara liar terjadi dimana – mana, dan ulah para tangan – tangan manusia yang tidak bertanggung jawab mengotori dan mencemari sungai.

Meskipun pemerintahan desa dan pihak ketiga serta pemerintaahan daerah telah ikut campur tangan dalam mencari solusi penanggulangan banjir Sungai Padang, namun hampir setiap tahun tetap terjadi banjir juga di desa ini dan desa sekitar lainnya. Masyarakat desa Kedai Damar Pabatu pun tidak merasa heran dan waspada khususnya masyarakat yang berada di dusun V dan VI, karena masyarakat selalu mengalami banjir luapan dari Sungai Padang. Di tahun 2010 saja Sungai Padang sudah banjir sampai empat kali dalam setahun, sehingga sampai saat ini jika musim hujan datang masyarakat tetap waspada. Apalagi saat sekarang ini perubahan musim terkadang tidak dapat ditentukan..

Keadaan tanah yang cukup subur di desa Kedai Damar Pabatu, sangat bermanfaat untuk kehidupan masyarakat. Curah hujan dan aliran Sungai Padang yang dimanfaatkan untuk kepentingan sosial lainnya, juga sangat mendukung untuk perkebunan sehingga masyarakat di desa ini rnenggantungkan mata pencahariannya sebagai karyawan Perkebunan PTPN-IV kebun Pabatu.

Secara geografis desa Kedai Damar Pabatu memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah desa Penonggol 2. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah desa Naga Kesiangan 3. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah desa Bah Sumbu 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah desa Naga Kesiangan


(45)

4.1.3. Administrasi Desa

Desa Kedai Damar Pabatu merupakan desa yang terletak di kecamatan Tebing Tinggi kabupaten Serdang Bedagai, memiliki luas wilayah ± 2.50 km2. Luas wilayah desa Kedai Damar pabatu adalah 183,87 hektar, terbagi atas 6 dusun dan 6 rukun warga, jalan desa ada 10 km serta jalan dusun 15 km. Adapun jarak antara desa Kedai Damar Pabatu dengan pusat pemerintahan Kecamatan ± 10 km. Dengan pemerintahan kabupaten Serdang Bedagai ± km 30 km, jarak dari kota Pemetang Siantar 40 km, sedangkan jarak menempuh ibukota propinsi Sumatera Utara, kota Medan adalah 87 km.

Gambar 1.

Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Kedai Damar Pabatu tahun 2009 – 2013

KEPALA DESA

( Musa Khalik Nst )

SEKRETARIS DESA ( SUPARTI )

KAUR. PEMBANGUNAN

( Amir Hamjah. Lbs )

KAUR. UMUM ( M. Salim Hrp )

KADUS I ( Suhairi Amri )

KAUR. PEMERINTAHAN

( Abd. Muin. R ) BPD

( Suriadi Mpd )

KADUS II ( Muchsin )

KADUS III ( Irwan )

KADUS IV ( Agus Arfai. S )

KADUS V ( Januar A.S )

KADUS IV ( Zumali ) LKMD


(46)

Keterangan:

Kepala desa : Musa Khalik Nst Ketua BPD : Suriadi Mpd Sekretaris desa : Suparti

Kaur. Pembangunan : Amir Hamjah Lubis Kaur. Pemerintahan : Abd. Muin. R Kaur. Umum : M. Salim Hrp Kadus I : Suhairi Amri Kadus II : Muchsin Kadus III : Irwan

Kadus IV : Agus Arfai.S Kadus V : Januar A.S Kadus VI : Zumali

Lembaga pemerintahan desa merupakan lembaga formal paling penting yang ada di desa Hutabaringin telah memiliki perangkat pemerintahan desa yang lengkap, namun secara umum peran kepala desa sangat dominan dalam menjalankan fungsi lembaga, sementara perangkat desa lainnya seperti kepala-kepala urusan dan BPD tidak banyak memainkan peranan dalam menyelenggarakan pemerintahan desa.

Penyelnggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan desa, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, dengan landasan pemikiran dalam pengaturan


(47)

mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Kepala Desa bertanggung jawab pada Badan Permusyawaratan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas pemerintahan desa kepada Bupati.

Tabel 2.

Anggota Badan Permusyawaratan Desa ( BPD ) Desa Kedai Damar Tahun 2007 - 2013 No

Urut

Nama Jabatan Umur Pendidikan Alamat

1 Suriadi M.P.D Ketua 48 Tahun S2 Dusun IV

2 Idris Nasution Wakil ketua 40 Tahun D.3 Dusun I

3 Saliman Sekretaris 51 Tahun STM Dusun V

4 Surip Santoso Bsc Bendahara 53 Tahun Sarjana Muda Dusun IV 5 Ramlan Darwis Sitorus Anggota 43 Tahun D.3 Dusun I

7 Abd. Karim Anggota 48 Tahun SLTA Dusun III

8 Edi Syaputra Anggota 31 Tahun SLTA Dusun III 9 Lanoisan Damanik Anggota 50 Tahun SLTA DusunV

10 Maulana Anggota 48 Tahun SLTA Dusun VI

11 Rudi Gunarto Anggota 41 Tahun SLTA Dusun VI


(48)

Dilingkup internal desa orang-orang yang paling dihormati warga pada umumnya adalah para pemimpin informal seperti tokoh masyarakat dan tokoh - tokoh agama, tokoh masyarakat dianggap sebagai tokoh berpengaruh di lingkup internal, karena dialah orang yang dituakan. Sumber kewibawaan adalah posisinya sebagai keturunan senior dan suatu kelompok yang memiliki kedudukan dan tanggungjawab tertentu menurut aturan yang ada.

Tokoh masyarakat juga memegang peranan kunci dalam peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan kehidupan warga misalnya upacara perkawinan, kematian, dan juga dalam menangani perselisihan antar warga. Tokoh agama terdiri dan orang-orang yang menjadi pemimpin dalam kegiatan keagamaan seperli guru agama, khatib dan imam di Mesjid, alasannya mengapa mereka dihormati adalah pandangan bahwa mereka merupakan penjaga moralilas kehidupan bermasyarakat.

4.1.4 Tata Penggunaan Lahan a. Peruntukan Lahan :

Pada dasarnya desa Kedai Damar Pabatu adalah milik Negara, berada pada kawasan PTPN-IV kebun Pabatu, yang mana pengawasan pemerintahannya lebih besar dilakukan oleh PTPN-IV kebun Pabatu. Desa Kedai Damar Pabatu memiliki luas wilayah 183,87 hektar, terbagi atas beberapa bagian lahan seperti lahan perkebunan, pemukiman, perkantoran, sarana pendidikan, rumah ibadah, pemakaman, jalan / transportasi, dan sebagainya. Adapun jumlah luas lahan - lahan tersebut menurut peruntukkan dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(49)

Tabel 3.

Luas Lahan Menurut Peruntukkan di Desa Kedai Damar Pabatu

Sumber : Kantor Kepala Desa Kedai Damar Pabatu tahun 2010

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan lahan untuk perkebunan menempati posisi yang paling tinggi yakni 135,87 hektar. Jumlah ini termasuk lahan yang ditumbuhi pohon sawit milik PTPN-IV kebun Pabatu, sampai saat ini belum ada kebiasaan dari warga untuk menanam pohon sawit. Meskipun lahan perkebunan yang dimiliki desa ini cukup luas namun tidak semua warga memiliki lahan, sebagian mereka mengerjakan lahan milik mereka sendiri, yang dibeli dari penduduk desa lainnya.

No Penggunaan Lahan Luas ( Ha ) Persentase ( % ) 1 Pertanian

A. Persawahan --- ---

B. Perkebunan 135,87 73,31

2 Pemukiman 25 14,59

3 Perkantoran 15 8,17

4 Sekolahan 3 1,25

5 Tempat ibadah 2 1,09

6 Pemakaman 1 0,5

7 Jalan 2 1,09


(50)

Data pada tabel dibawah ini menunjukkan bahwa luas lahan yang dimiliki adalah lahan milik negara.

Tabel 4.

Luas Lahan Menurut Status Pemilikan di Desa Kedai Damar Pabatu No Peruntukan Lahan Luas ( Ha ) Persentase

1 Milik Negara 183,87 100%

c. Keadaan Lahan.

Bahwa desa Kedai Damar Pabatu mempunyai lahan perkebunan kelapa sawit milik PTPN-IV Kebun Pabatu yang dikelola oleh pihak BUMN ( Badan Usaha Milik Negara )

4.1.5. Komposisi Penduduk

Secara demografi desa Kedai Damar Pabatu dapat dilihat dan berbagai komposisi penduduk. Untuk memudahkan proses penyusunan datanya maka komposisi penduduk desa Kedai Damar Pabatu akan dibagi kedalam beberapa bagian yaitu:

1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis kelamin

Dibawah ini adalah tabel komposisi penduduk desa Kedai Damar Pabatu berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


(51)

Tabel 5.

Jumlah Penduduk Desa Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 1540 Jiwa 49,3 %

2 Perempuan 1578 Jiwa 50,7 %

Total 3118 Jiwa 100 %

Sumber : Kantor Kepala Desa Kedai Damar Pabatu tahun 2010

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk desa Kedai Damar Pabatu adalah 3118 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 778 kepala keluarga. Dapat di lihat bahwa yang berjenis kelamin perempuan Iebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki - laki sebanyak 1540 jiwa, sedangkan penduduk yang berjenis kelamin perempuan adalah sebanyak 1578 jiwa. Berdasarkan presentase tersebut dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan penduduk jenis kelamin perempuan di desa Kedai Damar Pabatu terus bertambah dengan persentase 50,7% bila dibandingkan dari pertumbuhan jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki – laki hanya 49,3%, selisih persentase jumlah penduduk jenis kelamin perempuan dengan jumlah penduduk berjenis kelamin laki – laki di desa Kedai Damar Pabatu mencapai 1,4% jiwa.


(52)

2. Komposisi penduduk Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Komposisi penduduk desa Kedai Damar Pabatu berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini;

Tabel 6.

Jumlah Penduduk Desa Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

Sumber : Kantor Kepala Desa Kedai Damar Pabatu tahun 2010

NO Gol. Umur Jumlah Penduduk ( Jiwa ) Persentase

( Th ) LK PR L + P ( % )

1 0 -1 6 5 11 0,36

2 2 – 4 12 8 20 0,65

3 5 – 6 17 12 29 0,94

4 7 – 12 35 60 95 3,05

5 13 – 15 154 177 331 10,6

6 16 – 18 183 181 364 11,6

7 19- 24 190 198 388 12,4

8 25 – 44 373 390 763 24,4

9 45 ke atas 570 547 1117 35,8


(53)

3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai dua kebutuhan yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani, kebutuhan tersebut saling berhuhungan dan harus seimbang. Agama termasuk kebutuhan rohani yang sangat penting karena turut mempengaruhi tata kehidupan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara sosiologis agama mempunyai beberapa fungsi yaitu diantaranya adalah sebagai fungsi edukatif, penyelamat, dan kontrol sosial (social control).

Desa Kedai Damar Pabatu merupakan wilayah yang heterogen dalam hal agama, penduduknya paling banyak memeluk agama Islam hal ini menandakan bahwa agama Islam memberikan pengaruh yang cukup kuat dalam setiap sendi kehidupan masyarakat di desa ini, dan sebagian penduduk ada yang memeluk agama kristen.

Jumlah penduduk menurut agama / penghayatan terhadap TYME dibagi berdasar kepala keluarga, bahwa kepala keluarga yang memeluk ajaran agama Islam sebanyak 622 (79,94 %) kepala keluarga, sedangkan penduduk yang memeluk ajaran agama kristen sebanyak 156 (20,06 %) kepala keluarga. Nilai-nilai ajaran agama masih sangat dipegang teguh oleh penduduk, agama sebagai fungsi kontrol sosial masih sangat jelas terlihat pada kehidupan sehari - hari.

4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku

Suku bangsa penduduk desa Kedai Damar Pabatu juga bisa dikatakan heterogen, karena terdapat 10 keluarga yang melakukan perkawinan dengan suku


(54)

bangsa lain yakni dengan suku bangsa Jawa, Melayu, Batak Simalungun, Batak Toba, Batak Mandailaing, Banjar, Batak Karo, Minangkabau, Aceh, dan Banten

Komposisi penduduk desa Kedai Damar Pabatu berdasarkan suku bangsa dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 7.

Jumlah Penduduk Desa Berdasarkan Suku Bangsa

NO Suku Bangsa Jumlah / jiwa Persentase ( % )

1 Jawa 2342 75,1

2 Melayu 64 2,06

3 Batak Simalungun 124 3,97

4 Batak Toba 124 3,97

5 Batak Mandailing 124 3,97

6 Banjar 64 2,06

7 Batak Karo 92 2,96

8 Miniangkabau 120 3,85

9 Aceh 32 1,03

10 Banten 32 1,03

Jumlah 3118 100 %

Sumber : Kantor Kepala Desa Kedai Damar Pabatu tahun 2010

Disamping agamanya yang heterogen, suku bangsa penduduk desa Kedai Damar Pabatu juga bisa dikatakan heterogen karena terdapat 10 keluarga yang


(55)

melakukan perkawinan dengan suku bangsa lain yakni dengan suku bangsa Jawa, Melayu, Batak Simalungun, Batak Toba, Batak Mandailaing, Banjar, Batak Karo, Minangkabau, Aceh, dan Banten. Keadaan tersebut membuat masyarakat masih sangat memegang nilai-nilai dan adat istiadat suku bangsa, hal ini dapat dilihat pada acara upacara perkawinan dan upacara adat lainnya.

5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Bidang pekerjaan

Komposisi penduduk desa Kedai Damar Pabatu berdasarkan bidang pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 8.

Jumlah Penduduk Desa Berdasarkan Bidang pekerjaan

No Bidang Pekerjaan Jumlah/KK Persentase ( %)

1. Karyawan / Pegawai BUMN 708 91

2. TNI / Polri --- ---

3. Pegawai Negeri Sipil 24 3,08

4. Karyawan Swasta 23 2,96

5. Wiraswasta / Pedagang 23 2,96

Jumlah 778 100 %

Sumber : Kantor Kepala Desa Kedai Damar Pabatu tahun 2010


(56)

pekerja di di PTPN- IV Kebun Pabatu tersebut ada beberapa tingkatan yaitu ; golongan BHL ( buruh harian lepas ), golongan karyawan pelaksana, golongan pegawai, dan golongan staff.

PT. Perkebunan Nusantara IV Pabatu sudah lama berproduksi sejak tahun 1960, hingga sekarang perkebunan sawit tersebut membuka lapangan kerja untuk putra - putri daerah maupun putra - putri dari luar, namun dengan merosotnya harga CPO / minyak sawit saat ini dan menurunnya permintaan CPO oleh perusahaan asing, PTPN-IV kebun Pabatu sangat sedikit membuka lapangan tenaga kerja.

Penduduk yang bermata pencaharian sebagai karyawan / pegawai BUMN di PTPN – IV Kebun Pabatu sebanyak 708 ( 91% ) kepala keluarga dari desa Kedai Damar Pabatu. Untuk berkerja sebagai TNI / Polri penduduk desa Kedai Damar Pabatu belum ada. Sedangkan yang lainnya ada yang bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil sebanyak 24 ( 3,08 % ) kepala keluarga. Ada juga penduduk yang bermata pencaharian di perusahaan swasta sekitar 23 ( 2,96 % ) kepala keluarga dan sisanya ada yang bermata pencaharian sebagai wiraswasta atau pedagang sebanyak 23 ( 2,96 % ) kepala keluarga.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat desa Kedai Damar Pabatu saat ini dapat dikatakan sangat sejahtera, disebabkan dari tahun ketahun sosial ekonomi untuk penduduk desa telah mulai meningkat dan stabil. Penduduk desa yang bermata pencaharaian sebagai wiraswasta / pedagang, mereka berdagang sayur – sayuran, buah – buahan, berdagang ikan atau dagang, berdagang segala kebutuhan rumah tangga dan lain sebagainya. Untuk mendapatkan segala barang dagangan,


(57)

penduduk tidak kesulitan untuk dapat membeli segala jenis barang dagangannya dan akan dijual kembali, karena jarak antara desa dan kota cukup dekat serta mudah ditempuh dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.

6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel dibawah ini memperlihatkan pembagian jumlah penduduk desa Kedai Damar Pabatu berdasarkan tingkat pendidikan;

Tabel 9.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1 PAUD --- ---

2 Taman kanak - kanak 60 orang 4,14 %

3 SD 750 orang 51,72 %

4 SLTP/Mts 375 orang 25,87 %

5 SMA/SMK 215 orang 14,82 %

6 Akademi / D1 – D3 20 orang 1,38 %

7 Sarjana S1 30 orang 2,07 %

Jumlah 1450 orang 100 %

Sumber : Kantor Kepala Desa Kedai Damar Pabatu tahun 2010

Dan tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas jumlah penduduk desa Kedai Damar Pabatu yang masih duduk di TK sebanyak 60 orang, berpendidikan SD saja sebanyak 750 orang, berpendidikan sampai SLTP/MA 375 orang,


(58)

berpendidikan sampai dengan SMA/SMK 215 orang, berpendidikan sampai Akademi D1 – D2 ada 20 orang, serta berpendidikan sampai dengan S1 mencapai 30 orang. Namun dalam tabel 5, diketahui bahwa tidak ada putra–putri penduduk desa ini yang melaksanakan PAUD ( Pendidikan Anak Usia Dini ) sebab putra – putri penduduk desa ini yang sudah berusia 4 sampai dengan 5 tahun langsung bersekolah di TK, disekolahkan pada TK yang terdapat didesa ini ataupun TK yang ada di kota Tebing Tinggi.

6. Sarana dan Prasarana Desa

Untuk menunjang aktifitas masyarakat di desa Kedai Damar Pabatu, terdapat berbagai sarana dan prasarana yang mendukung berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan adanya sarana dan prasarana tersebut kehidupan sehari-hari masyarakat didesa ini dapat berjalan dengan lebih baik.

Adapun sarana dan prasarana tersebut antara lain: Sarana Transportasi

Sarana transportasi ke desa dan keluar dari desa Kedai Damar Pabatu, menuju kota Tebing Tinggi, kecamatan dan kabupaten Serdang Bedagai sudah cukup baik dan lancar, dikarenakan desa ini merupakan daerah jalan lintas Sumatera. Saat ini ± 40 mobil angkutan umum ( minibus angkot) yang melewati jalan desa ini dan menghubungkannya dengan kota Tebing Tinggi dengan jarak 10 km dengan menempuh waktu 15 menit Belum lagi angkutan umum perkotaan yang jumlahnya tidak terhitung untuk menghubungkan kota Pematang Siantar dan ibukota kabupaten Serdang Bedagai dengan waktu 45 menit serta ibukota propinsi


(59)

Sumatera Utara. hanya dibutuhkan waktu sekitar 21/2 jam saja karena kondisi jalan rnelalui rute ini cukup baik.

Transportasi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat desa Kedai Damar Pabatu adalah sepeda motor dan mobil, ini disebabkan semakin stabil dan sejahteranya kehidupan ekonomi masyarakat desa sehinga kebutuhan tersier mudah terpenuhi. Menurut penjelasan dari salah satu informan, sangat jarang anak – anak yang bersekolah dan para orang tua yang bekerja mengendari sepeda sebagai alat transportasi mereka, serta fasilitas yang diberikan pihak perusahaan kebun Pabatu berupa bus sekolah sebagai transportasi ke kota Tebing Tinggi, telah memudahkan masyarakat desa meningkatkan pendidikan putra – putri mereka untuk melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi, baik ke sekolah menengah atas maupun sampai ke perguruan tinggi swasta yang ada di Kota Tebing Tinggi.

Sarana pendidikan

Sarana pendidikan sudah dapat dinikmati oleh niasyarakat desa karena sudah tersedianya sarana transportasi yang cukup memadai, yang menghubungkan desa ini dengan kota Tebing Tinggi. Desa Kedai Damar Pabatu saat ini terdapat 2 buah Taman Kanak – Kanak ( TK ) yaitu; TK Tunas Harapan dan TK Alqur’an Al Musa’adah. Dan terdapat 5 buah Sekolah Dasar (SD), adapun muridnya berasal dari dua desa yaitu desa Bah Sumbu dan desa Kedai Damar. Pada Tahun Ajaran 2009/2010 terdapat 750 siswa- siswi yang mengikuti pendidikan di sekolah tersebut.


(1)

Tabel 12.

Perbedaan Badan Perwakilan Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa

Badan Perwakilan desa ( UU No. 22 Tahun 1999)

Badan Permusyawaratan Desa (UU No. 32 Tahun 2004 Keanggotaan

Fungsi

POSISI POLITIK

Dipilih dari dan oleh penduduk desa yang

memenuhi persyaratan.

Mengayomi adat istiadat, membuat peraturan

desa, menampung dan menyalurkan aspirasi

masyarakat serta melakukan pengawasan

terhadap penyelenggaraan pemerintah desa.

Amat kuat

• Dapat mengusulkan permberhentian kades kepada bupati

• Kepala Desa bertanggungjawab kepada rakyat melalui BPD

• Bersama kepala desa menetapkan APBD

• Bersama kepala desa menetapkan tata cara dan pungutan objek

pendapatan dan belanja desa

Wakil dari penduduk desa yang ditetapkan

secara musyawarah dan mufakat

Menetapkan peraturan desa bersama kepala

desa, menampung dan menyalurkan aspirasi

masyarakat

Lemah

• Bamusdes tidak memiliki fungsi pengawasan

• Bamusdes tidak dapat mengusulkan pemberhentian kades kepada bupati

• Kepala desa tidak lagi bertanggung jawab kepada rakyat melalui BPD

• Bamusdes tidak memiliki kewenangan dalam pengelolaan

keuangan desa, termasuk penetapan

APBD dan penetapan tata cara dan

pungutan objek pendapatan dan


(2)

92

BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN

Dari beberapa pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa relasi kekuasaan yang terbangun antara pemerintah desa dan masyarakat desa Kedai Damar Pabatu telah membentuk pola kekuasaan yang kurang seimbang. Hal tersebut bisa dilihat di satu sisi kekuasaan kepala desa dengan perangkat desa lainnya telah mengalami suatu pergeseran kekuasaan atau dengan kata lain porsi kekuasaan mereka dalam masyarakat desa Kedai Damar Pabatu.

Dari penelitian yang dilakukan penulis diperoleh informasi bahwa terdapat beberapa hal yang menyebabkan permasalahan relasi kekuasaan dalam pemerintahan desa, antara lain:

1. Relasi kekuasaan pada tingkat desa tampak bahwa dominasi kekuasaan tertentu mengakibatkan telah mengubah relasi kekuasaan khususnya pada tingkat desa. Hal ini terlihat dengan jelas ketika keterlibatan masyarakat kurang memiliki akses dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah.

2. Masyarakat berada pada posisi subordinan, hal tersebut bisa dilihat ketika terjadinya pergeseran kekuasaan pada tingkat desa. Pelaksanaan otonomi desa merupakan harapan untuk menumbuhkan kearifan-kearifan lokal demi terwujudnya demokrasi di tingkat lokal. Tapi ternyata program tersebut masih menyisakan berbagai persoalan pada tingkat desa.


(3)

3. Pemerintah desa belum mampu merespon aspirasi masyarakatnya, sehingga aspirasi masyarakat terhenti pada tingkat desa, keadaan tersebut juga akan semakin mempertajam pergeseran kekuasaan pemerintah desa.

4. Kebijakan yang dihasilkan desa selalu kebijakan yang diinginkan kepala desa, sikap anti kritik dari kepala desa, serta kurang berfungsinya lembaga oposisi yang ada di desa. Peneliti juga mencoba mengupas lebih dalam dan mencoba menganalisis dinamika kekuasaan kepala desa yang terjadi didesa Kedai Damar Pabatu.

Secara umum dapat dikatakan bahwa Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 masih belum banyak membuat banyak perubahan yang cukup signifikan. Bahkan fenomena pemerintahan di desa Kedai Damar masih menempatkan masyarakat desa sebagai subordinat dari pemerintah desa. Kepala Desa masih banyak mengambil alih kebijakan pada tingkat desa. Mekanisme alokasi dana desa yang tidak transparan dan mengabaikan keterlibatan masyarakat dalam ADD pada taraf perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan telah membuka lebar pintu korupsi.

5.2. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti memberikan beberapa saran, antara lain:

1. Perlu adanya semangat seluruh elemen masyarakat baik intern desa maupun masyarakat supra desa untuk meminimalisir kekuasaan terpusat salah satu


(4)

94 pendidikan politik penanaman awareness masyarakat desa untuk berpartisipasi secara aktif baik itu voice, akses, dan kontrol, dalam pemerintahan desa. 2. Perlu adanya agen pembaharu yang maju kedepan dan dapat mempelopori

peningkatan kualitas civil society. Dengan demikian, masyarakat bukan saja menjadi objek kekuasaan elit desa saja, tetapi mampu menjadi aktor village

governance yang mampu berpartisipasi aktif dalam pemerintahan desa.menuju

demokrasi ditingkat desa.

3. Pentingnya memasukkan prinsip – prinsip good governance dalam pemerintahan desa. Prioritas utama adalah dengan melakukan proses pembenahan secara kelembagaan mekanisme dan pengelolahan kebijakkan – kebijakkan desa.

4. Pemerintah desa tidak lagi secara sendiri dalam melakukan proses pengaturan sosial didesa, tetapi secara partisipatif melibatkan elemen sosial masyarakat yang lainnya. Begitu pula pemerintah desa harus dapat memberikan kepastian dalam prosedur layanan sosial, seperti pembuatan akte kelahiran, kartu keluarga, KTP, dan lainya. layanan sosial kepada masyarakat harus semakin berkualitas.

5. Membentuk Relations Teamwork village governance (relasi kelompok kerja pemerintah desa) yang terdiri dari perwakilan perangkat desa, BPD, masyarakat politik, ekonomi dan sipil. Yang berfungsi menjadi asistensi dalam pengambilan proses-proses kebijakan didesa.


(5)

Daftar Pustaka

Ali, Madekhan. 2007. Orang Desa Anak Tiri Perubahan. Malang: Penerbit Averrroes Press.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif ( komunikasi, ekonomi, kebijakkan publik, dan ilmu sosial lainnya ). Jakarta: Prenada Media Group.

Cahyono, Heru. 2005. Konflik Elite Politik Di Pedesaan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budiardjo, Miriam. 2000. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Faisal, Sanafiah. 2003. Format – Format Penelitian Sosial ( Dasar – Dasar dan Aplikasi ). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hasan, M. Iqbal. 2002. Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

Ibrahim, Jabal Tarik. 2003. Sosiologi Pedesaan. Malang: Universitas Muhamaddiyah Malang Press.

Jhonson, Doyle Paul. 1994. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid 1. Jakarata: Penerbit PT. Gramedia.

Moelong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Pambudi, Himawan S. 2003. Politik Pemberdayaan Jalan Mewujudkan Otonomi Desa. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.

Poelinggomang, Erdward L. 2004. Perubahan Politik dan Hubungan Kekuasaan Makasar. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Poloma, Margaret M. 2000. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. 2003 Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


(6)

..., 2006. Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 07 Tahun 2006 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintahan Desa.

..., 2005. Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Situs Internet :

Gayatri, Irine H. 2007. Demokrasi Lokal Di Desa. Jakarta: ( http://www. Interseksi.org/publications/essays/articles/demokrasi lokal di Desa.html ) ( 20-09-2010). ( 04 : 20 pm )

Handoko,Rudy.2007. Otonomi Desa dan Alokasi Dana Desa. (http://kingroodee. blogspot. com/ 2007/ 08/ otonomi- desa - dan- alokasi- dana- desa.html) (23-08-2010). ( 02: 05 pm)

Hakim, Abdul dan Endah Setyowati. 2007. Perubahan Kelembagaan Pemerintahan Desa Dan Tantangannya Terhadap Pengembangan Sumber Daya Aparatur Desa. pdffile/ Hakim20% & Endah20% pengembangan20% Kelembagaan 20% desa20%. Pdf. ). ( 11 – 05 – 2009 ) ( 10:25 am)

Luwihono, Slamet. 2007. Manfaat dan Arti Pentingnya Peraturan Desa Bagi Upaya Kesejahteraan Masyarakat Desa. Option = content & task = view & id=21 & temid=38). (20-09-2010). (16:20).

Sutoro, Eko. 2003. Desa di Tengah Perubahan. ( http://www. ireyogya. org/sutoro/ jurnal/ desa di tengah perubahan. Pdf. ). ( 11 – 05 – 2010 ) ( 11 : 50 pm ). ….., 2007. Menyoal Kembali Otonomi Desa. ( http://www. ireyogya. org/ire. php?

About=12.htm ). ( 05–01–2010 ) ( 03 : 30 pm ).

……, ( 2010) (09 : 15 am).


Dokumen yang terkait

Sistem Informasi Pemerintahan Desa Firdaus Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai Berbasis Web

1 82 58

Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

4 83 107

Konflik Pemekaran Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai (Studi Kasus:Konflik Horisontal yang Bersifat Laten di Desa Pagar Manik, Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai)

8 84 101

Pemetaan Perubahan Penutupan Lahan di Kecamatan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai

5 86 91

Kajian Pemanfaatan Bambu di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

4 47 59

Analisis Usaha Ternak Kambing Etawa (Studi Kasus : Desa Paya Geli Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang)

7 110 61

Kepemimpinan Kepala Desa Perempuan dalam Lembaga Pemerintahan Desa (Studi Kasus di Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal)

2 22 167

PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KINERJA PEMERINTAHAN DESA DALAM MEWUJUDKAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) DI TINGKAT DESA (STUDI KASUS DI DESA MANUNGGAL KECAMATAN LABUHAN DELI KABUPATEN DELI SERDANG).

0 1 23

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Analisis relasi kekuasaan dalam pemerintahan desa :Suatu Studi Terhadap Relasi Kekuasaan Kepala Desa dengan Maujana Nagori di Nagori Simattin, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Content, 104 p

0 0 28

Analisis relasi kekuasaan dalam pemerintahan desa :Suatu Studi Terhadap Relasi Kekuasaan Kepala Desa dengan Maujana Nagori di Nagori Simattin, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Content, 104 pages, 5 tables, 2 graphichs, 1 map, 23 books,

0 0 11