Turunan antrakuinon yang terdapat dalam bahan-bahan purgativum berbentuk dihidroksi fenol, trihidroksi fenol seperti emodin, atau tetrahidroksi
fenol seperti asam karminat. Turunan antrakuinon sering kali berwarna merah oranye.
Anonim, 2004; Gunawan, 2004; Robinson, 1995; Samuelsson, 1999.
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Senyawa
aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Diketahuinya senyawa
aktif yang dikandung oleh simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Simplisia yang lunak seperti rimpang dan daun mudah
diserap oleh pelarut, karena itu pada proses ekstraksi tidak perlu diserbuk sampai halus. Simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit akar susah diserap
oleh pelarut, karena itu perlu diserbuk sampai halus Ditjen POM, 2000.
Metode ekstraksi menurut Ditjen POM 2000 ada beberapa cara, yaitu: i
Maserasi Maserasi adalah suatu cara penyarian simplisia dengan cara merendam
simplisia tersebut dalam pelarut Syamsuni, 2006 dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar, sedangkan remaserasi
adalah pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya Ditjen POM, 2000. Keuntungan metode maserasi adalah
prosedur dan peralatannya sederhana Agoes, 2007; Depkes, 1986.
Universitas Sumatera Utara
ii Perkolasi Perkolasi adalah suatu cara penyarian simplisia menggunakan perkolator
dimana simplisianya terendam dalam pelarut yang selalu baru Syamsuni, 2006 dan umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Prosesnya terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya penetesanpenampungan ekstrak terus-menerus sampai diperoleh ekstrak
perkolat Ditjen POM, 2000. Keuntungan metode perkolasi adalah proses penarikan zat berkhasiat dari
tumbuhan lebih sempurna, sedangkan kerugiannya adalah membutuhkan waktu yang lama dan peralatan yang digunakan mahal Agoes, 2007.
iii Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
dalam jangka waktu tertentu Ditjen POM, 2000 dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu Mayo, et al., 1955;
Landgrebe, 1982. iv Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet Ditjen POM, 2000, dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian
jatuh membasahi sampel dan mengisi bagian tengah alat soklet. Tabung sifon juga terisi dengan larutan ekstraksi dan ketika mencapai bagian atas tabung sifon,
larutan tersebut akan kembali ke dalam labu Mayo, et al., 1955; Landgrebe, 1982.
v Digesti
Universitas Sumatera Utara
Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar Ditjen POM, 2000,
umumnya dilakukan pada suhu 40-60
o
vi Infundasi C Syamsuni, 2006.
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90
o
vii Dekoktasi C selama 15-
20 menit Ditjen POM, 2000; Syamsuni, 2006; Anief, 2000.
Dekok adalah ekstraksi pada suhu 90
o
C- 98
o
senyawa antrakuinon umumnya di ekstraksi dengan cara refluk menggunakan pelarut metanol, kemudian dipekatkan dengan evaporator sampai
diperoleh ekstrak pekat metanol Nawawi, dkk., 2010 cara lain ekstraksi senyawa antrakuinon dapat dilakukan dengan metode maserasi pada suhu kamar selama 24
jam menggunakan pelarut aseton Kristanti, dkk., 2006. C menggunakan pelarut air
selama 30 menit Ditjen POM, 2000; Agoes, 2007.
2.4 Kromatografi